Sejarah ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
OrophinBot (bicara | kontrib)
(12 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 3:
Sejarah ekonomi [[Indonesia]] terbentuk atas lokasi geografisnya yang terletak diantara persilangan samudera dan benua dunia. Sumber daya alam yang melimpah berupa hasil tani dan bumi serta penduduk yang tinggal dipenjuru kepulauan yang membentuk dasar dari perkembangan Negara [[Indonesia]]. Munculnya kontak dengan perdagangan internasional melalui mitra asing yang datang untuk berdagang juga ikut berperan penting dalam perkembangan Indonesia berupa kedatangan pedagang dari [[India]], [[China]], [[Arab]] dan [[Eropa]] yang ikut mengeksplorasi rempah-rempah.
 
Pada awal abad ke-17, [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] (VOC), salah satu [[perusahaan multinasional]] pertama dalam dunia, sejarah telah mendirikan basis operasional mereka di kepulauan Indonesia untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah dunia. Pada tahun [[1800]], [[Hindia belanda]] merupakan salah satu negara terbesar yang menerima manfaat finansial dari monopoli perdagangan komoditas nusantara di pasar internasional melalui hasil tani seperti [[kopi]], [[teh]], [[kina]], [[karet]] dan [[Minyak kelapa sawit|minyak sawit]], hasil bumi seperti [[Minyak bumi|minyak]], [[Batu bara|batubara]], [[timah]] dan [[tembaga]]. Hindia Belanda berubah menjadi Republik Indonesia setelah [[Perang Dunia II]].
 
Pada awal abad ke-21, [[Indonesia]] berkembang menjadi kekuatan [[Ekonomi Indonesia|ekonomi terbesar]] di [[Asia Tenggara]], sekaligus sebagai kekuatan ekonomi negara berkembang dunia, mengantarkan Indonesia menjadi anggota [[G20|G-20]] dan masuk sebagai [[negara industri baru]].<ref>[http://www.g20.org/about_what_is_g20.aspx What is the G-20] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110504233459/http://www.g20.org/about_what_is_g20.aspx |date=2011-05-04 }}, g20.org.</ref>
 
== Kerajaan-kerajaan kuno ==
Awal mulanya, perekonomian pedesaan di nusantara sangat bergantung pada hasil pertanian seperti[[Produksi nasi di Indonesia|<nowiki/>]] [[padi]], serta perdagangan produk hutan; seperti buah tropis, perburuan hewan, tanaman resin, rotan dan kayu. Kerajaan-kerajaan kuno seperti [[Tarumanagara]] dan [[Kerajaan Medang|Mataram]] adalah salah satu contoh dari kerajaan yang mengandalkan kegiatan perekonomiannya pada hasil panen padi dan pajak.
 
Nusantara sejak lama dikenal akan melimpahnya sumber daya alam; seperti rempah-rempah berupa [[pala]] dan [[cengkih]] dari [[Maluku]], [[Lada|merica]] dan [[kemukus]] dari [[SumatraSumatera Selatan]] dan [[Jawa Barat]], [[beras]] dari [[Jawa]], [[emas]], [[tembaga]] dan [[timah]] dari [[Sumatra]], [[Kalimantan]] dan [[Kepulauan Bangka Belitung|pulau-pulau di antara]], [[Kapur barus|kamper]] resin dari pelabuhan [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]], [[Secang|sappan]] dan kayu cendana dari [[Kepulauan Nusa Tenggara]], kayu dari Kalimantan, gading dan badak tanduk dari Sumatra dan eksotis [[Burung-burung Cenderawasih|bulu burung]] dari [[Papua (Indonesia)|Indonesia timur]] adalah beberapa produk yang dicari oleh para pedagang di seluruh dunia. Secara teknis, kontak asing dimulai ketika pada abad ke-4 dimana kerajaan kecil nusantara yang menerima kedatangan pedagang dari India. Seiring dengan perkembangan, datanglah para pedagang-pedagang lain dari daratan Benua Asia lainnya seperti dari Arab dan China. Lokasi nusantara yang strategis diantara rute perdagangan India dan China serta rute perdagangan maritim yang terus berkembang menjadikan nusantara tumbuh sebagai salah satu kekuatan ekonomi dan politik yang berpengaruh dikawasan berupa lahirnya [[Kerajaan Sriwijaya]] yang mulai berkembang pada abad ke-7 menjadi kerajaan kosmopolitan berbasis perdagangan.
 
