Krisis HKBP 1992-1998: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ladesman (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(42 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 6:
|image_size = 125px
|caption =
|date = 1992 – 19981992–1998 (6 tahun)
|place = [[SumatraSumatera Utara]]
|causes = Dualisme kepemimpinan HKBP
* Intervensi pemerintah Orde Baru dalam kepemimpinan HKBP<ref name="Tempo">{{cite news|url=https://books.google.com/books?id=duHUDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=HKBP+dan+Perjalanan+Batak+Protestan&hl=id|title= HKBP dan Perjalanan Batak Protestan|date=28 July 2021|work=Tempo Publishing|access-date=28 July 2021|url-status=live}}</ref>
* Perebutan jabatan Ephorus HKBP<ref name="Tribun Medan">{{cite news|url=https://medan.tribunnews.com/2021/05/30/hkbp-berduka-sae-nababan-dan-pwt-simanjuntak-sempat-konflik-perebutan-jabatan-ephorus&hl=id|title= HKBP Berduka, SAE Nababan dan PWT Simanjuntak Sempat Konflik Perebutan Jabatan Ephorus|date=28 July 2021|work=Tribun Medan|access-date=28 July 2021|url-status=live}}</ref>
|methods = [[Unjuk rasa|Gerakan unjuk rasa]]
|result = Rekonsiliasi HKBP, terpilihnya Ephorus Pdt. J.R. Hutauruk
| side1 = '''Petahana Ephorus HKBP'''<ref name="Obor">{{cite news|url=https://books.google.com/books?id=_rboDQAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=konflik+status+dan+kekuasaan+orang+batak+toba&hl=id|title= Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba|date=5 Agustus 2021|work=Obor Indonesia|access-date=5 Agustus 2021|url-status=live}}</ref>
 
* Kelompok SSA (Setia Sampai Akhir)
 
 
 
 
 
 
 
 
'''Didukung oleh''':<ref name="Obor"/><br />
* [[Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia|PGI]]
* [[Dewan Gereja se-Dunia|WCC]]
* [[Dewan Gereja Asia|CCA]]
* Dewan Gereja[[Federasi Lutheran se-Dunia|LWF]]
* VEM[[United Evangelical Mission|UEM Jerman]]
| leadfigures1 = Pdt. Dr. [[S.A.E. Nababan]]<ref name="Obor"/>
| side2 = '''KelompokPendukung SAISinode TiaraAgung (Monjo)Istimewa Hotel Tiara'''<ref name="Obor"/>
 
*Kelompok SAI (Sinode Agung Istimewa) Tiara, Monjo'''<ref name="Obor"/>
 
 
 
