Aksara Makassar Kuno: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Membalikkan ke revisi 23136231 sebelum campur tangan Gw1320. Tambahan oleh user Gw1320 tidak memiliki sumber dan merusak integritas artikel.
Tag: Pembatalan
k Sumatera
 
(3 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
{{Infobox writing system
|name=Jangang-jangang
|altname={{Script|MakassarMaka|𑻪𑻢𑻪𑻢}}
|type = [[Abugida]]
|time = 1538abad -17 1669hingga abad 19
|languages = [[Bahasa Makassar]]
|fam1={{hipotesis abjad aram-brahmi}}
|fam2=[[Aksara Pallawa]]
|fam3=[[Aksara Kawi]]
|sisters={{keluarga kawi}}
|unicode = [https://www.unicode.org/charts/PDF/U11EE0.pdf U+11EE0–U+11EFF]
|iso15924=MakassarMaka
|sample =Kata jangangjangang.png
|imagesize = 250px
}}
 
'''LontaraAksara MangkasaraMakassar''' juga({{aka}} disebut'''''Ukiri' Aksara Lontara Toa, Aksara Makassar atau Aksara Lontar. Sesuai teks aslinyaJangang-jangang''''' dalam catatan Harian [[Kerajaanbahasa GowaMakassar]] ([[Lontara Patturioloang]] ), yang bentuknya seperti [[Burung]] kadang juga dinamakan [[Bahasa Makassar]] :" Jangang-Jangang" adalah salah satu [[aksara]] historis [[Indonesia]] yang pernah digunakan pertama kali di [[Sulawesi Selatan]] untuk keperluan penulisan dan berbagai kepentingan dalam lingkupbahasa [[KesultananBahasa GowaMakassar|KerajaanMakassar]] Gowaantar danabad Tallo]]17 yangM diciptakanhingga olehabad [[Daeng19 Pamatte]]M padaketika tahunfungsinya 1538tergantikan seorangoleh aksara [[Syahbandar]]aksara KerajaanLontara|Lontara GowaBugis]]. {{sfn|Jukes|2019|pp=49}}<ref name=":0">{{cite journal|url=http://www.unicode.org/L2/L2015/15233-makasar.pdf|first=Anshuman|last=Pandey|title=Proposal for encoding the Makassar script in Unicode|journal=ISO/IEC JTC1/SC2/WG2|issue=L2/15-233|date=02-11-2015|publisher=Unicode}}</ref>
 
Aksara Makassar adalah sistem tulisan [[abugida]] yang terdiri dari 18 aksara dasar. Seperti aksara [[Brahmi]] lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan aksara Lontara adalah kiri ke kanan. Aksara ini ditulis tanpa spasi antarkata (''[[scriptio continua]]'') dengan [[tanda baca]] yang minimal. Suku kata mati, atau suku kata yang diakhiri dengan konsonan, tidak ditulis dalam aksara Makassar, sehingga teks Makassar secara inheren dapat memiliki banyak kerancuan kata yang hanya dapat dibedakan dengan konteks.
 
== Sejarah ==
Para ahli umumnya meyakini bahwa aksara Makassar telah digunakan sebelum Sulawesi Selatan mendapat pengaruh [[Islam]] yang signifikan sekitar abad 16 M, berdasarkan fakta bahwa aksara Makassar menggunakan dasar sistem [[abugida]] [[aksara Brahmi|Indik]] ketimbang [[huruf Arab]] yang menjadi lumrah di Sulawesi Selatan di kemudian harinya.{{sfn|Macknight|2016|p=55}} Aksara ini berakar pada [[aksara Brahmi]] dari India selatan, kemungkinan dibawa ke Sulawesi melalui perantara aksara Kawi atau aksara turunan Kawi lainnya.{{sfn|Macknight|2016|p=57}}{{sfn|Tol|1996|p=214}}{{sfn|Jukes|2014|p=2}} Kesamaan grafis aksara-aksara SumatraSumatera Selatan seperti [[aksara Rejang]] dengan aksara Makassar membuat beberapa ahli mengusulkan keterkaitan antara kedua aksara tersebut.{{sfn|Noorduyn|1993|pp=567–568}} Teori serupa juga dijabarkan oleh Christopher Miller yang berpendapat bahwa aksara SumatraSumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Filipina berkembang secara pararel dari purwarupa [[aksara Gujarat]], [[India]].<ref name="miller1">{{cite journal|url=http://journals.linguisticsociety.org/proceedings/index.php/BLS/article/view/3917|first=Christopher|last=Miller|title= A Gujarati origin for scripts of Sumatra, Sulawesi and the Philippines|journal=Annual Meeting of the Berkeley Linguistics Society|volume=36|issue=1|year=2010}}</ref>
Dalam catatan Harian Kerajaan Gowa, tertulis secara jelas bahwa [[Daeng Pamatte]] yang membuat Aksara Makassar yang dalam catatan tersebut dinamakan [[LONTARA MANGKASARA]] sekitar tahun 1538 pada masa Pemerintahanan Raja Gowa ke-IX [[Karaeng Tumapakrisik Kallongna]] (1510-1546).
 