=== Sriwijaya ===
Baris 24:
''Dalam industri pertanian, Padi di pulau Jawa dipanen sebanyak dua kali dalam setahun. Mereka juga menanam dan memanen wijen putih dan lentil, tetapi tidak ada menanam gandum. Tanah di pulau ini menghasilkan [[Secang]] (berguna untuk menghasilkan pewarna merah), [[berlian]], [[cendana]], [[dupa]], ''puyang'' merica, cantharides (kumbang hijau yang digunakan untuk obat-obatan), biji besi, kura-kura, penyu serta hewan aneh dan langka seperti burung besar seperti ayam, beo lima warna yang bisa menirukan suara manusia, juga ayam mutiara, merak, 'pohon sirih burung', mutiara burung, dan merpati hijau. Terdapat pula Binatang-binatang yang belum pernah kami temui seperti rusa putih, kera putih dan berbagai hewan lainnya. Hewan disini juga sama, ada [[Babi]], [[kambing]], [[sapi]], [[kuda]], dan [[bebek]]. Untuk buah-buahan, ada semua buah-buahan [[pisang]], [[kelapa]], [[tebu]], buah delima, lotus, ''mang-chi-shi'' ([[manggis]]), [[semangka]] dan ''lang Ch''' (''langsat'' atau [[Duku]]). Selain itu, ada labu dan sayuran.''
 
Kegiatan transaksi sehari-hari dalam perekonomian di Pulau Jawa seperti membeli atau menjual barang, membayar pajak dan denda termonetisasi secara parsial menggunakan koin emas dan perak pada abad ke-8 dan mulai digunakan secara penuh sebagai alat transaksi seabad kemudian melalui eskavasi artefak berupa [[Temuan Wonoboyo]] yang ditemukan di Jawa Tengah memperkuat bukti bahwa Kerajaan Majapahit secara finansial terpenuhi kebutuhan transaksinya melalui kebijakan monetisasi. Hasil eskavasi penemuan artefak ini berupa koin emas yang berbentuk benih, mirip dengan jagung, sedangkan koin perak yang mirip dengan tombol. Sekitar tahun 1300an, pada masa pemerintahan raja [[Hayam Wuruk]], terjadi perubahan secara drastis dengan penggantian penggunaan uang koin emas dan perak menjadi koin impor tembaga China tunai. Penemuan koin tembaga China Kuno sebanyak 10,388 keping oleh seorang warga di [[Kabupaten Sidoarjo]] dengan berat mencapai 800kg pada bulan November 2008 yang diteliti oleh Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Indonesia (BP3I) Jawa Timur menyatkan bahwa koin-koin tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.<ref>{{citeCite webnews|url=http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/24/17571290/uang.kuno.temuan.rohimin.peninggalan.majapahit.|title=Uang Kuno Temuan Rohimin Peninggalan Majapahit|date=November 2008|work=[[Kompas.com]]}}</ref> Meski perubahan alat transaksi ini tidak pernah dijelaskan diberita manapun, terdapat anggapan bahwa seiring dengan makin kompleksnya perkembangan ekonomi di Pulau Jawa dan keinginan untuk memiliki [[mata uang]] dengan sistem yang jauh lebih kecil dan cocok untuk digunakan sehari-hari dalam transaksi pasar, maka digantikanlah alat transaksi emas dan perak menjadi tembaga.<ref name="miksic">{{Cite book|title=Ancient History|publisher=Archipelago Press / Editions Didier Millet|year=1999|isbn=9813018267|series=Indonesian Heritage Series|volume=Vol 1|editor=John Miksic}}</ref><sup>(h107)</sup><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"><div class="bounce1"></div><div class="bounce2"></div><div class="bounce3"></div></div></div><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"></div></div>Terdapat beberapa catatan mengenai perekonomian yang diambil dari prasasti dan data. Prasasti Canggu pada tahun 1358 menyebutkan terdapat sebanyak 78 lalu lintas penyeberangan laut antar pulau di dalam negeri nusantara.<sup>(h107)</sup><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"><div class="bounce1"></div><div class="bounce2"></div><div class="bounce3"></div></div></div><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"></div></div>Keberhasilan Majapahit berkembang hingga menjadi salah satu kerajaan yang makmur dan sejahtera karena dua faktor utama. Pertama, dataran rendah Pulau Jawa yang terletak di Timur Laut cocok untuk dijadikan lahan pertanian konsumsi seperti padi dan [[Pengolahan tanah|budidaya]] berbagai tanaman konsumsi dan komoditas yang mampu menjadi pendapatan utama kerajaan, dan terdapat proyek-proyek irigasi yang secara signifikan berpengaruh pada pertumbuhan permintaan tanaman komoditas tersebut. Kedua, pelabuhan-pelabuhan di pantai utara secara aktif dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk memasarkan dan memperdagangkan komoditas hasil tani dan bumi yang dipanen mungkin, serta jaringan transportasi laut yang frekuensinya banyak dan terjangkau disemua daerah nusantara memungkinkan majapahit untuk memperluas wilayah kekuasannya dengan mudah yang diikuti dengan kemudahan akses untuk mendapatkan rempah-rempah dari [[Kepulauan Maluku]] yang melewati Jawa menjadi sumber pendapatan penting bagi Majapahit.<sup>(h107)</sup><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"><div class="bounce1"></div><div class="bounce2"></div><div class="bounce3"></div></div></div><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"></div></div> Dalam [[Kakawin Nagarakretagama]], Majapahit yang terkenal menarik para pedagang asing dari jauh seperti dari India, [[Khmer]], [[Siam]], dan China untuk berdagang di Majapahit. Sementara di periode selanjutnya, dalam berita China yang berjudul ''Yingyai Shenglan'' disebutkan bahwa sebagian besar dari pedagang China dan pedagang-pedagang Muslim dari barat (tepatnya Arab dan India, sebagian besar dari kerajaan Muslim di [[Sumatra]] dan Semenanjung malaya) menetap di kota-kota pelabuhan Majapahit, seperti Tuban, [[Kabupaten Gresik|Gresik]] dan Hujung Galuh ([[Kota Surabaya|Surabaya]]). Pajak dikenakan terhadap beberapa orang asing, seperti mereka yang membuka usaha dan melakukan kegiatan perdagangan luar negeri. Kerajaan Majapahit memiliki hubungan diplomatik dan perdagangan dengan China [[dinasti Ming]], [[Vietnam|Annam]] dan [[Kerajaan Champa|Champa]], [[Kamboja]], Siam [[Kerajaan Ayutthaya|Ayutthayan]], Burma [[Mottama|Martaban]] dan India selatan ([[Kemaharajaan Wijayanagara|Wijayanagara]]).
 
