Sejarah ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib) |
|||
(34 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{More footnotes}}
{{Sejarah Indonesia}}
Sejarah ekonomi [[Indonesia]]
Pada awal abad ke-17,
Pada awal abad ke-21, [[Indonesia]]
== Kerajaan-kerajaan kuno ==
Awal mulanya, perekonomian pedesaan di nusantara sangat bergantung pada hasil pertanian seperti[[Produksi nasi di Indonesia|<nowiki/>]]
Nusantara sejak lama dikenal akan melimpahnya sumber daya alam; seperti rempah-rempah berupa
=== Sriwijaya ===
Dalam dunia perdagangan, Kerajaan Sriwijaya berkembang dengan pesat menjadi Kerajaan utama yang mengendalikan 2 jalur perdagangan utama antara India dan Cina, yaitu melalui [[Selat Sunda]] dari Palembang dan [[selat Malaka]] dari Kedah.
Selain membina hubungan perdagangan dengan India dan Cina, Sriwijaya juga didirikan hubungan dagang dengan Kerajaan di [[Jazirah Arab]]. Terdapat sebuah kemungkinan besar, seorang utusan dikirim oleh Maharaja Sri Indrawarman untuk menyampaikan surat perkenalan kepada Khalifah [[Umar bin Abdul-Aziz]] dari [[Kekhalifahan Umayyah]]
=== Majapahit ===
Baris 23 ⟶ 24:
''Dalam industri pertanian, Padi di pulau Jawa dipanen sebanyak dua kali dalam setahun. Mereka juga menanam dan memanen wijen putih dan lentil, tetapi tidak ada menanam gandum. Tanah di pulau ini menghasilkan [[Secang]] (berguna untuk menghasilkan pewarna merah), [[berlian]], [[cendana]], [[dupa]], ''puyang'' merica, cantharides (kumbang hijau yang digunakan untuk obat-obatan), biji besi, kura-kura, penyu serta hewan aneh dan langka seperti burung besar seperti ayam, beo lima warna yang bisa menirukan suara manusia, juga ayam mutiara, merak, 'pohon sirih burung', mutiara burung, dan merpati hijau. Terdapat pula Binatang-binatang yang belum pernah kami temui seperti rusa putih, kera putih dan berbagai hewan lainnya. Hewan disini juga sama, ada [[Babi]], [[kambing]], [[sapi]], [[kuda]], dan [[bebek]]. Untuk buah-buahan, ada semua buah-buahan [[pisang]], [[kelapa]], [[tebu]], buah delima, lotus, ''mang-chi-shi'' ([[manggis]]), [[semangka]] dan ''lang Ch''' (''langsat'' atau [[Duku]]). Selain itu, ada labu dan sayuran.''
Kegiatan transaksi sehari-hari dalam perekonomian di Pulau Jawa seperti membeli atau menjual barang, membayar pajak dan denda termonetisasi secara parsial menggunakan koin emas dan perak pada abad ke-8 dan mulai digunakan secara penuh sebagai alat transaksi seabad kemudian melalui eskavasi artefak berupa [[Temuan Wonoboyo]] yang ditemukan di Jawa Tengah memperkuat bukti bahwa Kerajaan Majapahit secara finansial terpenuhi kebutuhan transaksinya melalui kebijakan monetisasi. Hasil eskavasi penemuan artefak ini berupa koin emas yang berbentuk benih, mirip dengan jagung, sedangkan koin perak yang mirip dengan tombol. Sekitar tahun 1300an, pada masa pemerintahan raja [[Hayam Wuruk]], terjadi perubahan secara drastis dengan penggantian penggunaan uang koin emas dan perak menjadi koin impor tembaga China tunai. Penemuan koin tembaga China Kuno sebanyak 10,388 keping oleh seorang warga di [[Kabupaten Sidoarjo]] dengan berat mencapai 800kg pada bulan November 2008 yang diteliti oleh Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Indonesia (BP3I) Jawa Timur menyatkan bahwa koin-koin tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.<ref>{{
== Jaringan perdagangan Islam ==
[[Berkas:Jewel_of_Muscat,_Maritime_Experiential_Museum_&_Aquarium,_Singapore_-_20120102-02.jpg|kiri|jmpl|Rekayasa Kapal Jung
Pedagang [[Muslim]] telah menyebarkan agama [[Islam]] di sepanjang rute perdagangan yang menghubungkan [[Dunia Muslim|Dunia Islam]] yang membentang dari [[Mediterania]], [[Timur Tengah]], India, Kepulauan di Asia Tenggara dan China. Para pedagang Muslim dari jazirah Arab dan teluk berlayar melintasi nusantara dalam perjalanan mereka ke menuju China, sejak perjalanan perdananya pada abad ke-9 yang dibuktikan melalui penemuan [[Bangkai kapal Belitung]] yang berisi muatan dari Cina di lepas pantai [[Pulau Belitung]]. Kehadiran para pedagang Muslim menjadi salah satu penguat pengaruh berdirinya Kerajaan Islam di nusantara yang bertepatan dengan jatuhnya kerajaan Hindu-Buddha. Pada abad ke-13, Islam telah memiliki pijakan di Indonesia melalui berbagai kerajaan bernuansa Islam seperti [[Kesultanan Samudera Pasai]] di [[Aceh]] dan [[Kesultanan Ternate]] di Kepulauan Maluku. Maluku yang merupakan daerah penghasil rempah-rempah mendapatkan namanya dari bahasa arab "Jazirat al Muluk" yang berarti "kepulauan para raja".
