Alih fungsi lahan gambut: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Sumatera
 
(16 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Orphan|date=Januari 2023}}
[[Berkas:Carbon Cycle in Peatlands.pdf|jmpl|Penampang horizontal siklus alami karbon di lahan gambut ]]
Alih fungsi lahan gambut merupakan perubahan fungsi dari [[Gambut|lahan gambut]] yang, pada umumnya, tidak sesuai dengan fungsi awal lahan gambut sebagai penyeimbang ekosistem sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan.<ref>{{Cite journal|last=Irma|first=Wirdati|last2=Gunawan|first2=Totok|last3=Suratman|first3=Suratman|date=2018-08-07|title=Pengaruh Konversi Lahan Gambut Terhadap Ketahanan Lingkungan di DAS Kampar Provinsi Riau Sumatera|url=https://jurnal.ugm.ac.id/jkn/article/view/36679|journal=Jurnal Ketahanan Nasional|language=en|volume=24|issue=2|pages=170–191|doi=10.22146/jkn.36679|issn=2527-9688}}</ref> Hutan rawa gambut tropika merupakan ekosistem penyerap (''sequester'') C (karbon) yang efisien dan pemendam (''sink'') C yang penting sehingga dapat disimpulkan bahwa lahan gambut menyimpan karbon dalam jumlah besar, terutama dalam tanah gambut.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Nusantara|first=Rossie Wiedya|last2=Sudarmadji|first2=Djohan|year=2014|title=EMISI CO2 TANAH AKIBAT ALIH FUNGSI LAHAN HUTAN RAWA GAMBUT DI
KALIMANTAN BARAT|url=https://jurnal.ugm.ac.id/JML/article/view/18553|journal=JURNAL MANUSIA DAN LINGKUNGAN|volume=21|issue=3|pages=268-276|doi=https://doi.org/10.22146/jml.18553}}</ref><ref name=":2">{{Cite journal|last=Newbery|first=D. M.|last2=Clutton–Brock|first2=T. H.|last3=Prance|first3=G. T.|last4=Page|first4=S. E.|last5=Rieley|first5=J. O.|last6=Shotyk|first6=Ø. W.|last7=Weiss|first7=D.|date=1999-11-29|title=Interdependence of peat and vegetation in a tropical peat swamp forest|url=https://royalsocietypublishing.org/doi/10.1098/rstb.1999.0529|journal=Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series B: Biological Sciences|volume=354|issue=1391|pages=1885–1897|doi=10.1098/rstb.1999.0529|pmc=PMC1692688|pmid=11605630}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Limpens|first=J.|last2=Berendse|first2=F.|last3=Blodau|first3=C.|last4=Canadell|first4=J. G.|last5=Freeman|first5=C.|last6=Holden|first6=J.|last7=Roulet|first7=N.|last8=Rydin|first8=H.|last9=Schaepman-Strub|first9=G.|date=2008-10-31|title=Peatlands and the carbon cycle: from local processes to global implications – a synthesis|url=https://www.biogeosciences.net/5/1475/2008/|journal=Biogeosciences|language=English|volume=5|issue=5|pages=1475–1491|doi=https://doi.org/10.5194/bg-5-1475-2008|issn=1726-4170}}</ref> Lahan gambut sendiri memiliki kandungan karbon antara 40 sampai 60 Gt. Hal ini disebabkan oleh perbedaan nilai bobot isi, % C organik, kedalaman gambut dan luas gambut yang digunakan dalam menghitung kandungan karbon gambut tersebut. Akan tetapi, alih fungsi lahan dapat dengan cepat mengubahnya menjadi sumber (source) emisi CO2 di atmosfer.<ref name=":1" /><ref>{{Cite web|url=https://peatlands.org/document/uncertainties-deficiencies-and-unknowns-in-greenhouse-gas-emissions-from-tropical-peatlands/|title=Uncertainties, deficiencies and unknowns in greenhouse gas emissions from tropical peatlands|website=International Peatland Society|language=en-US|access-date=2019-10-01}}</ref> Kerusakan hutan rawa gambut di Kalimantan telah memberi kontribusi dalam peningkatan emisi karbon dioksida (CO2).<ref name=":1" /><ref name=":2" /><ref name=":3">{{Cite journal|last=Page|first=Susan E.|last2=Siegert|first2=Florian|last3=Rieley|first3=John O.|last4=Boehm|first4=Hans-Dieter V.|last5=Jaya|first5=Adi|last6=Limin|first6=Suwido|date=2002-11|title=The amount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997|url=https://www.nature.com/articles/nature01131|journal=Nature|language=en|volume=420|issue=6911|pages=61–65|doi=10.1038/nature01131|issn=1476-4687}}</ref><ref name=":4">{{Cite journal|last=Page|first=Susan|last2=Hosciło|first2=Agata|last3=Wösten|first3=Henk|last4=Jauhiainen|first4=Jyrki|last5=Silvius|first5=Marcel|last6=Rieley|first6=Jack|last7=Ritzema|first7=Henk|last8=Tansey|first8=Kevin|last9=Graham|first9=Laura|date=2009-09-01|title=Restoration Ecology of Lowland Tropical Peatlands in Southeast Asia: Current Knowledge and Future Research Directions|url=https://doi.org/10.1007/s10021-008-9216-2|journal=Ecosystems|language=en|volume=12|issue=6|pages=888–905|doi=10.1007/s10021-008-9216-2|issn=1435-0629}}</ref>
 