== Jaringan perdagangan Islam ==
[[Berkas:Jewel_of_Muscat,_Maritime_Experiential_Museum_&_Aquarium,_Singapore_-_20120102-02.jpg|kiri|jmpl|Rekayasa Kapal Jung yagyang tenggelam di [[Bangkai kapal Belitung|Belitung]] yang disusun sesuai dengan aslinya pada abad ke-9.]]
 
Pedagang [[Muslim]] telah menyebarkan agama [[Islam]] di sepanjang rute perdagangan yang menghubungkan [[Dunia Muslim|Dunia Islam]] yang membentang dari [[Mediterania]], [[Timur Tengah]], India, Kepulauan di Asia Tenggara dan China. Para pedagang Muslim dari jazirah Arab dan teluk berlayar melintasi nusantara dalam perjalanan mereka ke menuju China, sejak perjalanan perdananya pada abad ke-9 yang dibuktikan melalui penemuan [[Bangkai kapal Belitung]] yang berisi muatan dari Cina di lepas pantai [[Pulau Belitung]]. Kehadiran para pedagang Muslim menjadi salah satu penguat pengaruh berdirinya Kerajaan Islam di nusantara yang bertepatan dengan jatuhnya kerajaan Hindu-Buddha. Pada abad ke-13, Islam telah memiliki pijakan di Indonesia melalui berbagai kerajaan bernuansa Islam seperti [[Kesultanan Samudera Pasai]] di [[Aceh]] dan [[Kesultanan Ternate]] di Kepulauan Maluku. Maluku yang merupakan daerah penghasil rempah-rempah mendapatkan namanya dari bahasa arab "Jazirat al Muluk" yang berarti "kepulauan para raja".
Baris 34:
 