Pada abad ke-14, pemukiman Muslim mulai berkembang disekitar untuk menyambut kedatangan para pedagang Muslim dari India dan Timur Tengah untuk berdagang. Salah satu kerajaan Muslim yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik dikawasan nusantara saat itu adalah [[Kesultanan Melaka]] yang mengontrol strategis selat Malaka, dan [[Kesultanan Demak]] yang menggantikan Majapahit sebagai kekuatan regional di Jawa. Kesultanan juga aktif untuk menyebarkan agama Islam di nusantara, dan pada akhir abad ke-15, Islam menjadi agama mayoritas di kepulauan nusantara setelah Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang masing-masing bernuansa Hindu dan Budha kehilangan kekuasannya atas kerajaannya, mayoritas agama Islam di nusantara tersebar dari Jawa,
== Perdagangan komoditas rempah-rempah oleh eropa ==
[[Berkas:
Sejak [[kejatuhan Konstantinopel]] terjadi, muncul kekhawatiran dikalangan kerajaan di seantero Eropa untuk mendapatkan rempah-rempah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menghadapi musim dingin. Maka, kerajaan di seluruh Eropa saat itu memutuskan untuk membentuk tim ekspedisi di masing-masing kerajaan untuk berlomba-lomba mendapatkan sumber dari rempah-rempah tersebut. [[Portugal|Portugis]] merupakan bangsa Eropa pertama yang mencapai Indonesia, pencarian mereka tersebut tidak hanya untuk memonopoli sumber utama yang kelak menjadi pendapatan yang menguntungkan bagi kerajaan mereka, tetap mereka juga secara pesat membangun [[Gereja Katolik Roma]] sebagai basis misionaris, pos perdagangan dan benteng militer dan barak senjata. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari penaklukan [[Malaka Portugis|Malaka]] pada tahun 1512, armada Portugis mulai menjelajah lebih dalam kepulauan Indonesia, untuk dan berusaha untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga.<ref name="RICKLEFSp24">{{cite book |last=Ricklefs |first=M.C|title=A History of Modern Indonesia Since c.1300, second edition |publisher=MacMillan |year=1993 |location=London |pages=22–24 |url= |isbn= 0-333-57689-6}}</ref> Kemudian, kehadiran portugis di Indonesia berkurang setelah [[Pulau Solor|Solor]], [[Pulau Flores|Flores]] dan [[Pulau Timor|Timor]] (lihat [[Timor Portugis|Timor portugis]]) di Nusa Tenggara barat, jatuh ke tangan pribumi Ternate dan mengalahkan Belanda.<ref name="MILLER_XV">{{cite book | last =Miller | first =George (ed.) | authorlink = | coauthors = | title =To The Spice Islands and Beyond: Travels in Eastern Indonesia | publisher =Oxford University Press | year =1996 | location =New York| pages =xv | url = | doi = | isbn = 967-65-3099-9 }}</ref>
Baris 39 ⟶ 40:
Di awal abad ke-17, [[Vereenigde Oostindische Compagnie|Netherland East India Company]] (VOC) didirikan oleh Pemerintah Belanda sebagai BUMN yang mengelola usaha perdagangan komoditas rempah-rempah dan budidaya tanaman komoditas berbasis ekspor. VOC dalam perkembangannya menjadi salah satu perusahaan terkuat dan berpengaruh dikawasan nusantara, tidak hanya untuk kepentingan bisnis dan menghasilkan keuntungan semata. Tetapi juga sebagai alat Pemerintah Belanda untuk menguasai nusantara. Diversifikasi usaha yang luas dalam kegiatan bisnis VOC dari perusahaan pelayaran yang menghubungkan Indonesia dengan Eropa membawa komoditas rempah-rempah serta membuka kantor pemasaran dan penjualan dibeberapa kota utama di Asia dan Eropa. Langkah demi langkah, Belanda bersaing secara terbuka dengan Portugis untuk memperebutkan kekayaan nusantara, dimulai dengan penaklukan Belanda di [[Pulau Ambon|Ambon]], [[Kepulauan Maluku|Maluku]] Utara dan [[Kepulauan Banda|Banda]]. Secara statistik, perkembangan usaha VOC melampaui semua pesaingnya di kawasan Asia.
