Dewan Banteng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(28 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[File:Let. Kol. Ahmad Husein.jpg|jmpl|Letnan Kolonel [[Ahmad Husein]]]]
'''Dewan Banteng''' adalah suatu dewan yang dibentuk oleh beberapa orang tokoh yang berasal dari [[Sumatera Tengah]].
'''Dewan Banteng''' adalah suatu dewan yang dibentuk oleh beberapa orang tokoh militer mantan pimpinan dan anggota [[Komando Divisi IX Banteng]] yang telah dibubarkan beserta tokoh sipil yang berasal dari [[Sumatra Tengah]]. Dewan ini diprakarsai oleh [[Kolonel]] [[Ismail Lengah]] (mantan Panglima Divisi IX Banteng) dan dibentuk pada tanggal 20 Desember 1956 yangdengan diketuai olehketua [[Letnan Kolonel]] [[Ahmad Husein]]. Tujuan dari pembentukan Dewan Banteng adalah untuk membangunpembangunan daerah, yang dianggap tertinggal dibanding pembangunan di [[pulau Jawa]].
 
=== Sejarah Dewan Banteng ===
Dewan Banteng diprakarsai oleh [[Kolonel]] [[Ismail Lengah]] dan dibentuk pada tanggal 20 Desember 1956 yang diketuai oleh [[Letnan Kolonel]] [[Ahmad Husein]]. Tujuan dari pembentukan Dewan Banteng adalah untuk membangun daerah, yang dianggap tertinggal dibanding pembangunan di [[pulau Jawa]].
:'''''=== Ketidakpuasan Daerah '''''===
Sejumlah Perwiraperwira Aktifaktif dan Perwiraperwira Pensiunanpensiunan mantan anggota [[Divisi IX Banteng]] di SumateraSumatra Tengah menggagas pembentukan Dewan Banteng di [[Jakarta]] pada 21 September 1956. Gagasan itu didorong oleh kenyataan yang mereka lihat bahwa setelah kemerdekaan nasib para prajurit sangat mengenaskan, padahal mereka itu dulunya adalah para pejuang yang bertaruh nyawa ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan dipada tahun 1945 - 1950. Begitupun kondisi masyarakat pada umumnya yang jauh dari sejahtera. Kondisi yang ada di daerah mereka pandang jauh berbeda dibanding pembangunan di pulau Jawa, padahal sumber devisa terbanyak berasal dari daerah.
=== Pengurus Dewan Banteng ===
* Ketua : Letnan Kolonel Ahmad Husein (Komandan Resimen Infanteri 4)
* Sekretaris Jenderal : Mayor (Purn) Suleman (Kepala Biro Rekonstruksi Nasional Sumatera Tengah)
 
Hal lain yang menimbulkan ketidakpuasan adalah perlakuan pemerintah pusat terhadap Komando Divisi IX Banteng. Divisi IX Banteng adalah suatu divisi dalam Angkatan Perang [[Republik Indonesia]] yang dibentuk pada masa [[Perang Kemerdekaan]] tahun 1945 - 1950 melawan kolonialis [[Belanda]], dan membawahi teritorial SumateraSumatra Tengah, yang terdiri dari [[Sumatera Barat]], [[Riau]], [[Kepulauan Riau]] serta [[Jambi]] sekarang ini. Divisi IX Banteng mempunyai pasukan yang banyak karena adanya Sekolah Pendidikan Opsir di [[Bukittinggi]], bahkan salah satu pasukannya yaitu Resimen 6 dianggap sebagai pasukan terbaik di [[SumateraSumatra]].
 
