Tun Sri Lanang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k ibukota → ibu kota
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(7 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Tun Sri Lanang''' memiliki nama lengkap '''Tun Muhammad''' (lahir di [[Johor|Selayut Batu Sawar]], pada tahun 1565) adalah [[Ulèëbalang|Uleebalang]] pertama [[Samalanga, Bireuen|Samalanga]] yang juga merupakan seorang [[sastrawan]] Melayu. yang berasal dari negeri seberang [[Semenanjung Malaya]] (Sekarang [[Malaysia]]) pada abad ke 16 atau sekitar tahun 1613 yang di gelar dengan Datok Bendahara ([[Perdana menteri|Perdana Menteri]]) [[Kesultanan Johor|Negeri Johor]] yang dibawa ke [[Kesultanan Aceh|Aceh]] setelah Johor berhasil ditaklukkan oleh [[Sultan Iskandar Muda]] (1607-1636) bersama 2 ribu penduduk semenanjung lainnya, hampir semua penduduk di negeri Johor beserta petinggi lainya bermigrasi ke Aceh, diantaranya adalah Raja Husein ([[Iskandar Tsani dari Aceh|Iskandar Thani]]), Puteri Pahang atau nama aslinya Puteri Kamaliah (Putroe Phang) orang Aceh menyebutnya. Tun Sri Lanang dikenal sebagai penyunting dan penyusun [[Sulalatus Salatin]].<ref>{{Cite web|last=dwifajariyanto|date=2014-02-02|title=INDONESIA - MALAYSIA ABAD KE - 16 DALAM SEJARAH DUA BANGSA (TUN SRI LANANG RAJA SAMALANGA)|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/352/|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Banda Aceh|language=en-US|access-date=2020-11-12}}</ref><ref>{{Cite web|title=Tun Sri Lanang, Raja Pertama Samalanga dan Kisah yang Terkubur Tiga Abad|url=http://www.statusaceh.net/2017/01/tun-sri-lanang-raja-pertama-samalanga.html|website=SA|access-date=2020-11-12}}</ref>
{{refimprove}}{{Gaya penulisan}}
'''Tun Sri Lanang''' merupakan seorang [[sastrawan]] Melayu. Ia dikenal sebagai penyunting dan penyusun [[Sulalatus Salatin]].
 
== Latar belakang ==
Tun Sri Lanang merupakan gelaran, dan nama sebenarnya adalah Tun Muhammad, pada waktu penyusunan ''Sulalatus Salatin'' ia telah berkedudukan sebagai ''[[Bendahara]]''/''[[Perdana Mentri]]'' (dalam istilah indonesia) pada [[Kesultanan Johor]].<ref>Samad, A. A., (1979), ''Sulalatus Salatin'', Dewan Bahasa dan Pustaka.</ref>
Datok Bendahara (Perdana Menteri) Tun Sri Lanang nama aslinya Tun Muhammad yang dilahirkan di Selayut Batu Sawar Johor lama pada tahun 1565, Tun Sri Lanang adalah Tun Muhammad (Datok Bendahara orang kaya sri paduka Tun Seberang) mempunyai sambungan silsilah sampai ke Mani Purindan sebagai berikut:<ref>{{Cite news|title=Misteri Tun Sri Lanang|url=https://aceh.tribunnews.com/2011/12/08/misteri-tun-sri-lanang|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id|access-date=2020-11-12|last=Bakri}}</ref>
 
Tun Sri Lanang bin Tun Genggang bin Tun Jenal bin Tun Mad Ali bin Tun Hasan bin Tun Mutahir bin Tun Ali Sari Nara Bin Mani Purindan
 
Di Negeri Johor Malaysia Tun Sri Lanang menikah dengan Tun Aminah binti Tun Kadut bin Seri Amar Bangsa Tun Ping bin Tun Hasan bin Tun Biajid Rupat bin Bendahara Seri Maharaja, dari pernikahannya dengan Tun Aminah mempunyai empat anak yaitu tiga orang laki-laki dan satu perempuan.
 