Antara tahun 1602-1796, VOC telah mengirim satu juta orang Eropa untuk bekerja di nusantara berserta dengan kantor perwakilan dikota-kota lain di Asia, memiliki armada dagang dan perang sebanyak 4,785 kapal, dan perusahaan mencetak target produksi lebih dari 2,5 juta ton produk rempah-rempah. VOC menikmati keuntungan besar dari kebijakan monopoli perdagangan rempah-rempah di [[Kepulauan Maluku]] pada abad ke-17.<ref>{{cite web |last=Van Boven |first=M. W. |title=Towards A New Age of Partnership (TANAP): An Ambitious World Heritage Project (UNESCO Memory of the World – reg.form, 2002) |work=VOC Archives Appendix 2, p.14 |url=http://portal.unesco.org/ci/en/files/22635/11546101681netherlands_voc_archives.doc/netherlands%2Bvoc%2Barchives.doc }}</ref> Keuntungan ini juga menjadi modal VOC pada tahun 1619 untuk mendirikan
== Ekonomi kolonial eropa ==
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Arbeiders_poseren_bij_een_in_aanbouw_zijnde_spoorwegtunnel_in_de_bergen_TMnr_60047638.jpg|kiri|jmpl|Pekerja berpose di lokasi konstruksi terowongan kereta api di pegunungan, 1910.]]
[[Hindia Belanda]] dibentuk dari hasil kolonialisasi [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] (VOC) yang dibubarkan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1800 karena berbagai permasalahan yang membebani perusahaan. Meskipun ekonomi Belanda meningkat kembali melalui sistem pajak tanah, perimbangan anggaran pemerintah telah terbebani dengan luar biasa atas pengeluaran-pengeluaran seperti [[Perang Diponegoro]] di Jawa dan [[Perang Padri]] di
[[Berkas:1818_Pinkerton_Map_of_the_East_Indies_and_Southeast_Asia_(Singapore,_Borneo,_Java,_Sumatra,_Thailand_-_Geographicus_-_EastIndiaIslands-pinkerton-1818.jpg|ka|jmpl|300x300px|Peta Hindia
Munculnya banyak pemberitaan tentang menderitanya petani Hindia Belanda di Pulau Jawa terkait sistem tanam paksa atau budidaya yang diterapkan Belanda untuk mengisi kembali kas negara yang kosong akibat mengalami pengeluaran luar biasa mulai menuai kecaman dan penolakan dari masyarakat Belanda sendiri, karena kebijakan ini dinilai tidak manusiawi. Kebijakan ini lantas digantikan dengan reformasi agraria pada [[Periode Liberal (Hindia Belanda)|masa Liberal]] yang mengatur bahwa pengusaha non-Belanda ikut diperbolehkan untuk tidak hanya menyewa lahan, tetapi juga diperbolehkan memliki lahan. Sejak itu investasi swasta mengalir masuk ke Hindia Belanda seperti pertambangan dan perkebunan. Belitung yang menjadi rumah dari pertambangan timah mendapatkan investasi dari sindikasi pembiayaan dari sekelompok pengusaha belanda, termasuk adik dari Raja William III. Pertambangan dimulai pada tahun 1860. Pada tahun 1863 [[Jacob Nienhuys]] memperoleh konsesi dari [[Kesultanan Deli]] ([[Negara
Eksploitasi kekayaan Indonesia memberikan kontribusi signifikan terhadap industrialisasi yang berlangsung di Belanda, sekaligus meletakkan dasar bagi industrialisasi di Indonesia. Belanda memperkenalkan kopi, teh, kakao, tembakau dan karet untuk ditanam di Jhamparan lahan yang subur di Pulau Jawa dibudidayakan oleh petani Jawa, yang dikumpulkan oleh pemerantaraan China, dan dijual diperdagangkan diluar negeri oleh pedagang dari Eropa.<ref name="LP_23-25"/> Pada akhir abad ke-19 pertumbuhan ekonomi didasarkan pada permintaan dunia untuk teh, kopi, dan kina. Pemerintah menginvestasikan jaringan kereta api (150 mil panjang pada tahun 1873, 1.200 pada tahun 1900), serta jalur telegraf. Hal ini menjadi nilai tambah bagi para pengusaha untuk mendirikan usahanya seperti bank-bank, toko-toko dan koran. Hindia belanda menjadi rumah bagi sebagian besar pasokan komoditas dunia dari kina dan merica, karet, kelapa, dan teh, gula, kopi, dan minyak. Keuntungan yang didapt dari Belanda dari Hindia Belanda membuat negara tersebut menjadi salah satu kekuatan kolonial dunia terkuat setelah Inggris dan
Resesi yang terjadi di seluruh dunia pada akhir tahun 1880-an dan awal tahun 1890-an mengakibatkan harga-harga komoditas jatuh dan Hindia Belanda yang ekonominya mengandalkan perdaganagn komoditas ikut terseret kedalam resesi ini. Wartawan dan pegawai negeri sipil mengaku bahwa sebagian besar populasi tidak lebih baik daripada masa peraturan sistem ekonomi tanah paksa dan hal ini mengakibatkan terjaidnya gelombang kelaparan di penjuru Hidia Belanda. Pulihnya kembali harga komoditas dari resesi, mengundnag peningkatan nilai investasi di Hindia Belanda. Produksi dan investasi perusahaan swasta dibidang gula, timah, [[kopra]] dan kopi perdagangan telah berkembang signfikan, dan karet, tembakau, teh dan minyak juga menjadi komoditas ekspor utama.<ref>Vickers (2005), p. 18</ref> Reformasi politik yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda mendorong daerah untuk memiliki otonomi daerah pemerintahan kolonial, bergerak dari sistem sentralistik menjadi desentralistik.