[[Berkas:Carbon Cycle in Peatlands.pdf|jmpl|Penampang horizontal siklus alami karbon di lahan gambut ]]
<br />
'''Alih fungsi lahan gambut''' merupakanadalah perubahan fungsi dari [[Gambut|lahan gambut]] yang, pada umumnya, tidak sesuai dengan fungsi awal lahan gambut sebagai penyeimbang ekosistem sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan.<ref>{{Cite journal|last=Irma|first=Wirdati|last2=Gunawan|first2=Totok|last3=Suratman|first3=Suratman|date=2018-08-07|title=Pengaruh Konversi Lahan Gambut Terhadap Ketahanan Lingkungan di DAS Kampar Provinsi Riau SumateraSumatra|url=https://jurnal.ugm.ac.id/jkn/article/view/36679|journal=Jurnal Ketahanan Nasional|language=en|volume=24|issue=2|pages=170–191|doi=10.22146/jkn.36679|issn=2527-9688}}</ref> HutanAlih rawafungsi lahan gambut tropikasendiri merupakansecara ekosistemumum penyerapdilakukan (''sequester'')oleh Cperusahaan (karbon) yangbaik efisienswasta dan pemendammilik (''sink''negara) Cdan yangmasyarakat pentingdengan sehinggatujuan dapatuntuk disimpulkan bahwamembuka lahan gambutbagi menyimpantanaman karbonindustri dalamseperti jumlahkelapa besar,sawit terutamadan dalam tanah gambutakasia.<ref name=":17">{{Cite journalweb|lasturl=Nusantarahttps://www.dompetdhuafa.org/post/detail/1476/alih-fungsi-lahan-gambut--salah-satu-pemicu-langganan-kebakaran-lahan-dan-hutan|firsttitle=RossieAlih WiedyaFungsi Lahan Gambut, Salah Satu Pemicu Langganan Kebakaran Lahan dan Hutan|last2website=SudarmadjiDompet Dhuafa|first2access-date=Djohan2019-10-01|yeararchive-date=20142019-10-01|titlearchive-url=EMISIhttps://web.archive.org/web/20191001202817/https://www.dompetdhuafa.org/post/detail/1476/alih-fungsi-lahan-gambut--salah-satu-pemicu-langganan-kebakaran-lahan-dan-hutan|dead-url=yes}}</ref><ref CO2name=":8">{{Cite TANAHweb|url=https://republika.co.id/share/pwbuw7284|title=Karhutla AKIBATPesisir ALIHSelatan FUNGSIDisebabkan LAHANAlih HUTANFungsi RAWALahan|date=2019-08-16|website=Republika GAMBUT DIOnline|access-date=2019-10-02}}</ref>
 
