Antraks di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
k Sumatera
 
(7 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Anthrax status and situation in Indonesia.svg|jmpl|ka|400px|Peta status dan situasi antraks di Indonesia.
{{legend|#E71B24|Provinsi dengan laporan kasus dalam 20 tahun terakhir.}}
{{legend|#EC5B6F|Provinsi dengan laporan kasus terakhir tahun 2003.}}
{{legend|#F4B6D1|Provinsi dengan laporan kasus terakhir tahun 1986 dan 1989.}}
{{legend|#61AA79|Provinsi yang dinyatakan bebas antraks.}}
]]
Di [[Indonesia]], [[antraks]]—penyakit akibat infeksi bakteri ''[[Bacillus anthracis]]'' pada manusia dan hewan, terutama herbivor—telah dilaporkan sejak masa kolonial saat Indonesia masih bernama [[Hindia Belanda]]. Spora ''B. anthracis'' mampu bertahan selama puluhan tahun di tanah sehingga daerah yang pernah melaporkan kasus penyakit ini digolongkan sebagai daerah [[Endemi (epidemiologi)|endemik]] dan kasus antraks dapat muncul sewaktu-waktu di daerah-daerah tersebut.
 
Baris 86 ⟶ 92:
| {{sfn|Dirkeswan|2016|p=5}}
|-
|1983{{efn|Sumber lain menyatakan tahun 1985{{sfn|Subdit Zoonosis|2017|p=9}}}}
|1985
| Paniai, Irian Jaya
| Antraks pada ribuan babi; 11puluhan orang meninggal dunia
| <ref>{{cite web|last=|date=3 September 1983|title=Di Paniai Lewat Babi|url=https://majalah.tempo.co/read/kesehatan/44689/di-paniai-lewat-babi|website=Tempo|access-date=19 Januari 2023}}</ref>
| {{sfn|Subdit Zoonosis|2017|p=9}}
|-
|1986
| SumatraSumatera Barat
| —
| {{sfn|Subdit Zoonosis|2017|p=11}}
Baris 163 ⟶ 169:
|2017
| Jawa Timur, DI Yogyakarta, NTT, Sulawesi Selatan, Gorontalo
| 77 kasus pada manusia; di Gorontalo: (45 orang), Jatim: (25 orang), DIY: (4 orang; (1 meninggal karena antraks meningitis), Sulsel: (2 orang), dan NTT: (1 orang.)
| {{sfn|Kemenkes|2019|p=239}}
|-
|2018
| Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan
| 9 kasus pada manusia; di Jatim: (8 orang,) dan Sulsel: (1 orang.); 3 Kasuskasus pada ternakhewan di NTB (2 kasus) dan Sulsel. (1 kasus)
| {{sfn|Kemenkes|2019|p=239}}<ref>{{Cite book|last=Direktorat Kesehatan Hewan|date=2019|title=Peta Status dan Situasi Penyakit Hewan 2018|location=Jakarta|publisher=Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia|pages=16-17|url-status=live}}</ref>
| {{sfn|Kemenkes|2019|p=239}}
|-
|2020
|DI Yogyakarta (Gunungkidul) dan Gorontalo (Kab. Gorontalo)
|11 kasus pada hewan; di DIY: (4 sapi dan 3 kambing;) dan Gorontalo: (3 sapi dan 1 kambing)
|<ref>{{Cite web|title=Situasi Penyakit Hewan Nasional 2020|url=https://validation.isikhnas.com/?_token=bvcetJcTkL6xIpGD16UyPtiiUfhxIpfAagp1YSCg&year=2020&priority=7|website=iSIKHNAS Validasi|access-date=16 Januari 2023}}</ref>
|-
|2021
|DI Yogyakarta (Gunungkidul), Jawa Tengah (Pacitan, Wonogiri), Jawa Timur (Tulungagung), dan NTB (Sumbawa)
|21 kasus pada hewan; di DIY: (4 sapi dan 2 kambing;), Jateng: (2 sapi;), Jatim: (6 sapi;), dan NTB: (7 sapi)
|<ref>{{Cite web|title=Situasi Penyakit Hewan Nasional 2021|url=https://validation.isikhnas.com/?_token=bvcetJcTkL6xIpGD16UyPtiiUfhxIpfAagp1YSCg&year=2021&priority=7|website=iSIKHNAS Validasi|access-date=16 Januari 2023}}</ref>
|-
|2022
|DI Yogyakarta (Gunungkidul), Jawa Timur (Pacitan), Sulawesi Selatan (Soppeng)
|10 kasus pada hewan; di DIY: (6 sapi dan 2 kambing;), Jatim: (1 kambing;), dan Sulsel: (1 sapi)
|<ref>{{Cite web|title=Situasi Penyakit Hewan Nasional 2022|url=https://validation.isikhnas.com/?_token=bvcetJcTkL6xIpGD16UyPtiiUfhxIpfAagp1YSCg&year=2022&priority=7|website=iSIKHNAS Validasi|access-date=16 Januari 2023}}</ref>
|}
 
=== Daerah bebas ===
Pada tahun 2003, Kementerian Pertanian menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian yang menyatakan bahwa Provinsi Papua bebas dari penyakit antraks.<ref>{{citation|last=Kementerian Pertanian|year=2003|title=Keputusan Menteri Pertanian Nomor 367/Kpts/PD.640/7/2003 tentang Pernyataan Provinsi Papua Bebas dari Penyakit Anthrax|url=|location=Jakarta|publisher=Kementerian Pertanian Republik Indonesia}}</ref>
 
== Pengendalian penyakit ==
Pada setiap kejadian atau dugaan antraks pada hewan harus segera dilaporkan kepada Dokter Hewan yang berwenang dan Dinas Peternakan setempat. Hal ini karena dampaknya bisa sangat luas apabila dilakukan penanganan yang salah.
Untuk memutus rantai penularan, bangkai ternak tersangka antraks dan semua material yang diduga tercemar misalnya karena pernah bersinggungan dengan hewan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur dalam-dalam serta bagian atas dari lubang kubur dilapisi batu kapur secukupnya. Area penguburan hendaknya diberi tanda supaya semua pengembalaan hewan di area sekitar menjauhi lokasi penguburan.<ref>Dharmojono. 2000. Anthrax, Penyakit Ternak Mengejutkan Tetapi Tidak Mengherankan. Infovet Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan; Ed 67, Pebruari 2000.</ref><ref>{{Cite journal|last=Martindah|first=Eny|date=2017|title=Faktor Risiko, Sikap dan Pengetahuan Masyarakat Peternak dalam Pengendalian Penyakit Antrak|url=http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/wartazoa/article/view/1689|journal=Wartazoa Indonesian Bulletin of Animal and Veterinary Sciences|volume=27|issue=3|pages=135-144|doi=10.14334/wartazoa.v27i3.1689|issn=2354-6832}}</ref>
 
==Catatan==
{{notelist}}
 
== Referensi ==