== Perdagangan komoditas rempah-rempah oleh eropa ==
[[Berkas:Myristica fragrans - Köhler–s Medizinal-Pflanzen-097.jpg|jmpl|[[palaPala]] adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari[[Kepulauan Banda|Pulau Banda]].]]
Sejak [[kejatuhan Konstantinopel]] terjadi, muncul kekhawatiran dikalangan kerajaan di seantero Eropa untuk mendapatkan rempah-rempah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menghadapi musim dingin. Maka, kerajaan di seluruh Eropa saat itu memutuskan untuk membentuk tim ekspedisi di masing-masing kerajaan untuk berlomba-lomba mendapatkan sumber dari rempah-rempah tersebut. [[Portugal|Portugis]] merupakan bangsa Eropa pertama yang mencapai Indonesia, pencarian mereka tersebut tidak hanya untuk memonopoli sumber utama yang kelak menjadi pendapatan yang menguntungkan bagi kerajaan mereka, tetap mereka juga secara pesat membangun [[Gereja Katolik Roma]] sebagai basis misionaris, pos perdagangan dan benteng militer dan barak senjata. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari penaklukan [[Malaka Portugis|Malaka]] pada tahun 1512, armada Portugis mulai menjelajah lebih dalam kepulauan Indonesia, untuk dan berusaha untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga.<ref name="RICKLEFSp24">{{cite book |last=Ricklefs |first=M.C|title=A History of Modern Indonesia Since c.1300, second edition |publisher=MacMillan |year=1993 |location=London |pages=22–24 |url= |isbn= 0-333-57689-6}}</ref> Kemudian, kehadiran portugis di Indonesia berkurang setelah [[Pulau Solor|Solor]], [[Pulau Flores|Flores]] dan [[Pulau Timor|Timor]] (lihat [[Timor Portugis|Timor portugis]]) di Nusa Tenggara barat, jatuh ke tangan pribumi Ternate dan mengalahkan Belanda.<ref name="MILLER_XV">{{cite book | last =Miller | first =George (ed.) | authorlink = | coauthors = | title =To The Spice Islands and Beyond: Travels in Eastern Indonesia | publisher =Oxford University Press | year =1996 | location =New York| pages =xv | url = | doi = | isbn = 967-65-3099-9 }}</ref>
Baris 45:
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Arbeiders_poseren_bij_een_in_aanbouw_zijnde_spoorwegtunnel_in_de_bergen_TMnr_60047638.jpg|kiri|jmpl|Pekerja berpose di lokasi konstruksi terowongan kereta api di pegunungan, 1910.]]
 
[[Hindia Belanda]] dibentuk dari hasil kolonialisasi [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] (VOC) yang dibubarkan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1800 karena berbagai permasalahan yang membebani perusahaan. Meskipun ekonomi Belanda meningkat kembali melalui sistem pajak tanah, perimbangan anggaran pemerintah telah terbebani dengan luar biasa atas pengeluaran-pengeluaran seperti [[Perang Diponegoro]] di Jawa dan [[Perang Padri]] di Sumatra, serta perang melawan Belgia pada tahun 1830 membawa Belanda ke jurang kebangkrutan. Pada tahun 1830, [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal]], [[Johannes van den Bosch]] ditunjuk oleh pemerintah Belanda untuk mengisi kembali anggaran negara yang kosong akibat berbagai pengeluaran luar biasa dengan mengeksploitasi sumber daya alam Hindia Belanda. Melalui cara ini, Belanda mampu menguasai seluruh wilayah di seluruh pulau Jawa untuk pertama kalinya pada tahun 1830, penguasaan Pulau Jawa oleh Belanda menjadi sangat strategis. Hal ini terjadi karena ditemukan cara yang lebih maksimal untuk menggenjot pendapatan dari sistem yang ada dengan memperkenalkan kebijakan pertanian dari pemerintah dengan sistem tanam paksa.<ref>Ricklefs (1991), p 119</ref> Disebut ''cultuurstelsel'' (sistem budidaya) di belanda dan ''tanam paksa'' (forced perkebunan) di Indonesia, petani diwajibkan untuk memberikan hasil tani yang dapat dijual sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagai bentuk pajak dengan jumlah tertentu, seperti gula atau kopi.<ref name="Taylor 2003, p. 240">Taylor (2003), p. 240</ref> Banyak dari pendapatan yang diinvestasikan kembali oleh Belanda untuk cadangan anggaran dari antisipasi kebangkrutan.<ref name="Taylor 2003, p. 240"/><ref name="LP_23-25">*{{Cite book| last =Witton | first =Patrick | title =Indonesia | url =https://archive.org/details/indonesia0000unse_i2g4 | publisher =Lonely Planet | year =2003 | location =Melbourne | pages =23–25[https://archive.org/details/indonesia0000unse_i2g4/page/23 23]–25| isbn=1-74059-154-2 }}</ref> Antara tahun 1830 dan 1870, pendapatan sebesar 1 miliar gulden diambil dari Indonesia, 25 persen pendapatan pertahun dibagikan kepada Pemerintah Belanda berupa dividen yang dimasukkan kedalam anggaran.<ref>[http://www.thejakartaglobe.com/opinion/indonesias-infrastructure-problems-a-legacy-from-dutch-colonialism/437111 The Jakarta Globe]</ref> Sistem ini menjadi salah satu bentuk kekejaman penjajahan Belanda terhadap petani yang menderita akibat pendapatan yang tidak layak yang berujung pada busung lapar dan wabah penyakit pada tahun 1840-an.<ref name="LP_23-25"/>
 