 
'''Didukung oleh''':<ref name="Obor"/><br />
{{flagdeco|Indonesia}}'''Didukung oleh''':<ref name="Obor"/><br />[[PemerintahOrde Baru (Indonesia)|'''Pemerintah''']]:
* [[Bakorstanasda Sumbagut]]
* [[ABRI]]
* TNI
| leadfigures2 = Pdt. Dr. [[P.W.T. Simanjuntak]]<ref name="Obor"/>
* Polri
| leadfigures2 = Pdt. [[P.W.T. Simanjuntak]]<ref name="Obor"/>
| howmany1 = Ribuan<ref name="Tempo"/>
| howmany2 = Tidak diketahui
|casualties1=penangkapan dan penganiayaan puluhan orang<ref name="skripsi">{{cite book|last=Sagala|first=Jhondato|date=2010|title=Konflik Pengurus HKBP dan Pengaruhnya terhadap Jemaat di HKBP DISTRIK VII SAMOSIR (1962-1998)|publisher=Fakultas Sastra USU|location=Medan, Indonesia|accessdate=05 Agustus 2021}}</ref>
2 orang tewas<ref name="tapol">{{cite news|url=https://web.archive.org/web/20210704173810if_/https://vuir.vu.edu.au/26065/1/TAPOL123_compressed.pdf|title=Church conflict turns violent|work=Tapol Bulletin|access-date=29 September 2021|url-status=live}}</ref>
}}
|casualties2=3 warga sipil dan 1 polisi tewas<ref name="skripsi"/><ref name="tapol"/><ref name="Tempo2"/>}}
'''Krisis HKBP 1992-1998''' merupakan masakonflik terkelaminternal dalam sejarahtubuh perkembangankepemimpinan [[Huria Kristen Batak Protestan|Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)]] yang berlangsung dari tahun 1992 hingga 1998. HKBP merupakan organisasi keagamaan terbesar ketiga di [[Indonesia]] dan gereja protestan dengan jemaat terbanyak di [[Asia Tenggara]].<ref>{{Cite web|date=2020-10-24|title=10 HKBP Terbesar Di Indonesia|url=https://rubrikkristen.com/10-hkbp-terbesar-di-indonesia/|website=RUBRIK KRISTEN|language=id-ID|access-date=2021-08-20}}</ref> Hingga tahun [[2021]], anggota jemaat HKBP yang tersebar di seluruh dunia mencapai 64,5 juta jiwa. Kepemimpinan Ephorus HKBP, yang pada masa itu dipilih 6 tahun sekali, secara tidak langsung memimpin jutaan jemaat HKBP di seluruh dunia. Adanya perubahan kepemimpinan tentu mengusik sejumlah besar warga HKBP.<ref name=":0">{{Cite web|last=Human Rights Watch|date=25 Januari 1993|title=INDONESIA: MILITARY REPRESSION AGAINST THE BATAK CHURCH|url=http://www.hrw.org/legacy/reports/pdfs/i/indonesa/indones2931.pdf|website=hrw.org|access-date=28 Juli 2021}}</ref>
 
== Awal mula ==
Kericuhan diawali 1,5 tahun sejak Pdt. [[S.A.E. Nababan|S.A.E Nababan]] dilantik sebagai Ephorus. Pada tanggal 24 Mei 1988 terbit buku yang berjudul “Parmaraan di HKBP” (Bahaya di HKBP). Konon buku ini disebarkan ke 2.300 gereja HKBP di seluruh Indonesia. Sampul buku ini menarik perhatian umat karena terdapat gambar [[salib]] yang hampir ambruk yang bertuliskan quo vadis HKBP. Buku ini disusun oleh Pdt. [[DomineP. PMM. Sihombing|Ds. P. M. Sihombing]] mantan Sekjen HKBP sebelum periode Nababan. Isinya antara lain menuduh Nababan menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan HKBP. Salah satunya adalah gerakan [[evangelisasi]] yang dikoordinasikan sejak Oktober 1987. Gerakan ini sendiri merupakan gerakan internal mengkristenkan kembali orang [[Kristen]] yang bermula di antara warga HKBP dari Jakarta.<ref name="Tempo"/>
 
Keberatan 38 pendeta yang menulis buku itu antara lain, tim evangelisasi itu beranggotakan juga sejumlah  [[pendeta]] yang ditahbiskan gereja. Disebutkan adanya tuduhan [[Baptisan|pembaptisan]] yang dilakukan di permandian sambil telanjang dan adanya penyembuhan penyakit yang dilakukan oleh anggota tim dengan jenis kelamin laki-laki atas pasien wanita yang berduaan di dalam kamar. Dalam sinode Godang HKBP ke-49 diputuskan kelompok Sihombing tidak dapat memberikan bukti dari buku tersebut karena itu mereka dianggap telah menyebarkan fitnah. Selanjutnya kedelapan pendeta pengikut Sihombing itu pun dipecat dari jabatannya. Akan tetapi belakangan diketahui bahwa Sihombing tidak pernah dimintai bukti dan tidak pernah diundang dalam  Sinode Godang. Karena itu Sihombing dan pengikutnya mengadu ke [[Menaker]] saat itu [[Cosmas Batubara]]. Cosmas Batubara kemudian menyurati Ephorus pada tanggal 16 Mei 1990 dan menyebutkan bahwa pemecatan tersebut batal demi hukum.<ref name="Tempo"/>
 
Ada yang menyebutkan bahwa isu tersebut dilontarkan karena Sihombing dikalahkan oleh  Nababan pada pemilihan Ephorus sebelumnya. Sihombing membantahnya.
 
