Sirete, Gido, Nias: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎top: Bot: Mengganti kata Sumatra menjadi Sumatera, per diskusi
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎top: Bot: Merapikan artikel
 
Baris 25:
---Zaman Penjajahan Belanda---
 
Pada awal tahun 1900an ketika masa penjajahan Belanda, dibukalah jalan-jalan melalui metode kerja rodi. Oleh karena sebagian besar penduduk Nias pada saat itu masih tinggal didaerah pegunungan, maka Belanda berusaha membujuk masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan untuk pindah dan menempati daerah dataran rendah sekaligus ikut dalam kerja rodi.
 
Walaupun tidak mudah, mereka terus mencari cara agar masyarakat mau pindah sekaligus ikut dalam kerja rodi. Salah satunya adalah dengan mendekati Tokoh Masyarakat tertentu yang dianggap berpengaruh dan didengarkan oleh masyarakat sekitar.
Baris 32:
 
Akhirnya BALUGU SULU MBANUA setuju dan bersama dengan Komandan Tentara Belanda Ama Mbu'u Geu akhirnya berhasil merintis jalan utama dari Sungai Gidö Si'ite (Lasara Idanoi) hingga ke Sungai Ho (Geho) - sekarang perbatasan Desa Hilizoi dan Baruzö.
Ama Mbu'u Geu pun menepati janjinya dengan membantu membuka lahan perkampungan baru yang oleh BALUGU SULU MBANUA diberi nama Sirete (sesuai dengan nama daerah asalnya di pegunungan). Dia pun mengajak seluruh anggota keluarganya yang ada didaerah pegunungan untuk pindah dan menetap di dataran rendah kaki gunung tersebut.
 
Hingga pada Tahun 1912, secara administrasi di zaman Belanda, Desa Sirete secara resmi tercatat sebagai salah satu banua (Kampung/Desa) dan seiring dengan berjalannya waktu, hingga saat ini semakin bertambah pula masyarakat dari berbagai daerah sekitar dan luar yang tinggal mendiami Desa Sirete.
Baris 39:
 
{{Authority control}}
 
 
{{Desa-stub}}