== Mekanisme ==
== Contoh Kegiatan Alih Fungsi Lahan Gambut ==
Hutan rawa gambut tropika merupakan ekosistem penyerap (''sequester'') C (karbon) yang efisien dan pemendam (''sink'') C yang penting sehingga dapat disimpulkan bahwa lahan gambut menyimpan karbon dalam jumlah besar, terutama dalam tanah gambut.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Nusantara|first=Rossie Wiedya|last2=Sudarmadji|first2=Djohan|year=2014|title=EMISI CO2 TANAH AKIBAT ALIH FUNGSI LAHAN HUTAN RAWA GAMBUT DI
Alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian telah menyebabkan kerusakan lahan. Kegiatan pertanian tersebut mencakup pembukaan lahan berupa penebangan pohon (''deforestation'') dan penebasan semak, pembakaran sisa-sisa vegetasi, pembuatan saluran drainase, dan pemadatan tanah untuk penyiapan lahan dan pembuatan guludan.<ref name=":1" /> Contoh alih fungsi lahan gambut adalah membuat kanal untuk mengeringkan lahan gambut dan mengurangi [[PH|tingkat keasaman]] lahan gambut yang tinggi.<ref>{{Cite web|url=https://www.dompetdhuafa.org/post/detail/1476/alih-fungsi-lahan-gambut--salah-satu-pemicu-langganan-kebakaran-lahan-dan-hutan|title=Alih Fungsi Lahan Gambut, Salah Satu Pemicu Langganan Kebakaran Lahan dan Hutan|website=Dompet Dhuafa|access-date=2019-10-01}}</ref> Selain itu, alih fungsi lahan gambut juga ditandai dengan pengeringan mendadak lahan gambut melalui cara dibakar (yang menjadi [[Kebakaran hutan Riau 2019|salah satu sumber atau penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia]]).<ref>{{Cite web|url=https://kompas.id/baca/nusantara/2017/07/27/alih-fungsi-lahan-gambut-jadi-perkebunan-picu-kebakaran/|title=Alih Fungsi Lahan Gambut Jadi Perkebunan Picu Kebakaran|last=kompas.id|date=2017-07-27|website=Kompas.id|language=id|access-date=2019-10-01}}</ref> Penyebabnya adalah lahan gambut seringkali dianggap sebagai [[Lahan tidur|lahan yang tidak berguna dan lahan terbuang]] yang dapat dikeringkan dan dialihfungsikan. Anggapan ini telah menjadi salah satu penyebab utama degradasi dan kerusakan lahan gambut, terutama dalam perubahan tata guna lahan untuk pertanian dan perkebunan (umumnya [[Elaeis (kelapa sawit)|kelapa sawit]]).<ref name=":0">{{Cite web|url=https://pantaugambut.id/pelajari/penyebab-kerusakan-lahan-gambut/pengalihfungsian-lahan-gambut|title=Pengalihfungsian lahan gambut {{!}} Penyebab kerusakan lahan gambut {{!}} Pantau Gambut|website=pantaugambut.id|access-date=2019-10-01}}</ref>
