Masjid Al-Mahmudiyah Suro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(9 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox religious building
{{Inuse}}
|image =
|caption =
|building_name = Masjid Besar Al Mahmudiyah
|map_type =
|map_size =
|map_caption =
|location = Kel. 30 Ilir, [[Ilir Barat II, Palembang|Kec. Ilir Barat II]],[[Palembang]], [[Sumatera Selatan]]
|coordinates = {{coord|-2.998842|104.750729|display=inline,title}}
|religious_affiliation = [[Islam]]
|website =
|architect =
|architecture_type = Masjid
|architecture_style =
|groundbreaking = 1889
|year_completed = 1891
|construction_cost =
|capacity = 500<ref>{{Cite web|url=http://simas.kemenag.go.id/index.php/profil/masjid/199012/|title=Masjid Al-Mahmudiyah|last=|first=|date=|website=SIMAS - SISTEM INFORMASI MASJID|access-date=}}</ref>
|interior_area = 800 m<sup>2</sup>
|site_area = 900 m<sup>2</sup>
|dome_quantity =
|dome_height_outer =
|dome_dia_outer =
|minaret_quantity =
|minaret_height =
}}
 
'''Masjid Besar Al-Mahmudiyah''' atau '''Masjid Suro''' terletakadalah salah satu masjid tertua di jalankota KiPalembang. RanggoMasjid Wiroini berlokasi di jalan Jalan Ki SentikoGede SimpangIng Suro, Kelurahan 30 Ilir, [[Ilir Barat II, Palembang|Kecamatan Ilir Barat II]], [[Kota Palembang|Palembang]], [[Sumatera Selatan]]. MasjidDibangun inioleh didirikanseorang padaulama tahunbesar, 1893KH olehAbdurahman K.H.Delamat Abdurrahman(Ki Delamat) bindi Syarifuddinatas bersamatanah denganwakaf sahabatnyamilik Kiai Ki AgusKiagus H Khotib Mahmud Usmantahun (Kiai Khotib)1889 dan sudah berumur lebih dari 100selesai tahun (1 abad)1891.<ref>{{Cite webnews|url=https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/28/m6bwfa-masjid-besar-almahmudiyah-palembang-klasik-dan-tradisional-1|title=Masjid Besar Al-Mahmudiyah Palembang, Klasik dan Tradisional (1)|last=|first=|date=28 Juni 2012|websitework=Republikarepublika.co.id|publisheraccess-date=}}</ref> Masjid unik dengan ciri khas melayu ini, awalnya disebut dengan nama Masjid Suro. Lalu Kiagus H. Matjik Rosad, cucu dari Kiagus H Khotib Mahmud mengusulkan nama Al-Mahmudiyah, hingga akhirnya jadilah nama Al-Mahmudiyah.<ref>{{Cite news|accessurl=https://www.tribunnews.com/travel/2015/06/28/masjid-suro-palembang-sejarah-pelarangan-salat-dan-pembuangan-ki-delamat|title=Masjid Suro Palembang, Sejarah Pelarangan Salat dan Pembuangan Ki Delamat|last=|first=|date=528 SeptemberJuni 20182015|work=tribunnews.com|access-date=}}</ref>
 
== Sejarah<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=-NnF9Ryal0IC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title=Masjid Masjid Bersejarah di Indonesia|last=Zein|first=Abdul Baqir|publisher=Gema Insani Press|year=1999|isbn=979-561-567-X|location=Jakarta|pages=95-96|url-status=live}}</ref> ==
Pada awal berdirinya, masjid ini ramai sekali dikunjungi masyarakat sekitamya, baik untuk shalat maupun menimba ilmu agama kepada Kiai Delamat. Namun, Tuan Residen waktu itu tidak menghendaki masjid tersebut dijadikan sebagai tempat untuk menyampaikan dakwah Islam. [[Hindia Belanda|Pemerintah Kolonial]] khawatir masyarakat Palembang akan berontak kepada Kompeni.
 
Akhinya, Kiai Delamat dipanggil oleh Tuan Residen dan diperingatkan untuk tidak lagi menyebarkan Islam. Bersama itulah keluar larangan menyelenggarakan shalat Jumat. Kiai Delamat pun diperintahkan untuk meninggalkan kota Palembang karena dianggap membahayakan Pemerintah Hindia Belanda.
 
Ia akhimya menetap di Dusun Sarika hingga wafatnya dan di makamkan di Masjid Babat Toman. Namun, oleh anaknya, KH Abdul Kodir dan KH Muhammad Yusuf, jenazah Kiai Delamat dipindahkan kembali ke Palembang dan dimakamkan di belakang mimbar khatib. Tetapi, karena tidak disetujui Tuan Residen, akhimya jenazahnya dipindahkan kembali ke Pemakaman Jambangan di belakang Madrasah Nurul Falah, Kelurahan 30 Ilir, Palembang.
 
Pada masa penjajahan Belanda, Masjid Suro ini pernah dibongkar dan dilarang untuk dipergunakan sebagai tempat ibadah selama kurang lebih 36 tahun. Setelah kepengurusan masjid diserahkan kepada Kiai Kgs. H. Mahmud Usman atau Kiai Khotib, akhimya nama masjid ini berubah menjadi Masjid Al-Mahmudiyah sesuai nama pengurusnya.
 
Setelah Kiai Kgs. H. Mahmud Usman meninggal dunia maka sekitar tahun 1343 H/1919 M diadakanlah pertemuan antara pemuka agama dan masyarakat di Kelurahan 30 Ilir untuk membentuk kepengurusan masjid yang baru. Ini atas prakarsa Kiai Kiemas H. Syekh Zahri. Maka, terpilihlah kepengurusan bam yang diketuai oleh Kgs H.M. Ali Mahmud.
 
Di masa kepengurusannya, pada tahun 1920, masjid ini mulai dibongkar untuk diperbaiki. Pada tahun 1925 dibangun menara masjid Yang lebih penting bagi masyarakat, diperbolehkannya kembali shalat Jumat oleh Tuan Residen.
 
== Tradisi saat Ramadhan ==
Salah satu tradisi Masjid bersejarah ini ialah membagikan bubur daging kepada orang yang berbuka di masjid dan warga sekitar. Tradisi secara turun temurun ini dilakukan sejak masjid tersebut didirikan pada saat zaman Belanda. Setiap bulan puasa pengurus masjid selalu membuat bubur daging yang diperuntukan untuk jamaah masjid dan masyarakat sekitar.<ref>{{Cite web|url=http://palembanghistory.blogspot.com/2016/02/masjid-al-mahmudiyah-masjid-suro.html|title=Masjid Al Mahmudiyah (Masjid Suro)|last=|first=|date=13 Februari 2016|website=palembanghistory.blogspot.com|access-date=}}</ref>
 
== Referensi ==
{{Reflist}}
{{DEFAULTSORT:Al_Mahmudiyah}}
 
[[Kategori:Masjid di Indonesia]]
[[Kategori:Masjid]]
[[Kategori:Masjid di Sumatera Selatan]]