Ibnu Batutah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20231010)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot |
|||
(55 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox person
| name = Ibnu Batutah
| image = Handmade_oil_painting_reproduction_of_Ibn_Battuta_in_Egypt,_a_painting_by_Hippolyte_Leon_Benett..jpg
| caption = Ibnu Batutah (kanan) di Mesir, ilustrasi karya [[Léon Benett]] dalam sebuah buku yang terbit pada 1878
| native_name = أبو عبد الله محمد بن عبد الله اللواتي الطنجي بن بطوطة<br>Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Al-Lawati At-Tanji bin Batutah<br />
| native_name_lang = ar
| birth_date =
| birth_place = [[Tangier|Tanjah]], [[Banu Marin|Maroko pada Zaman Bani Marin]]
| death_date = 1368 atau 1369 (pada usia 64 atau 65 tahun)
| death_place = Maroko pada Zaman Bani Marin
| occupation = [[Ahli geografi|Ahli Geografi]], [[Penjelajahan|Penjelajah]]
| era = [[Abad Pertengahan]]
}}
'''Ibnu Batutah''' atau '''Muhammad bin Batutah''' ({{lang-ar|محمد ابن بطوطة}}) yang bernama lengkap '''Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Al-Lawati At-Tanji bin Batutah''' ({{lang-ar|أبو عبد الله محمد بن عبد الله اللواتي الطنجي بن بطوطة}}) adalah seorang alim (cendekiawan) [[
| last = Nehru
| first = Jawaharlal
Baris 21:
| publisher = Oxford University Press
| year = 1989
| page = [https://archive.org/details/glimpsesofworldh0000nehr_e2c1/page/752 752]
| isbn = 0-19-561323-6}} Setelah mencermati rute perjalanan Ibnu Batutah yang begitu panjang, Pandit Jawaharlal Nehru menulis: "Inilah catatan perjalanan yang sudah cukup langka di masa kini yang penuh dengan berbagai kemudahan.... Bagaimanapun juga, Ibnu Batutah sudah tentu adalah salah seorang musafir besar sepanjang masa."</ref> Dalam jangka waktu tiga puluh tahun, Ibnu Batutah menjelajahi sebagian besar [[Dunia Islam]] dan banyak negeri non-Muslim, termasuk [[Afrika Utara]], [[Tanduk Afrika]], [[Afrika Barat]], [[Timur Tengah]], [[Asia Tengah]], [[Asia Tenggara]], [[Asia Selatan]], dan [[Tiongkok]]. Menjelang akhir hayatnya, ia meriwayatkan kembali pengalaman-pengalamannya menjelajahi dunia untuk dibukukan dengan judul ''Hadiah Bagi Para Pemerhati Negeri-Negeri
{{anchor|Biografi|Sejarah}}
Baris 29:
[[Berkas:Yahyâ ibn Mahmûd al-Wâsitî 005.jpg|jmpl|Kafilah [[Haji]], ilustrasi karya [[Yahya bin Mahmud Al-Wasiti|Al-Wasiti]] dalam sebuah buku yang terbit pada abad ke-13 di Bagdad]]
Segala hal-ihwal terkait jati diri dan kehidupan pribadi Ibnu Batutah yang diketahui orang sekarang ini bersumber dari riwayat hidupnya yang termaktub dalam ''Ar-Rihlah''. Menurut sumber ini, Ibnu Batutah adalah seorang keturunan [[Berber]],{{sfn|Dunn|2005|p=20}} terlahir sebagai putra keluarga [[Ulama|Ulama Fikih]] di [[Tangier|Tanjah]] (Tangier), Maroko, pada 24 Februari 1304 (703 Hijriah), manakala Maroko diperintah oleh sultan-sultan dari [[Banu Marin|Bani Marin]].<ref name="birth">{{Harvnb|Dunn|2005|p=19}}</ref> Ia mengaku masih terhitung sebagai keturunan dari salah satu suku Berber, yakni suku [[Laguatan|Lawata]].<ref>{{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1853|p=[https://books.google.com/books?id=mdQOAAAAQAAJ&pg=PA1 1 Jld. 1]}}; {{harvnb| Dunn |2005|p=19}}</ref> Pada masa mudanya, Ibnu Batutah mendalami ilmu fikih di sebuah madrasah [[Islam Sunni|Suni]] ber[[mazhab]]
=== Ikhtisar perjalanan 1325–1332 ===
==== Pertama kali berhaji ====
Pada bulan Juni 1325, saat berusia dua puluh satu tahun, Ibnu Batutah berangkat meninggalkan kampung halamannya untuk menunaikan ibadah [[haji]], yakni perjalanan ziarah ke [[Mekah]], yang kala itu
<blockquote>
Aku berangkat seorang diri, tanpa kawan seperjalanan sebagai pelipur lara, tanpa iring-iringan kafilah yang dapat kuikuti, namun didorong oleh hasrat yang menggebu-gebu di dalam diriku, dan impian yang sudah lama terpendam di dalam sanubariku untuk berziarah ke tempat-tempat suci yang mulia ini. Jadi, kubulatkan tekadku untuk meninggalkan orang-orang terkasih, perempuan maupun laki-laki, dan menelantarkan rumahku laksana burung-burung menelantarkan sarang-sarangnya. Alangkah berat rasanya berpisah dari kedua orang tuaku, yang masih hidup kala itu, dan baik beliau berdua maupun diriku sendiri sungguh-sungguh berduka karena harus berpisah.<ref>{{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1853|p=[https://books.google.com/books?id=mdQOAAAAQAAJ&pg=PA13 13 Jld. 1]}}; {{harvnb|Gibb|1958|p=8}}</ref>
</blockquote>
Ibnu Batutah berangkat ke Mekah melalui jalur darat, menyusuri kawasan pesisir Afrika Utara, melintasi wilayah kesultanan [[Dinasti Zayyaniyah|Bani Abdul Wad]] dan wilayah kesultanan [[Dinasti Hafsiyun|Bani Hafsi]]. Ia melewati Kota [[Tlemcen|Tlemsan]], Kota [[Béjaïa|Bijayah]], dan kemudian singgah selama dua bulan di Kota [[Tunis]].<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|p=37}}; {{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1853|p=[https://books.google.com/books?id=mdQOAAAAQAAJ&pg=PA21 21 Jld. 1]}}</ref> Demi keamanan, Ibnu Batutah
[[Berkas:Turkish - Tile with the Great Mosque of Mecca - Walters 481307 - View A.jpg|jmpl|lurus|Ubin buatan [[Kesultanan Utsmaniyah|Utsmaniyah]] dari abad ke-17 bergambar [[Kabah]] di [[Mekah]]]]
Pada awal musim semi 1326, setelah menempuh perjalanan sejauh 3.500
Ibnu Batutah kembali ke Kairo dan memilih jalur lain, kali ini melewati Kota [[Damaskus]] yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mamluk. Dalam perjalanannya yang pertama, ia pernah berjumpa dengan seorang wali yang meramalkan bahwa ia hanya dapat sampai ke Mekah melalui [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Syam]].<ref>{{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1853|p=[https://books.google.com/books?id=mdQOAAAAQAAJ&pg=PA105 105 Jld. 1]}}; {{harvnb|Gibb|1958|p=66}}; {{harvnb|Dunn|2005|p=53}}</ref> Jalur kedua ini justru ia anggap menguntungkan, karena melewati banyak tempat suci, termasuk [[Hebron]], [[Yerusalem]], dan [[Betlehem]]. Selain itu, para pejabat Kesultanan Mamluk juga mengerahkan segala daya dan upaya untuk menjaga keamanan jalur ini bagi para peziarah. Tanpa jerih payah mereka, para musafir yang melewati jalur ini pastilah menjadi bulan-bulanan perampok dan pembunuh.{{sfn|Dunn|2005|p=54}}{{efn|Ibnu Batutah berangkat dari Kairo sekitar 16 Juli 1326, dan tiba di Damaskus tiga pekan kemudian pada 9 Agustus 1326.{{sfn|Gibb|1958|pp=71, 118}} Perjalanan itu diriwayatkannya sebagai sebuah perjalanan yang berbelit-belit menyusuri jalur zig-zag melintasi Palestina, tempat ia berkesempatan untuk berkunjung ke lebih dari dua puluh kota. Perjalanan semacam ini tentunya tidak mungkin dilakukan dalam jangka waktu tiga pekan, sehingga Hamilton Gibb (1958) maupun Hrbek (1962) berpendapat bahwa Ibnu Batutah mencampuradukkan kisah perjalanannya itu dengan kisah-kisah perjalanan yang dilakukannya di kemudian hari di kawasan itu.{{sfn|Gibb|1958|p=81 Note 48}}{{sfn|Hrbek|1962|pp=421-425}} Amikam Elad (1987) telah membeberkan bahwa uraian Ibnu Batutah tentang sebagian besar dari situs-situs di Palestina bukanlah hasil karyanya sendiri melainkan disalin (tanpa menyebut sumber) dari naskah ''Ar-Rihlah'' terdahulu, karya seorang musafir yang bernama [[Muhammad Al-Abdari al-Hihi|Muhammad Al-Abdari]]. Alasan-alasan inilah yang memustahilkan penyusunan suatu kronologi yang akurat dari perjalanan-perjalanan jelajah yang dilakukan Ibnu Batutah di negeri Syam.{{sfn|Elad|1987}} }}
Setelah melewatkan bulan [[Ramadan]] di Damaskus, ia berangkat bersama serombongan kafilah, menempuh perjalanan sejauh 1.300
==== Irak dan Persia ====
[[Berkas:Tabriz School Shirin.jpg|175px|jmpl|Ibnu Batutah menyempatkan diri untuk berkunjung ke kota [[Tabriz]] pada 1327.]]