Baris 56 ⟶ 57:
Ekonomi dunia kembali sehat di akhir 1890-an dan semuanya kembali. Investasi asing, terutama dari Inggris mengalami peningkatan yang didorong. Pada tahun 1900, jumlah aset asing yang ada di Hindia Belanda mencapai nilai sebesar 750 juta guilders (US$300 juta) dengan dominan di Pulau Jawa.<ref>Dick, et al. (2002), p. 97</ref>
Pembangunan dan peningkatan kualitas infrastruktur konektivitas seperti perluasan pelabuhan dan pembangunan serta perbaikan jalan-jalan adalah prioritas utama Belanda untuk mendorong terjadinya modernisasi ekonomi, fasilitasi perdagangan, dan mempercepat akses gerak militer. Pada tahun 1950, para insinyur belanda telah membangun dan meningkatkan kualitas jaringan jalan sepanjang 12.000 km permukaan beraspal, 41,000 km jalan cor dan 16.000 km dari permukaan kerikil.<ref>Marie-Louise ten Horn-van Nispen and Wim Ravesteijn, "The road to an empire: Organisation and technology of road construction in the Dutch East Indies, 1800-1940," ''Journal of Transport History'' (2009) 10#1 pp 40-57</ref> Selain itu, Wim Ravensteijn menyatakan bahwa Belanda telah membangun 7,500 km jalur kereta api, jembatan, sistem irigasi yang menjangkau 1,4 Juta Hektar lahan pertanian yang akan menjadi struktur ekonomi kolonial dan sesudah masa kolonial.
== Republik Indonesia ==
Hindia belanda sendiri jatuh ke tangan pasukan [[Kekaisaran Jepang]] pada tahun 1942. Selama [[Perang Dunia II]], perekonomian Hindia belanda (Indonesia) bisa dibilang tidak ada pergerakan atau sama sekali hancur, karena setiap sumber daya yang ada diarahkan terhadap upaya perang kekaisaran, pasukan Jepang menerapkan kebijakan bela diri ketat. Banyak kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan obat-obatan yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan terjadinya bencana kelaparan dan mewabahnya penyakit. Pada awal tahun 1945, pasukan Jepang mulai menunjukkan kekalahan dalam berbagai perang, yang berpuncak pada [[pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki]].
=== Kepresidenan Soekarno (1945-1966) ===
==== Inflasi yang sangat tinggi ====
Peredaran mata uang yang berbeda-beda secara liar mengakibatkan munculnya ketidakstabilan kegiatan ekonomi di indonesia, dimana pada saat itu terdapat 3 mata uang yang berbeda yaitu, mata uang [[De Javasche Bank]], mata uang pemerintah [[Hindia Belanda]], dan mata uang pendudukan [[Jepang]]. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 miliar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan mencapai 1,6 miliar. Hal ini mengakibatkan terjadinya inflasi yang tidak terkendali dan hal ini mengakibatkan sebagian besar kalangan masyarakat kalangan bawah seperti masyarakat umum dan petani kesulitan untuk memakai uangnya untuk ditukarkan menjadi bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari karena harganya yang tidak terjangkau. Oleh karena itu, untuk sementara waktu Pemerintah RI menetapkan secara resmi tiga mata uang berlaku di wilayah RI. Meski kebijakan ''tri-currency'' diberlakukan, hal tersebut tidak berdampak secara signifikan pada laju inflasi yang terjadi di Indonesia, karena pada saat itu Indonesia masih berjuang lagi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia setelah diketahui bahwa sekutu kembali ke Indonesia dibawah pimpinan Panglima AFNEI untuk mengembalikan Indonesia dari penjajahan Jepang kepada Belanda.