Pada Juli 1990, Ephorus memecat sejumlah pejabat antara lain termasuk rektor [[Universitas HKBP Nommensen|UHN]] Prof. Dr. [[Amudi Pasaribu]] dan sejumlah pengurus yayasan. Itu sebabnya timbul demonstrasi mahasiswa yang menuntut Nababan mundur. Demonstrasi berjalan agak keras sehingga menimbulkan kebakaran di laboratorium. Karenanya izin Sinode Godang Juli 1990 mendadak dibatalkan oleh Kapolri berdasarkan rekomendasi Bakorstanasda Sumatera Utara padahal 100-an utusan dari berbagai wilayah di Indonesia sudah mulai berdatangan.
 
Bakorstanasda Sumbagut kemudian menangguhkan pula Sinode Godang HKBP yang rencananya dilaksanakan tanggal 1-7 Agustus 1990 di kompleks Universitas HKBP Nommensen, Pematang Siantar.<ref>{{Cite web|last=Nusantara|first=PT Kompas Media|title=KompasData|url=http://kompasdata.id/|website=KompasData|language=enid|access-date=2021-07-28}}</ref>
 
== Tim damai ==
Atas permintaan [[Menteri Agama]] RI, No: MA/132/1990 pada tanggal 6 September 1990, lahirlah Tim Damai yang dipimpin oleh Jend. TNI Purn. [[Maraden Panggabean]].<ref name="Obor"/> Dalam tim ini ikut serta [[Arsenius Elias Manihuruk|A.E. Manihuruk]], bekasmantan kepalaKepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Tim ini mengadakan kunjungan ke berbagai Gereja HKBP di wilayah [[SumatraSumatera Utara]] dan [[Jabotabek]] dan diterima dengan baik.<ref name="Tempo"/><ref name="Obor"/>
 
Akan tetapi banyak juga pihak yang tidak setuju dengan tim damai ini. Ephorus Nababan yang pada masa itu berada di [[Swiss]] menilainya sebagai campur tangan pihak luar dan tidak dikenal di HKBP. Ada pula yang beranggapan tim ini mendukung mantan Sekjen sebelumnya, PdtDs. PMP.M. Sihombing, sehingga dianggap tidak dapat mendamaikan HKBP.<ref name="Tribun Medan"/>
 
== Aksi massa ==
Akibatnya konflik yang cukup serius terjadi pada bulan November 1990 di mana ratusan warga [[Siborongborong, Tapanuli Utara|Siborong-borong]], yang sebagian besar merupakan perempuan, berjalan berbaris menuju kantor pusat HKBP [[Pearaja]]. Mereka menduduki kantor pusat selama beberapa jam. Akibatnya Ephorus dan sejumlah pendeta dan [[karyawan]] yang pada saat itu tengah mengadakan rapat menyingkir. Aksi pun bubar setelah Muspida setempat membubarkan massa.
 
Pada April 1991 sinode Godang juga dilangsungkan tim damai pun membubarkan diri pada bulan itu. Akan tetapi karena masalah terus tidak pernah terselesaikan dengan baik masalah tetap berlanjut hingga pekan pertama Maret  1992 pada waktu itu terjadi Perkelahian antar Jemaat HKBP Helvetia [[Medan]] hingga pada 11 Maret sekelompok anti Nababan,  memprotes tindakan pendeta ressort pada masa itu, Pdt. L. R. Manurung  yang memberhentikan beberapa penatua Gereja yang sering mengkritik Nababan.<ref name="Tempo"/>
 
