Kerajaan Siguntur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Link
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(5 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 10:
|image_coat =
|symbol_type =
|p1 = [[Dharmasraya]]
|p2 = [[Kerajaan Pagaruyung]]
|s1 = [[Kerajaan Pagaruyung]]
|s2 =
|flag_p1 =
Baris 34:
 
== Sejarah ==
Sejarah kerajaan Siguntur belum banyak diketahui, namun menurut sumber lokal menyebutkan bahwa daerah Siguntur merupakan sebuah kerajaan Dharmasyraya di Swarnabhumi ([[Sumatra]]) yang berkedudukan di hulu sungai [[Batang Hari|Batanghari]], sungai ini melintasi Provinsi [[Jambi]] dan kemudian bermuara di [[Laut Tiongkok Selatan|laut Cina Selatan]]. Sebelum agama Islam masuk ke wilayah [[Orang Minangkabau|Minangkabau]] atau Jambi, kerajaan Siguntur merupakan kerajaan kecil yang bernaung di bawah [[Dharmasraya|kerajaan Malayu]], namun pernah bernaung pula pada kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Singasari, dan Minangkabau.<ref>{{Cite webnews|date=2008-01-30|title=Kerajaan Siguntur Minta Peninggalan Kerajaan Dipindahkan ke Dharmasraya|url=https://nasional.tempo.co/read/116520/kerajaan-siguntur-minta-peninggalan-kerajaan-dipindahkan-ke-dharmasraya|websitework=[[Tempo.co]]|language=enid|access-date=2020-08-22}}</ref>
 
Pada tahun 1197 (1275 M), Siguntur merupakan pusat Kerajaan Malayu dengan rajanya Mauliwarmadewa yang bergelar Sri Buana Raya Mauliawarmadewa sebagai raja Dharmasraya. Sedangkan dalam prasasti Amonghapasa menyebutkan bahwa pada tahun 1286 Sri Maharaja Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa bersemayam di Dharmasraya, daerah pedalaman [[Riau]] daratan. Dengan kata lain kerajaan Swarnabhumi pada waktu itu telah dipindahkan dari Jambi ke Dharmasraya. Melihat kedua pendapat tersebut, ada kemungkinan pada abad 12 kerajaan Siguntur ini berasal dari kerajaan Swarnabhumi Malayupuri Jambi.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Perancangan media informasi tentang kerajaan siguntur|url=http://repository.isi-padangpanjang.ac.id/|website=repository.isi-padangpanjang.ac.id|access-date=2020-08-22|archive-date=2021-01-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20210126112244/http://repository.isi-padangpanjang.ac.id/|dead-url=yes}}</ref>
 
Pada abad ke-14, agama Islam masuk ke Kerajaan Siguntur. Pada waktu itu yang berkuasa adalah raja Pramesora yang berganti nama menjadi Sultan Muhamad Syah bin Sora Iskandarsyah. Selanjutnya kerajaan Siguntur bernaung di bawah Kerajaan Alam Minangkabau. Salah satu bukti Kerajaan Siguntur menganut [[Islam|agama Islam]] terlihat pada masyarakat yang memegang prinsip syarak bersandi Kitabullah. Selain itu, ditemukan pula dua buah stempel kerajaan Siguntur berbahasa Arab yang menyebutkan bahwa "Cap ini dari Sultan Muhammad Syah bin Sora Iskandar atau Muhammad Sultan Syah Fi Siguntur Lillahi" dan "Cap ini bertuliskan bahwa Al-Watsiqubi 'inayatillahi' 'azhiim Sutan Sri Maharaja Diraja Ibnu Sutan Abdul Jalil 'inaya Syah Almarhum." Dan diperkirakan pada masa inilah Masjid Siguntur didirikan.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Cagar Budaya Kabupaten Dharmasraya|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/|website=kebudayaan.kemdikbud.go.id|access-date=2020-08-22}}</ref>
Baris 43:
Dalam kompleks [[Masjid Siguntur]] terdapat [[makam Raja-raja Siguntur]] yang terdapat di sebelah utara bangunan [[masjid]].<ref name=":2">{{Cite web|last=bpcbsumbar|date=2017-04-06|title=Pesona Makam Raja-Raja Siguntur, Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/pesona-makam-raja-raja-siguntur-dharmasraya-provinsi-sumatera-barat/|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat|language=en-US|access-date=2020-08-22}}</ref> Kompleks makam berdenah segi lima dengan ukuran panjang yang berbeda. [[Makam]] dibuat sangat sederhana, hanya ditandai dengan nisan dan jirat dari bata dan [[batu]]. Dari sekian banyak makam hanya enam makam yang diketahui, yaitu makam Sri Maharaja Diraja Ibnu bergelar Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuangku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadire Tuangku Bagindo Ratu III, Sultan Amirudin Tuangku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali Akbar Tuangku Bagindo V, dan Sultan Abu Bakar Tuangku Bagindo Ratu VI.<ref name=":2" />
 