Kedatangan armada pasukan AFNEI diberbagai penjuru pulau Indonesia dimanfaatkan oleh sekutu dengan menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan menguasai instansi keuangan seperti kantor kas perbankan. Penguasaan bank-bank oleh Sekutu bertujuan agar mampu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 miliar untuk keperluan operasi mereka. Panglima AFNEI, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford pada tanggal [[6 Maret]] [[1946]] mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu yang bertujuan untuk mengganti mata uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memprotes kebijakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru. Pemerintah RI langsung merespon langkah sekutu dengan mencetak dan mengedarkan mata uang baru yaitu [[Oeang Republik Indonesia]] (ORI) sebagai pengganti uang Jepang untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi Indonesia yang dilaksanakan oleh [[Bank Negara Indonesia]] yang didirikan pada tanggal [[1 November]] [[1946]] yang dipimpin oleh [[Margono Djojohadikusumo]].
==== Blokade Transportasi Laut oleh Belanda ====
Perebutan Belanda untuk mengambil kembali Indonesia dari kemerdekaan yang diraih pada masa kekosongan kekuasaan dilancarkan tidka hanya dari sisi militer, tetapi juga sisi transportasi barang dan ekonomi. Blokade laut yang dimulai sejak bulan November 1945 oleh Belanda bertujuan untuk menekan gerak ekonomi Indonesia untuk membiayai peperangan melawan sekutu dan Belanda. Blokade tersebut memberikan dampak yang cukup serius dalam beberapa hal seperti:
* Kurangnya persenjataan yang masuk ke Indonesia
* Minimnya pendapatan akibat pelarangan ekspor hasil-hasil bumi Indonesia
* Sulitnya Indonesia mendapatkan bantuan luar negeri
* Anggaran Negara menjadi tidak bermanfaat untuk membiayai perlawanan melawan Belanda
==== Perjuangan Mempertahankan Ekonomi Indonesia ====
Terdapat langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari segi ekonomi, seperti:
* Digalakkannya Program Pinjaman Nasional yang dipimpin oleh [[Menteri Keuangan Indonesia]], Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan [[Juli]] [[1946]] untuk digunakan sebagai pengisi Anggaran Negara untuk dijadikan modal Pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana serta modal mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan nasional.
* Melakukan pelanggaran blokade laut Belanda untuk mengamankan bantuan luar negeri berupa beras dari [[India]] seberat 500.000 ton dan mengadakan kontrak dengan perusahaan pelayaran swasta [[Amerika Serikat]] untuk membawa hasil bumi Indonesia untuk diekspor ke negara lain.
* Konferensi ekonomi nasional yang dilaksanakan pada bulan [[Februari]] [[1946]] dengan tujuan untuk mendiskusikan permasalahan ekonomi yang dihadapi serta merumuskan solusinya dengan menghasilkan kesepakatan seputar masalah produksi dan [[distribusi makanan]], masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan.
* Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) [[1948]] yaitu mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
* Pembentukan Badan Perancang Ekonomi pada tanggal [[19 Januari]] [[1947]] yang dipimpin oleh Menteri Persediaan Makanan Rakyat, [[IJ Kasimo]] untuk memberi rekomendasi dan saran terkait kebijakan pemerintah dalam mengelola dan membangun ekonomi Indonesia. Dibawah kepemimpinannya, BPE menghasilkan rencana 5 tahunan yang bernama ''Kasimo Plan'' yang bertujuan untuk mengembangkan dan membangun industri pangan Indonesia melalui langkah:
# Memperbanyak kebun bibit dan padi unggul
# Pencegahan penyembelihan hewan pertanian
# Penanaman kembali tanah kosong
# Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari [[Jawa]] ke [[Sumatra]] dalam jangka waktu 1-15 tahun.
==== Gunting Syafruddin ====
[[Gunting Syafruddin]] merupakan kebijakan yang digagas oleh Menteri Keuangan [[Syafruddin Prawiranegara]] untuk mengurangi defisit anggaran yang mencapai Rp 5,1 Miliar. Kebijakan yang disahkan pada tanggal [[20 Maret]] [[1950]] SK Menteri Keuangan Nomor 1 tanggal [[19 Maret]] [[1950]] ini bertujuan untuk memotong nilai uang yang Rp. 2,50 ke atas menjadi tinggal setengahnya. Hal ini memberikan keuntungan pada Pemerintah Indonesia dengan berkurangnya jumlah peredaran uang dan hal ini menjadi alasan Pemerintah Belanda meminjamkan dana sebesar Rp 200 Juta, sekaligus meningkatkan kredibilitas anggaran negara.