Penciutan Divisi Banteng dilakukan dengan mengirim pasukan-pasukannya ke berbagai daerah diantaranya ke [[Jawa Barat]], [[Aceh]], [[Ambon]] dan lain-lain. Salah satu pasukan Divisi Banteng yaitu Batalyon Pagaruyung mengalami nasib yang lebih menyedihkan dibanding batalyon lainnya. Seusai bertugas di Ambon, lima dari delapan kompinya dipindahkan dan dilebur kedalam Divisi Siliwangi, [[Jawa Barat]] sehingga menyebabkan terputusnya hubungan dengan divisi induknya yaitu Divisi Banteng di SumateraSumatra Tengah. Penciutan itu berlanjut terus sehingga akhirnya menyisakan satu brigade. Brigade yang kecil itu masih menyandang nama Brigade Banteng yang dipimpin Letnan Kolonel Ahmad Husein. Selanjutnya brigade itupun diciutkan lagi sehingga hanya berbentuk resimen yaitu Resimen Infanteri 4 yang kemudian dilebur kedalam Komando Tentara Teritorium (TT) I Bukit Barisan (TT I BB) yang berkedudukan di [[Medan]]. Ahmad Husein-pun hanya menjadi Komandan Resimen Infanteri 4 TT I BB.
:Anggota :
* [[Kaharudin Datuk Rangkayo Basa]] (Kepala Polisi Sumatera Tengah)
* Sutan Suis (Kepala Polisi [[Kota Padang]])
* Anwar Umar (Mayor, Komandan Batalion 142 Resimen Infanteri 4)
* Nurmatias (Kapten, Komandan Batalyon 140 Resimen Infanteri 4)
* Darwis Taram Dt. Tumanggung (Bupati [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]])
* Ali Luis (Bupati d/p di Kantor Gubernur Sumatera Tengah)
* Ibrahim Musa Parabek Datuk Simarajo (Ulama, Ketua Adat (MTKAAM))
* Ismail Lengah (Kolonel (Purn.), mantan Panglima Divisi IX Banteng)
* Hasan Basri (Letkol (Purn.), Riau)
* Saidina Ali (Kepala Jawatan Sosial Kabupaten Kampar, Riau)
* Sebastian (Letnan, Perwira Distrik Militer 20 Indragiri, Riau)
* A. Abdulmanaf, (Bupati Kabupaten Merangin, Jambi)
* Yusuf Nur (Kapten, Akademi Militer Jakarta)
* Syuib (Mayor, Wakil Asisten II Staf Umum Angkatan Darat, Jakarta)
 
 
=== Sejarah Dewan Banteng ===
:''''' Ketidakpuasan Daerah '''''
Sejumlah Perwira Aktif dan Perwira Pensiunan mantan anggota [[Divisi IX Banteng]] di Sumatera Tengah menggagas pembentukan Dewan Banteng di [[Jakarta]] pada 21 September 1956. Gagasan itu didorong oleh kenyataan yang mereka lihat bahwa setelah kemerdekaan nasib para prajurit sangat mengenaskan, padahal mereka itu dulunya adalah para pejuang yang bertaruh nyawa ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan di tahun 1945 -1950. Begitupun kondisi masyarakat pada umumnya yang jauh dari sejahtera. Kondisi yang ada di daerah mereka pandang jauh berbeda dibanding pembangunan di pulau Jawa, padahal sumber devisa terbanyak berasal dari daerah.
 
Hal lain yang menimbulkan ketidakpuasan adalah perlakuan pemerintah pusat terhadap Komando Divisi IX Banteng. Divisi IX Banteng adalah suatu divisi dalam Angkatan Perang [[Republik Indonesia]] yang dibentuk pada masa [[Perang Kemerdekaan]] tahun 1945 - 1950 melawan kolonialis [[Belanda]], dan membawahi teritorial Sumatera Tengah, yang terdiri dari [[Sumatera Barat]], [[Riau]], [[Kepulauan Riau]] serta [[Jambi]] sekarang ini. Divisi IX Banteng mempunyai pasukan yang banyak karena adanya Sekolah Pendidikan Opsir di [[Bukittinggi]], bahkan salah satu pasukannya yaitu Resimen 6 dianggap sebagai pasukan terbaik di [[Sumatera]].
 
Penciutan Divisi Banteng dilakukan dengan mengirim pasukan-pasukannya ke berbagai daerah diantaranya ke [[Jawa Barat]], [[Aceh]], [[Ambon]] dan lain-lain. Salah satu pasukan Divisi Banteng yaitu Batalyon Pagaruyung mengalami nasib yang lebih menyedihkan dibanding batalyon lainnya. Seusai bertugas di Ambon, lima dari delapan kompinya dipindahkan dan dilebur kedalam Divisi Siliwangi, [[Jawa Barat]] sehingga menyebabkan terputusnya hubungan dengan divisi induknya yaitu Divisi Banteng di Sumatera Tengah. Penciutan itu berlanjut terus sehingga akhirnya menyisakan satu brigade. Brigade yang kecil itu masih menyandang nama Brigade Banteng yang dipimpin Letnan Kolonel Ahmad Husein. Selanjutnya brigade itupun diciutkan lagi sehingga hanya berbentuk resimen yaitu Resimen Infanteri 4 yang kemudian dilebur kedalam Komando Tentara Teritorium (TT) I Bukit Barisan yang berkedudukan di [[Medan]]. Ahmad Husein-pun hanya menjadi Komandan Resimen Infanteri 4 TT I BB.
 
