Merantau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
OrophinBot (bicara | kontrib) |
||
(16 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
:''Untuk film berjudul sama, lihat '''[[Merantau (film)]]'''.''
'''Merantau''' adalah
== Faktor ==
Baris 8:
Ramainya Bandar [[Malaka]] pada abad 15 dan 16 mengakibatkan Malaka jadi tujuan perantauan dari bermacam etnis di [[Nusantara]]. Sampai saat ini keturunan dari para perantau itu masih teridentifikasi dengan jelas. Di Malaka dan sekitarnya bahkan di wilayah lainnya di [[Malaysia]] bisa ditemukan komunitas keturunan [[Minangkabau]], [[Jawa]], [[Banjar]], [[Bawean]] (di Malaka lazim disebut orang Boyan) dan etnis-etnis lainnya dari Nusantara. Karena pada masa itu Malaka adalah pusat perdagangan, maka bisa dipahami bahwa faktor ekonomilah yang mendorong orang-orang untuk merantau ke Malaka.
Pada abad-abad sebelumnya, pelabuhan [[Barus]] juga pernah menjadi pusat perdagangan. Pada awalnya perdagangan di Barus didominasi oleh orang-orang [[Tamil]] dari [[India]], yang menjadikan Barus semacam koloni India untuk menguasai perdagangan hasil-hasil alam dari [[
Pada masa-masa berikutnya [[Timur Tengah]] juga menjadi tujuan perantauan bagi orang-orang dari Nusantara. Banyak orang-orang dari berbagai etnis merantau menuntut ilmu agama, yang dikemudian hari menjadi ulama-ulama besar di tanah air. Pada masa kolonial, [[Belanda]] juga jadi tujuan perantauan bagi pelajar-pelajar [[Hindia Belanda]]. Tidak sedikit di antara mereka akhirnya menjadi orang-orang terdepan dalam perjuangan kemerdekaan [[Indonesia]]. Dalam hal ini tentu kita pahami faktor pendidikanlah yang mendorong orang pergi merantau.
Saat ini, pada zaman globalisasi, tujuan perantauan bagi orang-orang Indonesia sudah sangat beragam. Untuk tujuan pendidikan maupun ekonomi orang bisa pergi atau merantau
Mengenai aspek perantauan dalam negeri, pembangunan yang tidak merata dan lebih terpusat di kota-kota besar, membuat banyak orang Indonesia dari berbagai etnis pergi merantau terutama ke [[pulau Jawa]] untuk mencari pekerjaan atau pendidikan yang lebih baik. Para perantau ini, terutama yang beragama [[Islam]], memiliki tradisi untuk [[mudik]] setiap tahun untuk merayakan [[lebaran]]. Hal ini dapat diamati dari kenaikan arus penumpang sistem transportasi umum.
Baris 22:
:''Lihat pula: [[Orang Minang#Minangkabau Perantauan|Minangkabau Perantauan]]''
'''''"Merantau"''''' sesungguhnya tak bisa dipisahkan dari masyarakat Minangkabau. Asal usul kata "merantau" itu sendiri berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Rantau pada awalnya bermakna
Banyak orang dari berbagai suku atau etnis yang merantau, di antaranya yang fenomenal adalah kaum Minangkabau. Seorang laki laki Minangkabau saat menginjak usia dewasa muda (20-30 tahun) sudah didorong pergi merantau oleh kultur / budaya adat Minangkabau yang dianut suku tersebut sejak dulu kala, entah kapan bermulanya tak bisa diketahui secara pasti. Tapi setidaknya berdasarkan sejarah yang masih bisa ditelusuri sekitar abad ke 7 orang orang atau '''''[[Pedagang Minangkabau|pedagang]]''''' Minangkabau berperan besar dalam pendirian kerajaan [[Melayu]] di wilayah [[Jambi]] sekarang yang pada zamannya berada pada posisi yang strategis dalam perdagangan di [[Selat Malaka]] atau [[Asia Tenggara]] umumnya.
