Hukum kemanusiaan internasional: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20231010)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot |
|||
(30 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Hukum kemanusiaan internasional''', '''hukum humaniter internasional''' ('''HHI'''), yang sering kali juga disebut sebagai '''hukum konflik bersenjata''' ({{lang-en|international humanitarian law}}), adalah batang tubuh hukum yang mencakup [[Konvensi Jenewa]] dan [[Konvensi Den Haag]] beserta perjanjian-perjanjian, yurisprudensi, dan [[hukum kebiasaan internasional]] yang mengikutinya.<ref>[[International Committee of the Red Cross|ICRC]] ''[http://www.icrc.org/web/eng/siteeng0.nsf/html/humanitarian-law-factsheet What is international humanitarian law?]''</ref> HHI menetapkan perilaku dan tanggung jawab negara-negara yang berperang, negara-negara netral, dan individu-individu yang terlibat peperangan, yaitu terhadap satu sama lain dan terhadap orang-orang yang dilindungi, biasanya
HHI
Dalam hukum
== Dua aliran sejarah: Hukum Jenewa dan Hukum Den Haag ==
Hukum Humaniter Internasional
Hukum Den Haag
Upaya sistematis untuk membatasi kebiadaban perang baru mulai berkembang pada abad ke-19. Keprihatinan atas keganasan perang berhasil mengembangkan perubahan pandangan tentang perang di kalangan negara-negara yang dipengaruhi oleh Abad Pencerahan. Tujuan perang ialah untuk mengatasi musuh, dan tujuan tersebut dapat dicapai dengan melumpuhkan kombatan musuh. Dengan demikian, “pembedaan antara kombatan dan orang sipil, ketentuan bahwa kombatan musuh yang terluka dan tertangkap harus diperlakukan secara manusiawi, dan pengampunan harus diberikan –yang merupakan sebagian dari pilar-pilar Hukum Humaniter
== Hukum Jenewa ==
Pembantaian penduduk sipil di tengah berlangsungnya konflik bersenjata merupakan hal yang mempunyai sejarah yang panjang dan gelap. Sejumlah contoh dapat dikemukakan, antara lain: pembantaian kaum [[Kalinga]] oleh [[Ashoka]] di India; pembantaian sekitar 100.000 orang Hindu oleh pasukan Muslim [[Tamerlane]]; atau pembantaian kaum Yahudi dan Muslim oleh [[Tentara Salib]] dalam [[Pengepungan Yerusalem (1099)]]. Ini hanyalah beberapa contoh yang dapat diambil dari daftar panjang dalam sejarah. Fritz Munch merangkum praktik militer dalam sejarah hingga tahun 1800 dengan kalimat singkat sebagai berikut: “Hal-hal yang esensial tampaknya adalah sebagai berikut: dalam pertempuran dan di kota-kota yang berhasil direbut dengan kekuatan, maka kombatan dan non-kombatan dibunuh dan harta benda dihancurkan atau dijarah.<ref>"Fritz Munch
=== Norma-norma Humaniter dalam sejarah ===
Namun
Dalam Perjanjian Lama, Raja Israel melarang pembantaian tawanan setelah dinasihati oleh nabi [[Elisa]] agar tawanan musuh diselamatkan. Dalam jawabannya atas pertanyaan Raja, Elisa berkata, “Engkau tidak boleh membunuh mereka. Apakah orang-orang yang telah engkau tangkap dengan pedang dan panahmu itu harus engkau bunuh? Beri mereka roti dan air, supaya mereka bisa makan dan minum dan pergi menemui tuan mereka.”<ref>[http://ebible.com/bible/II%20Kings%206%3A%2021-23 II Kings 6:21-23]</ref>
Di India zaman kuno, terdapat sejumlah catatan, misalnya [[Hukum Manu]]