== Batalnya sinode ==
Sinode Godang (Sinode Agung) HKBP menurut rencana akan diselenggarakan 23-25 Juni 1992 di Seminarium HKBP Sipoholon, Tarutung, Tapanuli Utara. Sinode Agung ke-51 ini akan diikuti semua pendeta resort, utusan resort, anggota majelis pusat, praeses, pemimpin lembaga, dan peninjau. Acara pokoknya adalah membahas/mensahkan Aturan/ Peraturan HKBP periode 1992-2002. Menurut Siaran pers yang diterima Kompas, Kantor Pusat HKBP Redaksi Kompas pada tanggal 3 April 1992 menyebutkan rencana Sinode Agung khusus yang akan diselenggarakan pada 17-19 November 1992 untuk pemilihan fungsionaris HKBP. Surat ini ditandatangani oleh Pdt. [[Pintor T. Simanjuntak]], STh dan Pdt. [[Rahman Tua Munthe]], MTh, masing-masing sebagai Staf Biro Informasi, dan Kabiro Informasi Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung.<ref>{{Cite web|last=Nusantara|first=PT Kompas Media|title=KompasData|url=http://kompasdata.id/|website=KompasData|language=enid|access-date=2021-07-28}}</ref> Pada akhirnya Sinode tanggal 23-25 Juni tidak dapat dilangsungkan, diundur pada Sinode Godang Istimewa pada November 1992.<ref name="Tempo"/>
 
== Sinode ke-51 ==
Sinode Godang HKBP di seminarium sipoholon diadakan pada tanggal 23-28 November 1992. Sejak hari pertama sidang ini sudah menunjukkan adanya gejala kekacauan. Acara ini diselenggarakan oleh dua kelompok panitia, yakni dari ephorus Nababan dan dari sekretaris jendral Pdt. OPT[[O.P.T. Simorangkir]], yang dibentuk di Makodim 0210/TU. Danrem 023/Kawal Samudera Kol. Daniel Toding mengumumkan dirinya menjabat sebagai Ketua ''[[Steering Commitee]]'', dan Pdt. Dr. SMS.M. Siahaan, Pdt. Halasson Silitonga, BASB.A.S. Tobing, SH dan Ir. Humuntal Lumbangaol bertindak sebagai anggota. Pelanggaran tata tertib, keributan dan interupsi tanpa penertiban pihak yang berwajib mewarnai jalannya sidang hari pertama hingga terakhir.<ref name="Obor"/>
 
Pembahasan aturan HKBP 1992-2002 berhasil dilakukan di sinode ini, namun sinode gagal membahas periodisasi Ephorus. Calon Ephorus yang akan dipilih pada saat itu adalah petahana Pdt. SAE Nababan dan Pdt. [[P.W.T. Simanjuntak|PWT Simanjuntak]]. Pelantikan Ephorus tidak bisa dilakukan karena adanya sorak-sorai protes dari sekitar 600 orang peserta sidang. Untuk mengatasi kekosongan pimpinan ada beberapa yang mengusulkan terbentuknya presidium yang terdiri dari 6 orang pendeta, akan tetapi usul tersebut tidak disetujui oleh para hadirin, akibatnya Danrem setempat Kolonel [[Daniel Toding]] (koordinator panitia penyelenggara) memerintahkan serta sidang untuk tertib.
 
Acara ini kabarnya tidak dihadiri oleh Pdt. SAE Nababan karena alasan sakit, akan tetapi di kemudian hari diketahui bahwa sebelumnya Nababan diusir dari sinode oleh seorang tentara bernama Letkol [[Paris Ginting]], dan tidak diberitahu mengenai adanya sinode lanjutan di tanggal 29 November 1992. Pada saat itu Pdt [[OPT Simorangkir]] yang menjabat sebagai Sekjen mengklaim adanya pemberian mandat dari majelis pusat, untuk menyelenggarakan sinode lanjutan. Pendeta Simorangkir menyebutkan bahwa Pdt. SAE Nababan mengundurkan diri karena alasan sakit, dan pembentukan majelis sementara di mana pendeta Simorangkir bertindak sebagai pejabat Ephorus sementara. Akan tetapi peserta sinode tidak mengakui kudeta tersebut dan tetap pada putusan pada hari sebelumnya. Kericuhan pun tidak terelakkan, Kol. Toding kemudian menangkap peserta yang ricuh dan membatalkan pernyataan pendeta Simorangkir tersebut, lalu sinode ditutup. Pada akhirnya pendeta Simorangkir memberikan surat tertulis kepada pemerintah pusat untuk membantu menyelesaikan masalah ini.<ref name=":0" />
 
== Permohonan majelis pusat ==
Baris 78 ⟶ 87:
# Menyerahkan permasalahan HKBP selanjutnya kepada pemerintah atau aparat keamanan.
 
