Wali penguasa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(16 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Wali penguasa''' ({{lang-ar|ولي}}, ''walī'';) {{Lang-en|regent}};atau {{lang-la|regens}};<ref>{{OEtymD|regency|accessdate=2014-08-18}}</ref>'''regen''' "([yang[bahasa Inggris]] berkuasa"<ref>dan [[Bahasa Belanda|Belanda]]: {{OEtymDLang|regenten|accessdate=2014-08-18''regent''}}</ref>) adalah "pihak yang ditunjuk untuk mengelola [[negara]] atasuntuk namasementara penguasawaktu karena penguasa (umumnya [[Monarki|penguasa monarki]]) yang resmi kurangdengan sebab-sebab tertentu tidak dapat memegang kendali negara sebagaimana mestinya atau karena berbagaitakhta sebabpenguasa lowong.<ref>''[//en.wiki-indonesia.club/wiki/Oxford_English_Dictionary Oxford English Dictionary]''</ref> Masa pemerintahan seorang wali penguasa disebut dengan '''masa perwalian'''. Pihak yang ditunjuk sebagai wali dapat berupa perseorangan atau sekelompok orang. Beberapa istilah lain yang disebutjuga memiliki makna yang serupa dengan dewanwali perwalianpenguasa adalah '''pemangku raja''' atau '''pemangku takhta'''.
 
Pada masa [[Hindia Belanda|Hinda Belanda]], terdapat jabatan ''regent'' yang diterjemahkan sebagai [[bupati]] dalam bahasa setempat, yang merujuk pada "wali pemerintahan kolonial [[Belanda]]" pada tiap wilayah kekuasaan masing-masing yang disebut ''regentschap'' atau [[kabupaten]]. Istilah bupati (dan bahkan ''regent'') masih digunakan setelah kemerdekaan [[Indonesia]], meskipun bupati sudah tidak benar-benar merujuk pada "wali penguasa".
Istilah dalam bahasa Inggris untuk peran ini, ''regent'', biasanya digunakan dalam konteks monarki. Beberapa istilah lain yang juga memiliki makna yang serupa dengan wali penguasa adalah "pemangku raja" atau "pemangku takhta."
 
== Makna ==
Wali berasal dari bahasa Arab yang bermakna "pemelihara", "pelindung", "penolong", dan "teman."<ref>[http://ejtaal.net/aa/#hw4=1302,ll=3066,ls=79,la=4919,sg=1252,ha=906,br=1072,pr=171,aan=742,mgf=869,vi=392,kz=3008,mr=805,mn=1581,uqw=1902,umr=1196,ums=1010,umj=961,ulq=1833,uqa=460,uqq=444 Hans Wehr, h. 1289]</ref> Dalam konteksnya sebagai wali penguasa, istilah ini dapat disepadankan dengan istilah ''regent'' dalam bahasa Inggris, yang diambil dari bahasa Latin, ''regens'', yang bermakna "yang berkuasa."
 
Di dalam agama Islam, wali juga dapat merujuk orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah, tetapi bukanlah seorang nabi. Untuk wali dalam konteks ini, dapat dilihat di halaman [[wali]].
 
=== Padanan dalam bahasa lain ===
Dalam bahasa Inggris, padanan untuk peran ini disebut sebagai ''regent'' yang diserap dari [[bahasa Latin]] yaitu {{lang|la|regens}}<ref>{{OEtymD|regency|accessdate=2014-08-18}}</ref> (arti: "[yang] berkuasa"<ref>{{OEtymD|regent|accessdate=2014-08-18}}</ref>) biasanya digunakan dalam konteks monarki. Kata ''regent'' dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia disamakan statusnya sebagai [[bupati]].
 
== Sejarah ==
Sepanjang sejarah, ada beberapa sebab yang menyebabkan penguasa tidak dapat memegang kendali negara sebagaimana yang seharusnya, seperti usianya yang masih terlalu belia, tidak berada di tempat, atau memang tidak cakap. Dengan keadaan seperti ini, maka dibutuhkan pihak yang dapat memegang kendali negara demi terjaganya stabilitas nasional. Dalam konteks monarki, biasanya pihak yang paling berhak menjadi wali penguasa adalah kerabat dekat penguasa, seperti orangtuaorang tua atau pasangan. Bila tidak ada kerabat dekat yang mampu mengambil peran tersebut, maka para menteri atau pejabat tinggi dapat memilih salah satu atau beberapa di antara mereka untuk membentuk dewan perwalian.
 
Dalam prakteknyapraktiknya, seseorang dapat berperan sebagai wali penguasa tanpa penunjukkan resmi. Hal ini seringnya terjadi bila pihak yang menjadi wali adalah kerabat penguasa sendiri.
 
=== Usia ===
Usia menjadi salah satu faktor utama para penguasa tidak dapat menjalankan perannya sebagaimana semestinya. Dalam sistem monarki turun-temurun, sangat mungkin seorang penguasa akan mangkat dan meninggalkan pewaris yang masih di bawah umur. Dalam keadaan seperti ini, biasanya ibu suri (ibu dari penguasa yang baru) dipandang menjadi pihak yang paling berhak menjadi wali penguasa.
* [[Fatahillah]], laksamana [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]]. Menjadi wali penguasa sampai ia wafat dan [[Panembahan Ratu I|Zainul Arifin]] naik takhta.
* [[Bairam Khan]], panglima Mughal. Menjadi wali bagi [[Akbar yang Agung|Kaisar Akbar]] yang naik takhta saat masih belia.
* [[Kösem Sultan]], [[Valide Sultan|Ibu Suri Turki Utsmani]]. Menjadi wali bagi putranya, [[Murad IV|Sultan Murad IV]], dan kemudian cucunya, [[Mehmed IV|Sultan Mehmed IV]].
Baris 27 ⟶ 31:
 
=== Absennya penguasa ===
Di masa lalu, penguasa sangat sering merangkap sebagai panglima tertinggi. Hal ini menjadikan dirinya juga turut serta ke garis depan saat pertempuran. Dengan keadaan seperti ini, urusan pemerintahan di ibukotaibu kota harus diberikan kepada pihak lain demi terciptanya stabilitas.
* [[Blanca dari Kastilia|Blanca]], Ibu Suri Prancis. Menjadi wali bagi putranya, [[Louis IX dari PerancisPrancis|Raja Louis IX]], baik saat masa awal kekuasaan putranya yang saat itu masih belia, juga saat Sang Raja meninggalkan PerancisPrancis untuk turut serta dalam Perang Salib.
* [[Catherine dari Aragon|Katherine dari Aragon]], Permaisuri Inggris. Menjadi wali saat suaminya, [[Raja Henry VIII]], berada di PerancisPrancis pada 1513.
* [[Miklós Horthy]], pemangku takhta [[Kerajaan Hungaria (1920–1946)|Kerajaan Hungaria]].
 
== Daftar pustaka ==