Sejarah Palembang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib) |
|||
(24 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''[[Palembang]]''' adalah ibu kota Provinsi [[Sumatera Selatan]], [[Indonesia]].
== Zaman Sriwijaya ==
Baris 7:
Menurut [[George Coedes]], "pada paruh kedua abad ke-9, Jawa dan Sumatra disatukan di bawah kekuasaan [[Sailendra]] yang memerintah di Jawa ... pusatnya di Palembang."<ref name=Coedes>{{cite book|last= Coedès|first= George|authorlink= George Coedès|editor= Walter F. Vella|others= trans.Susan Brown Cowing|title= The Indianized States of Southeast Asia|year= 1968|publisher= University of Hawaii Press|isbn= 978-0-8248-0368-1}}</ref>{{rp|92}}
Sebagai ibu kota kerajaan Sriwijaya, kota tertua kedua di Asia Tenggara ini telah menjadi pusat perdagangan penting di Asia Tenggara maritim selama lebih dari satu milenium. Kerajaan ini berkembang dengan mengendalikan perdagangan internasional melalui [[Selat Malaka]] dari abad
[[Berkas:Buddha Seguntang Palembang.jpg|jmpl|lurus|Sebuah rupaka Buddha, ditemukan di situs arkeologi Bukit Seguntang, kini dipajang di [[Museum Sultan Mahmud Badaruddin II]] Palembang.]]
Pada tahun 990, pasukan tentara dari [[Kerajaan Medang]] di Jawa menyerang Sriwijaya. Palembang porak
Pada tahun 1068, Raja [[Virarajendra Chola]] dari [[Dinasti Chola]] di India menaklukkan wilayah yang sekarang disebut Kedah dari Sriwijaya.<ref>The Cambridge Economic History of India: c.1200-c.1750 herausgegeben by [[Tapan Raychaudhuri]], Irfan Habib, Dharma Kumar p.40</ref> Setelah kehilangan banyak tentara dalam perang dan dengan pundi-pundinya hampir kosong karena gangguan perdagangan selama dua puluh tahun, jangkauan Sriwijaya berkurang. Wilayahnya mulai memerdekakan diri dari kedaulatan Palembang dan mendirikan banyak kerajaan kecil di seluruh bekas imperium.<ref>{{cite book |last=Munoz|title=Early Kingdoms |page=166}}</ref> Sriwijaya akhirnya mengalami kemerosotan karena [[Ekspedisi Pamalayu|ekspedisi militer]] oleh [[Kerajaan Singasari|kerajaan-kerajaan Jawa]] pada abad
== Pasca
Pangeran [[Parameswara]] melarikan diri dari Palembang setelah dihancurkan oleh pasukan tentara [[Majapahit|Jawa]],<ref name=":1">{{Cite book|title = Asia and Oceania: International Dictionary of Historic Places|last = |first = |publisher = Routledge|year = 1996|isbn = 1-884964-04-4|location = New York|page = 663|editor-last = Schellinger|editor-first = Paul E.|editor-last2 = Salkin|editor-first2 = Robert M.}}</ref> kota ini kemudian diganggu oleh bajak laut, terutama [[Chen Zuyi]] dan [[Liang Daoming]]. Pada 1407, Chen diadang di Palembang oleh armada harta karun Kekaisaran yang kembali di bawah Laksamana [[Cheng Ho]].
== Periode Kesultanan Palembang ==
Baris 26:
Beberapa rival lokal, seperti [[Kesultanan Banten|Banten]], [[Kesultanan Jambi|Jambi]], dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]] mengancam keberadaan Kesultanan, sementara itu [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] (kompeni) mendirikan sebuah pos perdagangan di Palembang pada tahun 1619. Pada tahun 1642, kompeni memperoleh hak monopoli atas perdagangan lada di pelabuhan ini. Ketegangan meningkat antara Belanda dan penduduk setempat, memuncak pada tahun 1657 ketika sebuah kapal Belanda diserang di Palembang, memberikan sinyal kepada kompeni untuk meluncurkan ekspedisi hukuman pada tahun 1659 yang membakar habis kota ini.<ref name=":1"/>
Semasa [[Peperangan era Napoleon]] pada tahun 1812, sultan pada waktu itu, [[Mahmud Badaruddin II]] menolak tuntutan Britania atas kekuasaannya, yang ditanggapi oleh Britania dengan menyerang Palembang, menjarah istana, dan melantik adik lelaki sultan yang lebih kooperatif, Najamuddin naik takhta. Belanda berusaha untuk memulihkan pengaruh mereka di istana pada 1816,
== Periode kolonial ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De rivier de Musi bij Palembang TMnr 5426-8.jpg|jmpl|283x283px|Lukisan Palembang pada masa pemerintahan Belanda.]]