[[Berkas:1818_Pinkerton_Map_of_the_East_Indies_and_Southeast_Asia_(Singapore,_Borneo,_Java,_Sumatra,_Thailand_-_Geographicus_-_EastIndiaIslands-pinkerton-1818.jpg|ka|jmpl|300x300px|Peta Hindia belandaBbelanda pada tahun 1818]]
 
Munculnya banyak pemberitaan tentang menderitanya petani Hindia Belanda di Pulau Jawa terkait sistem tanam paksa atau budidaya yang diterapkan Belanda untuk mengisi kembali kas negara yang kosong akibat mengalami pengeluaran luar biasa mulai menuai kecaman dan penolakan dari masyarakat Belanda sendiri, karena kebijakan ini dinilai tidak manusiawi. Kebijakan ini lantas digantikan dengan reformasi agraria pada [[Periode Liberal (Hindia Belanda)|masa Liberal]] yang mengatur bahwa pengusaha non-Belanda ikut diperbolehkan untuk tidak hanya menyewa lahan, tetapi juga diperbolehkan memliki lahan. Sejak itu investasi swasta mengalir masuk ke Hindia Belanda seperti pertambangan dan perkebunan. Belitung yang menjadi rumah dari pertambangan timah mendapatkan investasi dari sindikasi pembiayaan dari sekelompok pengusaha belanda, termasuk adik dari Raja William III. Pertambangan dimulai pada tahun 1860. Pada tahun 1863 [[Jacob Nienhuys]] memperoleh konsesi dari [[Kesultanan Deli]] ([[Negara Sumatra Timur|Sumatra Timur]]) untuk menggunakan lahan yang ada untuk digunakan sebagai lahan perkebunan [[tembakau]].<ref>Dick, et al. (2002), p. 95</ref> Hindia belanda secara resmi membuka kesempatan bagi para perusahaan swasta dan Pengusaha Belanda menanamkan investasi pada lahan perkebunan dan pabrik pengolahan hasil tani. Produksi gula meningkat dua kali lipat antara tahun 1870 dan 1885; tanaman baru seperti teh dan kina berkembang, dan karet diperkenalkan, yang mengarah ke peningkatan keuntungan secara dramatis bagi pra pengusaha swasta. Portofolio investasi perusahaan swasta tidak hanya berhenti pada pertanian dan perkebunan, tetapi merambah hingga eksplorasi dan produksi minyak di Sumatra dan [[Kalimantan]] menjadi sumber daya berharga bagi Belanda yang menjadi negara salah satu negara Eropa yang berpengaruh dalam hal industrialisasi. Komersialisasi kegaitan perdagangan diperluas dari Jawa ke luar pulau dengan semakin banyak wilayah yang berada dibawah kekuasaan Belanda hingga paruh kedua abad ke-19. Namun, akibat kelangkaan lahan untuk produksi beras, bersamaan dengan terjadinya peningkatan populasi, terutama di Jawa, mengakibatkan beras sulit untuk didapat.
Baris 79:
* Digalakkannya Program Pinjaman Nasional yang dipimpin oleh [[Menteri Keuangan Indonesia]], Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan [[Juli]] [[1946]] untuk digunakan sebagai pengisi Anggaran Negara untuk dijadikan modal Pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana serta modal mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan nasional.
* Melakukan pelanggaran blokade laut Belanda untuk mengamankan bantuan luar negeri berupa beras dari [[India]] seberat 500.000 ton dan mengadakan kontrak dengan perusahaan pelayaran swasta [[Amerika Serikat]] untuk membawa hasil bumi Indonesia untuk diekspor ke negara lain.
* Konferensi ekonomi nasional yang dilaksanakan pada bulan [[Februari]] [[1946]] dengan tujuan untuk mendiskusikan permasalahan ekonomi yang dihadapi serta merumuskan solusinya dengan menghasilkan kesepakatan seputar masalah produksi dan [[distribusi makanan]], masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan.
* Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) [[1948]] yaitu mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
* Pembentukan Badan Perancang Ekonomi pada tanggal [[19 Januari]] [[1947]] yang dipimpin oleh Menteri Persediaan Makanan Rakyat, [[IJ Kasimo]] untuk memberi rekomendasi dan saran terkait kebijakan pemerintah dalam mengelola dan membangun ekonomi Indonesia. Dibawah kepemimpinannya, BPE menghasilkan rencana 5 tahunan yang bernama ''Kasimo Plan'' yang bertujuan untuk mengembangkan dan membangun industri pangan Indonesia melalui langkah:
Baris 91:
 
