Penyakit Jembrana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi iOS
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(41 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{penyangkalan-medis}}
{{Infobox medical condition (new)
|name = Penyakit jembranaJembrana
|synonym = Penyakit rama dewa
|image = Sapi peliharaan (18).JPG
|image_size =
|alt =
|caption = [[Sapi bali]] merupakan hewan yang rentan terhadap penyakit jembranaJembrana.
|pronounce =
|specialty = [[PenyakitKedokteran menularhewan]], [[infeksi|Penyakitpenyakit infeksiusinfeksi]]
|penderita = [[Sapi bali]]
|symptoms = Demam, pembesaranpembengkakan kelenjar getah bening, hemohidrosis (keringat darah)
|complications =
|onset = 4-124–12 hari setelah terpapar virus
|duration = 5–12 hari (rata-rata 7 hari)
|types =
|causes = [[Virus jembranaJembrana]]
|risks =
|diagnosis = [[ELISA]] [[antibodi]], [[PCR]], pemeriksaan [[histopatologi]], [[imunohistokimia]], uji biologis
|differential = [[Demam kataral malignan]], [[penyakit sampar sapi]], [[diare ganas sapi|diare ganas sapi dan penyakit mukosal]], [[penyakit mulut dan kuku]], [[demam tiga hari]], [[septisemia epizotik]], [[penyakit surra]]
|differential =
|prevention = Pemberian [[vaksin]]
|treatment =
Baris 24 ⟶ 26:
|deaths =
}}
'''Penyakit jembranaJembrana''' adalah [[penyakit hewan]] [[penyakit menular|menular]] pada [[sapi]] yang disebabkan oleh [[virus jembranaJembrana]]. Penyakit ini bersifat [[akut]] dan menimbulkan tanda klinis yang jelas pada [[sapi bali]] (''[[Banteng|Bos javanicus]] domesticus''), sedangkan pada jenis sapi lainnya hanya bersifat subklinis dan tidak menunjukkan tanda klinis yang nyata.{{sfn|Soeharsono dkk.|1990}}{{sfn|Dirkeswan|2015|p=11}} Penyakit jembranaJembrana merupakan penyakit yang hanya ditemukan di [[Indonesia]], kasusnya pertama kali ditemukan di [[Kabupaten Jembrana]], Provinsi [[Bali]] pada tahun 1964,{{sfn|Dirkeswan|2015|p=1}} dan kini telah menyebar dike berbagai daerah di [[Indonesia]].
 
== Hewan peka ==
Spesies rentan bagi virus jembranaJembrana hanyalah sapi bali ([[banteng]] domestik), baik jantan maupun betina.{{sfn|Dirkeswan|2015|p=11}} Sapi termuda yang terinfeksi berumur 4 minggu dan tertua berumur 9 tahun.{{sfn|Dirkeswan|2014|p=50}} Sapi yang bertahan hidup akan menjadi pembawa virus selama minimum 2 tahun setelah pulih dari kasus klinis, tetapi perannya dalam penularan penyakit tidak diketahui.{{sfn|Soeharsono dkk.|1990}}{{sfn|Soeharsono dkk.|1995}}
 
Melalui infeksi buatan, [[sapi ongole]] (''Bos indicus''), [[sapi holstein|sapi friesian holstein]] (''Bos taurus''), [[kerbau]] (''Bubalus bubalis''), dan [[babi]] mengalami demam ringan setelah diinokulasi virus jembranaJembrana, tetapi tidak ada tanda klinis lain yang nyata.{{sfn|Soeharsono dkk.|1990}} Meskipun tidak menunjukkan tanda klinis yang jelas, kerbau, babi, [[kambing]], dan [[domba]] mampu membawa virus jembranaJembrana hingga enam bulan.{{sfn|Dirkeswan|2015|p=11}}
 