Pada 17 November 1326, setelah sebulan lamanya berdiam di Mekah, Ibnu Batutah bergabung dengan serombongan besar kafilah haji yang akan kembali ke [[Irak]] melalui jalur lintas [[Semenanjung Arab|Jazirah Arab]].<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|pp=88–89}}; {{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1853|p=[https://books.google.com/books?id=mdQOAAAAQAAJ&pg=PA404 404 Jld. 1]}}; {{harvnb|Gibb|1958|p=249 Jld. 1}}</ref> Kafilah ini bertolak ke arah utara menuju Madinah, kemudian meneruskan perjalanan pada malam hari ke arah timur laut, melintasi padang [[Najd]] menuju [[Najaf]] selama kurang lebih dua pekan. Sesampainya di Najaf, ia berziarah ke [[Mesjid Imam Ali|Gedung Makam]] [[Ali]], [[Rashidun|
Selepas berziarah, Ibnu Batutah tidak melanjutkan perjalanan bersama kafilah haji menuju [[Bagdad]], dan malah berkelana selama enam bulan menjelajahi negeri [[Iran|Persia]]. Dari Najaf, ia bertolak menuju [[Wasith, Irak|Wasit]], kemudian menyusuri aliran Sungai [[Tigris]] ke arah selatan menuju [[Basra]]. Kota berikutnya yang ia kunjungi adalah [[Isfahan]], yang terletak di balik [[Pegunungan Zagros]] di Persia. Selanjutnya ia bertolak ke arah selatan menuju [[Syiraz]], sebuah kota besar lagi makmur yang beruntung luput dari aksi penghancuran bala tentara Mongol, tidak seperti banyak kota lain yang terletak lebih ke utara. Ibnu Batutah akhirnya kembali melintasi pegunungan menuju Bagdad, dan tiba di kota itu pada bulan Juni 1327.<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|p=97}}; {{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1854|p=[https://books.google.com/books?id=m-UHAAAAIAAJ&pg=PA100 100 Jld. 2]}}</ref>
Ketika berada di Bagdad, Ibnu Batutah mendapati bahwa [[Abu Sa'id Bahadur Khan|Abu Said]], pemimpin Mongol terakhir atas segenap wilayah Ilkhanan sebelum negeri itu terpecah-belah, akan berangkat ke arah utara meninggalkan Bagdad diiringi serombongan besar anak buahnya.<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|pp=98–100}}; {{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1854|p=[https://books.google.com/books?id=m-UHAAAAIAAJ&pg=PA125 125 Vol. 2]}}</ref> Ibnu Batutah mula-mula berangkat bersama-sama dengan rombongan Abu Said, namun kemudian memisahkan diri dan menyusuri [[Jalur Sutra]] menuju [[Tabriz]], kota besar pertama di wilayah itu yang membuka gerbangnya bagi orang Mongol. Kota Tabriz kala itu merupakan sebuah pusat niaga penting, karena kota-kota pesaing di sekitarnya telah hancur diserang bala tentara [[Mongolia|Mongol]].<ref>{{harvnb|Dunn|2005|pp=100–101}}; {{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1854|pp=[https://books.google.com/books?id=m-UHAAAAIAAJ&pg=PA128 128–131 Jld. 2]}}</ref>
Ibnu Batutah kembali bertolak menuju Bagdad, kemungkinan besar pada bulan Juli, namun terlebih dahulu berpesiar ke arah utara, menyusuri aliran Sungai Tigris. Ia berkunjung ke [[Mosul]] dan dijamu oleh gubernur, pejabat pemerintah Ilkhanan di kota itu,{{sfn|Defrémery|Sanguinetti|1854|pp = [https://books.google.com/books?id=m-UHAAAAIAAJ&pg=PA134 134-139 Jld. 2]}} kemudian berkunjung pula ke Kota [[Cizre]] (Jazirat Ibnu Umar) dan Kota [[Mardin]] yang kini berada dalam wilayah negara Turki. Ketika sampai ke sebuah pertapaan di gunung dekat [[Sinjar]], ia bertemu dengan seorang ahli tasawuf [[bangsa Kurdi|Kurdi]] yang menghadiahinya beberapa keping uang perak.{{efn|Sebagian besar uraian Ibnu Batutah tentang kota-kota yang terletak di sepanjang tepian Sungai Tigris disalin dari ''Ar-Rihlah'' [[Ibnu Jubair]] yang ditulis pada 1184.{{sfn|Mattock|1981}}{{sfn|Dunn|2005|p=102}}}}<ref>{{harvnb|Dunn|2005|p=102}}; {{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1854|p=[https://books.google.com/books?id=m-UHAAAAIAAJ&pg=PA142 142 Jld. 2]}}</ref> Sekembalinya ke Mosul, ia bergabung dengan serombongan jemaah haji dan berangkat ke Bagdad. Rombongan ini bergabung dengan kafilah haji di Bagdad dan berangkat melintasi [[Gurun Arab]] menuju Mekah. Akibat terserang diare dalam perjalanan, Ibnu Batutah tiba di Mekah untuk menunaikan ibadah haji kali kedua dengan tubuh lemah dan letih lesu.<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|pp=102–103}}; {{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1854|p=[https://books.google.com/books?id=m-UHAAAAIAAJ&pg=PA149 149 Jld. 2]}}</ref>
Baris 61:
==== Jazirah Arab ====
[[Berkas:OldtownSanaa.JPG|jmpl|[[Sana'a|Kota Tua Sana]], Yaman]]
Selepas berhaji pada 1328 atau 1330, ia berangkat ke Bandar [[Jeddah]] yang terletak di pesisir Laut Merah. Dari Jeddah, ia berlayar bergonta-ganti perahu menyusuri pantai, menentang hembusan angin tenggara yang memperlambat laju pelayaran. Setibanya di Negeri [[Yaman]], ia berkunjung ke Kota [[Zabid]] dan ke Kota [[Taiz]] yang terletak di daerah pegunungan, tempat ia berjumpa dengan ''[[Malik]]'' (raja) [[Mujahid Nurudin Ali]] dari [[Bani Rasul]]. Ibnu Batutah juga meriwayatkan kunjungannya ke Kota [[Sana'a|Sana]], namun kebenarannya diragukan.<ref>{{harvnb|Dunn|2005|pp=115–116, 134}}</ref> Agaknya ia langsung berangkat dari Taiz menuju [[Aden]], dan tiba di bandar penting itu sekitar awal 1329 atau 1331.<ref>{{harvnb|Gibb|1962|p=373 Jld. 2}}</ref>
Baris 73:
==== Pesisir Swahili ====
[[Berkas:GreatMosque.jpg|150px|jmpl|Mesjid Agung [[Kilwa Kisiwani]], mesjid terbesar yang dibangun menggunakan [[Karang|batu karang]]]]
Ibnu Batutah melanjutkan perjalanannya dengan menumpangi kapal yang berlayar ke arah selatan menuju kawasan [[Pesisir Swahili]]
Riwayat kunjungan Ibnu Batutah ke [[Kesultanan Kilwa]] baru dicatat pada 1330, dan berisi ulasan yang memuji-muji kerendahan hati dan amal ibadah penguasanya yang bernama [[Sultan Al-Hasan bin Sulaiman]], keturunan dari penguasa legendaris yang bernama [[Ali bin Al-Hasan Syirazi]]. Ia meriwayatkan lebih lanjut bahwa mandala kekuasaan Sang Sultan membentang mulai dari [[Malindi]] di utara sampai ke [[Inhambane]] di selatan, dan secara khusus mengagumi perancangan Kota Kilwa yang ia anggap sebagai keunggulan yang membuat Kilwa menjadi bandar terkemuka di kawasan pesisir. Pada masa inilah [[Kilwa Kisiwani|Istana Husuni Kubwa]] dibangun, dan [[Mesjid Agung Kilwa]] diperluas secara besar-besaran. Mesjid yang berbahan bangunan [[terumbu|batu karang]] ini adalah mesjid terbesar di antara mesjid-mesjid sejenisnya. Manakala hembusan [[angin muson]] berubah arah, Ibnu Batutah pun berlayar pulang ke Jazirah Arab; mula-mula ke [[Oman]], kemudian ke [[Selat Hormuz]], dan akhirnya ke Mekah untuk berhaji pada 1330 (atau pada 1332).<ref>{{Cite web|url=https://orias.berkeley.edu/resources-teachers/travels-ibn-battuta/journey/red-sea-east-africa-and-arabian-sea-1328-1330|title=The Red Sea to East Africa and the Arabian Sea: 1328 - 1330 {{!}} ORIAS|website=orias.berkeley.edu|language=en|access-date=2017-12-06|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20171206203212/https://orias.berkeley.edu/resources-teachers/travels-ibn-battuta/journey/red-sea-east-africa-and-arabian-sea-1328-1330|archivedate=6 Desember 2017|df=dmy-all}}</ref>