Perlakuan pemerintah pusat yang memecahbelah batalyon-batalyon dan pembubaran Divisi IX Banteng menimbulkan rasa sakit hati pada perwira-perwira dan anggota pasukan lainnya dari Divisi Banteng yang telah berjuang mati-matian dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
 
Pertemuan para perwira yang pertama di Jakarta pada 21 September 1956 kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kedua di [[Padang]] pada tanggal 20 sampai 24 Nopember 1956. Pertemuan tersebut dihadiri tidak kurang dari 612 perwira aktif dan pensiunan yang berasal dari Divisi Banteng yang telah dibubarkan itu. Dalam pertemuan itu mereka membahas tentang situasi sosial, politik dan ekonomi rakyat SumateraSumatra Tengah yang dianggap memprihatinkan. Pertemuan itu akhirnya menghasilkan beberapa keputusan dalam bentuk tuntutan.
 
Pada tanggal 20 Desember 1956 dibentuklah suatu dewan untuk mengujudkan hasil-hasil pertemuan yang kedua itu. Dewan itu dinamakan "Dewan Banteng", yang tetap mengambil nama dari Divisi Banteng yang telah dibubarkan. Dewan Banteng tidak hanya didukung oleh para perwira militer mantan anggota Divisi Banteng, tapitetapi juga oleh semua partai politik yang ada di SumateraSumatra Tengah kecuali [[Partai Komunis Indonesia]] ([[PKI]]). Bahkan Dewan itu juga didukung oleh semua elemen masyarakat SumateraSumatra Tengah, seperti ulama, kaum intelektual, pemuda, kaum adat, sehingga melahirkan semboyan ketika itu yang berbunyi : "Timbul Tenggelam Bersama Dewan Banteng". Namun dalam pendiriannya Dewan Banteng tetap mengakui Pemerintahan Republik Indonesia dibawah Presiden [[Soekarno]] dan [[Perdana Menteri]] [[Djuanda]] serta Jenderal [[A.H. Nasution]] sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
 
=== PengurusTuntutan Dewan Banteng ===
 
:''''' Tuntutan Dewan Banteng '''''
* Pemberian serta pengisian otonomi luas bagi daerah-daerah dalam rangka pelaksanaan sistem pemerintahan desentralisasi serta pemberian perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang wajar, layak dan adil.
* Dihapuskannya segera sistem sentralisme yang dalam kenyataannya mengakibatkan birokrasi yang tidak sehat dan juga menjadi pokok pangkal dari korupsi, stagnasi pembangunan daerah, hilangnya inisiatif dan kegiatan daerah serta kontrol.
* Pembentukan kembali Komando Pertahanan Daerah dalam arti teritorial, operatif dan administratif yang sesuai dengan pembagian administratif dari Negara Republik Indonesia dewasa ini dan merupakan komando utama dalam Angkatan Darat.
* Ditetapkannya eks. Divisi IX Banteng SumateraSumatra Tengah sebagai kesatuan militer yang menjadi satu korps dalam Angkatan Darat.
 
Setelah itu Ahmad Husein sebagai Ketua Dewan Banteng, mengambil alih jabatan [[Gubernur]] SumateraSumatra Tengah dari tangan Gubernur [[Ruslan Mulyoharjo]]. Tindakan Ahmad Husein itu tidak mendapatkan hukuman, malah Pemerintah Pusat memenuhi tuntutan Dewan Banteng dengan membentuk Komando Militer di SumateraSumatra Tengah yaitu Komando Militer Daerah SumateraSumatra Tengah (KMDST) yang terlepas dari Komando Tentara Teritorium (TT) I Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan, sedangkan Ahmad Husein diangkat menjadi Panglima KMDST dengan pangkat Kolonel. Dalam hal ini beberapa tuntutan Dewan Banteng dipenuhi oleh pemerintah pusat.
 