== Distribusi penyakit ==
[[Berkas:Location Jembrana Regency.png|jmpl|kiri|250px|Lokasi Kabupaten Jembrana, tempat penyakit ini pertama kali muncul.]]
Dua peristiwa besar terjadi di Bali sebelum munculnya wabah penyakit jembrana. Peristiwa pertama adalah vaksinasi masal terhadap [[penyakit mulut dan kuku]] pada tahun 1963. Vaksinasi tersebut menyebabkan reaksi pascavaksin yang berat sehingga sejumlah sapi bali milik peternak ambruk.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}} Pemberian vaksin yang diproduksi di [[Surabaya]] dihentikan, lalu dilanjutkan dengan vaksin yang diproduksi di [[Inggris]].{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}} Peristiwa kedua adalah meletusnya [[Gunung Agung]] pada 1963—1964 yang menyebabkan lebih dari 1.000 penduduk meninggal dunia. Abu dari letusan gunung menutupi lingkungan, termasuk rumput, sehingga petani perlu mencuci rumput tersebut sebelum diberikan sebagai pakan sapi. Kejadian ini berlangsung selama beberapa pekan sehingga sapi menjadi stres. Walaupun demikian, tidak diketahui apakah ada hubungan tidak langsung antara letusan Gunung Agung dengan munculnya wabah penyakit jembrana.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}}
 
Penyakit jembrana pertama kali muncul dan mewabah pada sapi bali dan kerbau di Desa [[Sangkaragung, Jembrana, Jembrana|Sangkaragung]], Kabupaten Jembrana pada bulan Desember 1964.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}}{{sfn|Pranoto|Pudjiastono|1967}} Ketika itu, penyakit yang umum ditemui adalah [[septisemia epizotik]] (SE) sehingga antiserum dan vaksin SE diberikan oleh dokter hewan setempat.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}} Kasus penyakit tidak turun walaupun pemberian antiserum dan vaksin telah dilakukan. Pada bulan Agustus 1965, penyakit ini telah meluas ke semua kabupaten di Pulau Bali dengan angka kematian yang tinggi.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}}{{sfn|Pranoto|Pudjiastono|1967}} Diperkirakan lebih dari 26.000 ekor sapi bali dan sekitar 5.000 ekor kerbau mengalami kematian.{{sfn|Dirkeswan|2015|p=1}}
 
Pada bulan Mei 1976, penyakit yang sama juga terjadi di Desa Rama Dewa, Kecamatan [[Seputih Raman, Lampung Tengah|Seputih Raman]], Kabupaten Lampung (secara administratif, saat ini terletak di [[Kabupaten Lampung Tengah]]), Provinsi [[Lampung]].{{sfn|Dirkeswan|2014|p=51}} Penyakit ini pun disebut sebagai penyakit rama dewa.
 
== Cara penularan ==
Penularan terjadi melalui kontak langsung antara hewan terinfeksi dan hewan sehat. Selain itu, penularan juga terjadi serta secara tidak langsung melalui perantara [[vektor (biologi)|vektor]] mekanis berupa [[serangga]] seperti [[lalat]] ''[[Tabanus rubidus]]'' dan jarum suntik.{{sfn|Dirkeswan|2014|p=51}}{{sfn|Dirkeswan|2015|p=12}} Pada fase akut, partikel virus dapat dideteksi di air liur dan susu sapi.{{sfn|Soeharsono dkk.|1995}} Pada fase ini, titer virus jembrana dalam darah mencapai 10<sup>8</sup> ID<sub>50</sub>/ml (setara dengan 10<sup>10</sup> hingga 10<sup>11</sup> kopi genom virus/ml plasma){{sfn|Kusumawati dkk.|2014}} dan akan turun hingga 10<sup>1</sup> ID<sub>50</sub>/ml pada 60 hari setelah pulih dari penyakit akut.{{sfn|Soeharsono dkk.|1995}} Sapi menjadi tertular melalui rute [[mulut]] (oral) dan [[hidung]] (intranasal), serta melalui [[lapisan mukosa]] pada [[konjungtiva]].{{sfn|Soeharsono dkk.|1995}} Secara eksperimental, penularan penyakit dari sapi terinfeksi ke sapi peka terjadi ketika sapi-sapi tersebut ditempatkan pada ruangan yang sama.{{sfn|Soeharsono dkk.|1995}}
 
== Tanda klinis ==
Baris 46 ⟶ 37:
 
