Arat Sabulungan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tambahan Sakuddei, template agama asli, sumber dan bagian Kepustakaan |
k Sumatera |
||
(8 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
'''Arat Sabulungan''' adalah [[agama asli Nusantara|kepercayaan asli]] bagi masyarakat [[Suku Mentawai|suku bangsa Mentawai]] yang berasal dari [[Kabupaten Kepulauan Mentawai]], [[
Awalnya, istilah arat tidak dipergunakan dan nama yang lebih sering dipakai adalah punen yang memiliki arti kegiatan, upacara, atau pesta. Seiring berjalannya waktu, diperkenalkanlah istilah arat pada era 1950-an untuk menyebut kepercayaan ini. Jadi, kata arat mewakili kepercayaan atau ideologi sementara punen lebih sering mengacu pada perayaan seremonial dan upacara.<ref name=":5">Kornelius Glossanto, (2019),
Dipakainya istilah arat dilatarbelakangi oleh kebutuhan pemerintah dan para misionaris untuk menyebut berbagai agama, termasuk sistem kepercayaan tradisional. Sabulungan kemudian dikategorikan sebagai agama setelah ditambahkan istilah arat. Istilah ini juga diberikan kepada agama yang dibawa dari luar Mentawai seperti arat Katolik, arat Protestan, dan arat Islam.<ref name=":5" />
Baris 13:
== Mitologi dan Sistem Kepercayaan ==
Dalam kepercayaan Arat Sabulungan, diyakini bahwa roh leluhur nenek moyang yang disebut Ketsat adalah zat yang memiliki kesaktian. Selain itu, dipercaya bahwa roh terkandung dalam setiap
Arat Sabulungan mengajarkan bahwa bukan manusia saja yang memiliki jiwa. Roh setiap
Roh-roh yang banyak dikenal dalam kepercayaan Arat Sabulungan turut kerap dijumpai dalam mitos yang menceritakan asal-usul dunia di mata orang Mentawai. Mitos-mitos ini dirangkum dalam sebuah buku berjudul Mitos dan Legenda Suku Mentawai yang ditulis oleh Bruno Spina. Dicatat bahwa dunia ini diyakini diciptakan oleh roh-roh dengan cara dilempar dari langit hingga terbentuklah pulau-pulau
Roh orang yang sudah meninggal dipercaya bisa berkomunikasi dengan manusia yang masih hidup dan tinggal di dunia. Komunikasi ini diperantarai oleh Sikerei alias tabib atau dukun tradisional Mentawai. Roh orang yang meninggal tersebut bahkan bisa menuturkan
Jika asal-usul dunia bisa dijelaskan melalui cerita mitologi yang berkaitan dengan roh, gagasan mengenai asal-usul manusia justru sebaliknya karena tidak ada penjelasan apapun yang diyakini orang-orang Mentawai. Menurut Spina, kepercayaan yang dipegang orang Mentawai mengenai asal-usul keberadaan manusia konsepnya berbeda dengan banyak suku bangsa lain di Indonesia. Tidak ada cerita atau konsep mengenai asal-usul eksistensi manusia.<ref name=":5" />
Bagi orang Mentawai, dunia adalah tempat besar di mana mereka bisa hidup dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada di alam. Maka dari itu manusia diwajibkan menjalin hubungan baik dengan roh-roh dengan cara selalu berterima kasih dan tidak menyalahgunakan segala
Ada beberapa roh yang dikenal dalam kepercayaan Arat Sabulungan di mana roh-roh tersebut memiliki peran dan karakter yang berbeda satu-sama lain. Konsep pengetahuan akan hal gaib berupa roh yang menyebabkan orang dapat hidup disebut dengan Simagre. Roh yang dikenal di antaranya Sabulungan, yaitu roh yang keluar dari tubuh dan dianggap keluarnya terkadang hanya untuk sesaat, misalnya ketika seseorang sedang terkejut. Selain itu ada pula roh yang tidak pergi jauh dari tempat yang dihuni manusia di bumi, di air, udara, hutan belantara dan pegunungan. Di dalam uma, yaitu rumah yang berfungsi sebagai balai pertemuan dan tempat digelarnya acara-cara adat Mentawai juga bahkan dikenal terdapat roh penunggu. Roh ini disebut dengan nama kina. Tak hanya roh baik, dikenal pula roh yang bersifat jahat yang kerjanya menebarkan penyakit dan menimbulkan gangguan bagi manusia yang disebut sanitu. Roh ini berasal dari roh manusia yang bergentayangan setelah mati dengan cara yang tidak wajar, misalnya mati dibunuh atau bunuh diri.<ref name=":0" />
Baris 56:
== Tato ==