Baris 82:
Selepas menunaikan ibadah haji untuk ketiga kalinya, Ibnu Batutah memutuskan untuk mengadu nasib dengan mengabdi pada [[Kesultanan Delhi|Sultan Delhi]], [[Muhammad bin Tughluq]]. Pada musim gugur 1330 (atau 1332), Ibnu Batutah bertolak menuju [[Anatolia]] yang kala itu dikuasai oleh [[Kesultanan Seljuk|orang Turki-Seljuk]], karena ia berniat untuk pergi ke India melalui jalur darat.{{sfn|Dunn|2005|pp=137-139}} Dari Jazirah Arab, ia berlayar menyeberangi [[Laut Merah]], dilanjutkan dengan perjalanan melintasi [[Gurun Timur]] sampai ke Lembah Sungai Nil, lalu berbelok ke arah utara menuju Kairo. Dari Kairo, ia menempuh perjalanan melintasi [[Semenanjung Sinai]] menuju Palestina, lalu berbelok ke arah utara melewati beberapa kota yang pernah dikunjunginya pada 1326. Dari Bandar [[Latakia]] di Negeri Syam, Ibnu Batutah (dan kawan-kawan) berlayar menumpangi sebuah kapal [[Republik Genova|Genova]] menuju Bandar [[Alanya]] yang terletak di pesisir selatan negara Turki sekarang ini.{{sfn|Gibb|1962|pp=413-416 Jld. 2}} Dari Alanya, ia menempuh perjalanan menyusuri pantai ke arah barat sampai ke Bandar [[Antalya]].{{sfn|Gibb|1962|p=417 Jld. 2}} Di Antalya, ia berjumpa dengan anggota-anggota salah satu perhimpunan ''fityan'' yang bersifat semiagamawi.{{sfn|Gibb|1962|pp=418-416 Jld. 2}} Keberadaan perhimpunan-perhimpunan semacam ini sudah menjadi salah satu ciri khas dari sebagian besar kota-kota di Anatolia pada abad ke-13 dan ke-14. Para anggota ''fityan'' adalah pengrajin-pengrajin muda yang dipimpin oleh seorang ketua bergelar ''Akhis''.{{sfn|Taeschner|1986}} ''Fityan'' dibentuk dengan tujuan menjamu para musafir. Ibnu Batutah sangat terkesan oleh keramahtamahan para anggota ''fityan'', dan kelak menginap di balai-balai penyantunan mereka yang tersebar di lebih dari 25 kota di Anatolia.{{sfn|Dunn|2005|p=146}} Dari Antalya, Ibnu Batutah melanjutkan perjalanannya ke kawasan pedalaman menuju [[Eğirdir]], ibu kota [[Bani Hamidi]]. Ia melewatkan bulan Ramadan (bulan Juni 1331 atau bulan Mei 1333) di kota itu.{{sfn|Gibb|1962|pp=422-423 Jld. 2}}
Mulai dari [[Eğirdir]], riwayat perjalanan Ibnu Batutah di daratan Anatolia yang termaktub dalam ''Ar-Rihlah'' mulai simpang siur. Ibnu Batutah meriwayatkan bahwa ia melakukan perjalanan ke arah barat dari Eğirdir menuju [[Milas]], disambung dengan kunjungan ke [[Konya]], padahal perjalanan ke Konya berlawanan arah dengan perjalanan ke Milas sehingga seakan-akan dalam sekejap mata ia telah melompati jarak sejauh 420
==== Asia Tengah ====
[[Berkas:Bactrian camel in Kazakhstan.jpg|jmpl|170px|[[Unta Baktria]] (salah satu ciri khas kafilah-kafilah [[Jalur Sutra]]) di depan [[Gedung Makam Khoja Ahmad Yasawi]] di Kota [[Turkistan (kota)|Turkistan]], [[Kazakhstan]].]]
Dari Bandar [[Sinop, Turki|Sinope]], Ibnu Batutah berlayar menuju [[Semenanjung Krimea]], dan tiba di Negeri [[Gerombolan Emas|
Ibnu Batutah meriwayatkan bahwa ketika berada di Bolgar, ia berniat meneruskan perjalanan ke arah utara menuju negeri kegelapan.
[[Berkas:Golden Horde flag 1339.svg|jmpl|kiri|150px|Bendera Negeri [[Gerombolan Emas|
Sesampainya rombongan majelis jelajah di Astrakhan, [[Öz Beg Khan]] mengizinkan salah seorang istrinya yang sedang mengandung, yakni Putri Bayalun, anak perempuan dari [[Daftar Kaisar Romawi Timur|Kaisar Bizantin]], [[Andronikos III Palaiologos]], untuk pulang ke kampung halamannya di [[Konstantinopel]] sampai selesai bersalin. Dengan kecerdikannya bertutur kata, Ibnu Batutah berhasil mendapatkan tempat dalam rombongan pengiring Putri Bayalun. Kunjungan ke Konstantinopel adalah kunjungan pertama Ibnu Batutah ke negeri yang terletak di luar tapal batas Dunia Islam.<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|pp=169–171}}</ref>
Setibanya di Konstantinopel, menjelang akhir tahun 1332 (atau 1334), Ibnu Batutah menghadap Kaisar Andronikos III Palaiologos. Ia berkunjung ke Gereja Agung [[Hagia Sophia|Hagia Sofia]], dan berbincang-bincang dengan seorang imam [[Gereja Ortodoks Timur|Ortodoks Timur]] seputar kunjungannya ke Kota Yerusalem. Setelah berdiam sebulan lamanya di Konstantinopel, Ibnu Batutah kembali ke Astrakhan, kemudian meneruskan perjalanan ke [[Sarai (kota)|Sarai Al-Jadid]], ibu kota kesultanan, guna mempersembahkan hal-ihwal kunjungan ke Konstantinopel kepada Sultan [[Öz Beg Khan]] (memerintah 1313–1341). Ibnu Batutah kemudian melanjutkan perjalanannya menyeberangi [[Laut Kaspia]] dan [[Laut Aral]], menuju [[Bukhara]] dan [[Samarkand]]. Setibanya di Samarkand, ia menghadap majelis istana raja Mongol lainnya yang bernama [[Tarmasyirin]] (memerintah 1331–1334), penguasa [[Kekhanan Chagatai|Negeri Khan Tsagatai]].<ref name="hajjguide">{{cite web|url=http://www.hajjguide.org/The_Longest_Hajj_Part2/html/The_Longest_Hajj_Part2_6.htm|title=The_Longest_Hajj_Part2_6|publisher=hajjguide.org|accessdate=13 Juni 2015|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20140924095213/http://www.hajjguide.org/The_Longest_Hajj_Part2/html/The_Longest_Hajj_Part2_6.htm|archivedate=24 September 2014|df=dmy-all}}</ref> Dari Samarkand, ia meneruskan perjalanan ke arah selatan menuju [[Afganistan]], lalu melewati jalur lintas Pegunungan [[Hindu Kush|Hindu Kus]] menuju India.<ref>{{Cite web|url=https://www.khanacademy.org/partner-content/big-history-project/expansion-interconnection/exploration-interconnection/a/ibn-battuta|title=Khan Academy|website=Khan Academy|language=en|access-date=2017-12-06|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20171206202102/https://www.khanacademy.org/partner-content/big-history-project/expansion-interconnection/exploration-interconnection/a/ibn-battuta|archivedate=6 Desember 2017|df=dmy-all}}</ref> Dalam ''Ar-Rihlah'', Ibnu Batutah memberi gambaran mengenai pegunungan ini, sekaligus menyinggung andilnya dalam sejarah perniagaan budak belian.<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|pp=171–178}}</ref><ref name=sl2009/>
{{Quote|text=Sesudah itu, aku melanjutkan perjalanan menuju Kota Barwan, melewati sebuah gunung tinggi bersalut salju yang luar biasa dinginnya; orang menamakan gunung itu Hindu Kus, artinya Penjagal Hindu, karena sebagian besar budak belian pengantar upeti dari India tewas dicekam hawa dingin di gunung itu.|sign=Ibn Battuta|source=Bab XIII, ''Ar-
Ibnu Batutah dan kawan-kawan tiba di [[Sungai Indus]] pada 12 September 1333.<ref>{{harvnb|Gibb|1971|p=592 Jld. 3}}; {{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1855|p=[https://books.google.com/books?id=w_YHAAAAIAAJ&pg=PA92 92 Jld. 3]}}; {{harvnb|Dunn|2005|pp=178, 181 Keterangan 26}}</ref> Dari Sungai Indus, ia melanjutkan perjalanan menuju Delhi, dan akhirnya berjumpa dengan Sultan [[Muhammad bin Tughluq]].
Baris 102:
[[Berkas:Feroze Sha's tomb with adjoining Madrasa.JPG|ka|200px|jmpl|Makam Sultan Firuz Syah Tughluq, pengganti [[Muhammad bin Tughluq]], di Delhi. Ibnu Batutah menduduki jabatan ''[[qadi]]'' (kadi) selama enam tahun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Tughluq.]]