[[Berkas:Minister of Religious Affairs Tarmizi Taher with Ephorus and General Secretary of HKBP.jpg|jmpl|kanan|300px|Menteri Agama [[Tarmizi Taher]] (tengah) berbicara dengan Ephorus HKBP Pdt. Dr. P.W.T. Simanjuntak (kiri) dan Sekjen HKBP Dr. S.M. Siahaan seusai pertemuan tanggal 9 Agustus di Jakarta.]]
== Intervensi pemerintah ==
[[Berkas:R. Pramono and S.A.E. Nababan, 1993.jpg|jmpl|kanan|300px|Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI R. Pramono dan Pdt. Dr. S.A.E. Nababan]]
Bakorstanasda Sumatera Bagian Utara, yang pada saat itu diketuai oleh Mayjen [[R. Pramono]], mendapat surat pendelegasian wewenang dari [[Departemen Agama]], [[Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban#Bakorstanas|Bakorstanas]], [[Forum koordinasi pimpinan daerah|Muspida tingkat I]], dan [[Pemerintah daerah di Indonesia|Pemerintah Daerah]]. Pada tanggal 16 Desember 1992, Bakorstanasda mengundang eks anggota Majelis Pusat ke Kodam. Hanya 19 orang yang datang dari 23 orang yang diundang pada saat itu. Nababan termasuk orang yang tidak hadir dalam rapat tersebut. Bakorstanasda kemudian melemparkan kembali siapa orang yang hendak dipilih sebagai pejabat Ephorus sementara. Calon-calon yang muncul pada saat itu antara lain Pdt. Dr. [[Adelbert A. Sitompul]], Pdt. [[Wilmar Sihite]], Pdt. [[Sountilon M. Siahaan]]. Menurut Bakorstanasda nama-nama ini kemudian dipilih kembali oleh staf Bakorstanasda bersamaan dengan Pemda, Kanwil Departemen Agama, [[Kepolisian]], [[Kodam]], dan ahli masalah HKBP. Akan tetapi di kemudian hari diketahui pendeta Sitompul dan Sihite menolak menggantikan Pdt. SAE Nababan.
 
Baris 87 ⟶ 98:
Letkol [[Tommy Yakobus]], yang saat itu menjabat sebagai [[Kapolres]] [[Tapanuli Utara]], melalui [[megafon]] memerintahkan warga yang bukan penghuni kompleks HKBP segera meninggalkan tempat. Ketika itu Kapolres datang bersama dengan polisi dan [[tentara]]. Jemaat yang sebelumnya hadir di lokasi untuk berjaga-jaga kemudian meninggalkan kompleks. Sepeninggalnya, tentara kemudian ikut meninggalkan tempat tersebut.
 
Penunjukan pejabat Ephorus tersebut menimbulkan berbagai protes,  salah satu diantaranya adalah Pdt. [[J.A.U. Doloksaribu]] dan jemaatnya dari gereja HKBP Sudirman melayangkan surat kepada [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi SumatraSumatera Utara|DPRD Sumatera Utara]] akhir Desember 1992. isinya antara lain menentang penetapan pucuk pimpinan tanpa adanya upacara gereja. Pdt. JAU Doloksaribu kemudian ditahan oleh pihak yang berwajib usai memberkati sepasang pengantin di Gereja HKBP Medan pada Januari 1993.
 