==== Sistem Ekonomi Gerakan Benteng ====
[[Program Benteng|Sistem Ekonomi Gerakan Benteng]] merupakan program pemerintah Republik Indonesia untuk mendorong transisi ekonomi Indonesia dari berbasis pertanian menjadi berbasis industri. Program yang digagas oleh [[Sumitro Djojohadikusumo]] yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri serta Perdagangan Indonesia bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi nasional dari berbasis kolonial menjadi ekonomi pembangunan. Program ini mengakomodasi kegiatan seperti:
* Menumbuhkan dan mengembangkan minat kewirausahaan dikalangan masyarakat bangsa Indonesia untuk tidak bergantung kepada instansi pemerintahan atau menggantungkan ekonomi pada pendapatan dari pekerjaan belaka.
* Memberikan edukasi dan kesempatan kepada wirausahawan nasional untuk mendapatkan akses keuangan yang terjangkau dan pendidikan pengelolaan finansial usaha untuk mengembangkan usahanya yang sekaligus berkontribusi bagi pembangunan ekonomi Indonesia dengan bentuk penyerapan tenaga kerja, produktivitas usaha yang efektif dan peningakatn nilai tambah usaha terhadap produk domestik bruto nasional.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Namun, program ini tidak dapat berjalan dengan baik, hal ini terjadi karena:
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki edukasi dan wawasan yang layak dan memadai untuk menerapkan disiplin ilmu usaha.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki mental meningkatkan pendapatan, masih sebatas untuk mendapatkan pemasukan.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki kreativitas untuk menyiasati ketidakmampuannya dalam menunjang kegiatan usahnya.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki kepercayaan diri untuk mengembangkan usahanya dengan mudah.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki kesabaran dalam meniti perkembangan usahanya dengan baik.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki integritas terhadap apa yang diamanahkan kepadanya.
Program yang diharapkan mampu menjadi stimulus ekonomi Indonesia, malah menjadi penyebab sumber defisit anggaran 1952 yang mencapai Rp 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun 1951 sebesar 1,7 miliar rupiah.
==== Nasionalisasi De Javasche Bank ====
Nasionalisasi [[De Javasche Bank]] oleh Pemerintah Indonesia yang terjadi pada akhir tahun [[1951]], merupakan bentuk perlawanan ekonomi Indonesia untuk kembali merebut kedaulatan ekonomi nasional. Nasionalisasi diambil oleh pemerintah Indonesia setelah melewati berbagai diskusi yang menghasilkan kesimpulan bahwa, peraturan mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda sangat menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter untuk menunjang kegiatan pembangunan di Indonesia. Nasionalisasi ini bertujuan untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor serta melakukan penghematan secara drastis. De Javasche Bank yang dinasionalisasi berubah nama menjadi [[Bank Indonesia]] pada tanggal [[15 Desember]] 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951 yang bertindak sebagai bank sentral dan bank sirkulasi dimana fungsi ini dulunya dipegang oleh Bank Nasional Indonesia.
==== Sistem Ekonomi Ali-Baba ====
Sistem ekonomi Ali-Baba merupakan program pemberdayaan pengusaha Indonesia antara pengusaha pribumi dan non-pribumi untuk mengembangkan minat kewirausahaan pengusaha pribumi dan meningkatkan kerjasama dengan pengusaha non-pribumi. Program yang diprakarsai oleh Menteri Koordinator Ekonomi,
Keuangan, Industri dan Perdagangan Indonesia, [[Iskaq Tjokrohadisurjo]] pada masa Kabinet Ali I. Tujuan dari program ini adalah:
* Untuk mengembangkan minat, edukasi dan wawasan kewirausahaan pengusaha pribumi.
* Agar terbentuk kerjasama antara para pengusaha pribumi dan pengusaha non-pribumi untuk memajukan ekonomi nasional.
* Mendorong transisi ekonomi nasional yang digerakkan dari sistem ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Ali digambarkan sebagai pengusaha [[pribumi]] sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya [[Tionghoa]]. Lewat program ini, Pemerintah menyediakan dan menyalurkan kredit dan lisensi usaha bagi wirausahawan swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba ini mewajibkan pengusaha pribumi untuk memberikan pendidikan dan pelatihan-latihan kepada tenaga kerja Indonesia sebagai bentuk pertanggungjawaban pengusaha terhadap aliran kredit dan lisensi yang diberikan negara kepada pengusaha. Lagi-lagi, program ini tidak berjalan dengan baik sebab:
* Wirausahawan pribumi kurang memiliki usaha untuk menambahkan edukasi dan wawasan pada usahanya untuk memberikan nilai tambah pada kegiatannya.
* Wirausahawan pribumi terkesan tidak mau sulit dalam beradaptasi pada dunia usaha, sehingga muncul wirausahawan pribumi ingin dimanja dunia usaha.
* Wirausahawan pribumi sulit beradaptasi pada dunia usaha yang cepat berubah karena sifatnya yang tidak mau repot beradaptasi dalam dunia usaha.