[[Muhammad bin Tughluq]] tersohor sebagai orang terkaya di Dunia Islam kala itu. Ia mempekerjakan sejumlah besar alim-ulama, ahli tasawuf, kadi, [[wazir]], dan berbagai cerdik pandai lainnya demi memperkukuh kekuasaannya. Sebagaimana Kesultanan Mamluk di Mesir, Bani Tughluq adalah contoh langka dari sisa-sisa pemerintahan Muslim di Asia selepas invasi Mongol. Karena pernah belajar bertahun-tahun lamanya di Mekah, Ibnu Batutah diangkat menjadi kadi oleh Sang Sultan.{{sfn|Aiya|1906|p=328}} Meskipun demikian, ia merasa sukar untuk menerapkan [[Syariat Islam]] di luar
[[Berkas:Darbar Hazrat Baba Farid ud Deen Ganj Shakar Rahmatullah Alaih - panoramio.jpg|jmpl|kiri|Ibnu Batutah berkunjung ke [[Petilasan Baba Farid]] di [[Pakpattan]] pada 1334.<ref name=":0" />]]
Jalur yang dilewati Ibnu Batutah menuju [[subbenua India|Anak Benua India]] tidak diketahui secara pasti. Ia mungkin saja melewati [[Celah Khyber|Perlintasan Khaibar]] dan [[Peshawar|Pesyawar]], atau lebih jauh lagi di sebelah selatan.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=NqH3AgAAQBAJ&pg=PP60&dq=ibn+battuta+peshawar&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiJhbXykevYAhVJ8mMKHel0AIsQ6AEILTAB#v=onepage&q=ibn%20battuta%20peshawar&f=false|title=The Odyssey of Ibn Battuta: Uncommon Tales of a Medieval Adventurer|last=Waines|first=David|date=2012-08-01|publisher=I.B.Tauris|isbn=9780857730657|language=en|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180224110012/https://books.google.com/books?id=NqH3AgAAQBAJ&pg=PP60&dq=ibn+battuta+peshawar&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiJhbXykevYAhVJ8mMKHel0AIsQ6AEILTAB#v=onepage&q=ibn%20battuta%20peshawar&f=false|archivedate=24 February 2018|df=dmy-all}}</ref> Ia menyeberangi [[Sungai Sutlej]] dekat Kota [[Pakpattan]] di wilayah Pakistan sekarang ini.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=bH4BAAAAQAAJ&pg=RA1-PA113&dq=timur+pakpattan&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj-kZfakOvYAhUKxWMKHaU9DVwQ6AEIMTAC#v=onepage&q=timur%20pakpattan&f=false|title=The land of the five rivers and Sindh|last=(C.I.E.)|first=David Ross|date=1883|publisher=Chapman and Hall|language=en|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180224110012/https://books.google.com/books?id=bH4BAAAAQAAJ&pg=RA1-PA113&dq=timur+pakpattan&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj-kZfakOvYAhUKxWMKHaU9DVwQ6AEIMTAC#v=onepage&q=timur%20pakpattan&f=false|archivedate=24 Februari 2018|df=dmy-all}}</ref> Di Pakpattan, ia menyempatkan diri untuk berziarah ke [[Petilasan Baba Farid]],<ref name=":0">{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=QK0aLjQtX2cC&pg=PA102&dq=ibn+battuta+pakpattan&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwibgcbtkuvYAhUU_GMKHbQMBjsQ6AEIOjAE#v=onepage&q=ibn%20battuta%20pakpattan&f=false|title=Muslim Saints of South Asia: The Eleventh to Fifteenth Centuries|last=Suvorova|first=Anna|last2=Suvorova|first2=Professor of Indo-Islamic Culture and Head of Department of Asian Literatures Anna|date=2004-07-22|publisher=Routledge|isbn=9781134370061|language=en|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180224110012/https://books.google.com/books?id=QK0aLjQtX2cC&pg=PA102&dq=ibn+battuta+pakpattan&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwibgcbtkuvYAhUU_GMKHbQMBjsQ6AEIOjAE#v=onepage&q=ibn%20battuta%20pakpattan&f=false|archivedate=24 February 2018|df=dmy-all}}</ref> sebelum meneruskan perjalanan ke arah barat daya menuju Negeri Rajaputra ([[Rajput]]). Dari Kerajaan
Sang Sultan adalah orang yang tidak tetap pendiriannya, bahkan untuk ukuran masa itu. Akibatnya, nasib Ibnu Batutah terombang-ambing tak menentu selama enam tahun. Kadang-kadang ia dianggap sebagai abdi tepercaya, namun tidak jarang pula dicurigai sebagai seorang musuh dalam selimut. Niatnya untuk angkat kaki dari negeri itu dengan alasan menunaikan ibadah haji pun digagalkan oleh sultan. Kesempatan untuk meninggalkan Delhi akhirnya tiba pada 1341, manakala serombongan utusan [[Dinasti Yuan|wangsa Yuan]] dari Tiongkok datang menghadap
Ibnu Batutah diutus sebagai duta besar Kesultanan Delhi ke Negeri Tiongkok, namun dalam
Karena takut dinilai gagal menunaikan tugas, Ibnu Batutah tidak kembali ke Delhi, tetapi tinggal selama beberapa waktu di kawasan selatan India di bawah perlindungan Sultan Jamaludin, penguasa Kesultanan [[Nawayat]] yang kecil namun kuat di tepi [[Sungai Syarawati]] yang bermuara ke [[Laut Arab]]. Daerah ini sekarang bernama Hosapattana, di Bandar [[Honnavar]], [[tehsil|distrik administratif]] [[Uttara Kannada]]. Ketika Kesultanan Nawayat tumbang, Ibnu Batutah tidak punya pilihan lain kecuali angkat kaki dari India. Meskipun sangat ingin berkelana ke Negeri Tiongkok, Ibnu Batutah justru berlayar ke [[Kepulauan Maladewa]] dan bekerja sebagai kadi.<ref>{{Cite news|url=https://www.theguardian.com/books/2002/dec/21/featuresreviews.guardianreview2|title=Review: The Travels of Ibn Battutah edited by Tim Mackintosh-Smith|last=Buchan|first=James|date=2002-12-21|work=The Guardian|access-date=12 Juni 2017|language=en-GB|issn=0261-3077|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20171207085518/https://www.theguardian.com/books/2002/dec/21/featuresreviews.guardianreview2|archivedate=7 Desember 2017|df=dmy-all}}</ref>
Baris 117:
Kapal yang ia tumpangi nyaris karam tatkala bertolak meninggalkan Sri Lanka, dan perahu yang menyelamatkannya malah diserang lanun. Setelah dilepas ke pantai, ia berusaha mencari jalan menuju [[Madurai]] di India. Ia sempat tinggal selama beberapa waktu di lingkungan istana Kesultanan Madurai yang berumur pendek itu, di bawah perlindungan Sultan Giyasudin Muhammad Damgani.{{sfn|Dunn|2005|p=245}} Dari Madurai, ia kembali ke Maladewa, lalu menumpang sebuah [[jung]] Tiongkok, dengan niat untuk berlayar ke Negeri Tiongkok dan menunaikan tugasnya sebagai Duta Besar Kesultanan Delhi.