Tanda klinis lain yang terlihat yaitu bercak darah pada kulit (keringat darah atau hemohidrosis) di daerah punggung, paha bagian dalam, perut, kaki, dan [[skrotum]].{{sfn|Dirkeswan|2015|p=14}}{{sfn|Dirkeswan|2014|p=52}} Keringat darah ini terjadi akibat gigitan serangga dan tidak teramati pada infeksi buatan karena hewan ditempatkan pada kandang bebas serangga.{{sfn|Dirkeswan|2014|p=52}} Erosi membran mukosa dapat terjadi di [[vagina]] dan di bagian mulut seperti lidah, bibir bawah, dan gusi yang akan mengakibatkan peningkatan [[air liur]] (hipersalivasi).{{sfn|Dirkeswan|2014|p=52}} Membran mukosa mulut, mata, dan alat kelamin juga bisa menjadi pucat. {{sfn|Dirkeswan|2015|p=14}} Hewan yang [[kehamilan|bunting]] dapat mengalami [[gugur kandungan|keguguran]] yang terjadi pada semua masa kebuntingan.{{sfn|Dirkeswan|2014|p=52}}
 
== Cara penularan ==
Penularan terjadi melalui kontak langsung antara hewan terinfeksi dan hewan sehat. Selain itu, penularan juga terjadi serta secara tidak langsung melalui perantara [[vektor (biologi)|vektor]] mekanis berupa [[serangga]] seperti [[lalat]] ''[[Tabanus rubidus]]'' dan jarum suntik.{{sfn|Dirkeswan|2014|p=51}}{{sfn|Dirkeswan|2015|p=12}} Pada fase akut, partikel virus dapat dideteksi di air liur dan susu sapi.{{sfn|Soeharsono dkk.|1995}} Pada fase ini, titer virus jembranaJembrana dalam darah mencapai 10<sup>8</sup> ID<sub>50</sub>/ml (setara dengan 10<sup>10</sup> hingga 10<sup>11</sup> kopi genom virus/ml plasma){{sfn|Kusumawati dkk.|2014}} dan akan turun hingga 10<sup>1</sup> ID<sub>50</sub>/ml pada 60 hari setelah pulih dari penyakit akut.{{sfn|Soeharsono dkk.|1995}} Sapi menjadi tertular melalui rute [[mulut]] (oral) dan [[hidung]] (intranasal), serta melalui [[lapisan mukosa]] pada [[konjungtiva]].{{sfn|Soeharsono dkk.|1995}} Secara eksperimental, penularan penyakit dari sapi terinfeksi ke sapi peka terjadi ketika sapi-sapi tersebut ditempatkan pada ruangan yang sama.{{sfn|Soeharsono dkk.|1995}}
 
== Diagnosis ==
[[Diagnosis banding]] untuk penyakit jembranaJembrana di antaranya [[demam kataral malignan]] (MCF), [[penyakit sampar sapi]] (''rinderpest''), [[diare ganas sapi]]|diare ganas dan [[penyakit mukosal sapi]] (BVD-MD), [[penyakit mulut dan kuku]] (PMK), [[demam tiga hari]] (BEF), serta [[septisemia epizotik]], dan [[penyakit surra]].{{sfn|Dirkeswan|2014|p=58}} Penegakan diagnosis penyakit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemeriksaan tanda klinis dan patologis, serta pengujian laboratorium.
 
=== Pemeriksaan klinis dan patologis ===
Baris 54 ⟶ 48:
 