Masyarakat Minangkabau dikenal punya tradisi merantau yang kuat. Mereka telah mengembara ke wilayah [[Asia Tenggara]] lainnya sejak berabad abad yang lalu. Keturunan mereka sampai saat ini masih ada bahkan berkembang di banyak tempat seperti [[Aceh]], [[Riau]], [[Sumatera Utara]], [[Jambi]], [[Bengkulu]], [[Lampung]] atau wilayah [[
Suku [[Aneuk Jamee]] di Aceh adalah masyarakat keturunan Minangkabau yang nenek moyang mereka telah merantau dari Ranah Minang sejak berabad abad yang lalu. [[Cut Nyak Dhien]] dan [[Teuku Umar]] yang dikenal sebagai pejuang gigih dan dianugerahi gelar [[pahlawan nasional]] oleh pemerintah [[Indonesia]] adalah anak dan keponakan dari Nanta Setia seorang [[Uleebalang]] VI [[Mukim (Aceh)|Mukim]], keturunan seorang perantau Minang yang juga jadi uleebalang di [[Kesultanan Aceh]] pada abad ke 18.
Baris 46:
Di bidang kemiliteran tiga laki laki Minang merantau jauh sampai ke [[Timur Tengah]] dan menjadi bagian dari pasukan '''''Janissary Turki''''' yang terkenal hebat pada zamannya. Pada awal abad 19, Kolonel [[Haji Piobang]], seorang perwira kavaleri dipercaya menjadi panglima dari salah satu pasukan Janissary. Ia berhasil mengalahkan salah satu pasukan [[Napoleon]] dalam ''perang Piramid'' di [[Mesir]]. Perwira lainnya ''Mayor H. Sumanik'' menjadi ahli perang padang pasir bersama ''H. Miskin''. Dikemudian hari setelah pulang dari perantauan ke Ranah Minang ketiga anggota pasukan Janissary Turki itu berperan besar sebagai pendiri pasukan militer dalam [[perang Padri]].
Sebagian besar dari tokoh tokoh Indonesia dari Minang yang berpengaruh adalah produk "perantauan". Bangsa [[Indonesia]] tentu tak akan pernah lupa dengan jasa jasa para pejuang dan pahlawan negara ini yang berasal dari Minangkabau seperti [[Tan Malaka]], [[Mohammad Hatta]], dan [[Sjahrir]] yang dianggap tokoh Indonesia paling penting bersama [[Soekarno]] dan [[Jenderal Soedirman]] dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selain ketiga tokoh tersebut tentu masih banyak tokoh produk perantauan lainnya seperti [[Mohammad Natsir]] yang pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslim se Dunia dan [[perdana menteri]] Indonesia, [[Mohammad Yamin]] yang jadi pelopor [[Sumpah Pemuda]] pada tahun 1928, juga [[Agus Salim]] yang jadi diplomat ulung, bahkan seorang presiden yang di(ter)lupakan [[Assaat]]. Di bidang agama, Minang perantauan juga melahirkan ulama ulama besar seperti [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]], orang non [[Arab]] pertama yang jadi '''''Imam Besar''''' di [[Masjidil Haram]] [[Mekkah]] yang juga jadi guru bagi banyak ulama besar di nusantara. Juga ada [[Hamka]] yang dihormati dan dikagumi tidak hanya oleh umat muslim Indonesia tetapi juga umat muslim di negara negara Asia Tenggara lainnya. Di bidang sastra juga lahir dua orang '''''pionir''''' yaitu [[Chairil Anwar]] pelopor [[Angkatan '45]] dan [[Sutan Takdir Alisjahbana]] pelopor [[Pujangga Baru]], sementara [[Usmar Ismail]] dikemudian hari digelari Bapak Film Indonesia, dan banyak lagi yang lainnya.
