Krisis HKBP 1992-1998: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ladesman (bicara | kontrib)
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 7:
|caption =
|date = 1992–1998 (6 tahun)
|place = [[SumatraSumatera Utara]]
|causes = Dualisme kepemimpinan HKBP
* Intervensi pemerintah Orde Baru dalam kepemimpinan HKBP<ref name="Tempo">{{cite news|url=https://books.google.com/books?id=duHUDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=HKBP+dan+Perjalanan+Batak+Protestan&hl=id|title= HKBP dan Perjalanan Batak Protestan|date=28 July 2021|work=Tempo Publishing|access-date=28 July 2021|url-status=live}}</ref>
Baris 61:
 
== Tim damai ==
Atas permintaan [[Menteri Agama]] RI, No: MA/132/1990 pada tanggal 6 September 1990, lahirlah Tim Damai yang dipimpin oleh Jend. TNI Purn. [[Maraden Panggabean]].<ref name="Obor"/> Dalam tim ini ikut serta [[Arsenius Elias Manihuruk]], mantan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Tim ini mengadakan kunjungan ke berbagai Gereja HKBP di wilayah [[SumatraSumatera Utara]] dan [[Jabotabek]] dan diterima dengan baik.<ref name="Tempo"/><ref name="Obor"/>
 
Akan tetapi banyak juga pihak yang tidak setuju dengan tim damai ini. Ephorus Nababan yang pada masa itu berada di [[Swiss]] menilainya sebagai campur tangan pihak luar dan tidak dikenal di HKBP. Ada pula yang beranggapan tim ini mendukung mantan Sekjen sebelumnya, Ds. P.M. Sihombing, sehingga dianggap tidak dapat mendamaikan HKBP.<ref name="Tribun Medan"/>
Baris 98:
Letkol [[Tommy Yakobus]], yang saat itu menjabat sebagai [[Kapolres]] [[Tapanuli Utara]], melalui [[megafon]] memerintahkan warga yang bukan penghuni kompleks HKBP segera meninggalkan tempat. Ketika itu Kapolres datang bersama dengan polisi dan [[tentara]]. Jemaat yang sebelumnya hadir di lokasi untuk berjaga-jaga kemudian meninggalkan kompleks. Sepeninggalnya, tentara kemudian ikut meninggalkan tempat tersebut.
 
Penunjukan pejabat Ephorus tersebut menimbulkan berbagai protes, salah satu diantaranya adalah Pdt. [[J.A.U. Doloksaribu]] dan jemaatnya dari gereja HKBP Sudirman melayangkan surat kepada [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi SumatraSumatera Utara|DPRD Sumatera Utara]] akhir Desember 1992. isinya antara lain menentang penetapan pucuk pimpinan tanpa adanya upacara gereja. Pdt. JAU Doloksaribu kemudian ditahan oleh pihak yang berwajib usai memberkati sepasang pengantin di Gereja HKBP Medan pada Januari 1993.
 