=== Pengujian laboratorium ===
Spesimen yang dapat diambil untuk pengujian laboratorium yaitu [[serum darah|serum]] untuk uji serologi, serta [[darah]] dengan [[antikoagulan]] atau spesimen limpa segar dingin untuk uji [[reaksi berantai polimerase]] (PCR).{{sfn|Dirkeswan|2015|p=23}} Untuk pemeriksaan [[histopatologi]], spesimennya dapat berupa limpa, kelenjar getah bening, [[hati]], [[ginjal]], [[otak]], [[paru-paru]], dan [[kelenjar adrenal]] yang diawetkan dengan [[formalin]].{{sfn|Dirkeswan|2015|p=23}} Uji serologi dapat berupa [[ELISA]] untuk mendeteksi [[antibodi]] dan [[blot Western]].{{sfn|Dirkeswan|2015|p=20}} Karena [[antigen]] yang digunakan dalam uji ELISA mampu bereaksi silang dengan [[Lentivirus]] lainnya, maka uji ELISA jembranaJembrana memiliki spesifisitas yang rendah walaupun sensitivitasnya tinggi.{{sfn|Dirkeswan|2015|p=20}} Uji [[imunohistokimia]] digunakan untuk melihat perubahan warna pada sel terinfeksi, sedangkan uji biologis dengan menyuntikkan spesimen pada sapi bali yang peka merupakan uji diagnostik yang paling tepat.{{sfn|Dirkeswan|2015|p=21}}{{sfn|Dirkeswan|2015|p=22}} Di Indonesia, laboratorium referensi untuk diagnosis penyakit jembranaJembrana adalah [[Balai Besar Veteriner Denpasar]].{{sfn|Dirkeswan|2015|p=23}}
 
== Pencegahan ==
Pencegahan penyakit jembranaJembrana dilakukan dengan pemberian [[vaksin]]. Vaksin yang digunakan berasal dari inaktivasi suspensi limpa yang mengandung virus.<ref name=JDVet>{{cite web|title=Vaksin JDVet|url=http://pusvetma.ditjenpkh.pertanian.go.id/main.php?page=detail_produk&id=22|website=Pusvetma|accessdate=26 Januari 2020}}</ref> Dosis yang diberikan sebanyak 3 ml/ekor secara [[intramuskuler]] dengan pemberian awal sebanyak dua kali berturut-turut dengan interval satu bulan, lalu selanjutnya diulang setiap tahun.<ref name=JDVet/> Sapi bali yang akan diberangkatkan dari daerah tanpa kasus jembranaJembrana ke daerah endemik harus divaksinasi tiga hari sebelum diberangkatkan dan divaksin ulang 3-4 minggu setelah vaksinasi pertama di daerah tujuan.{{sfn|Dirkeswan|2015|p=28}} Vaksinasi juga diberikan jika sapi berangkat dari daerah endemik ke daerah endemik lainnya.{{sfn|Dirkeswan|2015|p=28}} Sebuah studi pada tahun 2015 menyatakan bahwa pemberian vaksin belum mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi eksperimental.{{sfn|Agustini dkk.|2015}}
 
== Distribusi penyakit ==
{{location map+|float=right|Indonesia Jembrana|width=200|caption=Lokasi Desa Sangkaragung di Kabupaten Jembrana, tempat penyakit ini pertama kali muncul.|places=
{{location map~|Indonesia Jembrana|lat=-8.3727595|long=114.6492222|label=Sangkaragung|position=right}}}}
=== Sejarah ===
Dua peristiwa besar terjadi di Bali sebelum munculnya wabah penyakit jembranaJembrana. Peristiwa pertama adalah vaksinasi masal terhadap [[penyakit mulut dan kuku]] pada tahun 1963. Vaksinasi tersebut menyebabkan reaksi pascavaksin yang berat sehingga sejumlah sapi bali milik peternak ambruk.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}} Pemberian vaksin yang diproduksi di [[Surabaya]] dihentikan, lalu dilanjutkan dengan vaksin yang diproduksi di [[Inggris]].{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}} Peristiwa kedua adalah meletusnya [[Gunung Agung]] pada 1963—19641963–1964 yang menyebabkan lebih dari 1.000 penduduk meninggal dunia. Abu dari letusan gunung menutupi lingkungan, termasuk rumput, sehingga petani perlu mencuci rumput tersebut sebelum diberikan sebagai pakan sapi. Kejadian ini berlangsung selama beberapa pekan sehingga sapi menjadi stres. Walaupun demikian, tidak diketahui apakah ada hubungan tidak langsung antara letusan Gunung Agung dengan munculnya wabah penyakit jembranaJembrana.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}}
 
