Beno Soematenojo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(6 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{nofootnote}}
[[Berkas:Beno Soematenojo (1).jpg|jmpl|230x230px|Beno Soematenojo.]]
'''Beno Soematenojo''' ( lahir di [[Kota Salatiga]] pada 1915 -dan dimakamkan di Makam Ngemplak Salatiga setelah meninggal pada 31 Mei 1971) adalah salah satu pahlawan yang berasal dari Salatiga yang telah mengisi kemerdekaan Republik Indonesia. Dahulu dia merupakan tahanan politik yang dibuang ke Digul [[Irian]] dan berhasil pulang dalam keadaan masih hidup.
 
== Riwayat Hidup ==
Baris 9 ⟶ 10:
=== Riwayat perjuangan ===
[[Berkas:Beno Soematenojo (2).jpg|jmpl|230x230px|Beno Soematenojo saat muda.]]
Beno pernah menyamar sebagai tukang potong rambut keliling dalam melaksanakan tugas sebagai kurir bagi [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta]], dan [[Sutan Syahrir]], yang dikelompokkan oleh Pemerintah [[Hindia Belanda]] sebagai garis kekuatan nasionalis, radikal, dan ekstrim. Tanggal [[1 Agustus]] [[1933]], Soekarno ditangkap dan dibuang ke [[Kabupaten Ende|Ende, Flores]] dengan tujuan supaya terpisah dari Hatta dan Syahrir. Penangkapan berikutnya dilakukan tanggal [[25 Februari]] [[1934]] kepada Hatta, Syahrir, Murtuwo, Burhanudin, Bondan, dan Beno. Mereka dibuang dan diasingkan ke Digul Irian Selatan. Tempat penahanan Beno dipisahkan dengan Hatta dan Syahrir. Dia dikelompokkan dengan Murtowo, Burhanudin, Bondan di Tanah Tinggi. Dia bertemu dengan [[Sayuti Melik]] dari [[Semarang]], Abdulrachman dan Tobing dari Salatiga, Marlan dari [[Yogya]], Kartopandoyo dan Sastrowiyono dari [[Solo]], Broto dari Semarang, serta Elias Yacoub dari [[SumatraSumatera Barat]], yang sejak pada tahun [[1926]] sudah menghuni di Digul.
 
Gubernur Jendral Hindia Belanda [[Andries Cornelies Dirk de Graeff]] bertugas untuk menciptakan ketenangan dan ketentraman dalam menghadapi gerakan sosial politik yang menuntut kemerdekaan. Agitasi yang dilakukan oleh kaum pergerakan harus diahadapi dengan ancaman penjara atau pembuangan. Tindakan pemerintah penjajahan ini menganggap bahwa kaumpergerakan menyerang misi penjajahan. Bagi mereka yang sebagai kaum pergerakan, mengasingkan atau pembuangan merupakan keharusan. Kaum pergerakan mempunyai pengaruh yang besar di bidang politik penjajahan. Untuk keperluan tersebut, pemerintah Hindia Belanda menyediakan tanah Digul sebagai filter gerakan radikalisme di Hindia Belanda. Tanah Digul sendiri merupakan wilayah Afdeling Amboina Gubernemen [[Maluku]], setelah Irian dikuasai oleh Belanda pada tahun [[1828]].
Baris 31 ⟶ 32:
Namun, diantara teman-temannya yang kembali ke Salatiga tidak semuanya meneruskan perjuangan dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan. Pada umumnya memeilih berkumpul dengan keluarga masing-masing sesuai dengan bidang masing-masing. Di antara 7 orang yang berasal dari Salatiga yang meneruskan perjuangan kemerdekaan dalam pergerakan politik hanyalah Beno yang masih membujang. Dendam kesumat kepada Belanda justru makin menyala-nyala, karena ketika pulang ke Salatiga mendapat rumah orang tuanya di Jalan Kalitaman No. 4 Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Telah hancur dibakar tentara Belanda, karena mencari Beno tidak ditemukan.
 
Kedatangan bekas tahanan politik/Digulis dari Australia ternyata membuat kekhawatiran Belanda dan [[Inggris]] yang masih berusaha menguasai Indonesia kembali. Oleh karena itu kita mengadakan seleksi lagi terhadap para tahanan tertentu dicurigai memiliki jaringan dengan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ternyata Beno termasuk salah satu dari 40 orang yang dicurigai dan harus masuk tahanan lagi di Cipinang Jakarta, sedangkan 19 lainnya dikembalikan ke Kupang [[Nusa Tenggara Timur]]. Dari penjara Cipinang Beno berhasil mendapatkan informasi tentang berbagai hal antara lain: tentang proklamasi kemerdekaan, status Bung Karno, Bung Hatta dan Sutan Syahrir serta keadaan sahabat-sahabatnya seperti [[Adam Malik]], [[Soekarni]], [[Wikana]], [[Chaerul Saleh]], Sayuti Melik serta sahabat karib yang berasal dari SumatraSumatera Barat yaitu Jamaludin Tamin. Tidak kalah mengejutkan hatinya ialah bahwa Belanda dengan bantuan Inggris kembali ingin menguasai Republik Indonesia yang Merdeka. Di mana-mana terjadi peperangan yang memakan korban rakyat yang tidak berdosa.
 