KALIMANTAN BARAT|url=https://jurnal.ugm.ac.id/JML/article/view/18553|journal=JURNAL MANUSIA DAN LINGKUNGAN|volume=21|issue=3|pages=268-276|doi=https://doi.org/10.22146/jml.18553}}</ref><ref name=":2">{{Cite journal|last=Newbery|first=D. M.|last2=Clutton–Brock|first2=T. H.|last3=Prance|first3=G. T.|last4=Page|first4=S. E.|last5=Rieley|first5=J. O.|last6=Shotyk|first6=Ø. W.|last7=Weiss|first7=D.|date=1999-11-29|title=Interdependence of peat and vegetation in a tropical peat swamp forest|url=https://royalsocietypublishing.org/doi/10.1098/rstb.1999.0529|journal=Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series B: Biological Sciences|volume=354|issue=1391|pages=1885–1897|doi=10.1098/rstb.1999.0529|pmc=PMC1692688|pmid=11605630}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Limpens|first=J.|last2=Berendse|first2=F.|last3=Blodau|first3=C.|last4=Canadell|first4=J. G.|last5=Freeman|first5=C.|last6=Holden|first6=J.|last7=Roulet|first7=N.|last8=Rydin|first8=H.|last9=Schaepman-Strub|first9=G.|date=2008-10-31|title=Peatlands and the carbon cycle: from local processes to global implications – a synthesis|url=https://www.biogeosciences.net/5/1475/2008/|journal=Biogeosciences|language=English|volume=5|issue=5|pages=1475–1491|doi=https://doi.org/10.5194/bg-5-1475-2008|issn=1726-4170}}</ref> Lahan gambut sendiri memiliki kandungan karbon antara 40 sampai 60 Gt. Hal ini disebabkan oleh perbedaan nilai bobot isi, % C organik, kedalaman gambut dan luas gambut yang digunakan dalam menghitung kandungan karbon gambut tersebut. Akan tetapi, alih fungsi lahan dapat dengan cepat mengubahnya menjadi sumber (source) emisi CO2CO<sub>2</sub> di atmosfer.<ref name=":1" /><ref>{{Cite web|url=https://peatlands.org/document/uncertainties-deficiencies-and-unknowns-in-greenhouse-gas-emissions-from-tropical-peatlands/|title=Uncertainties, deficiencies and unknowns in greenhouse gas emissions from tropical peatlands|website=International Peatland Society|language=en-US|access-date=2019-10-01}}</ref> Kerusakan hutan rawa gambut di Kalimantan telah memberi kontribusi dalam peningkatan emisi karbon dioksida (CO2CO<sub>2</sub>).<ref name=":1" /><ref name=":2" /><ref name=":3">{{Cite journal|last=Page|first=Susan E.|last2=Siegert|first2=Florian|last3=Rieley|first3=John O.|last4=Boehm|first4=Hans-Dieter V.|last5=Jaya|first5=Adi|last6=Limin|first6=Suwido|date=2002-11|title=The amount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997|url=https://www.nature.com/articles/nature01131|journal=Nature|language=en|volume=420|issue=6911|pages=61–65|doi=10.1038/nature01131|issn=1476-4687}}</ref><ref name=":4">{{Cite journal|last=Page|first=Susan|last2=Hosciło|first2=Agata|last3=Wösten|first3=Henk|last4=Jauhiainen|first4=Jyrki|last5=Silvius|first5=Marcel|last6=Rieley|first6=Jack|last7=Ritzema|first7=Henk|last8=Tansey|first8=Kevin|last9=Graham|first9=Laura|date=2009-09-01|title=Restoration Ecology of Lowland Tropical Peatlands in Southeast Asia: Current Knowledge and Future Research Directions|url=https://doi.org/10.1007/s10021-008-9216-2|journal=Ecosystems|language=en|volume=12|issue=6|pages=888–905|doi=10.1007/s10021-008-9216-2|issn=1435-0629}}</ref>
 