Ia turun di Bandar [[Chittagong|Citagong]], yang kini berada dalam wilayah negara [[Bangladesh|Banglades]], dengan maksud berkunjung ke [[Sylhet|Srihatta]] untuk menjumpai [[Syah Jalal]], seorang ahli tasawuf yang sudah sedemikian sohornya sampai-sampai Ibnu Batutah rela sebulan penuh menempuh perjalanan melintasi daerah Pegunungan [[Kamarupa]] di dekat Srihatta demi berjumpa dengannya. Dalam perjalanannya menuju Srihatta, Ibnu Batutah bertemu dengan beberapa murid Syah Jalal yang membantunya menempuh perjalanan berhari-hari lamanya. Ibnu Batutah meriwayatkan bahwa Syah Jalal, yang ia jumpai pada 1345 M itu, berperawakan tinggi dan ramping
==== Asia Tenggara ====
Pada 1345, Ibnu Batutah melanjutkan pelayarannya dan menyinggahi Kesultanan [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudra Pasai]] (disebut "al-Jawa") di kawasan utara Pulau [[Sumatra]] yang kini termasuk dalam wilayah [[Aceh|Provinsi Aceh]], setelah 40 hari perjalanan dari Sunarkawan.{{sfn|Yule|1916|p=91-92}}{{sfn|Gibb|Beckingham|1994|p=873–-874 Vol. 4}} Ia meriwayatkan bahwa penguasa Samudra Pasai adalah seorang Muslim saleh yang bernama Sultan Al-Malikul Zahir Jamaludin. Sultan ini rajin beribadah dengan tingkat ketekunan yang tinggi, dan kerap memerangi kaum penyembah berhala di kawasan itu. Ibnu Batutah meriwayatkan bahwa Pulau Sumatra kaya akan [[kapur barus]], [[Pohon Pinang|biji pinang]], [[cengkih]], dan [[timah]]. Mazhab yang dianut di negeri itu adalah mazhab [[Abu Abdullah Muhammad asy-Syafi'i|Imam Syafi‘i]], dan amalan-amalan umat Muslim Samudra Pasai mirip dengan amalan-amalan yang pernah ia lihat di kawasan [[pesisir India]], khususnya di kalangan umat Muslim [[Mappila]], yang juga menganut mazhab Imam Syafi‘i. Pada masa itu, Samudra Pasai adalah pelosok terjauh [[Pembagian dunia menurut Islam#Darul Islam|Darul Islam]] (wilayah berpemerintahan Islam), karena tidak ada lagi wilayah lain di
|url=http://ibnbattuta.berkeley.edu/9china.html
|archive-url=https://web.archive.org/web/20130317035650/http://ibnbattuta.berkeley.edu/9china.html
Baris 133:
}}</ref>
Ibnu Batutah pertama kali berlayar selama 21 hari ke sebuah tempat yang disebut "Mul Jawa" (pulau Jawa) yang merupakan pusat [[Majapahit|sebuah kekaisaran Hindu]]. Kekaisaran membentang sebesar 2 bulan perjalanan, dan memerintah negara Qaqula dan Qamara. Dia tiba di kota bertembok bernama Qaqula/Kakula, dan mengamati bahwa kota itu memiliki kapal perang untuk bajak laut yang merampok dan mengumpulkan tol dan gajah dipekerjakan untuk berbagai tujuan. Dia bertemu dengan penguasa Mul Jawa dan tinggal sebagai tamu selama tiga hari.{{sfn|Yule|1916|p=96-97}}{{sfn|Gibb|Beckingham|1994|p=880–-883 Vol. 4}}{{sfn|Waines|2010|p=61}}
Dari Malaka, Ibnu Batutah berlayar ke sebuah kerajaan bernama Kailukari di Negeri [[Tawalisi]], tempat ia berjumpa dengan [[Urduja]], seorang putri pribumi. Urduja adalah seorang
Dari Kailukari, Ibnu Batutah bertolak menuju Bandar [[Quanzhou]] di Provinsi [[Fujian]], Negeri Tiongkok.
Baris 142:
[[Berkas:The Great Wall of China at Jinshanling.jpg|jmpl|Dalam ranah ilmu [[geografi Islam]], Ibnu Batutah adalah orang pertama yang menyajikan keterangan mengenai [[Tembok Besar Tiongkok]], meskipun ia tidak pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri.]]
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah tiba di Bandar [[Quanzhou]], di Provinsi [[Fujian]], Negeri Tiongkok, yang kala itu diperintah oleh [[suku Mongol|bangsa Mongol]]. Salah satu hal pertama yang
Di Quanzhou, Ibnu Batutah disambut oleh pemimpin saudagar Muslim (mungkin seorang 番長, ''fānzhǎng'', pemimpin orang asing)dan ''Syaikhul Islam'' ([[imam]]) bandar itu, yang menyongsong kedatangannya dengan kibaran [[bendera|panji-panji]], tabuhan [[genderang]], tiupan [[terompet|sangkakala]], dan barisan pemain musik.<ref>{{cite web |url=http://www.muslimheritage.com/uploads/China%201.pdf |format=PDF |title=Jewel of Chinese Muslim’s Heritage |website=Muslimheritage.com |accessdate=2017-03-14 |deadurl=no |archiveurl=https://web.archive.org/web/20170102064316/http://www.muslimheritage.com/uploads/China%201.pdf |archivedate=2 Januari 2017 |df=dmy-all }}</ref> Ibnu Batutah mencermati bahwa umat Muslim di bandar itu tinggal di kawasan permukiman tersendiri, tempat mereka membangun mesjid-mesjid, pasar-pasar, dan rumah-rumah sakit sendiri. Di Quanzhou, ia berjumpa dengan dua tokoh terkemuka asal Persia, yakni Burhanudin dari [[Kazerun]] dan Syarifudin dari [[Tabriz]],<ref name="google">{{cite book|title=Mapping the Chinese and Islamic Worlds: Cross-Cultural Exchange in Pre-Modern Asia|author=Park, H.|date=2012|publisher=Cambridge University Press|isbn=9781107018686|url=https://books.google.com/books?id=W-2iWcxD2e8C|page=237|accessdate=13 Juni 2015|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180224110012/https://books.google.com/books?id=W-2iWcxD2e8C|archivedate=24 Februari 2018|df=dmy-all}}</ref> kedua orang ini adalah tokoh-tokoh berpengaruh yang tercatat dalam ''Sejarah Yuan'' dengan nama "A-mi-li-ding" dan "Sai-fu-ding".<ref name="google2">{{cite book|title=Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past|author1=Wade, G.|author2=Tana, L.|date=2012|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|isbn=9789814311960|url=https://books.google.com/books?id=XNsk7tLkMU4C|page=131|accessdate=13 Juni 2015|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180224110012/https://books.google.com/books?id=XNsk7tLkMU4C|archivedate=24 Februari 2018|df=dmy-all}}</ref> Semasa tinggal di Quanzhou, ia menyempatkan diri untuk mendaki "[[Gunung Qingyuan|Gunung Pertapa]]" dan berjumpa dengan seorang rahib [[Taoisme|Tao]] terkenal di dalam sebuah gua.
Baris 150:
Dari Guangzhou, ia kembali ke Quanzhou, kemudian meneruskan perjalanan ke Bandar [[Fuzhou]], dan menginap di rumah Zahirudin. Di Fuzhou, Ibnu Batutah berjumpa dengan Kawamudin, dan salah seorang rekan senegaranya, yakni Al-Busyri dari [[Ceuta|Sebtah]], yang sudah menjadi saudagar kaya di Tiongkok. Al-Busyri menemani Ibnu Batutah dalam perjalanannya ke arah utara menuju [[Hangzhou]], serta membelikannya hadiah-hadiah yang akan dipersembahkan kepada Kaisar [[Toghon Temür|Togontemür]] dari [[Dinasti Yuan|wangsa Yuan]].<ref name="google4">{{cite book|title=The Adventures of Ibn Battuta, a Muslim Traveler of the Fourteenth Century|author=Dunn, R.E.|date=1986|publisher=University of California Press|isbn=9780520057715|url=https://books.google.com/books?id=ZF2spo9BKacC|accessdate=13 Juni 2015|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20141010213835/http://books.google.com/books?id=ZF2spo9BKacC|archivedate=10 Oktober 2014|df=dmy-all}}</ref>
Ibnu Batutah meriwayatkan bahwa [[Hangzhou]] adalah salah satu dari kota-kota terbesar yang pernah ia lihat,<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|p=260}}</ref> dan mencermati daya pikat kota itu, yang ia gambarkan terletak di tepi sebuah [[Danau Barat|danau yang indah]], dikelilingi bukit-bukit hijau yang asri.<ref>{{cite news |last=Elliott |first=Michael |url=http://www.time.com/time/specials/packages/article/0,28804,2084273_2084272_2084481,00.html |title=The Enduring Message of Hangzhou |publisher=Time.com |date=2011-07-21 |accessdate=5 November 2011 |deadurl=no |archiveurl=https://web.archive.org/web/20120117180753/http://www.time.com/time/specials/packages/article/0,28804,2084273_2084272_2084481,00.html |archivedate=17 January 2012 |df=dmy-all }}</ref> Ia juga menyebut-nyebut kawasan permukiman umat Muslim di kota itu, dan tinggal sebagai tamu di rumah sebuah keluarga asal Mesir.<ref name="google4"/> Ketika tinggal di Hangzhou, ia sangat terpukau melihat begitu banyak