Hukum Islam menyatakan bahwa “non-kombatan yang tidak ambil bagian dalam pertempuran seperti perempuan, anak-anak, rahib dan pertapa, orang lanjut usia, orang buta, dan orang gila” tidak boleh dilecehkan.<ref>{{cite book |author=Khadduri, Majid |title=War And Peace in the Law of Islam |url=https://archive.org/details/warpeaceinlawofi0000khad |publisher=Lawbook Exchange |location=New York, NY |year=2006 |pages= |isbn=1-58477-695-1 |oclc= |doi= |accessdate=}}hal. 103-4.</ref> Khalifah yang pertama, [[Abu Bakar]], menyatakan, “Jangan memutilasi (mengudungi; memotong anggota badan). Jangan membunuh anak kecil atau laki-laki tua atau perempuan. Jangan memotong kepala pohon palma atau membakarnya. Jangan menebang pohon buah-buahan. Jangan membantai ternak kecuali untuk makanan.”<ref>{{cite book |author=Hashmi, Sohail H. |title=Islamic political ethics: civil society, pluralism, and conflict |publisher=Princeton University Press |location=Princeton, N.J |year=2002 |pages= |isbn=0-691-11310-6 |oclc= |doi= |accessdate=}} hal. 211</ref> Ahli hukum Islam berpendapat bahwa tawanan tidak boleh dibunuh karena dia “tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan perang belaka.”<ref>{{cite book | last = McCoubrey | first = Hilaire | title = International Humanitarian Law | url = https://archive.org/details/internationalhum0000mcco | publisher = Ashgate Publishing | location =Aldershot, UK| year=1999 | isbn = 1-84014-012-7 }} hal. 8-13</ref> Hukum Islam tidak menyelamatkan semua non-kombatan. Dalam kasus tawanan yang menolak untuk memeluk Islam atau membayar pajak alternatif, “pada prinsipnya diperbolehkan membunuh siapapun dari mereka, baik kombatan ataupun non-kombatan, asalkan mereka tidak dibunuh melalui cara-cara khianat atau melalui mutilasi (pengudungan).” <ref>{{cite book |author=Khadduri, Majid |title=War And Peace in the Law of Islam |url=https://archive.org/details/warpeaceinlawofi0000khad |publisher=Lawbook Exchange |location=New York, NY |year=2006 |pages= |isbn=1-58477-695-1 |oclc= |doi= |accessdate=}}pp. 105-106.</ref>
=== Kodifikasi Norma Humaniter ===
Namun
Hukum Jenewa terinspirasi langsung oleh prinsip kemanusiaan. Hukum ini berkenaan dengan orang-orang yang tidak ikut serta dalam konflik maupun personel militer yang hors de combat. Hukum tersebut menjadi landasan hukum bagi kegiatan perlindungan dan bantuan kemanusiaan yang dilaksanakan oleh organisasi kemanusiaan yang tidak memihak seperti ICRC.<ref>[http://www.google.com/books?id=dHV7fix7nLcC&printsec=frontcover&dq=international+humanitarian+law&lr=&source=gbs_summary_s&cad=0
== Konvensi-konvensi Jenewa ==
[[Berkas:Original Geneva Conventions.jpg|
Konvensi-konvensi Jenewa merupakan hasil dari sebuah proses yang berkembang melalui sejumlah tahap dalam kurun waktu 1864-1949, yaitu proses yang berfokus melindungi orang sipil dan orang-orang yang tidak dapat bertempur lagi dalam konflik bersenjata. Sebagai akibat Perang Dunia II, keempat konvensi tersebut semuanya direvisi berdasarkan revisi yang pernah dilakukan sebelumnya dan juga berdasarkan sejumlah ketentuan dari Konvensi-konvensi Den Haag 1907
Keempat Konvensi Jenewa adalah:
* Konvensi Jenewa Pertama, “mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka dan Sakit di Darat” (diadopsi untuk pertama kali pada tahun 1864 dan direvisi terakhir kali pada tahun 1949)
* Konvensi Jenewa Kedua, “mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka, Sakit, dan Karam di Laut” (diadopsi untuk pertama kali pada tahun 1949, sebagai pengganti Konvensi Den Haag X 1907)
* Konvensi Jenewa Ketiga, “mengenai Perlakuan Tawanan Perang” [diadopsi untuk pertama kali pada tahun 1929 dan direvisi terakhir kali pada tahun 1949]
* Konvensi Jenewa Keempat, “mengenai Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang” (diadopsi untuk pertama kali pada tahun 1949, berdasarkan bagian-bagian tertentu dari Konvensi Den Haag IV 1907)
Selain itu, ada tiga protokol
* Protokol Tambahan I (1977): Protokol Tambahan untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, mengenai Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional. Hingga 12 Januari 2007, Protokol ini telah diratifikasi oleh 167 negara.