==== Boikot Kesepakatan Finansial Ekonomi (Finek) ====
Pada masa Kabinet [[Burhanuddin Harahap]], Menteri Luar Negeri Indonesia [[Ida Anak Agung Gde Agung]] menjadi ketua delegasi Indonesia yang dikirim oleh Pemerintah Indonesia menuju [[Jenewa]], [[Swiss]] untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Pada tanggal [[7 Januari]] [[1956]] dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
* Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
* Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
* Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal [[13 Februari]] [[1956]] Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
==== Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) ====
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena:
* Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
* Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
* Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
==== Musyawarah Nasional Pembangunan ====
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
* Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
* Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
* Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
==== Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ====
Sesudah [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] dikeluarkan, Pemerintah masa Kabinet Karya pada tanggal [[15 Agustus]] [[1959]] membentuk Badan Negara yang bernama Dewan Perancang Nasional (Nama terdahulu [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]]) untuk menyusun perencanaan pembangunan ekonomi nasional. Badan Negara yang pimpin oleh [[Moh. Yamin]] dan beranggotakan sebanyak 50 orang ini sebenarnya sudah direncanakan untuk dibentuk sebelum masa demokrasi parlementer berakhir dengan berupa landasan hukum PP no 23 Tahun 1958 yang kemudian disahkan oleh Parlemen menjadi UU no 8 Tahun 1958. Depernas sendiri untuk pertama kalinya sejak dibentuk, telah menghasilkan produk perencanaan pembangunan ekonomi nasional yang bernama "Pembangunan Nasional Semesta Tahapan Tahun 1961-1969" yang kemudian disahkan oleh MPRS sebagai Tap MPRS no II/MPRS/1960 menjadi landasan hukum pembangunan ekonomi nasional. Pada tahun 1963, Depernas berubah nama menjadi Bappenas dan posisi Moh. Yamin sebagai kepala Depernas digantikan oleh Presiden Soekarno.
==== Devaluasi Rupiah ====
Kebijakan devaluasi rupiah diambil pada tanggal [[25 Agustus]] [[1959]] oleh Pemerintah Indonesia setelah melewati berbagai kajian dan diskusi secara intensif dengan Bank Sentral dan Kementerian terkait untuk menyelesaikan masalah inflasi yang perkembangannya tidak terkendali. Kebijakan yang akan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat ini berdampak pada:
* Nilai uang berdenominasi Rp 500,00 menjadi Rp 50,00
* Nilai uang berdenominasi Rp 1.000,00 menjadi Rp 100,00
* Pembekuan rekening tabungan yang bernilai Rp 25.000,00 keatas
Namun, kebijakan ini sendiri malah tidak berdampak signfikan untuk menahan perkembangan inflasi.
==== Deklarasi Ekonomi (Dekon) ====
Deklarasi Ekonomi yang dipublikasikan pada tanggal [[28 Maret]] [[1963]] oleh Pemerintah Indonesia bertujuan untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis dan bebas dari imperialisme untuk mencapai tahapan ekonomi sosialis dengan cara terpimpin dari negara. Deklarasi ini juga menjadi langkah pemerintah untuk menghadapi ekonomi yang kian memburuk. Dalam pelaksanaannya, dekon sendiri justru mengakibat terjadinya stagnansi ekonomi bagi Indonesia, karena banyaknya ketidakmampuan yang Pemerintah selesaikan dalam menangani masalah ekonomi, seperti:
* Meningkatnya CAD/DTB (''Current-Account Deficit''/Defisit Transaksi Berjalan) hingga mencapai 40 kali dari penerimaan Anggaran Negara
* Tidak terkendalinya pencetakkan uang yang mengakibatkan terjadinya inflasi yang tidak terkendali
* Meningkatnya biaya hidup masyarakat hingga 70% akibat naiknya barang kebutuhan sebesar 400%
Hal ini diakibatkan karena:
* Penanganan masalah ekonomi yang tidak rasional dan objektif
* Pendahuluan kepentingan politik mengakibatkan masyarakat menderita
Dekon sendiri menjadi salah satu kebijakan ekonomi yang paling muram dalam sejarah kebijakan ekonomi di Indonesia.
Pada tahun 1960-an, perekonomian Indonesia memburuk secara drastis sebagai hasil dari ketidakstabilan politik. Kebijakan negara yang masih berubah-ubah dan minimnya pengalaman dalam mengelola negara mengakibatkan munculnya kemiskinan dan kelaparan. Pada saat kejatuhan Soekarno pada tahun 1960-an, perekonomian Indonesia berada dalam kekacauan berupa inflasi tahunan yang mencapai 1.000%, defisit neraca yang melebar secara ekstrim ditambah dengan tidak layaknya infrastruktur untuk mengakomodasi kegiatan produksi dan distribusi industri, pabrik-pabrik beroperasi pada kapasitas yang minimal, dan [[investasi]] tidak bergerak.