Setidaknya terdapat empat aksara yang terdokumentasi pernah digunakan di wilayah Sulawesi Selatan, secara kronologis aksara-aksara tersebut adalah aksara Makassar, [[aksara Lontara|Lontara]], [[huruf Arab|Arab]], dan [[huruf Latin|Latin]]. Dalam perkembangannya, keempat aksara ini kerap digunakan bersamaan tergantung dari konteks penulisan sehingga lazim ditemukan suatu naskah yang menggunakan lebih dari satu aksara, termasuk naskah beraksara Makassar yang sering ditemukan bercampur dengan [[huruf jawi|Arab Melayu]].{{sfn|Tol|1996|pp=213–214}} Aksara Makassar pada awalnya diduga sebagai nenek moyang aksara aksara Lontara, namun keduanya kini dianggap sebagai cabang terpisah dari suatu purwarupa kuno yang tidak lagi tersisa.{{sfn|Jukes|2019|pp=46}}
kemungkinan dibawa ke Sulawesi melalui perantara aksara Kawi atau aksara turunan Kawi lainnya.{{sfn|Macknight|2016|p=57}}{{sfn|Tol|1996|p=214}}{{sfn|Jukes|2014|p=2}} Kesamaan grafis aksara-aksara Sumatra Selatan seperti [[aksara Rejang]] dengan aksara Makassar membuat beberapa ahli mengusulkan keterkaitan antara kedua aksara tersebut.{{sfn|Noorduyn|1993|pp=567–568}} Teori serupa juga dijabarkan oleh Christopher Miller yang berpendapat bahwa aksara Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, dan Filipina berkembang secara pararel dari purwarupa [[aksara Gujarat]], [[India]].<ref name="miller1">{{cite journal|url=http://journals.linguisticsociety.org/proceedings/index.php/BLS/article/view/3917|first=Christopher|last=Miller|title= A Gujarati origin for scripts of Sumatra, Sulawesi and the Philippines|journal=Annual Meeting of the Berkeley Linguistics Society|volume=36|issue=1|year=2010}}</ref>
 
Setidaknya terdapat empat aksara yang terdokumentasi pernah digunakan di wilayah Sulawesi Selatan, secara kronologis aksara-aksara tersebut adalah aksara Makassar, [[aksara Lontara|Lontara]], [[huruf Arab|Arab]], dan [[huruf Latin|Latin]]. Dalam perkembangannya, keempat aksara ini kerap digunakan bersamaan tergantung dari konteks penulisan sehingga lazim ditemukan suatu naskah yang menggunakan lebih dari satu aksara, termasuk naskah beraksara Makassar yang sering ditemukan bercampur dengan [[huruf jawi|Arab Melayu]].{{sfn|Tol|1996|pp=213–214}} Aksara Makassar pada awalnya diduga sebagai nenek moyang aksara aksara Lontara, namun keduanya kini dianggap sebagai cabang terpisah dari suatu purwarupa kuno yang tidak lagi tersisa.{{sfn|Jukes|2019|pp=46}} Beberapa penulis kadang menyebut [[Daeng Pamatte']], [[syahbandar]] [[Kerajaan Gowa]] di awal abad 16 M, sebagai pencipta aksara Makassar berdasarkan kutipan dalam [[Kronik Gowa]] yang berbunyi ''Daeng Pamatte' ampareki lontara' Mangkasaraka'', diterjemahkan sebagai "Daeng Pamatte' inilah yang menciptakan lontara Makassar" dalam terjemahan G.J. Wolhoff dan Abdurrahim yang terbit pada tahun 1959. Namun pendapat ini ditolak oleh sebagian besar sejarawan dan ahli bahasa kini, yang mengemukakan bahwa istilah ''ampareki'' dalam konteks tersebut lebih tepat diterjemahkan sebagai "menyusun" dalam artian penyusunan perpustakaan atau penyempurnaan pencatatan sejarah dan sistem menulis alih-alih penciptaan aksara dari nihil.{{sfn|Jukes|2019|pp=47}}<ref>{{cite book |author=Ahmad M. Sewang |year=2005 |title=Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII|url=https://books.google.com/books?id=HOcUtQAtl00C|publisher=Yayasan Obor Indonesia |isbn=9789794615300|page=37-38}}</ref><ref name="Cummings2">{{cite book |last=Cummings |first=William P. |year=2002 |title=Making Blood White: Historical Transformations in Early Modern Makassar |url=https://books.google.com/?id=tANZd6c-8wUC |location=2840 Kolowalu St, Honolulu, HI 96822, USA|publisher=University of Hawaii Press |isbn=978-0824825133}}</ref><ref name="Cummings">{{cite book |last=Cummings |first=William P. |year=2007 |title=A Chain of Kings: The Makassarese Chronicles of Gowa and Talloq |url=https://books.google.com/?id=0jDBXoKAq6UC&dq=empire%20of%20gowa |publisher=KITLV Press |isbn=978-9067182874 }}{{Pranala mati|date=Maret 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref><!--<ref>{{cite book |author=Fachruddin Ambo Enre |year=1999 |title=Ritumpanna Wélenrénngé: Sebuah Episoda Sastra Bugis Klasik Galigo |url=https://books.google.com/books?id=u3jZXmdmv0oC |publisher=Yayasan Obor Indonesia |isbn=9789794613184}}</ref>-->