Yang laki-laki bernama :
 
1. Tun Anum (BSM)
 
2. Tun Mat Ali (BPM)
 
3. Tun Jenal dan (BS/BPR)
 
4. Tun Gembuk
 
== Hijrah ke Aceh ==
Setelah di Aceh Tun Sri Lanang menikah lagi dan mempunyai seorang anak bernama Tun Rembau bergelar Teuku Tjik Di Blang Panglima Perkasa32 Dalam sejarah melayu anak cucu Tun Seri Lanang kemudian menjadi para bangsawan di Malaysia, yaitu Sultan di Tringganu, Johor, Pahang dan Selangor. Pada tahun 1613 setelah peristiwa Batu Sawar Tun Sri Lanang hijrah ke Aceh Darussalam bersama keluarga Sultan Alauddin termasuk adiknya Raja Bungsu dan bersama mareka dibawa dua ribu penduduk Johor ke Aceh dan kemudian bermukim di Samalanga. Secara tradisional Jabatan penting dalam Kesultanan Melayu merupakan jabatan warisan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
 
Menurut satu riwayat setelah Tun Sri Lanang pindah ke Aceh dan putra tertua di Malaysia bernama Tun Anum diangkat menjadi Bendahara Johor berikutnya. kemudian Tun Anum ini diduga meninggal dunia bersama pembesar Johor lainnya akibat wabah penyakit pada tahun 1642 dan di makamkan di Makam Tauhid ( Makam Sayed)35. Setelah Tun Anum mangkat adiknya yang bernama Tun Jenal diangkat menjadi Bendahara dengan gelar Paduka Raja atau Bendahara Sekudai. Tun Jenal merupakan bendahara Johor yang berjasa melepaskan Malaka dari penjajah Portugis tahun 1641 Masehi. Peristiwa pelepasan malaka dari Portugis tercatat dalam hikayat Hang Tuah.
 
Keturunan Tun Jainal bergelar Bendahara Paduka Raja (BPR) alias Datuk Sekudai ini mempunyai seorang anak perempuan yang menikah dengan Said Zainal Abidin dari Aceh yang mempunyai seorang anak perempuan bernama Dato Maharaja Diraja. Dato Maharaja Diraja mempunyai dua orang putra yang bernama Sayid Jak’far alias Datuk Pasir Raja dan Habid Abdullah BSM.<ref>{{Cite web|last=dwifajariyanto|date=2013-12-11|title=RAJA SAMALANGA DALAM SEJARAH DUA BANGSA INDONESIA- MALAYSIA TUN SRI LANANG ABAD KE - 16|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/raja-samalanga-dalam-sejarah-dua-bangsa-indonesia-malaysia-tun-sri-lanang-abad-ke-16/|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Banda Aceh|language=en-US|access-date=2020-11-12}}</ref>
 
== Permata Melayu di Negeri [[Aceh]] ==
Kebesaran [[Kesultanan Malaka|Kesultanan Islam Malaka]] hancur setelah [[Portugis]] menaklukkannya tahun [[1511]]. Banyak pembesar kerajaan yang menyelamatkan diri ke kerajaan lainnya yang belum dijamah oleh [[Portugis]], seperti [[Kesultanan Pahang|Pahang]], [[Kesultanan Johor|Johor]], [[Pidie]], [[Kerajaan Aru|Aru]] (Pulau Kampai), [[Kesultanan Perlak|Perlak]], [[Daya]], [[Pattani]], [[Pasai]] dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]]. [[Portugis|Portugis-pun]] berusaha menaklukkan kerajaan Islam yang kecil ini dan tanpa perlawanan yang berarti.
 
=== Kesultanan Aceh ===
Perkembangan ini sangat menggundahkan [[Sultan Ali Mughayat Syah]] ([[1514]]-[[1530]]). Sultan berkeinginan untuk membebaskan negeri Islam di [[Sumatra]] dan Semenanjung Tanah Melayu dari cengkeraman [[Portugis]]. Keinginan Sultan ini didukung penuh oleh pembesar negeri Aceh dan dan para pencari suaka dari Melaka yang sekarang menetap di [[Bandar Aceh]]. Sultan memproklamirkan [[Kesultanan Aceh|Kerajaan Islam Aceh Darussalam]] pada tahun [[1521]], dengan visi utamanya menyatukan negeri kecil seperti Pedir, Daya, Pasai, Tamiang, Perlak dan Aru.
 
[[Ali Mughayat Syah dari Aceh|Sultan Alaidin Ali Mughayatsyah]] berprinsip "''Siapa kuat hidup, siapa lemah tenggelam''" oleh karenanya dalam pikiran Sultan untuk membangun negeri yang baru diproklamirkannya perlu penguatan di bidang politik luar negeri, militer yang tangguh ekonomi yang handal dan pengaturan hukum/ketatanegaraan yang teratur.<ref>baca HM Said, '''''Aceh Sepanjang Abad''''' halaman 102</ref> Dengan strategi inilah menurut pikiran Sultan, Kerajaan Islam Aceh Darussalam akan menjadi Negara yang akan diperhitungkan dalam percaturan politik global sesuai dengan masanya dan mampu mengusir Portugis dari negeri negeri Islam di [[Nusantara]] yang telah didudukinya.
 