Pada tahun 1957 telah dilakukan rehabilitasi lantai masjid dari papan menjadi plesteran [[semen]] oleh ahli waris dan masyarakat setempat. Kegiatan studi kelayakan terhadap Rumah Adat dan Masjid Siguntur dilaksanakan pada tahun 1991/1992 oleh Bagian Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala [[SumatraSumatera Barat]], Kanwil Depdikbud Provinsi SumatraSumatera Barat. Masjid Siguntur dipugar dengan kegiatan antara lain: pembongkaran atap beserta rangkanya, tiang, pondasi, dinding, dan lantai. Kemudian pemasangan kembali yang baru. Pekerjaan lainnya yaitu pembongkaran pintu dan jendela, pembuatan selasar, pagar beton, pagar kawat berduri, serta pintu besi. Terakhir pengecatan rangka atap dinding, pintu, jendela, dan pagar tembok.<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=PENETAPAN RUMAH GADANG KERAJAAN SIGUNTUR SEBAGAI BANGUNAN CAGAR BUDAYA|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/|website=kebudayaan.kemdikbud.go.id|access-date=2020-08-22}}</ref>
 
== Dharmasraya dan kerajaan-kerajaan penerus ==
Kerajaan Siguntur yang mengklaim masih turunan dari Kerajaaan Dharmasraya, mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat duplikat [[Arca Bhairawa]] dan [[Arca Amoghapasa]] dan memindahkan semua penemuan di Dharmasraya yang kini tersimpan di [[Museum Adityawarman]] Padang dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, [[Batusangkar (kota)|Batusangkar]], ke Siguntur, Dharmasraya. Salah seorang pewaris kerajaan Siguntur ini ialah Tuan Putri Marhasnida. Pihak pewaris kerajaan Siguntur tersebut pernah meminta kepada pemerintah setempat untuk mendirikan museum kecil di pinggiran Sungai Batanghari di Siguntur yang dipergunakan untuk menyimpan benda-benda sisa-sisa dari Kerajaan Dharmasraya agar dapat tersimpan dan terjaga dengan baik serta peninggalan-peninggalan tersebut tidak hilang. Selain itu, museum ini juga difungsikan sebagai pusat informasi peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Dharmasraya dan Kerajaan Siguntur. Pada saat ini, meseum tersebut disebut dengan nama Museum Keluarga Kerajaan Siguntur. Lokasi dari Museum tersebut yakninya berada di Jorong Sigunur, Kabupaten Dharmasraya.<ref name=":1" /><ref name=":3" />
 
Selain Kerajaan Siguntur, juga ada kerajaan kecil setelah Islam yang juga mengaku berhubungan dengan Kerajaan Dharmasraya pra-Islam. Kerajaan-kerajaan itu adalah [[Kerajaan Koto Besar]], [[Kerajaan Pulau Punjung]], [[Kerajaan Padang Laweh]], dan [[Kerajaan Sungai Kambut]] yang masing-masing juga memiliki sejumlah peninggalan kuno. Setiap kerajaan-kerajaan tersebut memiliki peninggalan masing-masing. Peninggalan tersebut dapat berupa benda serta [[hutan adat]]. Salah satunya kerajaan Padang Laweh yang mempunyai peninggalan berupa [[Rumah Adat Kerjaan Padang Laweh]] yang masih ada dan terjaga sampai saat sekarang ini.<ref name=":3">{{Cite web|lastdate=Agency|first=ANTARA News2017-05-16|title=MerawatJejak asetPeninggalan sejarah,Kerajaan Dharmasraya menuju destinasi unggulan|url=https://sumbarrepublika.antaranewsco.comid/beritashare/313003/merawat-aset-sejarah-dharmasraya-menuju-destinasi-unggulanoq171a313|website=AntaraRepublika News SumbarOnline|language=id|access-date=2020-08-2322}}</ref><ref name=":3">{{Cite webnews|datelast=2017-05-16Nugroho|first=Joko|title=JejakMerawat Peninggalanaset Kerajaansejarah, Dharmasraya menuju destinasi unggulan|url=https://republikasumbar.coantaranews.idcom/shareberita/oq171a313313003/merawat-aset-sejarah-dharmasraya-menuju-destinasi-unggulan|websitework=Republika[[Lembaga OnlineKantor Berita Nasional Antara|language=idANTARA News]]|access-date=2020-08-2223}}</ref><ref>{{Cite web|last=Zed|first=Mestika|date=2009-12-09|title=Dharmasraya di Antara Kerajaan-kerajaan Melayu Kuno di Sumatera Barat|url=http://repository.unp.ac.id/1220/|website=repository.unp.ac.id|language=en|access-date=2020-08-22}}</ref>
 
