Rijsttafel: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Dikembalikan VisualEditor |
OrophinBot (bicara | kontrib) |
||
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 18:
'''''Rijsttafel''''' (dibaca "rèisttafel" secara harfiah dalam [[bahasa Belanda]] berarti "meja nasi") merupakan cara penyajian makanan berurutan dengan pilihan hidangan dari berbagai daerah di [[Nusantara]]. Cara penyajian seperti ini berkembang pada masa kolonial [[Hindia Belanda]] yang memadukan etiket dan tata cara perjamuan resmi Eropa dengan kebiasaan makan penduduk setempat yang mengonsumsi [[nasi]] sebagai [[makanan pokok]] dengan berbagai lauk-pauknya. Cara penyajian ini populer di kalangan masyarakat [[Eropa-Indonesia]], tetapi tetap digemari di [[Belanda]] dan dihidupkan lagi di [[Indonesia]] pada masa kini. Konsep Rijjstafel mengadopsi cara makan bergaya Eropa dengan menggunakan peranti makan lengkap, yaitu piring, sendok, dan garpu.<ref>{{Cite book|last=Soemantri|first=Kevindra|year=2021|url=https://www.google.co.id/books/edition/Jakarta_A_Dining_History/0DMhEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=0|title=Jakarta: A Dining History|location=Jakarta|publisher=[[Gramedia Pustaka Utama]]|isbn=978-602-06-4910-8|pages=20|url-status=live}}</ref>
''Rijsttafel'' pada dasarnya adalah konsep penyajian makanan lengkap sesuai tata cara perjamuan resmi ala [[Eropa]], yang diawali dengan [[Hidangan pembuka|makanan pembuka]], lalu [[Menu utama|makanan utama]], dan diakhiri dengan [[Hidangan penutup|makanan penutup]]. Ada pula pendapat lain yang menyatakan bahwa ''rijsttafel'' mengadopsi cara penyajian "hidang" (berbagai hidangan disajikan dalam piring-piring kecil) pada rumah makan [[nasi Padang]] dari [[
Menu yang disajikan dengan cara ini bervariasi, tergantung selera. Menu standar biasanya melibatkan [[nasi goreng]], [[rendang]], [[opor ayam]], [[sate]] (babi), dilengkapi dengan [[kerupuk]] dan [[sambal]].
Baris 29:
== Sejarah ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De rijsttafel TMnr 3728-820.jpg|jmpl|300px|Rijsttafel pada 1880-an.]]
Lebih bersifat sebagai jamuan pesta pada era [[Hindia Belanda|Kolonial Belanda]], ''rijsttafel'' diciptakan sebagai bentuk perjamuan resmi (makan siang atau makan malam) yang meriah yang dapat mewakili keanekaragaman suku-bangsa di Nusantara. Aneka macam hidangan dihimpun dari penjuru negeri; khazanah kuliner khas dari berbagai pulau di Indonesia — dari Jawa Tengah, makanan yang terkenal dan digemari antara lain [[sate]], [[tempe]], dan [[serundeng]]. Dari Batavia dan [[Priangan]] masakan sayuran favorit seperti [[gado-gado]], [[sayur lodeh|lodeh]] dengan [[sambal]] dan [[lalab]]. Citarasa pedas kaya bumbu disajikan dalam hidangan [[rendang]] dan [[gulai]] dari [[Ranah Minang]] di
Pada masa kolonial, sajian ''rijsttafel'' paling bergengsi di Hindia Belanda adalah ''luncheon'' (makan siang) tiap hari Minggu di [[Hotel des Indes]] di Batavia dan [[Hotel Savoy Homann]] di [[Bandung]], di mana nasi disajikan bersama lebih dari 60 macam hidangan.<ref name="kompasiana">{{cite web
Pada masa kolonial, sajian ''rijsttafel'' paling bergengsi di Hindia Belanda adalah ''luncheon'' (makan siang) tiap hari Minggu di [[Hotel des Indes]] di Batavia dan [[Hotel Savoy Homann]] di [[Bandung]], di mana nasi disajikan bersama lebih dari 60 macam hidangan.<ref name="kompasiana">{{cite web|author=Fadly Rahman|date=16 December 2010|title=Rijsttafel: The History of Indonesian Foodways|url=https://www.idkblog.com/|website=Kompasiana|publisher=Kompasiana|archive-url=https://web.archive.org/web/20130921053540/http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2010/12/17/rijsttafel-the-history-of-indonesian-foodways-326575.html|archive-date=2013-09-21|dead-url=yes|accessdate=28 July 2013}}</ref> Pada masa jayanya di era Hindia Belanda, versi jamuan resmi ''rijstaffel'' paling mewah terdiri atas iring-iringan para pelayan berbusana resmi (kain kebaya untuk pelayan wanita atau beskap, blangkon, bersarung kain batik untuk pelayan pria), secara khidmat dan resmi menyajikan belasan hingga puluhan piring berisi berbagai macam hidangan secara maraton ke meja makan di mana para tamu perjamuan duduk. Sajian pertama adalah nasi putih kadang berbentuk [[tumpeng]] kecil di sajikan di piring tamu, kemudian satu per satu pelayan datang membawa beraneka macam hidangan yang terdiri atas lauk-pauk, sayuran, gorengan, sambal dan kerupuk. Hidangan ini ditawarkan dan disajikan kepada para tamu perjamuan yang mengambil sendiri hidangan ini dari piring yang dibawa pelayan. Iring-iringan pelayan ini datang silih berganti membawa aneka hidangan yang bahkan dapat berjumlah hingga 40 macam. Versi penyajian yang lain hanya menyajikan nasi putih di tengah, dikelilingi piring-piring berisi aneka hidangan, mirip dengan sajian prasmanan kini.▼
|url = http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2010/12/17/rijsttafel-the-history-of-indonesian-foodways-326575.html
|title = Rijsttafel: The History of Indonesian Foodways
|author = Fadly Rahman
|date = 16 December 2010
|website = Kompasiana
|publisher = Kompasiana
|accessdate = 28 July 2013
|archive-date = 2013-09-21
|archive-url = https://web.archive.org/web/20130921053540/http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2010/12/17/rijsttafel-the-history-of-indonesian-foodways-326575.html
|dead-url = yes
▲
Pada masa pendudukan Jepang dan setelah perang kemerdekaan Indonesia 1945, ''rijsttaffel'' di bawa ke Belanda oleh orang Belanda kolonial dan orang [[Indo]] yang berangkat repatriasi ke Belanda. Sajian ini tetap populer pada keluarga Belanda yang memiliki akar keluarga kolonial Hindia Belanda. Akan tetapi di Indonesia setelah perang kemerdekaan 1945, berkembang gerakan nasionalisme yang menolak segala unsur budaya dan tradisi peninggalan kolonial Belanda yang dianggap mengeksploitasi bangsa Indonesia, termasuk ''rijsttafel'' dengan jajaran pelayan pribumi yang dianggap terlalu mewah dan flamboyan. Kini ''rijsttafel'' secara praktis hampir lenyap di Indonesia, dan hanya disajikan oleh sedikit rumah makan mewah di Indonesia.
|