Dasar pembangunan kerajaan Islam Aceh Darussalam yang digagaskan oleh Sultan Alaidin Ali Mughayatsyah dilanjutkan oleh penggantinya seperti Sultan Alaidin Riayatsyah Alqahhar, Alaidin Mansyursyah, Saidil Mukammil dan Iskandar Muda. Aliansi dengan negara-negara Islam di bentuk, baik yang ada di nusantara maupun di dunia internasional lainnya, misalnya [[Kesultanan Utsmaniyah|Turki]], India, Persia, Maroko. Pada zaman inilah Aceh mampu menempatkan diri dalam kelompok "lima besar Islam" Negara-Negara Islam di dunia. Hubungan diplomatik dengan negeri non-muslimpun dibina sepanjang tidak mengganggu dan tidak bertentangan dengan asas-asas kerajaan.<ref>baca A. Hasymi, '''''Kebudayaan Aceh dalam Sejarah''''', hlm 104,105,114,297</ref>
 
== Perseteruan Aceh dan Portugis ==
Perseteruan kerajaan Aceh dengan [[Portugis]] terus berlangsung sampai tahun [[1641]]. Akibatnya banyak anak negeri yang syahid baik itu di Aceh sendiri, Aru, [[Bintan]], [[Kedah]], Johor, Pahang dan [[Terengganu]]. Populasi penduduk Aceh menurun drastis. [[Sultan Iskandar Muda]] mengambil kebijakan baru dengan menggalakkan penduduk di daerah takluknya untuk berimigrasi ke Aceh inti, misalnya dari [[Sumatra Barat]], [[Kedah]], [[Pahang, Malaysia|Pahang]], [[Johor]] dan [[Melaka]], [[Perak, Malaysia|Perak]], [[Kesultanan Deli|Deli]].<br />
Perseteruan kerajaan Aceh dengan [[Portugis]] terus berlangsung sampai tahun [[1641]]. Akibatnya banyak anak negeri yang syahid baik itu di Aceh sendiri, Aru, [[Bintan]], [[Kedah]], Johor, Pahang dan [[Terengganu]]. Populasi penduduk Aceh menurun drastis. [[Sultan Iskandar Muda]] mengambil kebijakan baru dengan menggalakkan penduduk di daerah takluknya untuk berimigrasi ke Aceh inti, misalnya dari [[Sumatera Barat]], [[Kedah]], [[Pahang, Malaysia|Pahang]], [[Johor]] dan [[Melaka]], [[Perak, Malaysia|Perak]], [[Kesultanan Deli|Deli]].<br />W. Linehan, mengatakan "''the whole territory of Acheh was almost depopulated by war. The king endeavoured to repeople the country by his conquests. Having ravaged the kingdoms of Johore, Pahang, Kedah, Perak and Deli, he transported the inhabitants from those place to Acheh to the number of twenty-two thousand person''".<ref>W.LINEHAN, A History of Pahang, hlm 36</ref> Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan [[Sultan Iskandar Muda]] ([[1607]]-[[1636]]).
 
Pada tahun [[1613]], Iskandar Muda menghancurkan Batu Sawar, Johor seluruh penduduknya termasuk Sultan Alauddin Riayatshah III, adiknya Raja Abdullah, Raja Raden dan pembesar pembesar negeri Johor-Pahang seperti Raja Husein (Iskandar Thani), Putri Kamaliah (Protroe Phang), dan Bendaharanya (Perdana Menteri) Tun Muhammad, lebih dikenal dengan nama samarannya "Tun Sri Lanang" dipindahkan ke Aceh dan dijadikan raja pertama [[Samalanga, Bireuen|Samalanga]] (1615-1659). Tun Sri Lanang inilah yang akan penulis diskusikan pada hari ini didasarkan pada:
 