Contoh alih fungsi lahan gambut adalah membuat kanal (saluran ''drainase'') untuk mengeringkan lahan gambut, menurunkan permukaan air tanah di gambut (subsidensi) dan mengurangi [[PH|tingkat keasaman]] lahan gambut yang tinggi sehingga mudah ditanami oleh tanaman lain seperti kelapa sawit dan akasia. Saluran drainase yang kemudian memicu terjadinya proses oksidasi yang ditandai pelepasan [[Karbon dioksida|CO<sub>2</sub>]] dan dekomposisi yang melepas [[Metana|CH<sub>4</sub> (Metana)]] terutama pada lapisan gambut yang berada di atas muka air tanah yang terpapar langsung oleh oksigen bebas dari udara. Jika penurunan permukaan lahan gambut ini terus terjadi maka lahan gambut akan tergenang air dan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali (Wibisono, 2013). Apabila hal ini terus berlangsung bukan tidak mungkin menjadi bencana ekologis.<ref name=":7" /><ref name=":6">{{Cite web|url=https://www.mongabay.co.id/2013/11/30/minim-pengelolaan-lestari-seperlima-lahan-gambut-di-jambi-berubah-jadi-perkebunan/|title=Minim Pengelolaan Lestari, Seperlima Lahan Gambut di Jambi Berubah Jadi Perkebunan|date=2013-11-30|website=Mongabay Environmental News|language=en-US|access-date=2019-10-02}}</ref><ref name=":10" /><ref>{{Cite news|url=https://jambi.antaranews.com/berita/302202/alih-fungsi-lahan-gambut-harus-dihentikan|title=Alih fungsi lahan gambut harus dihentikan|last=Supriyadi|first=Edy|work=[[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|ANTARA News]]|access-date=2019-10-02}}</ref>
Meskipun demikian, sudah ada perkembangan teknologi untuk dapat melakukan konversi lahan gambut tanpa perlu dibakar. Teknologi tersebut memiliki kekurangan antara lain biaya ekonomi yang besar (mahal) dan memerlukan kajian lebih lanjut yaitu menggunakan [[alat berat]] yang fungsinya bukan untuk menghancurkan lahan tetapi lebih menghilangkan [[Gulma|hama gulma]]. Hal terpenting ketika mengubah fungsi dari kawasan gambut yaitu haruslah menanam vegetasi yang tahan air supaya menjaga prinsip tidak mengubah sifat basah dari ekosistem gambut yaitu basah dan tidak dengan cara mengeringkan lahan gambut. Selain itu, apabila tujuannya adalah mengubah fungsi kawasan gambut sebagai lahan untuk tanaman industri (seperti kelapa sawit dan akasia), maka harus ditanami sawit atau akasia yang memiliki sifat tahan air sehingga apabila tanamannya menggenang, hal tersebut akan tetap baik-baik saja asalkan tidak menghilangkan kondisi basah dari sifat asli lahan gambut.<ref>{{Cite web|url=https://www.gatra.com/detail/news/448329/politik/perlu-kajian-lanjut-untuk-teknologi-alih-fungsi-kawasan-gambut|title=Perlu Kajian Lanjut Untuk Teknologi Alih Fungsi Kawasan Gambut {{!}} Politik|last=Nusantara|first=Solusi Sistem|website=www.gatra.com|language=en-US|access-date=2019-10-01}}</ref>
 