Sejak dihapuskannya Kesultanan Palembang pada tahun 1825 oleh Belanda, Palembang menjadi ibu kota Keresidenan Palembang, meliputi seluruh wilayah yang kelak menjadi Provinsi Sumatera Selatan setelah kemerdekaan, yang dipimpin oleh [[Jan Izaäk van Sevenhoven]] sebagai residen pertamanya.<ref name=":
Dari akhir abad kesembilan belas, dengan diperkenalkannya tanaman ekspor baru oleh perusahaan-perusahaan Belanda, Palembang bangkit kembali sebagai pusat ekonomi. Pada tahun 1900-an, perkembangan industri minyak dan karet menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang membawa masuknya para migran, meningkatnya [[urbanisasi]], dan perkembangan infrastruktur sosial ekonomi.<ref name=":2">{{Cite book|title = Palembang in the 1950s: The Making and Unmaking of a Region|last = Yeo|first = Woonkyung|publisher = University of Washington|year = 2012|isbn = |location = |pages = }}</ref>
Baris 38:
Terdapat tiga perusahaan perminyakan pada tahun 1900: Perusahaan Minyak Sumatra-Palembang (Sumpal); Perusahaan Minyak Muara Enim milik Prancis; dan Perusahaan Minyak Musi Ilir. Sumpal segera melebur ke dalam Royal Dutch, dan Muara Enim Co dan Musi Ilir Co juga melebur ke dalam Royal Dutch, masing-masing pada tahun 1904 dan 1906. Berdasarkan peleburan ini, Royal Dutch dan Shell mendirikan BPM, perusahaan yang mengoperasikan [[Royal Dutch Shell]], dan membuka sebuah kilang minyak di Plaju, di tepi Sungai Musi di Palembang, pada tahun 1907. Sementara BPM adalah satu-satunya perusahaan yang beroperasi di daerah ini sampai 1910-an, perusahaan-perusahaan minyak Amerika meluncurkan bisnis mereka di wilayah Palembang dari tahun 1920-an. [[Standard Oil of New Jersey]] mendirikan anak perusahaan, American Petroleum Company, dan, untuk mencegah undang-undang Belanda yang membatasi kegiatan perusahaan asing, American Petroleum Company mendirikan anak perusahaannya sendiri, Netherlands Colonial Oil Company (Nederlandche Koloniale Petroleum Maatschapij, NKPM). NKPM mulai membangun sendiri di daerah Sungai Gerong pada awal tahun 1920, dan menyelesaikan pembangunan jaringan pipa untuk mengirim 3.500 barel per hari dari ladang minyak mereka ke kilang di Sungai Gerong.
Kedua kompleks kilang itu seperti daerah kantong, pusat kota yang terpisah dengan rumah, rumah sakit, dan fasilitas budaya lainnya yang dibangun oleh Belanda dan Amerika. Pada tahun 1933, Standard Oil menggabungkan ''holding'' NKPM ke dalam Standar Vacuum Company, sebuah perusahaan patungan baru, yang diganti namanya menjadi Standard Vacuum Petroleum Maatschappij (SVPM). [[Caltex]] (anak perusahaan dari Standard Oil California and Texas Company) memperoleh konsesi eksplorasi ekstensif di
[[Berkas:Coat of Arms of Palembang (1925).svg|
Pada tahun 1920-an, dengan bimbingan [[Thomas Karsten]], salah satu pelopor proyek arsitektur di kota-kota di [[Hindia Belanda]], Komisi Lalu Lintas Palembang bertujuan untuk meningkatkan kondisi transportasi pedalaman di Palembang. Komisi ini mereklamasi tanah dari sungai dan jalan beraspal. Rancangan lalu lintas di kota Palembang didasarkan pada rencana kota Karsten, di mana Ilir berada dalam bentuk jalan lingkar, dimulai dari tepi Sungai Musi. Sejak saat itu mereka membangun banyak jembatan kecil di kedua sisi Sungai Musi, termasuk Jembatan Wilhelmina di atas Sungai Ogan yang secara vertikal membagi daerah Ulu. Jembatan ini dibangun pada tahun 1939 dengan tujuan menghubungkan kilang minyak di sisi sungai timur dengan sisi sungai barat, di mana stasiun kereta api Kertapati berada. Pada akhir tahun 1920-an, kapal uap laut mengarungi Sungai Musi secara teratur.<ref name=":2"/>
