Nasib Hindania: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 14:
Kisah suaminya merujuk pada [[Sejarah Hindu Nusantara]]. Suaminya sebagai seorang brahmana ini mirip dengan teori J. C van Leur yang menyatakan bahwa masuknya Hindu-Buddha ke Asia Tenggara ini melalui kaum Brahmana. Dari suaminyalah Hindania mendapatkan ilmu bercocok tanam. Hindania pun dikaruniai beberapa anak meski kemudian sang suami berpulang. Yang dimaksud dengan anak-anak Hindania kemungkinan adalah Penduduk [[Pribumi-Nusantara|Pribumi]].
 
Hindania kemudian menceritakan bahwa ia memiliki taman berpasir intan dan memiliki ragam pepohonan di atasnya. "Banyak tumbuh di atasnya pohon yang ajaib-ajaib yang berjenis-jenis macam buahnya. Satu di antara itu bernama Pohon Andalas...". [[Bebesaran|Pohon Andalas]] adalah salah satu pohon yang khas dari SumatraSumatera Barat. Nama [[Andalas (disambiguasi)|Andalas]] juga merupakan nama lain dari [[Sumatra]]. Pohon Andalas yang digambarkan berbuah hasil tambang dan berdaun [[tembakau]] ini kemungkinan merupakan sebuah metafora dari Pulau Sumatra yang memiliki ragam kekayaan alam. Pohon Andalas diceritakan dengan spesial kiranya karena Hatta memang merupakan anggota dari Jong Sumatranen Bond yang memiliki semangat menumbuhkan kebanggaan atas Sumatra.
 
Kekayaan Hindania terus bertambah dan kabar akan kemashyurannya terdengar sampai ke benua barat. Maka datanglah seorang musafir dari maghrib bernama Wollandia yang membujuknya untuk menikah. Wollandia adalah personifikasi dari [[Holandia]] atau Negeri [[Belanda]] yang saat itu datang sebagai pedagang [[VOC]]. Kondisi Belanda yang tengah berjuang membangun [[Republik Belanda]] dan berjuang dalam [[Perang Delapan Puluh Tahun]] digambarkan dalam cerpen sebagai Wollandia yang "sangat miskin dan melarat, dan anak-anaknya pun bertangisan". Hindania yang semula menikahi suaminya karena tampak berbudi akhirnya kecewa dengan Wollandia yang lebih mencintai hartanya daripada dirinya. "Berjuta-juta hartaku dibawa ke negerinya akan penghidupi anak-anaknya di sana yang lagi di dalam lembah kesengsaraan", lembah kesengsaraan yang dimaksud ini kemungkinan adalah [[Rampjaar]].
Baris 48:
Tiada lama setelah aku persuamikan ia, nyatalah kepadaku, bahwa persangkaanku yang mula-mula itu salah adanya. Terlebih Wollandia mencintai hartaku daripada diriku. Berjuta-juta hartaku dibawa ke negerinya akan penghidupi anak-anaknya di sana yang lagi di dalam lembah kesengsaraan. Awalnya, maka Wollandia meninggalkan tanah daerahnya menyamar-nyamar sampai ke tempatku, ialah karena ia sangat miskin dan melarat, dan anaknya pun bertangisan.
 
Ada pun halku selama bergaul dengan Wollandia adalah jauh dari padadaripada senang. Demikian juga hal anakku yang tiada diindahkannya, memperlihatkan kekuasaannya, sehingga anakku tiada diberinya menyinggung hartaku lagi. Katanya, harta bendaku itu telah menjadi miliknya. Demikian halku senantiasa aku duduk dengan masygul.
 
Dengan takdir Allah Subhana Wata’ala yang menurunkan rahmat kepada hambanya, turunlah menjelma seorang Raja Besar, duduk memerintah di Matahari Mati, termaktub pada pertengahan bulan Ramadhan 1333, sejalan dengan tarikh masehi bulan Agustusan 1914. Dari saat inilah [[Kekaisaran Jerman|Maharaja Mars]] memerintah sebuas-buasnya seraya [[Perang Dunia I|membawa huru-hara ke atas dunia]].
Baris 56:
Di sinilah teringat kaum yang akhir lagu yang dinyanyikan oleh Heinrich Heine pada abad ke 19<blockquote>Hat man viel, so wird man bald<br>Noch viel mehr dazu bekommen.<br>Wer nur wenig hat, dem wird<br>Auch das Wenige genommen.
 
Wenn du aber gar nichts hast,<br>Ach, so lasse dich begraben —<br>Denn ein Recht zum Leben, Lump,<br>Haben nur, die etwas haben. </blockquote>Di sini pula lah nyata yang benar kepada beberapa mahluk, bahwa sebagai sesama hamba Allah tak harus sebagian dari manusia beroleh kesenangan. Hidup dari padadaripada cucur peluh nya orang kecil.<blockquote>Ein neues Lied, ein besseres Lied,<br>O Freunde, will ich euch dichten!<br>Wir wollen hier auf Erden schon<br>Das Himmelreich errichten.
 
Wir wollen auf Erden glücklich sein,<br>Und wollen nicht mehr darben;<br>Verschlemmen soll nicht der faule Bauch,<br>Was fleißige Hände erwarben.
Baris 66:
Lapangan cakrawala di atas daerah tempatku telah mulai pula diisi oleh perasaan yang tersebut di atas sehingga anak-anakku mulai memberanikan dirinya, mengancam suamiku Wollandia manakala permintaannya tiada dikabulkan. Merekapun berteriak menuntut supaya dibagi harta pusakanya.
 
Wollandia yang hampir-hampir dikenai penyakit-penyakit yang tersebut [[Politik Etis|terpaksa sekarang bermulut manis]] kepada anakku dan mulailah dia mengabulkan sedikit-sedikit permintaan-permintaannya. Anak-anakku dipujuk dengan dua-tiga permainan. DiPada tahun 1918 dapatlah anakku sebuah [[Volksraad|taman tempat ia bermain-main berkumpul-kumpul dan bersuara menyatakan kehendaknya]].
 
Masihkah aku akan memanjangkan riwayat nasibku yang tiada hendak berkeputusan? Tidak! Hingga inilah dahulu.
Baris 76:
*
*
 
{{Uncategorized|date=Februari 2023}}