Ibnu Batutah meriwayatkan pengalamannya berperahu menyusuri [[Terusan Besar Tiongkok|Terusan Besar]], sambil menikmati pemandangan lahan-lahan pertanian, bunga-bunga anggrek, saudagar-saudagar berpakaian sutra hitam, perempuan-perempuan berbusana cindai, dan pendeta-pendeta yang juga mengenakan pakaian dari sutra.<ref name="google6">{{cite book|title=Traveling Man: The Journey of Ibn Battuta 1325–1354|author=Rumford, J.|date=2001|publisher=Houghton Mifflin Harcourt|isbn=9780547562568|url=https://books.google.com/books?id=9-m4X84BBgwC|accessdate=13 Juni 2015|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180224110012/https://books.google.com/books?id=9-m4X84BBgwC|archivedate=24 Februari 2018|df=dmy-all}}</ref> Di [[Beijing]], Ibnu Batutah mengaku sebagai duta besar [[Kesultanan Delhi]] yang sudah lama tak terdengar kabar beritanya, dan diundang ke istana untuk menghadap Kaisar [[Toghon Temür|Togontemür]] (yang menurut riwayat Ibnu Batutah, disembah oleh sebagian rakyat Tiongkok). Ibnu Batutah meriwayatkan bahwa istana [[Khanbaliq]] terbuat dari kayu, dan "garwa padmi" sang Kaisar ([[Permaisuri Gi]]) menggelar arak-arakan untuk menunjukkan kebesarannya.<ref name="google7">{{cite book|title=Encyclopedia of the Literature of Empire|author=Snodgrass, M.E.|date=2010|publisher=Facts on File|isbn=9781438119069|url=https://books.google.com/books?id=LXyyYs2cRDcC|accessdate=13 Juni 2015|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20180224110012/https://books.google.com/books?id=LXyyYs2cRDcC|archivedate=24 Februari 2018|df=dmy-all}}</ref>{{sfn|Dunn|2005|p = 260}}
Baris 156:
Ibnu Batutah juga meriwayatkan kabar yang ia dengar tentang "tembok besar [[Gog dan Magog|Yajuj dan Majuj]]" yang berjarak "enam puluh hari perjalanan" dari Bandar Zaitun (Quanzhou).{{sfn|Gibb|Beckingham|1994|p = 896}} Menurut [[Hamilton Alexander Rosskeen Gibb]], Ibnu Batutah yakin bahwa [[Tembok Besar Tiongkok]] dibangun oleh [[Zulkarnain]] untuk mengurung [[Gog dan Magog]] sebagaimana termaktub dalam [[Quran|Al-Quran]].{{sfn|Gibb|Beckingham|1994|p = 896}} Meskipun demikian, ketika bertanya-tanya tentang Tembok Besar Tiongkok, Ibnu Batutah tidak dapat menemukan seorang pun yang pernah melihat sendiri maupun yang kenal dengan orang yang pernah melihat sendiri bangunan itu, sehingga menimbulkan dugaan bahwa pada masa itu sudah tidak ada lagi sisa-sisa yang menonjol dari bangunan awal tembok raksasa itu (Tembok Besar Tiongkok yang ada sekarang ini baru dibangun pada zaman [[dinasti Ming|wangsa Ming]]).<ref>{{citation |first=Stephen G. |last=Haw |publisher=Psychology Press |year=2006 |isbn=0-415-34850-1 |title=Marco Polo's China: a Venetian in the realm of Khubilai Khan |series=Jilid ke-3 dari hasil kajian Routledge mengenai permulaan sejarah Asia |url=https://books.google.com/books?id=DSfvfr8VQSEC&pg=PA54#v=onepage&q&f=false |pages=52–57 |deadurl=no |archiveurl=https://web.archive.org/web/20161224085911/https://books.google.com/books?id=DSfvfr8VQSEC&pg=PA54#v=onepage&q&f=false |archivedate=24 Desember 2016 |df=dmy-all }}</ref>
Dari Beijing, Ibnu batutah kembali ke Hangzhou, kemudian melanjutkan perjalanan ke [[Fuzhou]]. Sekembalinya ke Quanzhou, Ibnu Batutah segera naik ke jung milik [[Sultan]] [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudra Pasai]] untuk berlayar
Ibnu Batutah meriwayatkan bahwa jenazah Khan Mongol (Qan) disemayamkan di dalam bangunan makamnya bersama enam orang budak prajurit, dan empat orang budak perempuan.<ref name="BonnettHolder2009">{{cite book|author1=Aubrey W. Bonnett|author2=Calvin B. Holder|title=Continuing Perspectives on the Black Diaspora|url=https://books.google.com/books?id=cSQrAQAAIAAJ&q=battuta+slave+girl+damascus&dq=battuta+slave+girl+damascus&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj6293jxc3QAhVGQCYKHYhNBag4ChDoAQgvMAQ|year=2009|publisher=University Press of America|isbn=978-0-7618-4662-8|page=26}}</ref> Perak, emas, senjata-senjata, dan permadani-permadani turut dimasukkan pula ke dalam bangunan makam itu.<ref name="Harvey2007">{{cite book|author=L. P. Harvey|title=Ibn Battuta|url=https://books.google.com/books?id=7Px_AAAAMAAJ&q=battuta+slave+girl+damascus&dq=battuta+slave+girl+damascus&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiu6bPHys3QAhVDSyYKHZPgAQU4FBDoAQgjMAA|year=2007|publisher=I. B. Tauris|isbn=978-1-84511-394-0|page=51|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20171202062859/https://books.google.com/books?id=7Px_AAAAMAAJ&q=battuta+slave+girl+damascus&dq=battuta+slave+girl+damascus&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiu6bPHys3QAhVDSyYKHZPgAQU4FBDoAQgjMAA|archivedate=2 December 2017|df=dmy-all}}</ref>
==== Pulang ====
Sekembalinya ke Quanzhou pada 1346, Ibnu Batutah pun memulai perjalanan pulangnya ke Maroko.<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|p=261}}</ref> Di Kalikut, ia sempat menimbang-nimbang untuk kembali ke Delhi dan memasrahkan diri pada belas kasihan Sultan Muhammad bin Tughluq, namun kemudian mengurungkan niatnya itu, dan memutuskan untuk
Pada 1348, Ibnu Batutah tiba di Damaskus, hendak menapaki kembali jalur yang pernah ia tempuh ketika berangkat haji untuk pertama kalinya. Ia kemudian menerima kabar bahwa ayahnya telah wafat 15 tahun yang lampau,<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|p=269}}</ref> dan mulai dari tahun berikutnya kabar duka menjadi tema utama dalam riwayat perjalanannya. Tatkala ia berada di Timur Tengah, wabah [[Maut hitam|Maut Hitam]] sedang berjangkit di seluruh wilayah Suriah, [[Palestina]], dan Jazirah Arab.
=== Ikhtisar perjalanan 1349–1354 ===
Baris 169:
[[Berkas:Ventanas con arabescos en la Alhambra.JPG|245px|ka|jmpl|Ibnu Batutah berkunjung ke [[Keamiran Granada|Emirat Granada]], satu-satunya negeri yang tersisa dari wilayah kekuasaan orang [[Arab-Andalusia]] di [[Al-Andalus]].]]
Setelah sembilan hari berada di Tanjah, Ibnu Batutah berangkat menuju [[Al-Andalus]], wilayah kekuasaan Muslim di [[Semenanjung Iberia]]. [[Alfonso XI dari Kastila|Alfonso XI]], Raja
Setelah bertolak meninggalkan Al-Andalus, ia memutuskan untuk berkelana menjelajahi wilayah Maroko. Dalam perjalanan pulang ke kampung halaman, ia singgah selama beberapa waktu di [[Marrakesh|Marakes]] yang kala itu sudah nyaris seperti kota hantu selepas dilanda wabah dan akibat pemindahan pusat pemerintahan ke [[Fez]].<ref>{{Harvnb|Dunn|2005|pp=286–287}}</ref>
Baris 178:
[[Berkas:Sankore Moske Timboektoe.JPG|jmpl|220px|kiri|[[Madrasah Sankore]] di [[Timbuktu]], [[Mali]]]]
Pada musim gugur 1351, Ibnu Batutah berangkat dari Fez menuju Kota [[Sijilmasa]] di tepi utara Gurun Sahara, yang kini berada dalam wilayah negara Maroko.<ref>{{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1858|p=[https://books.google.com/books?id=AdUOAAAAQAAJ&pg=PA376#v=onepage&q&f=false 376 Jld. 4]}}; {{harvnb | Levtzion| Hopkins | 2000| p=282}}; {{harvnb| Dunn |2005|p=295}}</ref> Di Sijilmasa, ia membeli beberapa ekor unta dan tinggal selama empat bulan. Ia berangkat bersama serombongan kafilah pada bulan Februari 1352, dan setelah melakukan perjalanan selama 25 hari, ia tiba di padang garam [[Taghaza]]
Setelah tinggal selama sepuluh hari di Taghaza, rombongan kafilah melanjutkan perjalanan menuju oasis di Tasarahla (mungkin Bir Al-Ksaib),{{sfn | Levtzion| Hopkins | 2000|p = 457}}{{efn|Bir Al-Ksaib (disebut pula Bir Ounane atau El Gçaib) terletak di kawasan utara Mali pada {{Coord|21|17|33|N|5|37|30|W}}. Oasis ini terletak 265 km (165 mil) di sebelah selatan Taghaza, dan 470 km (290 mil) di sebelah utara Oualata.}} tempat kafilah beristirahat selama tiga hari sebelum melakukan perjalanan yang terakhir sekaligus tersulit menyeberangi Gurun Sahara. Dari Tasarahla, seorang pandu Masufa diutus terlebih dahulu ke Kota Oasis [[Oualata]] guna mempersiapkan bekal air yang akan diangkut menempuh jarak sejauh empat hari perjalan menuju tempat pertemuan dengan kafilah yang membutuhkannya sebagai pelepas dahaga. Oualata adalah pos paling selatan di jalur [[niaga lintas-Sahara]], dan belum lama menjadi bagian dari wilayah Kemaharajaan Mali. Secara keseluruhan, rombongan kafilah itu menghabiskan waktu selama dua bulan untuk melakukan perjalanan lintas gurun sejauh 1.600
[[Berkas:Bilma-Salzkarawane1.jpg|jmpl|Kafilah garam [[Azalai]] dari [[Agadez]] menuju [[Bilma]]]]