Pada tahun 1930-an, Keresidenan Palembang merupakan salah satu dari "tiga raksasa" dalam ekonomi ekspor Hindia Belanda, bersama dengan Sabuk Perkebunan
== Periode pendudukan Jepang ==
[[Berkas:
Palembang merupakan sasaran prioritas tinggi bagi pasukan Jepang, karena merupakan lokasi dari beberapa kilang minyak terbaik di Asia Tenggara. Embargo minyak telah diberlakukan terhadap Jepang oleh Amerika Serikat, Belanda, dan Britania Raya. Dengan pasokan bahan bakar melimpah dan lapangan terbang di daerah itu, Palembang menawarkan potensi signifikan sebagai daerah pangkalan militer, baik bagi Sekutu maupun Jepang.<ref name=":3">{{cite web|title = The Battle for Palembang|url = http://www.dutcheastindies.webs.com/palembang.html|website = www.dutcheastindies.webs.com|accessdate = 2 January 2016|archive-date = 2015-07-09|archive-url = https://web.archive.org/web/20150709152300/http://www.dutcheastindies.webs.com/palembang.html|dead-url = yes}}</ref><ref name=":4">{{cite web|title = The Japanese Invasion of Sumatra Island|url = http://www.dutcheastindies.webs.com/fall_sumatra.html|website = www.dutcheastindies.webs.com|accessdate = 2 January 2016|deadurl = yes|archiveurl = https://web.archive.org/web/20121203032143/http://www.dutcheastindies.webs.com/fall_sumatra.html|archivedate = 3 December 2012|df = dmy-all}}</ref>
Pertempuran utama terjadi selama 13–16 Februari 1942. Sementara pesawat Sekutu menyerang perkapalan Jepang pada 13 Februari, pesawat angkut Kawasaki Ki-56 dari ''Chutai'' 1, 2, dan 3, Pasukan Udara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang (IJAAF), menerjunkan pasukan parasut [[Teishin Shudan]] (Kelompok Penyergapan) di atas lapangan terbang Pangkalan Benteng. Pada saat yang sama, pesawat pengebom Mitsubishi Ki-21 dari ''Sentai'' ke-98 menjatuhkan pasokan untuk pasukan parasut. Formasi ini dikawal oleh pasukan besar pesawat pejuang Nakajima Ki-43 dari ''Sentai'' ke-59 dan 64. Sebanyak 180 orang dari Resimen Parasut Kedua Jepang, di bawah Kolonel Seiichi Kume, melakukan penerjunan di antara Palembang dan Pangkalan Benteng, dan lebih dari 90 orang melakukan penerjunan di barat kilang minyak di Plaju. Meskipun pasukan parasut Jepang gagal merebut lapangan terbang Pangkalan Benteng, di kilang minyak Plaju mereka berhasil menguasai seluruh kompleks, dalam kondisi tidak rusak. Namun, kilang minyak kedua di Sungai Gerong berhasil dihancurkan oleh Sekutu. Serangan balik darurat oleh pasukan Landstorm dan pasukan senjata antipesawat dari Prabumulih berhasil merebut kembali kompleks namun mengalami kerugian besar. Penghancuran yang direncanakan gagal untuk membuat kerusakan serius pada kilang,
Ketika pasukan pendaratan Jepang mendekati
Jepang berhasil memulihkan produksi di kedua kilang minyak utama, dan produk-produk minyak ini sangat penting dalam upaya perang mereka. Meskipun ada serangan udara Sekutu, produksi sebagian besar dipertahankan.
Baris 57:
Pada Agustus 1944, pesawat pengebom USAAF B-29, yang terbang dari India, [[Operasi Boomerang|menyergap kilang-kilang-kilang minyak di Palembang]] yang menjadi misi pengeboman reguler terjauh dari perang ini.<ref>{{cite web|last1=Rickard|first1=J|title=Boeing B-29 Superfortress Combat Record|url=http://www.historyofwar.org/articles/weapons_B-29_combat.html|website=History of War|accessdate=22 August 2017|date=10 December 2007}}</ref>
Pada Januari 1945, dalam [[Operasi Meridian]], Divisi Armada Udara Angkatan Laut Britania Raya melancarkan dua serangan besar terhadap dua kompleks kilang minyak, melawan pertahanan Jepang yang ditentukan.<ref>Iredale, W.