Penyakit jembranaJembrana pertama kali muncul dan mewabah pada sapi bali dan kerbau di Desa [[Sangkaragung, Jembrana, Jembrana|Sangkaragung]], Kabupaten Jembrana pada bulan Desember 1964.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}}{{sfn|Pranoto|Pudjiastono|1967}} Ketika itu, penyakit yang umum ditemui adalah [[septisemia epizotik]] (SE) sehingga antiserum dan vaksin SE diberikan oleh dokter hewan setempat.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}} Kasus penyakit tidak turun walaupun pemberian antiserum dan vaksin telah dilakukan. Pada bulan Agustus 1965, penyakit ini telah meluas ke semua kabupaten di Pulau Bali dengan angka kematian yang tinggi.{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}}{{sfn|Pranoto|Pudjiastono|1967}} Diperkirakan lebih dari 26.000 ekor sapi bali dan sekitar 5.000 ekor kerbau mengalami kematian.{{sfn|Dirkeswan|2015|p=1}}
{{location map+|float=right|Indonesia Lampung|width=200|caption=Lokasi Desa Rama Dewa di Lampung, tempat penyakit Jembrana muncul di Sumatra|places=
{{location map~|Indonesia Lampung|lat=-4.9340786|long=105.3636718|label=Rama Dewa|position=right}}}}
Pada bulan Mei 1976, penyakit yang sama juga terjadi di Desa Rama Dewa, Kecamatan [[Seputih Raman, Lampung Tengah|Seputih Raman]], Kabupaten Lampung (secara administratif, saat ini terletak di [[Kabupaten Lampung Tengah]]), Provinsi [[Lampung]].{{sfn|Dirkeswan|2014|p=51}} Penyakit ini pun disebut sebagai penyakit ramaRama dewaDewa. Kasus penyakit Jembrana di Pulau [[Jawa]] tercatat di [[Kabupaten Banyuwangi]], [[Jawa Timur]] pada bulan Mei 1976{{sfn|Dirkeswan|2014|p=51}}{{sfn|Dirkeswan|2015|p=13}} (sumber lain menyatakan bulan November 1978).{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=3}}
 
Berbagai tim—baik terdiri dari ilmuwan dalam negeri dan luar negeri—dibentuk untuk mengidentifikasi agen penyebab penyakit ini. ''[[Rickettsia]]'' sempat diduga merupakan penyebab penyakit Jembrana hingga akhirnya tim yang dibentuk pada tahun 1989–1992 menyimpulkan bahwa agen penyebab penyakit Jembrana adalah virus yang termasuk dalam keluarga [[Retroviridae]], genus [[Lentivirus]].{{sfn|Dirkeswan|2015|p=3}}
 
=== Perkembangan selanjutnya ===
Wabah penyakit Jembrana kemudian terjadi di [[Sumatera Barat]] (tahun 1992), [[Kalimantan Selatan]] (1993), dan [[Bengkulu]] (1995).{{sfn|Dirkeswan|2014|p=51}}{{sfn|Soeharsono|Temadja|1997|p=4}} Dalam periode 1978–1988, penyakit Jembrana bersifat endemik di Bali, kecuali di [[Pulau Nusa Penida]], Pulau [[Nusa Lembongan|Lembongan]], dan Pulau [[Nusa Ceningan|Ceningan]] yang masih belum melaporkan temuan kasus.{{sfn|Dirkeswan|2015|p=13}} Pada tahun 2013 terjadi wabah penyakit Jembrana di beberapa kabupaten/kota di Provinsi [[Riau]].{{sfn|Dirkeswan|2015|p=13}} Menurut [[Kementerian Pertanian Republik Indonesia]], per tahun 2015, penyakit Jembrana telah dilaporkan di 10 provinsi, yaitu Bali, Lampung, Sumatera Barat, [[Jambi]], Riau, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, [[Kalimantan Timur]], dan [[Kalimantan Utara]].{{sfn|Dirkeswan|2015|p=13}}
 
[[Berkas:Jembrana disease situation in Indonesia.svg|jmpl|upright=2|center|Situasi penyakit Jembrana di Indonesia hingga tahun 2022. Warna merah menunjukkan provinsi dengan temuan penyakit ini.]]
 