Ketika Beno dibebaskan dari penjara segera pulang ke Salatiga karena ingin sekali bertemu dengan orang tua serta saudara-saudaranya. Namun, betawa kecewa dan terkejut, dia mendapati tempat tinggal orang tuanya di Jalan Kalitaman No. 4, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah tinggal puing-puing. Informasi yang diberikan oleh tetangga-tetangganya bahwa rumah orang tuanya dibakar oleh Belanda ketika mencari Beno/bekas Digulis tidak ditemukan dan keluarganya mengungsi ke [[Tuntang, Semarang|Tuntang]]. Atas saran orang tua dan saudara-saudaranya dan demi keselamatan jiwanya, Beno kembali ke Jakarta dan bergabung dengan teman-teman lama dalam Persatuan Perjuangan yang dipelopori oleh [[Tan Malaka]]. Selama di Jakarta dia diberi tempat tinggal oleh Adam Malik untuk menjaga rumah di Jalan Tarakan, [[Cideng, Gambir, Jakarta Pusat|Desa Cideng, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta]]. Sambil membantu pekerjaan organisasi.
Baris 37 ⟶ 38:
Pada tahun [[1950]] setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dia diminta segera kembali ke Salatiga untuk dinikahkan dengan gadis Tuntang yang masih saudara dekat bernama Kamsinah (putri ke empat dari keluarga Somapawiro. Hasil perkawinannya ini, beno dikaruniai tujuh putra putri, 16 orang cucu, dan empat orang buyut.
 
=== Pendiri Partai Murba cabang Salatiga       ===
Meskipun sudah berumah tangga, Beno Somatenoyo masih mondar mandir Salatiga – Jakarta dengan alasan mudah mencari nafkah dan ingin membangun kembali rumah orang tuanya di Jalan Kalitaman No. 4, [[Salatiga, Sidorejo, Salatiga|Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga]], Provinsi Jawa Tengah. Sahabat-sahabatnya di Jakarta utamanya [[Adam Malik]] dan Jamaludin Tamin telah menyiapkan tempat tinggal untuk keluarganya, tetapi selalu ditolak dengan alasan bahwa hidup di Salatiga lebih nyaman dibandingkan di Jakarta. Akhirnya Beno Somatenoyo memutuskan mnetap di Salatiga dan hidup berwiraswasta. Beberapa kali dia dibantu modal oleh [[Adam Malik]] cs, dan tidak mau menerima tawaran pekerjaan tetap di Jakarta.
 
Baris 58 ⟶ 59:
Beno juga diketahui memiliki kedekatan dengan Hatta karena ditempatkan di blok pengasingan yang sama di Digul tahun 1934. Hampir setiap hari dia melayani kebutuhan Hatta, termasuk mengirim surat ke kantor pos maupun menyiapkan bahan bacaannya. Hubungan dekatnya dengan Hatta terus berlangsung ketika dia ditugasi sebagai kurir surat-menyurat antara Soekarno dan Hatta ketika berlangsung [[Agresi Militer Belanda I]] dan [[Agresi Militer Belanda II]]. Dia tertangkap kembali oleh pemerintah Belanda dan dipenjarakan ketika penyamarannya sebagai tukang cukur diketahui.
 
Tokoh lain yang bersama dirinya di Digul adalah Sutan Syahrir. Menurutnya, Syahrir kurang senang bergaul dengan sesama tahanan lain dan hanya mau berkumpul ketika bermain bola. Syahrir berada di Digul hanya satu tahun karena segera dipindahkan ke [[Banda Neira]] bersama Hatta.
 
=== Gugurnya Yos Soedarso ===
Baris 78 ⟶ 79:
Perjuangan Beno yang dilakukan sejak muda pada masa pergerakan kemerdekaan bangsa berakhir pada 31 Mei 1971. Sebelum meninggal dunia, kesehatannya semakin menurun dan sering sakit. Dia sempat berpesan kepada keluarganya agar dirinya tidak dimakamkan di Makam Taman Pahlawan dengan alasan agar keluarganya dapat mengunjunginya setiap saat.
 
Dia akhirnya dimakamkan di Makam Umum Karangduwet Dukuh Salatiga dengan upacara kemiliteran. Berkat jasa-jasanya terhadap negara dalam memperjuangkan kemerdekaan, dia ditetapkan sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan melalui [[Menteri Sosial Republik Indonesia]] dengan SK. Nomor Pol. 286/590/PK tertanggal [[17 Agustus]] [[1976]].
 
== Lihat pula ==