# Tiga Sultan kerajaan negeri di Malaysia yaitu [[Kesultanan Johor|Johor]], [[Pahang, Malaysia|Pahang]] dan [[Terengganu]] adalah keturunan Tun Sri Lanang.
Baris 23 ⟶ 44:
# Karya Tun Sri Lanang "Sulalatus Salatin" telah menjadi rujukan apabila ingin menuliskan Sejarah Melayu Modern.
# Sedikit sekali masyarakat Aceh yang pernah mendengar nama Tun Sri Lanang apalagi mempelajari kisah hidupnya padahal dia menghabiskan masa akhir hidupnya di Aceh dan menjadi Ampon syik pertama Samalanga serta dimakamkan di sebuah desa kecil lancok kecamatan Samalanga.
# Tun Sri Lanang ini bisa dijadikan perekat hubungan antara Aceh dengan Malaysia.<ref>{{Cite web|title=Seminar Ketokohan Tun Sri Lanang dalam Sejarah Dua Bangsa|url=https://www.kemenparekraf.go.id/post/seminar-ketokohan-tun-sri-lanang-dalam-sejarah-dua-bangsa|website=kemenpar.go.id|language=en|access-date=2020-11-12}}</ref>
 
=== Peristiwa Laut ===
Pemerintahan Kerajaan Islam Aceh Darussalam menerapkan pendekatan lunak maupun tegas untuk menjaga keutuhan wilayahnya, dari ancaman disintegrasi bangsa baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Strategi lunak yaitu "''politik meubisan''" dan "''rotasi pimpinan daerah taklukan Aceh''". Kalau jalan ini tidak berhasil Sultan akan mengerahkan angkatan perangnya menundukkan daerah taklukannya yang melawan terhadap kebijakan pusat.
 
Baris 46 ⟶ 67:
Iskandar Muda menobatkan Tun Seri Lanang menjadi raja pertama Samalanga. Sewaktu mareka pulang Tun Seri Lanang dibuang di tengah laut di kawasan laweung kejadian ini dikenal dalam masyarakat Samalanga Peristiwa Laut. Maharaja Lela Keujroeun Tjoereh (Laweung) menyelamatkannya dan bersama T. Nek Meuraksa Panglima Nyak Doom menghadap Baginda dan memberitahukan penemuan Tun Seri Lanang di Tengah Laut. Baginda Murka dan memerintahkan Maharaja Goerah bersama T. Nek Meuraksa Panglima Nyak Doom dan Maharaja Lela Keujroeun Tjoereh menemani Tun Seri Lanang ke Samalanga. Hakim Peut Misee dan 11 orang panitia persiapan keuleebalangan dihukum pancung oleh sultan.
 
Tun Sri Lanang menjadi uleebalang pertama Samalanga pada tahun 1615-1659 M dan mangkat di Lancok Samalanga. Pada masa pemerintahannya berhasil menjadikan Samalanga sebagai pusat pengembangan Islam di kawasan timur Aceh, dan tradisi ini terus berlanjut sampai dengan saat ini. Beberapa mesjid di sana di bangun pada zamannya seperti Mesjid Matang wakeuhWakeuh, tanjungan[[Tanjongan, Jangka, Bireuen|Tanjungan]].
 
Keturunan Tun Sri Lanang di Aceh Tun Rembau yang lebih dikenal dengan panggilan T. Tjik Di Blang Panglima Perkasa menurunkan keluarga Ampon Chik Samalanga sampai saat ini dan tetap memakai gelar Bendahara diakhir namanya seperti Mayjen T. Hamzah Bendahara. Sedangkan sebagian keturunannya kembali ke Johor dan menjadi bendahara (Perdana Menteri) di sana seperti Tun Abdul Majid yang menjadi Bendahara Johor, Pahang, Riau, Lingga (1688-1697). Keturunan Tun Abdul Majid inilah menjadi zuriat Sultan Trenggano[[Terengganu]], Pahang, Johor dan Negeri Selangor Darul Ihsan hingga sekarang ini.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Menelusuri_Tun_Sri_Lanang_Dalam_Lintasan.html?id=UMelUrIxQ-4C&redir_esc=y|title=Menelusuri Tun Sri Lanang Dalam Lintasan Sejarah Acceh|publisher=Dien Madjid|language=id}}</ref>
 
== Berpisah haluan ==
Baris 55 ⟶ 76:
Hubungan bendahara dengan Sultan disemenanjung pada abad 17 dan 18 sempat tidak harmonis karena beda haluan politik antara Sultan dengan Bendahara dalam hal menyikapi masalah Aceh. Tun Seri Lanang lebih memihak ke kesultanan Aceh dalam hal menghadapi portugis. Dalam kacamata Tun Sri Lanang memerangi Portugis adalah jihad Islami, dan wajib bagi setiap individu muslim memeranginya yang telah menduduki pemerintahan negeri negeri Melayu dan setuju dengan pendapat Sultan Aceh untuk menyerang mana mana negeri Melayu yang bersubhat dengan Portugis. Sedangkan Sultan Johor lebih memilih bekerjasama dengan Portugis, walaupun Kesultanan Aceh telah mengingatkan agar kerajaan melayu islam di nusantara ini bersatu melawan musuh agama mareka.
 