<center><div style="font-size:93%">'''Jumlah kasus penyakit Jembrana di Indonesia per tahun:'''
{{aligned table|class=wikitable|fullwidth=|cols=9
| row1header = yes|col1style=text-align:center|col3style=text-align:right|col4style=text-align:right|col5style=text-align:right|col6style=text-align:right|col7style=text-align:right|col8style=text-align:right|col9style=text-align:right| row17header = yes
| No. | Provinsi | 2016{{sfn|Dirkeswan|2018|p=35}} | 2017{{sfn|Dirkeswan|2018|p=36}} | 2018{{sfn|Dirkeswan|2019|p=33}} | 2019{{sfn|Dirkeswan|2020|p=20}} | 2020<ref>{{cite web|title=Situasi Penyakit Hewan Nasional 2020|url=https://validation.isikhnas.com/?_token=dSFUqNGgof0cQN0ekCpFhoLZPKCTq9XYcpzHxvyE&year=2020&priority=78|website=ISIKHNAS Validasi|accessdate=11 Agustus 2022}}</ref> | 2021<ref>{{cite web|title=Situasi Penyakit Hewan Nasional 2021|url=https://validation.isikhnas.com/?_token=dSFUqNGgof0cQN0ekCpFhoLZPKCTq9XYcpzHxvyE&year=2021&priority=78|website=ISIKHNAS Validasi|accessdate=11 Agustus 2022}}</ref> | 2022<ref>{{cite web|title=Situasi Penyakit Hewan Nasional 2022|url=https://validation.isikhnas.com/?_token=dSFUqNGgof0cQN0ekCpFhoLZPKCTq9XYcpzHxvyE&year=2022&priority=78|website=ISIKHNAS Validasi|accessdate=21 Februari 2023}}</ref>
|1.| [[Bengkulu]] |0|26|2.492|400|187|1.799|300
|2.| [[Jambi]] |51|266|212|108|23|434|83
|3.| [[Kepulauan Bangka Belitung]] |0|0|5|1|0|0|0
|4.| [[Kepulauan Riau]] |33|0|1|26|0|15|5
|5.| [[Lampung]] |8|0|124|72|0|8|22
|6.| [[Riau]] |257|134|117|829|80|58|42
|7.| [[Sumatera Barat]] |49|0|1.087|134|4|40|0
|8.| [[Sumatera Selatan]] |0|0|484|2.209|4|49|0
|9.| [[Sumatera Utara]] |0|0|0|16|84|19|0
|10.| [[Kalimantan Selatan]] |0|29|1|39|0|2|47
|11.| [[Kalimantan Tengah]] |0|0|45|2|0|49|0
|12.| [[Kalimantan Timur]] |0|3|229|7|26|0|0
|13.| [[Sulawesi Barat]] |0|0|0|2|0|0|209
|14.| [[Sulawesi Selatan]] |0|0|0|0|0|0|392
|15.| [[Sulawesi Tengah]] |0|0|0|0|0|0|24
||Jumlah|398|458|4.797|3.845|408|2.473|1.124
}}</div></center>
 