* Protokol Tamabahan II (1977): Protokol Tambahan untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, mengenai Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Non-internasional. Hingga 12 Januari 2007, Protokol ini telah diratifikasi oleh 163 negara.
* Protokol Tambahan III (2005): Protokol Tambahan untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, mengenai Adopsi Lambang Pembeda Tambahan. Hingga Juni 2007, Protokol ini telah diratifikasi oleh 17 negara dan telah ditandatangani tetapi masih belum diratifikasi oleh 68 negara lagi.
▲* Protokol Tambahan III (2005): Protokol Tambahan untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, mengenai Adopsi Lambang Pembeda Tambahan. Hingga Juni 2007, Protokol ini telah diratifikasi oleh 17 negara dan telah ditandatangani tetapi masih belum diratifikasi oleh 68 negara lagi.
Meskipun Konvensi-konvensi Jenewa 1949 dapat dilihat sebagai hasil dari proses yang dimulai pada tahun 1864, dewasa ini konvensi-konvensi tersebut telah “mencapai partisipasi universal dari 194 negara peserta.” Ini berarti bahwa konvensi-konvensi tersebut berlaku pada hampir setiap konflik bersenjata internasional.<ref>Christopher Greenwood in: {{cite book |author=Fleck, Dieter, ed. |title=The Handbook of Humanitarian Law in Armed Conflicts |publisher=Oxford University Press, USA |location= |year=2008 |pages= |isbn=0-19-923250-4 |oclc= |doi= |accessdate=}} hal. 27-28.</ref>
Baris 60 ⟶ 55:
== Konvergensi Sejarah antara HHI dan Hukum Perang ==
Dengan diadopsinya Protokol-protokol Tambahan 1977 untuk Konvensi-konvensi Jenewa (1977 Additional Protocols to the Geneva Conventions), kedua aliran hukum tersebut mulai bertemu, meskipun ketentuan-ketentuan yang berfokus pada kemanusiaan sudah terdapat dalam Hukum Den Haag (yaitu perlindungan tawanan perang dan orang sipil tertentu di wilayah pendudukan). Namun, Protokol-protokol Tambahan 1977 mengenai perlindungan korban dalam konflik bersenjata internasional maupun internal bukan hanya memasukkan ke dalamnya aspek-aspek dari Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa, tetapi juga memasukkan ketentuan-ketentuan HAM yang penting.<ref>[http://www.icrc.org/Web/Eng/siteeng0.nsf/htmlall/p0793/$File/ICRC_002_0793.PDF!Open Kalshoven+Zegveld (2001) p. 34.]</ref>
== Aturan-aturan dasar HHI ==
# Orang yang hors de combat dan orang yang tidak ambil bagian dalam permusuhan dilindungi dan diperlakukan secara manusiawi.
# Membunuh atau mencederai musuh yang menyerah atau yang hors de combat adalah dilarang.
# Korban luka dan korban sakit dirawat dan dilindungi oleh peserta konflik yang menguasai mereka. Lambang “Palang Merah” atau “Bulan Sabit Merah” harus dihormati sebagai tanda perlindungan.
# Kombatan dan orang sipil yang tertangkap harus dilindungi terhadap tindakan kekerasan dan pembalasan. Mereka berhak untuk berkorespondensi dengan keluarga dan menerima bantuan kemanusiaan.
▲# Kombatan dan orang sipil yang tertangkap harus dilindungi terhadap tindakan kekerasan dan pembalasan. Mereka berhak untuk berkorespondensi dengan keluarga dan menerima bantuan kemanusiaan.
# Tak seorang pun boleh dikenai penyiksaan, hukuman badan, ataupun perlakuan yang kejam atau merendahkan martabat.
# Pihak peserta konflik dan anggota angkatan bersenjatanya tidak mempunyai pilihan yang tidak terbatas menyangkut cara dan sarana berperang.