=== Alternatif ===
Meskipun demikian, sudah ada perkembangan teknologi untuk dapat melakukan konversi lahan gambut tanpa perlu dibakar. Teknologi tersebut memiliki kekurangan antara lain biaya ekonomi yang besar (mahal) dan memerlukan kajian lebih lanjut yaitu menggunakan [[alat berat]] yang fungsinya bukan untuk menghancurkan lahan tetapi lebih menghilangkan [[Gulma|hama gulma]]. Hal terpenting ketika mengubah fungsi dari kawasan gambut yaitu haruslah menanam vegetasi yang tahan air supaya menjaga prinsip tidak mengubah sifat basah dari ekosistem gambut yaitu basah dan tidak dengan cara mengeringkan lahan gambut.
 
Meskipun demikian, sudah ada perkembangan teknologi untuk dapat melakukan konversi lahan gambut tanpa perlu dibakar. Teknologi tersebut memiliki kekurangan antara lain biaya ekonomi yang besar (mahal) dan memerlukan kajian lebih lanjut yaitu menggunakan [[alat berat]] yang fungsinya bukan untuk menghancurkan lahan tetapi lebih menghilangkan [[Gulma|hama gulma]]. Hal terpenting ketika mengubah fungsi dari kawasan gambut yaitu haruslah menanam vegetasi yang tahan air supaya menjaga prinsip tidak mengubah sifat basah dari ekosistem gambut yaitu basah dan tidak dengan cara mengeringkan lahan gambut. Selain itu, apabila tujuannya adalah mengubah fungsi kawasan gambut sebagai lahan untuk tanaman industri (seperti kelapa sawit dan akasia), maka harus ditanami sawit atau akasia yang memiliki sifat tahan air sehingga apabila tanamannya menggenang, hal tersebut akan tetap baik-baik saja asalkan tidak menghilangkan kondisi basah dari sifat asli lahan gambut.<ref>{{Cite web|url=https://www.gatra.com/detail/news/448329/politik/perlu-kajian-lanjut-untuk-teknologi-alih-fungsi-kawasan-gambut|title=Perlu Kajian Lanjut Untuk Teknologi Alih Fungsi Kawasan Gambut {{!}} Politik|last=Nusantara|first=Solusi Sistem|website=www.gatra.com|language=en-US|access-date=2019-10-01}}</ref>
 
== ContohJenis Kegiatan Alih Fungsi Lahan Gambut ==
Alih[[Berkas:Pokok fungsiKelapa hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian telah menyebabkan kerusakan lahanSawit.jpg|jmpl|Pohon Kegiatankelapa pertanian tersebut mencakup pembukaan lahan berupa penebangan pohon (''deforestation'') dan penebasan semak, pembakaran sisa-sisa vegetasi, pembuatan saluran drainase, dan pemadatan tanah untuk penyiapan lahan dan pembuatan guludansawit.<ref name=":1" /> ContohUmumnya alih fungsi lahan gambut adalahsering membuatdifungsikan kanal untuk mengeringkansebagai lahan gambutuntuk danhutan mengurangikelapa [[PH|tingkat keasamansawit.]] lahan gambut yang tinggi.<ref>{{Cite web|url=https://www.dompetdhuafa.org/post/detail/1476/alih-fungsi-lahan-gambut--salah-satu-pemicu-langganan-kebakaran-lahan-dan-hutan|title=Alih Fungsi Lahan Gambut, Salah Satu Pemicu Langganan Kebakaran Lahan dan Hutan|website=Dompet Dhuafa|access-date=2019-10-01}}</ref> Selain itu, alih fungsi lahan gambut juga ditandai dengan pengeringan mendadak lahan gambut melalui cara dibakar (yang menjadi [[Kebakaran hutan Riau 2019|salah satu sumber atau penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia]]).<ref name=":10">{{Cite web|url=https://kompas.id/baca/nusantara/2017/07/27/alih-fungsi-lahan-gambut-jadi-perkebunan-picu-kebakaran/|title=Alih Fungsi Lahan Gambut Jadi Perkebunan Picu Kebakaran|last=kompas.id|date=2017-07-27|website=Kompas.id|language=id|access-date=2019-10-01}}</ref> Penyebabnya adalah lahan gambut seringkalisering kali dianggap sebagai [[Lahan tidur|lahan yang tidak berguna dan lahan terbuang]] yang dapat dikeringkan dan dialihfungsikan untuk tanaman lain yang lebih produktif. Anggapan ini telah menjadi salah satu penyebab utama degradasi dan kerusakan lahan gambut, terutama dalam perubahan tata guna lahan untuk pertanian dan perkebunan (umumnya [[Elaeis (kelapa sawit)|kelapa sawit]]).<ref name=":0">{{Cite web|url=https://pantaugambut.id/pelajari/penyebab-kerusakan-lahan-gambut/pengalihfungsian-lahan-gambut|title=Pengalihfungsian lahan gambut {{!}} Penyebab kerusakan lahan gambut {{!}} Pantau Gambut|website=pantaugambut.id|access-date=2019-10-01}}</ref> untu
 