Sultan Alaudin Riayat Shah III setelah dibebaskan oleh Sultan Iskandar Muda dan adiknya Abdullah dikawinkan dengan adik Sultan Iskandar Muda kembali ke Johor. Kemudian berkhianat dan akhirnya dibunuh oleh Sultan Aceh. Sedangkan bendaharanya Tun Seri Lanang memilih tetap tinggal dan meninggal di Aceh dan ini diakui oleh R.O. Winstedt.<ref>A History of Johore (1365-1895), hlm 33-35</ref> Hanya saja penulis barat lebih banyak menjelekkan Aceh dalam hal perseteruan antara Kerajaan Aceh Darussalam dengan Kerajaan Melayu di Semenanjung. Contohnya Winstedt mengatakan "''Tun Sri Lanang of the 'Malay Annals' was a prisoner with the Sultan at Pasai (pen Samalanga) and records in the introduction to that work that his master died at Acheh''". Bahkan W. Linehan dalam bukunya the History of Pahang hal 35-37 lebih memojokkan Aceh lagi bahkan menuduh Sultan Aceh telah melakukan tindakan barbarous policy terhadap tawanannya.<ref>{{Cite news|last=Administrator|date=2012-02-06|title=Jejak Sang Bendahara|url=https://majalah.tempo.co/read/intermezzo/138836/jejak-sang-bendahara|work=[[Tempo.co]]|language=id|access-date=2020-11-12}}</ref>
 
Cuplikan pendapat di atas adalah bagian propaganda orientalis untuk mendiskreditkan Kerajaan Islam Aceh Darussalam dimata masyarakat negeri negeri Melayu di Semenanjung. Akibatnya keturunan Tun Sri Lanang diasingkan sampai 60 tahun di sana. Posisi Bendahara diambil alih oleh Laksamana Tun Abdul Jamil dan keturunannya. Baru pada tahun 1688 M posisi bendahara dikembalikan kepada Tun Abdul Majid cucu Tun Sri Lanang melalui anaknya Tun Mat Ali.
Baris 136 ⟶ 157:
"Kata Bendahara Paduka Raja yang mengarang kitab misrat Sulalatus Salatin, ia mendengar daripada bapanya, ia mendengar daripada neneknya dan datuknya, tatkala pada hijrat al Nabi salla 'llahu 'alaihi wa sallama seribu dua puluh esa, pada bulan Rabiul awal pada hari Ahad, ia mengarang hikayat pada menyatakan segala raja raja yang kerajaan di negeri Melaka, Johor, Pahang, dan menyatakan bangsa, dan salasilah mereka itu daripada Sultan Iskandar Zulkarnain_"
 
Pendapat ini lebih menyakinkan penulis apalagi Hj Buyong Adil, dalam bukunya Sejarah Johor menyatakan Tun Sri Lanang selalu berguru pada ulama ulama terkenal di Aceh, seperti Nurdin Arraniri, Tun Acheh, Tun Burhat, Hamzah Fansuri, Syeikh Syamsuddin Assumatrani. Dalam hal ini Syech Nurdin Arraniri tentu kenal baik dengan Tun Sri lanang. Wallahu a'lam.<ref>{{Cite web|title=Tun Sri Lanang sebagai Raja Samalanga I|url=http://www.khazanahbendaharaserimaharaja.com/tun-sri-lanang-sebagai-raja-samalanga-i.html|website=Khazanah Bendahara Seri Maharaja|language=en|access-date=2020-11-12}}</ref>
 
== Referensi ==
Baris 142 ⟶ 163:
 
== Pranala luar ==
* [https://archives.portalsatu.com/penghargaan-dari-pahang-untuk-penulis-aceh/ Pocut Haslinda Syahrul, ''Tun Seri Lanang dan Terungkapnya Akar Sejarah Melayu'']{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
{{Authority control}}
 
{{DEFAULTSORT:Lanang, Tun Sri}}
Baris 148 ⟶ 170:
[[Kategori:Kesultanan Johor]]
[[Kategori:Kesultanan Aceh]]
[[Kategori:Tokoh dari Johor]]
[[Kategori:Tokoh Melayu Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Melayu Malaysia]]
[[Kategori:Tokoh Melayu]]