Baris 55:
Kebiasaan merantau juga berfungsi sebagai suatu perjalanan spiritual dan batu ujian bagi kaum lelaki Minangkabau dalam menjalani kehidupan. Pada masa lalu kaum lelaki Minangkabau yang biasanya telah menguasai ilmu beladiri '''''[[Silat Minangkabau|silat]]''''' untuk menjaga diri, berangkat pergi merantau dari kampung ketempat yang jauh hanya berbekal seadanya, bahkan tak jarang tanpa bekal sama sekali. Kehidupan yang keras, jauh dari sanak saudara dan kampung halaman diharapkan menjadi cobaan untuk menempa jiwa, kegigihan, dan keuletan si lelaki Minang dalam meningkatkan derajat kehidupannya.
Pada masa sekarang, dalam periode di negeri orang inilah orang Minang yang merantau mencari bidang kehidupan yang mereka minati. Bagi yang ingin berniaga atau wiraswasta mereka memilih menjadi pedagang. Banyak bidang usaha yang bisa mereka geluti seperti berdagang di pasar, mengelola usaha angkutan, usaha percetakan, penjahit pakaian, usaha rumah makan atau [[restoran Padang]] dan banyak lagi yang lain. Karena didorong oleh '''''jiwa merdeka''''' sedikit di antara mereka yang merantau untuk mencari pekerjaan sebagai orang gajian. Bagi yang bertujuan menimba ilmu merekapun masuk sekolah sekolah yang baik. Tak jarang mereka dijadikan pemimpin di komunitas perguruan tersebut. Banyak di antara mereka menjadi orang besar dikemudian hari, baik sebagai tokoh pengusaha, politisi, dokter, ilmuwan, birokrat, seniman, profesional, ulama, militer dan polisi, dan lain lain.
Bila keadaannya dianggap sudah cukup mapan atau sukses setelah jangka waktu tertentu, maka barulah ia akan pulang ke kampung halamannya yang telah lama ditinggalkan. Tidak jarang pula para perantau ini lalu berkeluarga, dan akhirnya menetap di perantauan. Bagi orang Minangkabau, fenomena ini disebut "Marantau Cino" atau merantau selamanya dan tak kembali lagi.
Adalah menarik perhatian, bahwa pada umumnya para perantau Minang ini mampu menyesuaikan diri dengan adat istiadat serta kebudayaan daerah rantaunya, yang antara lain terlihat pada hampir tidak pernahnya terjadi konflik dengan masyarakat tempatan yang menjadi tuan rumahnya. Mungkin sekali hal ini disebabkan oleh pepatah bijak Minangkabau yang berbunyi: '''''Dimano bumi dipijak, disitu langik dijunjuang''''' yang bermakna menghargai kultur dan budaya setempat tanpa harus kehilangan kultur dan budaya sendiri.
Baris 90:
=== Suku Madura ===
Satu lagi suku perantau dari nusantara ini, yaitu suku [[Madura]]. Tanah asal suku Madura adalah pulau Madura, tetapi diujung timur pulau Jawa juga telah menjadi kampung halaman mereka. Kaum Madura telah tersebar di bagian lain nusantara ini sejak ratusan tahun yang lalu. Walaupun jumlah populasi perantaunya tidak sebanyak orang Minangkabau dan Bugis-Makassar, mereka tetap bisa disebut sebagai suku perantau. Orang Madura banyak merantau ke Kalimantan dan wilayah lainnya di pulau [[Jawa]] selain [[Jawa Timur]]. Di Sulawesi juga ada perantau dari Madura, begitu juga di kepulauan [[Bangka Belitung]]. Pasca tragedi di Kalimantan, wilayah perantauan orang orang Madura semakin meluas. Sekarang ini kita juga bisa menemukan perantau Madura di pulau
== Lihat pula ==
Baris 100:
== Bacaan lebih lanjut ==
* Naim, Muchtar. "Merantau
* Naim, Mochtar, "Merantau
* Suryadinata, Leo, Evi Nurvidya Arifin, dan Aris Ananta, 2003, "Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape", ISEAS, Singapore.
|