Tradisi lain yang lekat dengan kepercayaan Arat Sabulungan adalah tato. Penganutnya meyakini bahwa tato tidak boleh lepas dari kehidupan orang Mentawai. Tato yang disebut titi memiliki berbagai ragam motif yang menunjukkan identitas klan. Cara membuatnya mengandalkan tinta dari arang kayu atau bekas pembakaran yang dihaluskan lalu dicampur perasan tebu. Duri atau jarum kemudian dicelupkan pada tinta tadi lalu ditusukkan ke lapisan kulit.<ref name=":2">{{Cite
Motif tato yang digambar pada tubuh seseorang tidak bisa dipilih sembarangan karena setiap gambar memiliki maknanya sendiri. Gambar tato bisa berarti banyak hal mulai dari tempat asal, status sosial, hingga penanda seberapa hebat seseorang dalam berburu. Selain itu, orang Mentawai juga percaya tato merupakan pencaran roh dari kehidupan mereka. Orang Mentawai bisa membuat tato di sekujur tubuhnya, mulai dari mata kaki, jari, dada rusuk, leher, hingga pipi. Tato Mentawai dianggap sebagai tato tertua di dunia mendahului tato Mesir yang sudah ada pada tahun 1300 sebelum masehi.<ref name=":2" />
Bukan sekadar kebiasaan, tato bagi orang Mentawai bisa dibilang sebagai pakaian abadi yang dibawa hingga mati. Ada pula yang menyebut tato akan berguna untuk orang yang sudah meninggal agar bisa saling mengenal leluhur mereka. Untuk menato tubuh juga tidak bisa sembarangan karena ada proses adat yang harus diikuti.<ref name=":6">{{Cite
Seseorang baru boleh menato tubuh ketika anak berusia 11 sampai 12 tahun. Sikerei dan rimata (kepala suku) akan dipanggil oleh orang tua untuk menentukan waktu penentuan dilakukannya proses penatoan. Setelah waktu disepakati, langkah berikutnya adalah memilih sipatiti alias seniman tato yang akan menjalankan prosesnya dengan imbalan seekor babi.<ref name=":6" />
Baris 77:
* Kalau dalam tempo tersebut tidak juga memilih, maka semua alat-alat pujaan agama Sabulungan harus dibakar polisi dan diancam dijatuhi hukuman.
Adalah Surat Keputusan No. 167/PROMOSI/1954 tentang pembentukan Panitia Interdepartemental Peninjauan Kepercayaan-kepercayaan di dalam Masyarakat (Panitia Interdep Pakem) yang menjadi dasar pemerintah menyatakan Arat Sabulungan sebagai kepercayaan terlarang pada tahun 1954. SK itu berisi aturan yang bertujuan untuk menertibkan macam-macam adat perkawinan karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama resmi negara dan dikeluarkan oleh Perdana Menteri Republik Indonesia, Ali Sastroamidjojo. Tidak hanya Arat Sabulungan, SK itu juga berlaku untuk banyak aliran kepercayaan lain di Indonesia.<ref name=":4">Febrianti - (2018-08-12). [https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/aman-boroi-ogok-berdamai-dengan-agama "Aman Boroi Ogok berdamai dengan agama"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190410140625/https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/aman-boroi-ogok-berdamai-dengan-agama |date=2019-04-10 }}. ''https://beritagar.id/''. Diakses tanggal 2019-04-10.</ref>
Pada 1955, orang Mentawai dihadapkan keharusan untuk memeluk satu dari agar, yang diajukan. Tradisi Arat Sabulungan pun tidak bisa dilakukan lagi, misalnya ritual yang melibatkan sikerei, pemakaian tato tradisional, atau meruncingkan gigi sebagai bagian dari ritus. Untuk semakin menghapus budaya Arat Sabulungan, pemerintah juga menggerakan program transmigrasi lokal. Penganut Arat Sabulungan pun hanya tersisa di Pulau Siberut karena pulau yang menjadi pusat kebudayaan lokal itu sulit untuk dijangkau.<ref name=":4" />
Kebebasan orang Mentawai untuk melaksanakan ritual dan
Kini, orang Mentawai telah banyak yang menganut agama-agama yang berasal dari luar. Agama itu pula yang secara formal tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk masyarakat. Meski demikian, adat dan tradisi Arat Sabulungan masih tetap ada dengan berbagai perubahannya sebagai sebuah kearifan lokal. Masyarakat mengenal tuhan sesuai dengan ajaran agama yang dianut, namun di sisi lain kepercayaan terhadap roh-roh seperti di masa lalu juga tetap dipegang.
|