Pendeta nababan yang pada masa itu sudah habis masa jabatannya pun mengadukan surat keputusan Bakorstanasda ke PTUN. Pada 11 Januari 1993 aduan tersebut kemudian diadili oleh Hakim [[Lintong Oloan Siahaan]], yang juga jemaat HKBP. Lintong memutuskan adanya penangguhan sementara pelaksanaan surat tersebut. Pada akhirnya tergugat pun melayangkan surat keberatan, karenamelalui banding yang kemudian dimenangkan tergugat.<ref>{{Cite journal|date=April 1993|title=Army interference in Batak church continues|url=https://vuir.vu.edu.au/26076/1/TAPOL116_compressed.pdf|journal=TAPOL Bulletin|issue=116|pages=24}}</ref> Tergugat menganggap Lintong bukan hakim yang independen, karena masih merupakan anggota jemaat HKBP. Lintong dianggap seharusnya mengundurkan diri sebelum melanjutkan perkara yang kemungkinan menyebabkan ia tidak dapat memutuskan dengan adil. <ref name="Tempo"/> Di sisi lain Lintong pun mengakui pada saat itu ia merupakan jemaat HKBP dan merupakan penatua gereja hingga pertengahan 80-an selama 2 tahun. Akan tetapi ia menyangkal telah berlaku tidak adil dalam memutuskan perkara tersebut, karena ia memutuskan bersamaan dengan dua anggota majelis lainnya yang beragama [[Islam]].<ref name="Tempo" /> Di kemudian hari masalah ini berkembang, bukan lagi masalah pro dan kontra pemilihan Ephorus, melainkan rasa ketersinggungan umat akan adanya pihak di luar HKBP yang menentukan Ephorus.
 
Pdt. [[Saut Hamonangan Sirait]] yang pada masa itu memimpin Departemen Pemuda di HKBP pada periode 1991-1996 memimpin perlawanan terhadap campur tangan pemerintah di bawah slogan Setia Sampai Akhir (SSA). Slogan ini diperkenalkan oleh [[Asmara Nababan]] (adik dari Pdt SAE Nababan) dan Pdt. Saut Sirait yang semula bernama “[[Setia Sampai Mati]]” ([[Wahyu 2#Ayat 10|Why 2:10]]).<ref name=":2">{{Cite book|last=Nurcholish,Frangky|first=Ahmad|date=2016-05-25|url=https://books.google.com/books?id=IMdGDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Saut+Hamonangan+Sirait+antara+tuhan+peluru+dan+serdadu&hl=en|title=Pdt. Saut Hamonangan Sirait, M. Th: Antara Tuhan dan Peluru|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-602-03-2978-9|language=id}}</ref>
Di sisi lain Lintong pun mengakui pada saat itu ia merupakan jemaat HKBP dan merupakan penatua gereja hingga pertengahan 80-an selama 2 tahun. Akan tetapi ia menyangkal telah berlaku tidak adil dalam memutuskan perkara tersebut, karena ia memutuskan bersamaan dengan dua anggota majelis lainnya yang beragama [[Islam]].<ref name="Tempo"/> Di kemudian hari masalah ini berkembang, bukan lagi masalah pro dan kontra pemilihan Ephorus, melainkan rasa ketersinggungan umat akan adanya pihak di luar HKBP yang menentukan Ephorus.
 
Pdt. [[Saut Hamonangan Sirait]] yang pada masa itu memimpin Departemen Pemuda di HKBP pada periode 1991-1996 memimpin perlawanan terhadap campur tangan pemerintah di bawah slogan Setia Sampai Akhir (SSA). Slogan ini diperkenalkan oleh [[Asmara Nababan]] (adik dari Pdt SAE Nababan) dan Pdt. Saut Sirait yang semula bernama “[[Setia Sampai Mati]]” ([[Wahyu 2|Why 2:10]]).<ref name=":2">{{Cite book|last=Nurcholish,Frangky|first=Ahmad|date=2016-05-25|url=https://books.google.com/books?id=IMdGDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Saut+Hamonangan+Sirait+antara+tuhan+peluru+dan+serdadu&hl=en|title=Pdt. Saut Hamonangan Sirait, M. Th: Antara Tuhan dan Peluru|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-602-03-2978-9|language=id}}</ref>
 
Pada suatu kesempatan ibadah gereja terpaksa diundur akibat adanya penjagaan kepolisian di depan gereja, yang meminta jemaat menunjukkan [[Kartu Tanda Penduduk|KTP]] sebelum beribadah. Sekitar 70-an orang ditangkap, karena dianggap menghasut dan merongrong pemerintah, namun kemudian dibebaskan. Salah satu pendeta yang pernah ditangkap dan dipukuli karena dituduh menjadi dalang keributan pada masa itu adalah Pdt. [[Robinson Butarbutar]], yang di kemudian hari ditahbiskan sebagai Ephorus HKBP.<ref>{{Cite web|last=Tim Studi ELSAM|date=1995|title=Ke Arah Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan|url=http://perpustakaan.elsam.or.id/repository/199512_BUK_Ke-arah-ratifikasi-konvensi-anti-penyiksaan-kajian-kasus-kasus-penyiksaan-belum-terselesaikan.pdf|website=elsam.or.id|access-date=28 Juli 2021}}</ref>
 