== Catatan kaki ==
Baris 64 ⟶ 98:
== Daftar pustaka ==
'''Buku'''
{{refbegin|30em}}
* {{cite book|last=Direktorat Kesehatan Hewan|year=2014|title=Manual Penyakit Hewan Mamalia, cetakan ke-2|pp=49-60|url=http://wiki.isikhnas.com/images/b/b9/Manual_Penyakit_Hewan_Mamalia.pdf|location=Jakarta|publisher=Direktorat Kesehatan Hewan, [[Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan]], [[Kementerian Pertanian Republik Indonesia]]|ref={{sfnref|Dirkeswan|2014}}}}
* {{cite book|last=Direktorat Kesehatan Hewan|year=2015|title=Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Jembrana|url=http://keswan.ditjenpkh.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku-Pedoman-Jembrana.pdf|location=Jakarta|publisher=Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia|ref={{sfnref|Dirkeswan|2015}}|access-date=2020-01-25|archive-date=2020-10-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20201015160045/http://keswan.ditjenpkh.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku-Pedoman-Jembrana.pdf|dead-url=yes}}
* {{cite book|last=Direktorat Kesehatan Hewan|year=2018|title=Peta Status dan Situasi Penyakit Hewan Indonesia 2017|url=https://drive.google.com/file/d/1WTXI6zi1Oi2ihc-iFAszOi8n3qxtGtKD/view?usp=sharing|location=Jakarta|publisher=Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia|ref={{sfnref|Dirkeswan|2018}}}}
* {{cite book|last1=Soeharsono|first1=S.|last2=Temadja|first2=I.G.N. Teken|editor-first1=G.E.|editor-last1=Wilcox|editor-first2=S.|editor-last2=Soeharsono|editor-first3=D.M.N.|editor-last3=Dharma|editor-first4=J.W.|editor-last4=Copland|title=Jembrana Disease and the Bovine Lentiviruses: Proceedings of a Workshop 10-13 June 1996 Bali, Indonesia|series=ACIAR Proceedings|url=https://pdfs.semanticscholar.org/8f4d/385fc669c2a229e1cc2382423820dc9972d7.pdf|location=Brisbane|publisher=Australian Centre for International Agricultural Research|year=1997|pages=2–4|chapter=The Occurence and History of Jembrana Disease in Indonesia|isbn=1-86320-197-1|oclc=37039261|ref={{sfnref|Soeharsono|Temadja|1997}}}}
* {{cite book|last=Direktorat Kesehatan Hewan|year=2019|title=Peta Status dan Situasi Penyakit Hewan Indonesia 2018|url=https://drive.google.com/file/d/1vw0XpYJzH551Y1Kmaa7Q2VHx_uXZFvdL/view|location=Jakarta|publisher=Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia|ref={{sfnref|Dirkeswan|2019}}}}
* {{cite book|last1=Soeharsono|first1=S.|last2=Budiantono|first2=A.|last3=Sulistyana|first3=K.|last4=Tenaya|first4=M.|last5=Hartaningsih|first5=N.|last6=Dharma|first6=D.M.N.|last7=Soesanto|first7=M.|last8=Wilcox|first8=G.E.|editor-first1=G.E.|editor-last1=Wilcox|editor-first2=S.|editor-last2=Soeharsono|editor-first3=D.M.N.|editor-last3=Dharma|editor-first4=J.W.|editor-last4=Copland|title=Jembrana Disease and the Bovine Lentiviruses: Proceedings of a Workshop 10-13 June 1996 Bali, Indonesia|series=ACIAR Proceedings|url=https://pdfs.semanticscholar.org/8f4d/385fc669c2a229e1cc2382423820dc9972d7.pdf|location=Brisbane|publisher=Australian Centre for International Agricultural Research|year=1997|pages=10–25|chapter=Clinical Changes in Bali Cattle and Other Ruminants Following Infection with Jembrana Disease Virus|isbn=1-86320-197-1|oclc=37039261|ref={{sfnref|Soeharsono dkk.|1997}}}}
* {{cite book|last=Direktorat Kesehatan Hewan|year=2020|title=Peta Status dan Situasi Penyakit Hewan Indonesia 2019|url=http://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/15583|location=Jakarta|publisher=Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia|ref={{sfnref|Dirkeswan|2020}}}}
* {{cite book|last1=Soeharsono|first1=S.|last2=Temadja|first2=I.G.N. Teken|editor-first1=G.E.|editor-last1=Wilcox|editor-first2=S.|editor-last2=Soeharsono|editor-first3=D.M.N.|editor-last3=Dharma|editor-first4=J.W.|editor-last4=Copland|title=Jembrana Disease and the Bovine Lentiviruses: Proceedings of a Workshop 10-13 June 1996 Bali, Indonesia|series=ACIAR Proceedings|url=https://pdfsideas.semanticscholarrepec.org/8f4dp/385fc669c2a229e1cc2382423820dc9972d7ags/acipro/134751.pdfhtml|location=Brisbane|publisher=Australian Centre for International Agricultural Research|year=1997|pages=2–4|chapter=The Occurence and History of Jembrana Disease in Indonesia|isbn=1-86320-197-1|oclc=37039261|ref={{sfnref|Soeharsono|Temadja|1997}}}}
* {{cite book|last1=Soeharsono|first1=S.|last2=Budiantono|first2=A.|last3=Sulistyana|first3=K.|last4=Tenaya|first4=M.|last5=Hartaningsih|first5=N.|last6=Dharma|first6=D.M.N.|last7=Soesanto|first7=M.|last8=Wilcox|first8=G.E.|editor-first1=G.E.|editor-last1=Wilcox|editor-first2=S.|editor-last2=Soeharsono|editor-first3=D.M.N.|editor-last3=Dharma|editor-first4=J.W.|editor-last4=Copland|title=Jembrana Disease and the Bovine Lentiviruses: Proceedings of a Workshop 10-13 June 1996 Bali, Indonesia|series=ACIAR Proceedings|url=https://pdfsideas.semanticscholarrepec.org/8f4dp/385fc669c2a229e1cc2382423820dc9972d7ags/acipro/134751.pdfhtml|location=Brisbane|publisher=Australian Centre for International Agricultural Research|year=1997|pages=10–25|chapter=Clinical Changes in Bali Cattle and Other Ruminants Following Infection with Jembrana Disease Virus|isbn=1-86320-197-1|oclc=37039261|ref={{sfnref|Soeharsono dkk.|1997}}}}
{{refend}}
 