== Periode revolusi kemerdekaan ==
Pada 8 Oktober 1945, Residen Sumatera Selatan, Adnan Kapau Gani dengan seluruh perwira ''Gunseibu'' mengibarkan bendera Indonesia saat upacara. Pada hari tersebut diumumkan bahwa Keresidensan Palembang berada di bawah penguasaan Republik.<ref>{{Cite book|title = Sejarah nasional Indonesia: Zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia, ±1942–1998|last = Notosusanto|first = Nugroho|publisher = Balai Pustaka|year = 2008|isbn = |location = |pages = }}</ref>
Palembang diduduki oleh Belanda setelah sebuah pertempuran kota antara pasukan Republik dan Belanda pada 1–5 Januari 1947, yang dijuluki Pertempuran Lima Hari Lima Malam. Terdapat tiga front selama pertempuran yakni front Ilir Timur, front Ilir Barat, dan front Ulu. Pertempuran berakhir dengan gencatan senjata dan pasukan Republik dipaksa mundur sejauh {{convert|20|km|abbr=off}} dari Palembang.<ref>{{Cite book|title = Sejarah Indonesia V|last = Notosusanto|first = Nugroho|publisher = Balai Pustaka|year = 1987|isbn = |location = |pages = |last2 = Poesponegoro|first2 = Marwatidjoened}}</ref><ref>{{Cite book|title = Sedjarah Perdjuangan Indonesia|last = Dimjati|first = M|publisher = Widjaja|year = 1951|isbn = |location = Djakarta|pages = }}</ref>
Baris 67:
== Periode Orde Lama dan Orde Baru ==
Semasa pemberontakan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia|PRRI]]/[[Permesta]], faksi pemberontak mendirikan Dewan Garuda di Sumatera Selatan pada 15 Januari 1957 di bawah Letnan Kolonel [[Barlian]] yang mengambil alih pemerintahan daerah Sumatera Selatan.
Pada April 1962, pemerintah Indonesia memulai pembangunan [[Jembatan Ampera]] yang selesai dan secara resmi dibuka untuk umum pada 30 September 1965 oleh Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal [[Ahmad Yani]], hanya beberapa jam sebelum dia dibunuh oleh pasukan [[Gerakan 30 September]]. Awalnya, jembatan itu dikenal sebagai Jembatan Bung Karno, sesuai nama presiden saat itu,
Pada 6 Desember 1988, pemerintah Indonesia memperluas wilayah administratif Palembang sejauh 12 kilometer dari pusat kota, dengan 9 desa dari [[Musi Banyuasin]] bergabung menjadi 2 kecamatan baru di Palembang dan 1 desa dari [[Kabupaten Ogan Komering Ilir|Ogan Komering Ilir]] digabungkan ke dalam Kecamatan Seberang Ulu I.<ref name=":5"/>
Baris 76:
== Periode Reformasi ==
[[Berkas:SEA Games 2011 Opening Ceremony, Palembang, Indonesia 2011-11-11 cropped.jpg|
Pada tahun 1998, sebuah kompleks olahraga beserta stadion utamanya, [[Stadion Gelora Sriwijaya]], dibangun di Jakabaring, selesai pada tahun 2004. Stadion ini berfungsi sebagai tempat untuk [[Pekan Olahraga Nasional XVI|Pekan Olahraga Nasional 2004]]. Palembang menjadi tuan rumah [[Pekan Olahraga Nasional]] pada tahun 2004 setelah 47 tahun terakhir diselenggarakan di luar Jawa dan 51 tahun di
Presiden keenam Indonesia, [[Susilo Bambang Yudhoyono]], mencanangkan Palembang sebagai "Kota Wisata Air" pada 27 September 2005.<ref>{{
Sejak tahun 2015, pemerintah Indonesia mulai meningkatkan kemampuan transportasi Palembang dengan pembangunan [[LRT Palembang|sistem angkutan cepat dengan kereta api ringan]] pertama di Indonesia dari [[Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II]] ke Jakabaring, [[
== Lihat juga ==
Baris 95:
* {{Wikivoyage-inline}}
{{Jajahan Belanda|India Timur}}
{{Kota penyelenggara Asian Games}}
Baris 102 ⟶ 101:
<!--please leave the empty space as standard-->
[[Kategori:Kota Palembang| ]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
|