Dari tempat itu, Ibnu Batutah melakukan perjalanan ke arah barat daya, menyusuri tepian sebuah sungai yang ia sangka Sungai Nil (sebenarnya adalah [[Sungai Niger]]), sampai ke ibu kota Kemaharajaan Mali.{{efn|Lokasi ibu kota Kemaharajaan Mali masih menjadi pokok perdebatan sengit dan belum juga ada kata sepakat di kalangan para ahli. Sejarawan [[John Hunwick]] telah mengkaji waktu perjalanan yang diriwayatkan oleh Ibnu Batutah dan menyimpulkan bahwa ibu kota Kemaharajaan Mali agaknya terletak di sisi kiri [[Sungai Niger]], di daerah antara [[Bamako]] dan [[Nyamina]].{{sfn|Hunwick|1973}}}} Di ibu kota, ia berjumpa dengan ''Mansa'' [[Sulaiman (mansa)|Sulaiman]], yang naik takhta pada 1341. Ibnu Batutah tidak senang melihat biti-biti perwara, dayang-dayang, bahkan putri-putri sultan, tidak menutup seluruh [[aurat]] mereka selayaknya Muslimah yang baik.<ref>Jerry Bently, ''Old World Encounters: Cross-Cultural Contacts and Exchanges in Pre-Modern Times (New York: Oxford University Press, 1993),131.''</ref> Ia meninggalkan ibu kota pada bulan Februari, ditemani seorang saudagar pribumi Mali, dan melakukan perjalanan dengan mengendarai unta menuju [[Timbuktu]].<ref>{{harvnb|Defrémery |Sanguinetti|1858|p=[https://books.google.com/books?id=AdUOAAAAQAAJ&pg=PA430 430 Jld. 4]}}; {{harvnb | Levtzion| Hopkins | 2000| p=299}}; {{harvnb|Gibb|Beckingham|1994|pp=969–970 Jld. 4}}; {{harvnb| Dunn |2005|p=304}}</ref> Meskipun dua abad kemudian telah berkembang menjadi kota terkemuka di kawasan itu, Timbuktu masih berupa sebuah sebuah kota kecil dan tidak begitu penting sewaktu dikunjungi Ibnu Batutah.{{sfn|Dunn|2005|p = 304}} Dalam perjalanan ke Timbuktu inilah Ibnu Batutah untuk pertama kalinya melihat [[kuda nil]]. Satwa ini ditakuti oleh tukang-tukang perahu pribumi, dan diburu dengan menggunakan lembing yang pada pangkalnya terikat seutas tambang yang kuat.<ref>{{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1858|pp=[https://books.google.com/books?id=AdUOAAAAQAAJ&pg=PA425 425–426 Jld. 4]}}; {{harvnb | Levtzion| Hopkins | 2000| p=297}}</ref> Setelah tinggal tak seberapa lama di Timbuktu, Ibnu Batutah melakukan perjalan menyusui Sungai Niger menuju [[Gao]] dengan menaiki perahu kecil yang terbuat dari sebatang pohon utuh. Kala itu Gao adalah sebuah pusat niaga yang penting.<ref>{{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1858|pp=[https://books.google.com/books?id=AdUOAAAAQAAJ&pg=PA432 432–436 Jld. 4]}}; {{harvnb | Levtzion| Hopkins | 2000| p=299}}; {{harvnb| Dunn |2005|p=305}}</ref>
Baris 192:
{{Lihat pula|Rihlah}}
[[Berkas:TumbaIbnBatuta.jpg|jmpl|ka|Situs yang diduga sebagai makam Ibnu Batutah, terletak di dalam sebuah rumah di Madinat Tanjah ([[Tangier|Kota Tanjah]])]]
Setelah pulang ke kampung halaman pada 1354, atas anjuran [[Abu Inan Faris|Sultan Abu Inan Faris]], penguasa Maroko dari [[Banu Marin|Bani Marin]], Ibnu Batutah meriwayatkan petualangan-petualangannya kepada [[Ibnu Juzay]], seorang alim yang pernah ia jumpai di Granada. Riwayat yang disusun oleh Ibnu Juzay inilah satu-satunya sumber informasi tentang petualangan-petualangan Ibnu Batutah. Judul lengkap dari naskah yang disusun oleh Ibnu Juzay ini adalah ''Hadiah Bagi Para Pemerhati Negeri-Negeri
Tidak ada indikasi bahwa Ibnu Batutah mencatat sendiri pengalaman-pengalaman selama dua puluh sembilan tahun bertualang.{{efn|Meskipun ia pernah meriwayatkan bahwa beberapa catatannya hilang dirampok orang<ref name=Picador>{{cite book|last1=Battutah|first1=Ibn|title=The Travels of Ibn Battutah|date=2002|publisher=Picador|location=London|isbn=9780330418799|pages=141}}</ref>}} Manakala meriwayatkan kembali petualangan-petualangannya untuk dicatat oleh Ibnu Juzay, Ibnu Batutah hanya mengandalkan ingatannya, dibantu naskah-naskah yang dihasilkan oleh para musafir terdahulu. Ibnu Juzay tidak menyebutkan sumber-sumber rujukannya, dan menyajikan sejumlah keterangan yang dikutip dari naskah-naskah lain seakan-akan ia dengar langsung dari mulut Ibnu Batutah. Manakala menuliskan uraian tentang Damaskus, Mekah, Madinah, dan beberapa tempat lain di Timur Tengah, ia jelas-jelas menyalin ayat-ayat dari catatan musafir [[Andalusia]], [[Ibnu Jubair]], yang ditulis lebih dari 150 tahun sebelumnya.<ref>{{Harvnb |Dunn|2005|pp=313–314}}; {{harvnb|Mattock|1981}}</ref> Demikian pula sebagian besar uraian Ibnu Juzay tentang tempat-tempat di Palestina sebenarnya disalin dari catatan perjalanan seorang musafir abad ke-13 yang bernama [[Muhammad al-Abdari al-Hihi|Muhammad Al-Abdari]].<ref>{{Harvnb |Dunn|2005|pp=63–64}}; {{Harvnb|Elad|1987}}</ref>
[[Kajian oriental|Para pengkaji]] tidak percaya bahwa Ibnu Batutah benar-benar pernah berkunjung ke tempat-tempat yang diriwayatkannya. Mereka berpendapat bahwa Ibnu Batutah mengandalkan kabar angin dan mengutip riwayat-riwayat perjalanan para musafir terdahulu dalam menyajikan gambaran komprehensif dari tempat-tempat di Dunia Islam. Sebagai contoh, sangat mustahil Ibnu Batutah melakukan perjalanan memudiki [[Sungai Volga]] dari [[Sarai (kota)|Kota Sarai Baru]] menuju [[Bolgar]],<ref>{{Harvnb |Dunn|2005|p=179}}; {{Harvnb|Janicsek|1929}}</ref> dan sejumlah perjalanan lain yang ia riwayatkan sangat diragukan kebenarannya, misalnya perjalanan ke [[Sana'a|Kota Sana]] di Yaman,<ref>{{Harvnb |Dunn|2005|p=134 Keterangan 17}}</ref> perjalanan dari [[Balkh]] menuju [[Bistam]] di [[Khorasan Raya|Khorasan]]<ref>{{Harvnb |Dunn|2005|p=180 Keterangan 23}}</ref> dan perjalanan keliling Anatolia.<ref>{{Harvnb |Dunn|2005|p=157 Note 13}}</ref> Riwayat Ibnu Batutah tentang seorang tokoh [[Orang Magribi|Magribi]] bernama "Abu Al-Barakat Si Orang Berber" yang menyebarkan agama Islam di Maladewa bertentangan dengan riwayat dalam "Tarikh", catatan sejarah resmi Maladewa, bahwasanya [[Islam di Maladewa|masyarakat Maladewa masuk Islam]] setelah menyaksikan mukjizat yang diperbuat oleh seorang tokoh [[Tabriz]]i bernama Maulana Syekh Yusuf Syamsudin.<ref name="Visweswaran2011">{{cite book|author=Kamala Visweswaran|title=Perspectives on Modern South Asia: A Reader in Culture, History, and Representation|url=https://books.google.com/books?id=m-EYXNnvMugC&pg=PA164&dq=candles+ships+jinn&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjUl5DJyuPOAhUGXR4KHZmrBLEQ6AEIPTAG#v=onepage&q=candles%20ships%20jinn&f=false|date=6 Mei 2011|publisher=John Wiley & Sons|isbn=978-1-4051-0062-5|pages=164–|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20170119120452/https://books.google.com/books?id=m-EYXNnvMugC&pg=PA164&dq=candles+ships+jinn&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjUl5DJyuPOAhUGXR4KHZmrBLEQ6AEIPTAG#v=onepage&q=candles%20ships%20jinn&f=false|archivedate=19 Januari 2017|df=dmy-all}}</ref> Beberapa pengkaji juga malah meragukan apakah ia benar-benar pernah berkunjung ke Tiongkok.<ref>{{Harvnb |Dunn|2005|pp=253 and 262 Keterangan 20}}</ref> Seluruh pengalaman dan penggambaran tentang Negeri Tiongkok mungkin saja dijiplak Ibnu Batutah dari karya-karya pujangga lain seperti "Masalikul Absar fi Mamalikul Amsar" karya [[Syihab Al-Umari]], karya tulis [[Sulaiman At-Tajir]], dan mungkin pula dari karya-karya [[Ata-Malik Juwaini|Al-Juwaini]], [[Rashid-al-Din Hamadani|Rasyidudin]], dan dari salah satu [[Romansa Aleksander|hikayat Aleksander Agung]]. Selain itu, riwayat Ibnu Batutah dan catatan perjalanan Marco Polo memiliki kemiripan bagian dan tema, bahkan beberapa ulasannya pun mirip. Agaknya mustahil pula bahwasanya ada seorang tokoh dengan nama yang persis sama dengan nama khalifah ketiga, yakni [[Utsman bin Affan]], pernah bertemu dengan Ibnu Batutah di Negeri Tiongkok, sebagaimana yang diriwayatkannya.<ref name="ElgerKöse2010">{{cite book|author1=Ralf Elger|author2=Yavuz Köse|title=Many Ways of Speaking about the Self: Middle Eastern Ego-documents in Arabic, Persian, and Turkish (14th-20th Century)|url=https://books.google.com/books?id=7xMDvp2ypVcC&pg=PA79#v=onepage&q&f=false|year=2010|publisher=Otto Harrassowitz Verlag|isbn=978-3-447-06250-3|pages=79–82|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20171211081104/https://books.google.com/books?id=7xMDvp2ypVcC&pg=PA79#v=onepage&q&f=false|archivedate=11 Desember 2017|df=dmy-all}}</ref> Namun andaikata tidak sepenuhnya disusun berdasarkan pengalaman pribadinya, ''Ar-Rihlah'' Ibnu Batutah tetap saja merupakan sebuah karya tulis yang berisi keterangan-keterangan penting mengenai keadaan dunia pada abad ke-14.