Pendeta nababan yang pada masa itu sudah habis masa jabatannya pun mengadukan surat keputusan Bakorstanasda ke PTUN. Pada 11 Januari 1993 aduan tersebut kemudian diadili oleh Hakim [[Lintong Oloan Siahaan]], yang juga jemaat HKBP. Lintong memutuskan adanya penangguhan sementara pelaksanaan surat tersebut. Pada akhirnya tergugat pun melayangkan keberatan melalui banding yang kemudian dimenangkan tergugat.<ref>{{Cite journal|date=April 1993|title=Army interference in Batak church continues|url=https://vuir.vu.edu.au/26076/1/TAPOL116_compressed.pdf|journal=TAPOL Bulletin|issue=116|pages=24}}</ref> Tergugat menganggap Lintong bukan hakim yang independen, karena masih merupakan anggota jemaat HKBP. Lintong dianggap seharusnya mengundurkan diri sebelum melanjutkan perkara yang kemungkinan menyebabkan ia tidak dapat memutuskan dengan adil. <ref name="Tempo"/> Di sisi lain Lintong pun mengakui pada saat itu ia merupakan jemaat HKBP dan merupakan penatua gereja hingga pertengahan 80-an selama 2 tahun. Akan tetapi ia menyangkal telah berlaku tidak adil dalam memutuskan perkara tersebut, karena ia memutuskan bersamaan dengan dua anggota majelis lainnya yang beragama [[Islam]].<ref name="Tempo" /> Di kemudian hari masalah ini berkembang, bukan lagi masalah pro dan kontra pemilihan Ephorus, melainkan rasa ketersinggungan umat akan adanya pihak di luar HKBP yang menentukan Ephorus.
Baris 108:
Pada tanggal 11–13 Februari 1993, diselenggarakan kembali Sinode Agung Istimewa (SAI) di [[Tiara Convention Medan]] atas undangan Pejabat Ephorus Pdt. SM Siahaan. Sinode ini dihadiri oleh 447 dari 562 pendeta yang diundang. Pdt PWT Simanjuntak dan tujuh calon lainnya dicalonkan untuk di kursi Ephorus. Pada pemilihan tersebut Pdt PWT Simanjuntak memperoleh 406 suara, sedangkan sisanya hanya mendapat satu hingga tiga suara.<ref>{{Cite web|last=Nusantara|first=PT Kompas Media|title=KompasData|url=http://kompasdata.id/|website=KompasData|language=id|access-date=2021-07-28}}</ref> Di Sinode ini kemudian terpilih Pdt. P.W.T. Simanjuntak sebagai Ephorus dan Pdt. S.M. Siahaan sebagai Sekretaris Jenderal HKBP. Keduanya pun ditahbiskan pada tanggal 17 Februari 1993.<ref>{{Cite web|last=Administrator|date=1993-02-20|title=Duet teolog belum tuntas|url=https://majalah.tempo.co/read/nasional/4093/duet-teolog-belum-tuntas|website=Tempo|language=id|access-date=2021-07-28}}</ref>
 
=== Keterlibatan menteri-menteri ===
Konflik semakin meninggi intensitasnya pada masa itu. [[Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia|Menteri PAN]] saat itu, [[T.B. Silalahi]], memandang perlu adanya mediasi. Beliau melakukan pendekatan pada kedua ephorus dan menghasilkan kesepakatan bahwa Nababan mendukung keputusan pemerintah dengan mengakui Pdt. P.W.T. Simanjuntak sebagai satu-satunya ephorus HKBP. Akan tetapi muncul segmentasi baru akibat penandatanganan kesepakatan tersebut. Sebagian pendukung Nababan kecewa terhadap Nababan dan telah dianggap kalah strategi dalam perjuangan memperoleh keadilan.<ref name="Obor"/>
 
[[Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Republik Indonesia|Menkopolkam]] [[Sudomo]] mengelak saat dimintai keterangan mengenai keterlibatan pemerintah dalam menangani kasus HKBP. Keterlibatan pemerintah dan Bakorstanasda Sumut merupakan niat tulus ikhlas pemerintah untuk dapat menyelesaikan kemelut tersebut dengan baik. Mayjen TNI R. Pramono menyebutkan penunjukan Pdt. Dr. S.M. Siahaan sebagai Pejabat Ephorus guna mempersiapkan penyelenggaraan Sinode Agung Istimewa untuk memilih fungsionaris HKBP. Terbitnya SK itu disebutkan karena Menteri Agama, Ketua Bakorstanas, Muspida Tk I, dan Majelis Pusat HKBP telah melimpahkan wewenangnya, karena tidak dapat menuntaskan kemelut sebelumnya. Departemen Agama juga mengungkapkan bahwa HKBP merupakan lembaga keagamaan yang sedang berada dalam keadaan tidak sehat.<ref>{{Cite book|date=1993|url=https://books.google.co.id/books?id=wXUmRGCLAl8C|title=Dharmasena|publisher=Pusat Penerangan HANKAM|language=id}}</ref>
 
=== Keterlibatan Gubernur Sumatera Utara ===
Gubernur Sumatera Utara saat itu, [[Raja Inal Siregar]], juga dianggap turut ambil bagian dalam krisis yang berkepanjangan. Siregar mendukung pihak pendeta Simanjuntak dan memperburuk situasi dengan membuat perintah kepada seluruh kepala daerah di provinsi tersebut. Kepala-kepala daerah diperintahkan untuk melarang semua aktivitas gereja yang mendukung Nababan.<ref>{{Cite journal|date=1993|title=All the President's Men|url=https://vuir.vu.edu.au/26072/1/TAPOL120_compressed.pdf|journal=TAPOL Bulletin|issue=120|pages=11}}</ref>
 
== Satgas HKBP ==