Pada tanggal 11–13 Februari 1993, diselenggarakan kembali Sinode Agung Istimewa (SAI) di [[Tiara Convention Medan]] atas undangan Pejabat Ephorus Pdt. SM Siahaan. Sinode ini dihadiri oleh 447 dari 562 pendeta yang diundang. Pdt PWT Simanjuntak dan tujuh calon lainnya dicalonkan untuk di kursi Ephorus. Pada pemilihan tersebut Pdt PWT Simanjuntak memperoleh 406 suara, sedangkan sisanya hanya mendapat satu hingga tiga suara.<ref>{{Cite web|last=Nusantara|first=PT Kompas Media|title=KompasData|url=http://kompasdata.id/|website=KompasData|language=enid|access-date=2021-07-28}}</ref> Di Sinode ini kemudian terpilih Pdt. P.W.T. Simanjuntak sebagai Ephorus dan Pdt. S.M. Siahaan sebagai Sekretaris Jenderal HKBP. Keduanya pun ditahbiskan pada tanggal 17 Februari 1993.<ref>{{Cite web|last=Administrator|date=1993-02-20|title=Duet teolog belum tuntas|url=https://majalah.tempo.co/read/nasional/4093/duet-teolog-belum-tuntas|website=Tempo|language=enid|access-date=2021-07-28}}</ref>
 
=== Keterlibatan menteri-menteri ===
Konflik semakin meninggi intensitasnya pada masa itu. [[Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia|Menteri PAN]] saat itu, [[T.B. Silalahi]], memandang perlu adanya mediasi. Beliau melakukan pendekatan pada kedua ephorus dan menghasilkan kesepakatan bahwa Nababan mendukung keputusan pemerintah dengan mengakui Pdt. P.W.T. Simanjuntak sebagai satu-satunya ephorus HKBP. Akan tetapi muncul segmentasi baru akibat penandatanganan kesepakatan tersebut. Sebagian pendukung Nababan kecewa terhadap Nababan dan telah dianggap kalah strategi dalam perjuangan memperoleh keadilan.<ref name="Obor"/>
 
[[Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Republik Indonesia|Menkopolkam]] [[Sudomo]] mengelak saat dimintai keterangan mengenai keterlibatan pemerintah dalam menangani kasus HKBP. Keterlibatan pemerintah dan Bakorstanasda Sumut merupakan niat tulus ikhlas pemerintah untuk dapat menyelesaikan kemelut tersebut dengan baik. Mayjen TNI R. Pramono menyebutkan penunjukan Pdt. Dr. S.M. Siahaan sebagai Pejabat Ephorus guna mempersiapkan penyelenggaraan Sinode Agung Istimewa untuk memilih fungsionaris HKBP. Terbitnya SK itu disebutkan karena Menteri Agama, Ketua Bakorstanas, Muspida Tk I, dan Majelis Pusat HKBP telah melimpahkan wewenangnya, karena tidak dapat menuntaskan kemelut sebelumnya. Departemen Agama juga mengungkapkan bahwa HKBP merupakan lembaga keagamaan yang sedang berada dalam keadaan tidak sehat.<ref>{{Cite book|date=1993|url=https://books.google.co.id/books?id=wXUmRGCLAl8C|title=Dharmasena|publisher=Pusat Penerangan HANKAM|language=id}}</ref>
 