== Dampak ==
Dampak langsung dari alih fungsi lahan gambut secara tidak teratur ini adalah penurunan permukaan air tanah dan berdampak panjang pada kemungkinan munculnya banjir. Merujuk pada studi yang dilakukan oleh Hoijjer (2012) pada lahan gambut yang telah dikonversi menjadi lahan perkebunan sawit dan akasia pada lima tahun pertama sejak kanal dibuat terjadi penurunan permukaan lahan gambut sebanyak 142&nbsp;cm dan akan terjadi penurunan secara konstan sebanyak 5&nbsp;cm per tahun setelah lima tahun pertama pembuatan kanal. Karena gambut terikat dalam satu kesatuan hidrologis maka dampak dari kegiatan pemanfaatan lahan menjadi lahan budidaya ini tidak hanya dirasakan pada lokasi kegiatan berlangsung tapi juga akan berdampak pada kawasan gambut di sekitarnya. Dan, dalam jangka waktu tertentu penurunan permukaan gambut di beberapa daerah akan mengakibatkan banjir.
 
=== Penyumbang Emisi Karbon ===
Penurunan muka air tanah akibat rusaknya lahan gambut ini juga menyumbangkan [[Gas rumah kaca|emisi karbon]] yang besar karena setiap penurunan muka air tanah sebesar 10&nbsp;cm akan melepaskan emisi karbon sebanyak 9,1 juta CO<sub>2</sub> per hektar per tahun dan akan berdampak besar terhadap [[perubahan iklim]]. Jika Indonesia terus melakukan kegiatan pemanfaatan lahan gambut menjadi lahan budidaya maka lahan gambut akan menyumbang emisi sebesar 41%.<ref name=":6" />
 
== Kronologi ==
Perubahan lahan gambut di Indonesia dimulai sejak abad ke-20.
[[Berkas:Akasia.jpg|jmpl|Pohon akasia yang umumnya juga ditanam di lahan bekas gambut]]
 
=== Era Kolonial (Hindia Belanda) ===
Pada tahun 1920, lahan gambut dibuka pertama kalinya di [[Gambut, Banjar|Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan]].
 
=== Era Orde Baru ===
Seiring dengan maraknya [[transmigrasi]] di periode [[Orde Baru]], lahan gambut menjadi sasaran [[Proyek lahan gambut satu juta hektar|proyek lahan 1 juta hektar untuk ''mega rice project'' di Kalimantan Tengah]]. Proyek ini sendiri sebenarnya berfungsi untuk mendukung program swasembada pangan di era Orde Baru dengan tujuan memanfaatkan lahan terlantar yang akan dihuni oleh transmigran yang kebanyakan berasal dari pulau Jawa. Secara kebetulan, proyek yang dianggap gagal ini juga disertai dengan [[Kebakaran hutan Indonesia 1997|peristiwa kebakaran hutan di Kalimantan dan SumateraSumatra tahun 1997]]. Peningkatan emisi karbon dioksida (CO2CO<sub>2</sub>) sebagai hasil kebakaran hutan tersebut antara 0,87 – 2,57 Gt C.<ref name=":1" /><ref name=":3" /><ref name=":4" /> Emisi tersebut sebanding dengan 3-10 Gt CO2CO<sub>2</sub>. Peningkatan konsentrasi CO2CO<sub>2</sub> dalam atmosfer menyebabkan peningkatan suhu sebesar 1- 3,5 <sup>o</sup> C di permukaan dunia.<ref name=":1" /><ref name=":5">{{Cite web|url=https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/indonesia-forest-fires-in-2015-released-most-carbon-since-1997-scientists|title=Indonesia forest fires in 2015 released most carbon since 1997: Scientists|last=hermesauto|date=2016-06-29|website=The Straits Times|language=en|access-date=2019-10-01}}</ref>
[[Berkas:Pokok Kelapa Sawit.jpg|jmpl|Pohon kelapa sawit. Umumnya alih fungsi lahan gambut sering difungsikan sebagai lahan untuk hutan kelapa sawit.]]
 