Ibnu Batutah
Sedikit saja yang diketahui orang tentang riwayat hidup Ibnu Batutah seusai ''Ar-Rihlah'' rampung ditulis pada 1355. Ia diangkat menjadi kadi di Maroko, dan wafat pada 1368 atau 1369.<ref>{{Harvnb|Gibb|1958|pp=ix-x Jld. 1}}; {{Harvnb|Dunn|2005|p=318}}</ref>
''Ar-Rihlah'' Ibnu Batutah baru dikenal orang di luar Dunia Islam pada permulaan abad ke-19, manakala musafir sekaligus penjelajah Jerman yang bernama [[Ulrich Jasper Seetzen]] (1767–1811) mendapatkan sekumpulan naskah di Timur Tengah, di antaranya terdapat sejilid naskah sepanjang 94 halaman berisi salah satu versi ringkas dari ''Ar-Rihlah'' Ibnu Batutah yang disusun oleh Ibnu Juzay. Tiga saduran diterbitkan pada 1818 oleh orientalis Jerman, [[Johann Gottfried Ludwig Kosegarten|Johann Kosegarten]].<ref>{{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1853|loc=Jld. 1 [https://books.google.com/books?id=mdQOAAAAQAAJ&pg=PR13 hlmn. xiii-xiv]}}; {{harvnb|Kosegarten|1818}}.</ref> Saduran keempat diterbitkan setahun kemudian.{{sfn|Apetz|1819}} Para pengkaji
Tiga naskah salinan ''Ar-Rihlah'' Ibnu Batutah versi ringkas didapatkan oleh musafir Swiss, [[Johann Ludwig Burckhardt|Johann Burckhardt]], dan dihibahkan kepada Universitas Cambridge. Johann Burckhardt menulis sebuah prakata singkat mengenai isi naskah-naskah itu dalam sebuah buku yang baru terbit pada 1819, sesudah ia wafat.<ref>{{harvnb|Burckhardt|1819|pp=[https://archive.org/stream/travelsinnubia00burcgoog#page/n637/mode/1up 533–537 Keterangan 82]}}; {{harvnb|Defrémery|Sanguinetti|1853|loc=Jld. 1 [https://books.google.com/books?id=mdQOAAAAQAAJ&pg=PR16 hlm. xvi]}}</ref> Naskah ''Ar-Rihlah'' Ibnu Batutah dalam bahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh orientalis [[Samuel Lee (ahli bahasa)|Samuel Lee]], dan diterbitkan di London pada 1829.{{sfn|Lee|1829}}
Pada era 1830-an, semasa pendudukan
Pada 1929, tepat seabad sejak karya terjemahan Samuel Lee diterbitkan, sejarawan dan orientalis [[Hamilton Alexander Rosskeen Gibb|Hamilton Gibb]] menerbitkan sebuah terjemahan ke dalam bahasa Inggris atas bagian-bagian tertentu dari teks Arab yang termuat dalam karya tulis Defrémery dan Sanguinetti.{{sfn|Gibb|1929}} Hamilton Gibb pernah menawarkan jasa kepada [[Hakluyt Society]] pada 1922 untuk menyusun sebuah karya terjemahan dari keseluruhan ''Ar-Rihlah'' ke dalam bahasa Inggris disertai catatan-catatan penjelasan.{{sfn|Gibb|Beckingham|1994|p=ix}} Teks hasil terjemahannya akan ia bagi menjadi empat jilid buku, masing-masing jilid ini memuat bagian yang sama dengan yang dimuat dalam jilid-jilid buku karya Defrémery dan Sanguinetti. Jilid pertama baru terbit pada 1958.{{sfn|Gibb|1958}} Hamilton Gibb wafat pada 1971, setelah merampungkan tiga jilid pertama. Jilid keempat susun oleh Charles Beckingham, dan diterbitkan pada 1994.{{sfn|Gibb|Beckingham|1994}} Cetakan karya terjemahan Defrémery dan Sanguinetti kini telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa lain.
Baris 284:
* {{Citation | last=Elad | first=Amikam | year=1987 | title= The description of the travels of Ibn Baṭūṭṭa in Palestine: is it original? | journal= Journal of the Royal Asiatic Society | volume=119 | pages=256–272 | doi=10.1017/S0035869X00140651 }}.
<!-- -->
* {{Citation |title=Ibn Battuta Travels in Asia and Africa (selections) |year=1929 |editor-last=Gibb |editor-first=H.A.R. |place=London |publisher=Routledge}}. Reissued several times. Extracts are available on the [http://www.fordham.edu/halsall/source/1354-ibnbattuta.html Fordham University site].▼
* {{Citation |title=The Travels of Ibn Baṭṭūṭa, A.D. 1325–1354 (Volume 1) |year=1958 |editor-last=Gibb |editor-first=H.A.R. |place=London |publisher=[[Hakluyt Society]] |url=https://archive.org/details/travels-of-ibn-battuta/The%20Travels%20of%20Ibn%20Battuta-1325%E2%80%931354-Volume-I/page/ii/mode/2up }}.
* {{Citation |title=The Travels of Ibn Baṭṭūṭa, A.D. 1325–1354 (Volume 2) |year=1962 |editor-last=Gibb |editor-first=H.A.R. |place=London |publisher=Hakluyt Society |url=https://archive.org/details/travels-of-ibn-battuta/The%20Travels%20of%20Ibn%20Battuta-1325%E2%80%931354-Volume-II/page/ii/mode/2up }}.
* {{Citation |title=The Travels of Ibn Baṭṭūṭa, A.D. 1325–1354 (Volume 3) |year=1971 |editor-last=Gibb |editor-first=H.A.R. |place=London |publisher=Hakluyt Society |url=https://archive.org/details/travels-of-ibn-battuta/The%20Travels%20of%20Ibn%20Battuta-1325%E2%80%931354-Volume-III/page/iii/mode/2up }}.
* {{Citation |title=The Travels of Ibn Baṭṭūṭa, A.D. 1325–1354 (Volume 4) |year=1994 |editor-last=Gibb |editor-first=H.A.R. |place=London |publisher=Hakluyt Society |isbn=978-0-904180-37-4 |editor-last2=Beckingham |editor-first2=C.F. |url=https://archive.org/details/travels-of-ibn-battuta/The%20Travels%20of%20Ibn%20Battuta-1325%E2%80%931354-Volume-IV/page/ii/mode/2up }}. Jilid ini diterjemahkan oleh Beckingham setelah Hamilton Gibb wafat pada 1971. Sebuah Indeks terpisah diterbitkan pada 2000.
▲}}. Reissued several times. Extracts are available on the [http://www.fordham.edu/halsall/source/1354-ibnbattuta.html Fordham University site].
<!-- -->
* {{Citation
Baris 398 ⟶ 357:
* [http://www.saudiaramcoworld.com/issue/200004/default.htm ''The Longest Hajj: The Travels of Ibn Battuta'' (Ibadah Haji Terlama: Pengembaraan Ibnu Batutah)] — Artikel ''Saudi Aramco World'' oleh Douglas Bullis (edisi Juli/Agustus 2000).
* [https://books.google.com/books?id=zKqn_CWTxYEC Google Books] — tautan ke edisi 2004 dari terjemahan karya Hamilton Gibb pada 1929.
* Teks
* {{Librivox author |id=11324}}
* [https://surau.co/biografi-ibnu-batutah-1304-1369-m/ Biografi Ibnu Batutah 1304-1369 M]
{{Sastra Arab}}
{{Portalbar|Islam|Geografi|Sejarah|Biografi}}▼
{{Tokoh Penjelajah Laut}}
{{Authority control}}
▲{{Portalbar|Islam|Geografi|Sejarah|Biografi}}
[[Kategori:Cendekiawan Muslim]]
|