=== Keterlibatan Gubernur Sumatera Utara ===
Gubernur Sumatera Utara saat itu, [[Raja Inal Siregar]], juga dianggap turut ambil bagian dalam krisis yang berkepanjangan. Siregar mendukung pihak pendeta Simanjuntak dan memperburuk situasi dengan membuat perintah kepada seluruh kepala daerah di provinsi tersebut. Kepala-kepala daerah diperintahkan untuk melarang semua aktivitas gereja yang mendukung Nababan.<ref>{{Cite journal|date=1993|title=All the President's Men|url=https://vuir.vu.edu.au/26072/1/TAPOL120_compressed.pdf|journal=TAPOL Bulletin|issue=120|pages=11}}</ref>
 
== Satgas HKBP ==
Terbentuknya Satgas HKBP pimpinan Simanjuntak diketahui memperburuk suasana gereja HKBP hingga pelosok desa. Beberapa kali Satgas tersebut ditemukan sedang menyisir kampung-kampung untuk mengambil alih gereja yang diketahui memihak Nababan. Pendukung Nababan yang menamai dirinya SSA pun membentuk posko-posko kecil guna meredam aksi Satgas HKBP. Bentrokan terjadi di Siborong-borong, Lumbanjulu, Laguboti, Porsea, Silaen, Balige, dan Tarutung. Menurut LBH Medan, beberapa kampung ditemukan sepi ditinggal penghuninya karena takut. Pada tanggal 23 April 1994, 60 rumah dirusak oleh satgas di Narumonda, Sitorang, Hutana-godang, Barimbing, dan Silaen. Di hari berikutnya satgas merusak rumah-rumah di Sigumpar, Laguboti dan 109 rumah digeledah.<ref name="tapol" />
 
== Tragedi di Samosir, Riau, Tapanuli Utara, dan Porsea ==
Pada tanggal 31 Januari 1994, terjadi kerusuhan di HKBP [[Pulau Samosir|Samosir]] yang menyebabkan tewasnya satu orang mahasiswa [[teologi]], Albiner Sitanggang, yang ditemukan di perairan Danau Toba.<ref>{{Cite web|last=Administrator|date=1994-02-19|title=Masih rebutan gereja|url=https://majalah.tempo.co/read/nasional/368/masih-rebutan-gereja|website=Tempo|language=id|access-date=2023-06-12}}</ref> Pada peristiwa tersebut, 4 orang mengalami luka-luka, dan 7 rumah rusak berat. Sementara itu, pada pertengahan April 1994, terjadi keributan di mana pendukung Simanjuntak menyerang gereja di [[Duri, Mandau, Bengkalis|Duri]] untuk merebut gedung gereja, menyebabkan tewasnya 2 orang pendukung Nababan. Mayoritas jemaat tersebut yang adalah pendukung Nababan membalasnya, yang menyebabkan kematian 2 orang pula dari sisi pendukung Simanjuntak. .<ref name="skripsi"/><ref name="tapol"/> Pada awal Mei 1994, seorang polisi berpangkat [[Sersan Dua]] bernama [[Pangkiriman Tambun]] terbunuh saat terjadinya bentrokan di [[Porsea, Toba|Porsea]].<ref name="tapol" /><ref name="Tempo2">{{Cite web|title=genta kematian di siraituruk - DATATEMPO|url=https://www.datatempo.co/MajalahTeks/detail/ARM2018061267/genta-kematian-di-siraituruk|website=www.datatempo.co|language=id|access-date=2021-09-29}}</ref>
 
Pada tanggal 1 Juni 1994, seorang aktivis bernama Herbert Hutasoit ditemukan tewas di [[Banua Luhu, Pagaran, Tapanuli Utara|Banua Luhu, Pagaran]] bersimbah darah disertai bekas peluru di dada, kepala yang hampir putus, dan kemaluan yang telah disayat. Menurut Saut Sirait, Satgas HKBP bertanggung jawab terhadap kematian Herbert.<ref>{{Cite journal|date=Agustus 1994|title=Batak church activist murdered in cold blood|url=https://vuir.vu.edu.au/26063/1/TAPOL124_compressed.pdf|journal=Tapol bulletin|issue=124|pages=14}}</ref>
 
== Rekonsiliasi ==
Baris 108 ⟶ 131:
{{HKBP}}
[[Kategori:Agama dan politik]]
[[Kategori:Huria Kristen Batak Protestan]]