Tulisan beraksara Makassar tertua yang masih bertahan hingga saat ini adalah tanda tangan para delegasi Kerajaan Gowa dalam [[Perjanjian Bungaya]] dari tahun 1667 yang kini disimpan di [[Arsip Nasional Republik Indonesia]]. Sementara itu, salah satu naskah beraksara Makassar paling awal dengan panjang signifikan yang masih bertahan adalah kronik Gowa-Tallo dari pertengahan abad 18 M yang disimpan di Koninklijk Instituut voor de Tropen (KIT), [[Amsterdam]] (no. koleksi KIT 668/216).{{sfn|Jukes|2014|pp=3-4}}
 
Dalam perkembangannya, penggunaan aksara Makassar berangsur-angsur tergantikan dengan aksara [[aksara Lontara|Lontara Bugis]] yang bagi penulis Makassar kadang dirujuk sebagai "lontara baru". Pergantian ini kemungkinan dipengaruhi oleh surutnya prestise [[Kerajaan Gowa]] bersamaan dengan meningkatnya kekuatan [[suku Bugis|Bugis]]. Seiring menurunnya pengaruh Gowa, para juru tulis Makassar tidak lagi menggunakan aksara Makassar dalam pencatatan sejarah resmi atau dokumen sehari-hari, meski kadang masih digunakan untuk konteks-konteks tertentu sebagai upaya untuk membedakan identitas budaya Makassar dari pengaruh Bugis. Naskah beraksara Makassar paling baru yang sejauh ini diketahui adalah catatan harian seorang ''tumailalang'' (perdana menteri) Gowa dari abad 19 M yang bentuk aksaranya telah menerima pengaruh signifikan dari aksara Lontara Bugis.{{sfn|Jukes|2019|pp=47-49}} Hingga penghujung abad 19 M, penggunaan aksara Makassar telah tergantikan sepenuhnya dengan Lontara Bugis dan kini tidak ada lagi pembaca asli aksara Makassar.{{sfn|Jukes|2019|pp=49}}
Baris 197 ⟶ 203:
|+ style="text-align: center;" | Tanda Baca
|-
! pallawapassimbang
! akhir bagian
|-
Baris 657 ⟶ 663:
=== Daftar Pustaka ===
* {{Cite journal|url=https://oxis.org/downloads/cense_1966.pdf|title=Old Buginese and Macassarese diaries|first=A|last=Cense|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|volume=122|issue=4|page=416-428|place=Leiden|year=1966}}
* {{cite book |last=Cummings |first=William P. |date=January 1, 2007 |title=A Chain of Kings: The Makassarese Chronicles of Gowa and Talloq |url=https://books.google.com/?id=0jDBXoKAq6UC&dq=empire%20of%20gowa |publisher=KITLV Press |isbn=978-9067182874 |ref={{harvid|Cummings|2007}} }}{{Pranala mati|date=Maret 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=qmzDDwAAQBAJ|title=A Grammar of Makasar: A Language of South Sulawesi, Indonesia|last=Jukes|first=Anthony|date=2019-12-02|publisher=Brill|isbn=978-90-04-41266-8|language=en}}
* {{cite journal|url=https://lingdy.aa-ken.jp/en/activities/research-events/140227-intl-symp-and-ws|first=Anthony|last=Jukes|title=Writing and Reading Makassarese|year=2014|publisher=LingDy2 Project, Institute for Languages and Cultures of Asia and Africa, Tokyo University of Foreign Studies|journal=International Workshop of Endangered Scripts of Island Southeast Asia: Proceedings|language=EN |ref=harv}}