# Pihak peserta konflik membedakan setiap saat antara penduduk sipil dan kombatan. Penyerangan diarahkan hanya terhadap sasaran militer.<ref>[http://www.icrc.org/web/eng/siteeng0.nsf/html/p0365 {{cite book |author=de Preux |title=Basic rules of the Geneva Conventions and their Additional Protocols, 2nd edition |publisher=ICRC |location=Geneva |year=1988|isbn= |oclc= |doi= |page=1}}]</ref>
=== Contoh ===
Contoh yang terkenal tentang aturan semacam itu antara lain adalah larangan menyerang dokter atau ambulans yang mengenakan lambang Palang Merah. Merupakan larangan pula menembak orang atau kendaraan yang mengenakan bendera putih karena bendera tersebut, yang dianggap sebagai bendera gencatan senjata, menyatakan niat untuk menyerah atau keinginan untuk berkomunikasi. Dalam kasus yang pertama ataupun yang kedua, orang yang dilindungi oleh Palang Merah atau bendera putih diharapkan menjaga netralitas, dan mereka sendiri tidak boleh melakukan tindakan-tindakan mirip perang (''warlike acts''). Justru, melakukan kegiatan perang dengan bendera putih atau lambang palang merah itu sendiri merupakan pelanggaran atas Hukum Perang.
Contoh-contoh lain dari Hukum Perang berkenaan dengan: deklarasi perang (Pasal 2 Piagam PBB 1945 dan sejumlah pasal lain dalam piagam tersebut membatasi hak negara anggota untuk mendeklarasikan perang, seperti halnya [[Pakta Kellogg-Briand
== [[Komite Internasional Palang Merah]] (ICRC) ==
ICRC
'''Misi ICRC'''
== Pelanggaran dan hukuman ==
Selama berlangsungnya konflik, hukuman atas pelanggaran Hukum Perang bisa berupa dilakukannya pelanggaran tertentu atas Hukum Perang dengan sengaja dan secara terbatas sebagai pembalasan (''reprisal'').
Prajurit yang melanggar ketentuan tertentu dari Hukum Perang kehilangan perlindungan dan status sebagai tawanan perang tetapi hanya setelah menghadapi “mahkamah yang berkompeten” (Konvensi Jenewa III Pasal 5). Pada saat itu, prajurit yang bersangkutan menjadi kombatan yang tidak sah tetapi dia tetap harus “diperlakukan secara manusiawi dan, bilamana kasusnya adalah kasus pengadilan, haknya atas pengadilan yang adil dan reguler tidak boleh dicabut”, karena prajurit yang bersangkutan masih dicakup oleh Konvensi Jenewa III Pasal 5.
Spion (mata-mata) dan teroris dilindungi oleh Hukum Perang hanya jika negara yang menahan mereka berada dalam keadaan konflik bersenjata atau perang dan sampai mereka didapati sebagai kombatan yang tidak sah. Tergantung pada keadaan yang ada, mereka bisa dihadapkan pada pengadilan sipil atau mahkamah militer atas perbuatan mereka dan, pada praktiknya, mereka telah dikenai penyiksaan dan/atau eksekusi. Hukum Perang tidak menyetujui dan tidak pula mengutuk perbuatan spion atau teroris karena perbuatan semacam itu berada di luar lingkup Hukum Perang. Negara yang telah menandatangani Konvensi PBB Menentang Penyiksaan ([[UN Convention Against Torture]]) mempunyai komitmen untuk tidak menggunakan penyiksaan terhadap siapapun dengan alasan apapun.
Setelah konflik berakhir, orang yang telah melakukan pelanggaran apapun atas Hukum Perang, terutama kekejaman, boleh dimintai pertanggungjawaban individual atas [[kejahatan perang]] melalui proses hukum.
== Catatan kaki ==
{{reflist|2}}
== Pranala luar ==
* [http://www.larevuedepressejuridique.org] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120712052152/http://larevuedepressejuridique.org/ |date=2012-07-12 }} - First website on IHL news.
* [http://www.icrc.org/eng/ihl International humanitarian law]- International Committee of the Red Cross website
* [http://www.icrc.org/web/eng/siteeng0.nsf/htmlall/section_ihl_customary_humanitarian_law Customary international humanitarian law] International Committee of the Red Cross
{{Hukum}}
{{Instrumen HKI}}
[[Kategori:Hukum internasional]]
[[Kategori:Hukum perang]]
|