=== Kepresidenan Soeharto (1966-1998) ===
[[Berkas:President_Suharto,_1993.jpg|kiri|jmpl| Indonesia menikmati pembangunan berkelanjutan di bawah kepemimpinan Presiden [[Soeharto]] pada [[Orde Baru]] sejak tahun 1970-1996.]]
Kejatuhan Presiden Soekarno akibat konflik horizontal ekonomi dan politik yang kompleks mengantarkan Soeharto menjadi presiden. Kepemimpinannya membawa pada [[Pengetatan anggaran|tingkat disiplin]] sebagai pondasi pembangunan ekonomi yang cepat disaat inflasi ditekan serendah mungkin, menstabilkan mata uang, penjadwalan kembali [[utang luar negeri]], dan menarik bantuan luar negeri dan investasi. (Lihat [[Mafia Berkeley]]). Sejak kerajaan Indonesia mengumumkan dasar pelaburan asing pada tahun 1967, jumlah pelaburan asing telah mencapai US$ 9,682 juta oleh 30 buah negara.<ref>Uqbah Iqbal, Sejarah Ringkas Hubungan Ekonomi Indonesia-Jepun, Munich: BookRix GmbH & Co. KG., 2015.</ref> Indonesia sampai saat ini di Asia Tenggara-satunya anggota OPEC, dan tahun 1970-an harga minyak menimbulkan disediakan ekspor pendapatan rejeki yang memberikan kontribusi untuk mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, rata-rata lebih dari 7% dari tahun 1968 sampai 1981. tingkat Tinggi peraturan dan ketergantungan pada penurunan harga minyak, pertumbuhan melambat menjadi rata-rata 4,3% per tahun antara tahun 1981 dan 1988. Berbagai reformasi ekonomi yang diperkenalkan pada akhir 1980-an termasuk yang dikelola devaluasi rupiah untuk meningkatkan daya saing ekspor, dan de-regulasi sektor keuangan, investasi Asing mengalir ke Indonesia, khususnya ke berkembang pesat yang berorientasi ekspor [[Sektor sekunder|sektor manufaktur]], dan dari tahun 1989 hingga tahun 1997, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata lebih dari 7%.
PDB per kapita tumbuh 545% dari tahun 1970 sampai tahun 1980 sebagai hasil dari peningkatan mendadak dalam pendapatan ekspor minyak dari tahun 1973 hingga 1979.
Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi dari 1987-1997 menutupi jumlah kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Pertumbuhan yang datang dengan biaya tinggi dalam hal yang lemah dan korup, lembaga publik yang parah hutang melalui salah urus sektor keuangan, menipisnya sumber daya alam Indonesia, dan budaya nikmat dan korupsi di elit bisnis. Korupsi terutama mendapatkan momentum pada tahun 1990-an, mencapai tingkat tertinggi dari
==== Krisis Keuangan Asia ====
[[Berkas:IDR_USD_exchange_1997-07-02_to_1998-05-21.png|jmpl|280x280px|Indonesia diikuti Thailand dalam meninggalkan nilai tukar mata uang pada tanggal 14 agustus 1997. Dalam [[rupiah]] lebih mendevaluasi ke titik terendah setelah penandatanganan kedua letter of intent IMF pada tanggal 15 januari 1998.]]
Dengan [[Krisis finansial Asia 1997|krisis keuangan Asia]] yang mulai mempengaruhi Indonesia di pertengahan tahun 1997 menjadi krisis ekonomi dan politik. Indonesia adalah respon awal adalah untuk mengapung rupiah, menaikkan suku suku bunga domestik, dan memperketat kebijakan fiskal. Pada oktober 1997 Indonesia dan [[Dana Moneter Internasional|International Monetary Fund]] (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang bertujuan untuk stabilisasi ekonomi makro dan penghapusan beberapa negara yang paling merusak kebijakan ekonomi, seperti Program Mobil Nasional dan monopoli[[
Efek dari krisis keuangan dan ekonomi yang parah. Pada bulan November 1997, cepat depresiasi mata uang telah melihat utang publik mencapai US$60 miliar, memaksakan parah strain pada anggaran pemerintah. Pada tahun 1998, real PDB mengalami kontraksi sebesar 13.1%. Ekonomi mencapai titik terendah pada pertengahan tahun 1999 dan pertumbuhan PDB riil untuk tahun ini adalah 0.8%. Inflasi mencapai 72% pada tahun 1998 namun melambat menjadi 2% pada tahun 1999.
Baris 95 ⟶ 197:
* [[Sejarah Indonesia]]
* [[Ekonomi Indonesia|Perekonomian Indonesia]]
* [[Sejarah mata uang rupiah]]
== Catatan ==
{{reflist|2}}
|