=== Era Reformasi ===
Setelah [[Sejarah Indonesia (1998–sekarang)|berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Soeharto]], fungsi lahan gambut marak diubah menjadi kebun sawit dan [[akasia]]. Di antara bulan Juni - September 2014, 4.000 hektar gambut hilang akibat banyaknya perizinan yang dikeluarkan untuk kebun kelapa sawit.<ref name=":0" /> Selain itu, dua peristiwa kebakaran hutan pada tahun 2015 dan [[Kebakaran hutan Riau 2019|2019]] merupakan catatan penting dan kritis untuk alih fungsi lahan gambut menjadi perkebunan (hutan) kelapa sawit. Menurut beberapa ilmuwan, emisi karbon yang dihasilkan dari peristiwa kebakaran hutan di tahun 2015 melebihi emisi yang dihasilkan di tahun 1997.<ref name=":5" />
 
Di antara bulan Juni - September 2014, 4.000 hektar gambut hilang akibat banyaknya perizinan yang dikeluarkan untuk kebun kelapa sawit.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://pantaugambut.id/pelajari/penyebab-kerusakan-lahan-gambut/pengalihfungsian-lahan-gambut|title=Pengalihfungsian lahan gambut {{!}} Penyebab kerusakan lahan gambut {{!}} Pantau Gambut|website=pantaugambut.id|access-date=2019-10-01}}</ref> Selain itu, dua peristiwa kebakaran hutan pada tahun 2015 dan [[Kebakaran hutan Riau 2019|2019]] merupakan catatan penting dan kritis untuk alih fungsi lahan gambut menjadi perkebunan (hutan) kelapa sawit. Menurut beberapa ilmuwan, emisi karbon yang dihasilkan dari peristiwa kebakaran hutan pada tahun 2015 melebihi emisi yang dihasilkan pada tahun 1997.<ref name=":5" />
<br />
 
== Alih Fungsi Lahan Gambut di Berbagai Wilayah ==
{{sedang ditulis}}
 
=== Sumatera Selatan ===
Alih fungsi lahan gambut di Sumatera Selatan umumnya dilakukan melalui pendangkalan lahan gambut dan difungsikan sebagai permulaan penanaman lahan kelapa sawit.<ref name=":9">{{Cite web|url=http://ditjenppi.menlhk.go.id/dari-media/855-pendangkalan-lahan-gambut-di-sumsel-terus-terjadi.html|title=Pendangkalan Lahan Gambut di Sumsel terus terjadi - Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim|website=ditjenppi.menlhk.go.id|access-date=2019-10-02}}</ref> Alih fungsi ini dinilai berperan dalam kebakaran lahan yang sering terjadi di Sumatera Selatan sejak tahun 2011.<ref name=":9" />
 
=== Jambi ===
Di Jambi, alih fungsi lahan gambut juga terjadi untuk tujuan pembukaan lahan baru kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Jambi yang pada awalnya memiliki lahan gambut ke-3 terluas di pulau Sumatra (746.230 hektar per tahun 2013) terutama di kawasan Jambi bagian timur (pesisir pantai Jambi). Pada tahun 2013, sebanyak 155.380 hektar (20,82 persen) dari lahan gambut ini telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Selain dikonversi menjadi perkebunan sawit lahan gambut di provinsi ini juga telah dikonversi menjadi hutan tanaman industri.<ref name=":6" />
 
=== Sumatera Barat ===
Di [[Kabupaten Pesisir Selatan]] (pada Hutan Produksi Konversi (HPK) di perbatasan [[Lunang, Pesisir Selatan|Kecamatan Lunang]] dan [[Basa Ampek Balai Tapan, Pesisir Selatan|Basa Ampek Balai Tapan]]) , alih fungsi lahan gambut menjadi lahan perkebunan dan pertanian secara umum dilakukan oleh masyarakat.<ref name=":8" />
 
== Referensi ==
<references />
 
[[Kategori:Lingkungan Indonesia]]
[[Kategori:Lingkungan di Indonesia]]
Baris 40 ⟶ 63:
[[Kategori:Kalimantan Selatan]]
[[Kategori:Ekologi hutan]]
[[Kategori:Ekologi kebakaran liarhutan dan lahan]]
[[Kategori:Artikel EUforia Wiki4Climate]]