== Peninggalan ==
Kerajaan Siguntur ini menyisakan sebuah jenis tarian yang disebut ''tari toga'' (tari larangan), sebuah tarian yang mirip dengan tarian Melayu dan tarian Minang. Tari toga menjadi tari resmi kerajaan dan ditampilkan pada upacara penobatan raja (''batagak gala''), pesta perkawinan keluarga raja, upacara turun mandi anak raja, perayaan kemenangan pertempuran, dan [[gelanggang]] mencari jodoh putri raja. Pada saat [[Belanda]] berhasil masuk ke Siguntur pada tahun 1908, raja-raja di Siguntur dan sekitarnya terpaksa mengakui kedaulatan [[Hindia Belanda]] yang menyebabkan raja kehilangan kedaulatannya. Banyak benda kerajaan yang diambil oleh orang Belanda, termasuk tambo (riwayat kerajaan yang tertulis) dan aktivitas [[Seni|kesenian]] kerajaan, termasuk [[tari toga]].<ref name=":0" /><ref name=":1" />
 
Semenjak keberadaan Belanda tersebut, tari toga sudah tidak dipertunjukkan lagi. Para [[Tari|penari]] dan [[pedendang]] yang pandai dari tari tersebut banyak yang meninggal sehingga tidak ada generasi penerusnya sehingga membuat tari ini hanya diingat dan diketahui dari cerita turun-temurun. Pada tahun 1980, pewaris Kerajaan Siguntur, Tuan Putri Marhasnida, menemukan seorang kakek yang kala itu sudah berusia 80 tahun. Sang kakek tersbut masih hafal semua dendang yang terdapat dalam tari toga sebab beliau selalu melantunkan dendang ketika melakukan kegiatan [[Batobo]]. Batobo adalah membersihkan kebun atau menyabit di sawah bersama-sama yang melibatkan 30 sampai 60 orang. Si pendendang selalu Batobo agar orang-orang tak bosan bekerja seharian, ia disuruh berdendang sambil bekerja. Pada tahun 1989, dengan terkumpulnya semua infomasi yang berkaitan dengan tari toga maka tari toga pada tahun tersebut hidup kembali dan dapat dipertunjukkan kembali dengan adanya sedikit modifikasi. Tari toga modifikasi Marhasnida ini kemudian ditampilkan di [[Radio Republik Indonesia]] (RRI) Padang pada 1990 dan dimainkan dalam berbagai acara Kerajaan Siguntur, termasuk menyambut peserta "Arung Sejarah Bahari Ekspedisi Pamalayu" yang diselenggarakan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang.<ref name=":1">{{Cite web|date=2017-02-06|title=Potret Budaya Nagari Siguntur Dharmasraya|url=https://padangkita.com/potret-budaya-nagari-siguntur-dharmasraya/|website=Berita SumatraSumatera Barat Terkini|language=id-ID|access-date=2020-08-22}}</ref><ref>{{Cite web|last=KlikPositif|title=Festival Pamalayu, Ajang Pariwisata Kenalkan Destinasi Dharmasraya Melalui Sejarah {{!}} KlikPositif.com - Media Generasi Positif|url=https://klikpositif.com/baca/55931/festival-pamalayu-ajang-pariwisata-kenalkan-destinasi-dharmasraya-melalui-sejarah.html|website=Festival Pamalayu, Ajang Pariwisata Kenalkan Destinasi Dharmasraya Melalui Sejarah {{!}} KlikPositif.com - Media Generasi Positif|language=id-ID|access-date=2020-08-22|archive-date=2021-10-22|archive-url=https://web.archive.org/web/20211022032548/https://klikpositif.com/baca/55931/festival-pamalayu-ajang-pariwisata-kenalkan-destinasi-dharmasraya-melalui-sejarah.html|dead-url=yes}}</ref>
 
== Raja-raja siguntur ==
Baris 85:
 
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Siguntur]]
[[Kategori:Kerajaan di SumatraSumatera Barat|Siguntur]]