Di Stadion Benteng (kini bernama [[Lapangan Imam Bonjol]]), [[Kepala Staf TNI Angkatan Darat]] [[Abdul Haris Nasution]] melantik Letkol Ahmad Husein sebagai Panglima Komando Militer Daerah Sumatera Tengah.<ref>{{Cite book|last=Djalal|first=Nasrul|last2=Hendrik|first2=Makmur|date=2018|url=https://books.google.com/books?id=-ujLwQEACAAJ&newbks=0&hl=id|title=Pelaku dan saksi sejarah angkatan 66 Sumatera Barat bertutur tentang Tritura|publisher=Erka|isbn=978-602-0738-03-1|language=id}}</ref>
Setelah itu Ahmad Husein sebagai Ketua Dewan Banteng, mengambil alih jabatan [[Gubernur]] Sumatera Tengah dari tangan Gubernur Ruslan Mulyoharjo. Tindakan Ahmad Husein itu tidak mendapatkan hukuman, malah Pemerintah Pusat memenuhi tuntutan Dewan Banteng dengan membentuk Komando Militer di Sumatera Tengah yaitu Komando Militer Daerah Sumatera Tengah (KMDST) yang terlepas dari Komando Tentara Teritorium (TT) I Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan, sedangkan Ahmad Husein diangkat menjadi Panglima KMDST dengan pangkat Kolonel. Dalam hal ini beberapa tuntutan Dewan Banteng dipenuhi oleh pemerintah pusat.
 
Pada tanggal 22 Desember 1956, dua hari sesudah terbentuknya Dewan Banteng, Kolonel Maluddin[[Maludin Simbolon]], Panglima Komando Tentara Teritorium (TT) I Bukit Barisan mengumumkan pembentukan [[Dewan Gajah]] yangdi Medan dan menyatakan melepaskan diri dari Pemerintahan [[PM]] Djuanda lalu menyatakan wilayah teritorialnya dalam keadaan [[Darurat Perang]] ([[SOB]]). Aksi Kolonel Maludin Simbolon itu mendapat reaksi keras dari pemerintah pusat dengan memerintahmemerintahkan [[KSAD]] Jenderal A.H. Nasution untuk memecat Kolonel Simbolon dan menggantinya dengan Letnan Kolonel [[Djamin Ginting]].
 
Selanjutnya langkah tersebut-pun diikuti oleh pembentukan [[Dewan Garuda]] di [[Sumatera Selatan]] yang dipimpin oleh Letnan Kolonel [[Barlian]] dan [[Dewan Manguni]] di [[Sulawesi]] dibawah pimpinan Letnan Kolonel [[D.J.Ventje SombaSumual]].
 
Tuntutan lainnya dari Dewan Banteng tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat, diantaranya otonomi atau sistem pemerintahan desentralisasi serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang adil. Hal ini mengakibatkan Dewan Banteng tidak lagi mengirimkan penghasilan Daerah SumateraSumatra Tengah ke Pemerintah Pusat, tapitetapi dipakai untuk pembangunan daerah. Bahkan Dewan Banteng juga melakukan barter hasil-hasil alam SumateraSumatra Tengah dengan pihak luar negeri. Seluruh dana yang didapat dari hasil bumi itu digunakan untuk pembangunan daerah. Hanya dalam beberapa bulan saja terlihat hasil yang nyata berbeda dengan keadaan sebelumnya, bahkan pembangunan SumateraSumatra Tengah di bawah Dewan Banteng dianggap sebagai yang terbaik di Indonesia pada waktu itu.
 
Apa yang dilakukan Dewan Banteng tersebut membuat hubungan daerah SumateraSumatra Tengah dengan pemerintah pusat menjadi tegang. Puncak dari ketegangan itu berujung pada terbentuknya [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] atau [[PRRI]] yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 oleh Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad Husein di Padang.
 
== Lihat pula ==
Baris 61 ⟶ 39:
 
== Pranala luar ==
* [http://id.shvoong.com/social-sciences/1641585-terbentuknya-dewan-banteng-dan-meletusnya/ Terbentuknya Dewan Banteng] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120615103430/http://id.shvoong.com/social-sciences/1641585-terbentuknya-dewan-banteng-dan-meletusnya/ |date=2012-06-15 }}
*[http://pdri.multiply.com/journal/item/30 Pembentukan Dewan Banteng]
* [https://books.google.co.id/books?id=ICc-jde8A98C&pg=PA5&dq=%22Darwis+Taram+%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwijip7X1r3sAhVIfX0KHSLJBN4Q6AEwA3oECAMQAg#v=onepage&q=%22Darwis%20Taram%20%22&f=false Anggota Dewan Benteng]
*[http://id.shvoong.com/social-sciences/1641585-terbentuknya-dewan-banteng-dan-meletusnya/ Terbentuknya Dewan Banteng]
 
== Referensi ==
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah Sumatera Barat]]