==== Sistem Ekonomi Gerakan Benteng ====
[[Program Benteng|Sistem Ekonomi Gerakan Benteng]] merupakan program pemerintah Republik Indonesia untuk mendorong transisi ekonomi Indonesia dari berbasis pertanian menjadi berbasis industri. Program yang digagas oleh [[Sumitro Djojohadikusumo]] yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri serta Perdagangan Indonesia bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi nasional dari berbasis kolonial menjadi ekonomi pembangunan. Program ini mengakomodasi kegiatan seperti:
* Menumbuhkan dan mengembangkan minat kewirausahaan dikalangan masyarakat bangsa Indonesia untuk tidak bergantung kepada instansi pemerintahan atau menggantungkan ekonomi pada pendapatan dari pekerjaan belaka.
* Memberikan edukasi dan kesempatan kepada wirausahawan nasional untuk mendapatkan akses keuangan yang terjangkau dan pendidikan pengelolaan finansial usaha untuk mengembangkan usahanya yang sekaligus berkontribusi bagi pembangunan ekonomi Indonesia dengan bentuk penyerapan tenaga kerja, produktivitas usaha yang efektif dan peningakatn nilai tambah usaha terhadap produk domestik bruto nasional.
Baris 151:
==== Devaluasi Rupiah ====
Kebijakan devaluasi rupiah diambil pada tanggal [[25 Agustus]] [[1959]] oleh Pemerintah Indonesia setelah melewati berbagai kajian dan diskusi secara intensif dengan Bank Sentral dan Kementerian terkait untuk menyelesaikan masalah inflasi yang perkembangannya tidak terkendali. Kebijakan yang akan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat ini berdampak pada:
* Nilai uang berdenominasi Rp 5.00500,00 menjadi Rp 50,00
* Nilai uang berdenominasi Rp 1.000,00 menjadi Rp 100,00
* Pembekuan rekening tabungan yang bernilai Rp 25.000,00 keatas
Baris 175:
PDB per kapita tumbuh 545% dari tahun 1970 sampai tahun 1980 sebagai hasil dari peningkatan mendadak dalam pendapatan ekspor minyak dari tahun 1973 hingga 1979.
 
Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi dari 1987-1997 menutupi jumlah kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Pertumbuhan yang datang dengan biaya tinggi dalam hal yang lemah dan korup, lembaga publik yang parah hutang melalui salah urus sektor keuangan, menipisnya sumber daya alam Indonesia, dan budaya nikmat dan korupsi di elit bisnis. Korupsi terutama mendapatkan momentum pada tahun 1990-an, mencapai tingkat tertinggi dari hirarkihierarki politik seperti [[Soeharto]] menjadi yang paling korup pemimpin menurut [[Transparency International]]'s pemimpin yang korup daftar. Sebagai hasilnya, sistem hukum sangat lemah, dan tidak ada cara yang efektif untuk menegakkan kontrak, menagih hutang, atau menuntut atas [[kebangkrutan]]. Praktek perbankan yang sangat canggih, dengan agunan pinjaman berbasis norma dan meluasnya pelanggaran peraturan kehati-hatian, termasuk batas terhubung pinjaman. Hambatan Non-tarif, rent-seeking oleh perusahaan milik negara subsidi domestik hambatan ke perdagangan domestik dan ekspor pembatasan semua menciptakan distorsi ekonomi.
 
==== Krisis Keuangan Asia ====
Baris 197:
* [[Sejarah Indonesia]]
* [[Ekonomi Indonesia|Perekonomian Indonesia]]
* [[Sejarah mata uang rupiah]]
 
== Catatan ==
{{reflist|2}}