'''Jurnal'''
{{refbegin|30em}}
* {{Cite journal|last=Agustini|first=N.L.P.|last2=Tenaya|first2=I.W. Masa|last3=Supartika|first3=I.K.E.|title=Uji Efikasi Vaksin Jembrana|date=Juni 2015|url=http://bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2015/11/UJI-EFIKASI-VAKSIN-JEMBRANA.pdf|journal=Buletin Veteriner BBVet Denpasar|volume=XXVII|issue=86|issn=0854-901X|ref={{sfnref|Agustini dkk.|2015}}}}
* {{Cite journal|last=Kusumawati|first=Asmarani|last2=Wanahari|first2=Tenri Ashari|last3=Putri|first3=Rizqa Febriliany|last4=Untari|first4=Tri|last5=Hartati|first5=Sri|last6=Mappakaya|first6=Basofi Ashari|last7=Putro|first7=Prabowo Purwono|date=30 Desember 2014|year=|title=Clinical and Pathological Perspectives of Jembrana Disease Virus Infection: A Review|url=httphttps://www.biotech-asiaresearchgate.orgnet/absdoic.php?snoid=1509publication/276514271_Clinical_and_Pathological_Perspectives_of_Jembrana_Disease_Virus_Infection_A_Review|journal=Biosciences Biotechnology Research Asia|language=|volume=11|issue=3|pages=1221–1225|doi=10.13005/bbra/1509|issn=0973-1245|ref={{sfnref|Kusumawati dkk.|2014}}}}
* {{Cite journal|last=Pranoto|first=R.A.|last2=Pudjiastono|first2=A.|title=An Outbreak of Highly Infectious Disease in Cattle and Buffaloes on the Island of Bali. Diagnosis Based on Clinical Signs and Post Mortem Findings|year=1967|journal=Folia Veterinaria Elveka|volume=2|page=10–53|ref={{sfnref|Pranoto|Pudjiastono|1967}}}}
* {{Cite journal|last=Soeharsono|first=S.|last2=Hartaningsih|first2=N.|last3=Soetrisno|first3=M.|last4=Kertayadnya|first4=G.|last5=Wilcox|first5=G. E.|year=1990|title=Studies of experimental Jembrana disease in Bali cattle. I. Transmission and persistence of the infectious agent in ruminants and pigs, and resistance of recovered cattle to re-infection|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S002199750880134X?via%3Dihub|journal=Journal of Comparative Pathology|volume=103|issue=1|pages=49–59|doi=10.1016/s0021-9975(08)80134-x|issn=0021-9975|pmid=2394846|ref={{sfnref|Soeharsono dkk.|1990}}}}
Baris 83 ⟶ 120:
{{Hama dan penyakit hewan karantina}}
 
[[Kategori:Penyakit hewan]]
[[Kategori:Penyakit sapi]]