Jinayah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pineapplethen (bicara | kontrib)
perbaiki konten dengan menghapus konten dengan sisi pandang tertentu, yang ada tanpa referensi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Pineapplethen (bicara | kontrib)
Asas-asas Jinayah: hapus konten yang tidak mempunyai referensi dan membuat diskriminasi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(3 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 24:
Menurut bahasa, amar makruf nahi munkar adalah menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari kejahatan. Amr: menyuruh, ma’rûf: kebaikan, nahyi: mencegah, munkar: kejahatan. Abul A’la al-Maududi menjelaskan bahwa tujuan utama dari syariat ialah membangun kehidupan manusia di atas dasar ma’rifat (kebaikan) dan membersihkannya dari hal-hal yang maksiat dankejahatan.
 
Dalam filsafat hukum Islam dikenal istilah amar makruf sebagai fungsi social engineering, sedang nahi munkar sebagai social control dalam kehidupan penegakan hukum. Berdasar prinsip inilah di dalam hukum Islam dikenal adanya istilah perintah dan larangan. Islam memberikan kebebasan bagi setiap penganutnya.
 
=== Asas teritorial ===
Menurut konsepsi hukum Islam Asas teritorial yaitu hukum pidana Islam hanya berlaku di wilayah di mana hukum Islam diberlakukan. Abu Hanifah berpendapat bahwa Hukum Islam diterapkan atas jarimah (tindak pidana) yang dilakukan di dar as-salam, yaitu tempat-tempat yang masuk dalam kekuasaan pemerintahan Islam tanpa melihat jenis jarimah maupun pelaku, muslim maupun non-muslim. Aturan-aturan pidana Islam hanya berlaku secara penuh untuk wilayah-wilayah negeri muslim. Menurut Imam Abu Yusuf, hukum pidana Islam diterapakan atas jarimah-jarimah yang terjadi di negeri Islam, baik dilakukan oleh penduduk muslim, zimmi maupun musta’man. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa terhadap penduduk muslim diberlakukan hukum pidana Islam karena keIslamannya, dan terhadap penduduk kafir zimmi karena telah ada perjanjian untuk tunduk dan taat kepada peraturan Islam. Sedangkan alasan berlakunya hukum Islam untuk musta’man adalah bahwa janji keamanan yang memberi hak kepadanya untuk tinggal sementara di negeri Islam, diperoleh berdasarkan kesanggupannya untuk tunduk kepada hukum Islam selama ia tinggal di negeri Islam. jarimah yang diperbuat di negeri bukan Islam oleh penduduk negeri Islam (orang muslim atau dzimmi), dengan merugikan orang bukan Islam (penduduk negeri bukan Islam) tidak dapat dihukum, karena tidak adanya kekuasaan atas tempat terjadinya jarimah itu. Pengadilan negeri Islam juga tidak berhak memeriksa segi keperdataan yang timbul dari jarimah. Demikian pula halnya apabila keadaan si korban seperti orang muslim yang tertawan atau orang muslim yang pindah ke negeri Islam.
 
Bagi orang dzimmi yang memperbuat jarimah di negeri-negeri bukan Islam, sedang ia telah meninggalkan sama sekali negeri Islam dengan niat tidak akan kembali, maka apabila dia masuk ke negeri Islam, tidak dikenakan hukuman atas perbuatannya itu, sebab dengan keluarnya dari negeri Islam, ia sudah menjadi orang harbi. Bagi orang Islam yang berbalik agama (murtad) dan meninggalkan negeri Islam, kemudian memperbuat jarimah di negeri bukan Islam, dan sesudah itu ia masuk lagi ke negeri Islam, maka ia tidak dijatuhi hukuman atas jarimahnya, meskipun ia menyatakan memeluk lagi agama Islam.[4]
 
=== Asas Material ===
Baris 85 ⟶ 81:
Dari gabungan ketiga kata di atas muncul istilah hukum pidana Islam. Dengan memahami arti dari ketiga kata itu, dapatlah dipahami bahwa hukum pidana Islam merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah dan Nabi Muhammad Saw. untuk mengatur kejahatan manusia di tengah-tengah masyarakatnya. Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum pidana Islam dapat diartikan sebagai hukum tentang kejahatan yang bersumber dari ajaran Islam.
 
Hukum Pidana Islam (HPI) dalam khazanah literatur Islam biasa disebut ''al- ahkam al-jinaiyyah'', yang mengatur pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang mukallaf dan hukuman-hukuman baginya. Para ulama menggunakan istilah ''jinayah'' bisa dalam dua arti, yakni arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, ''jinayah'' merupkan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’ dan dapat mengakibatkan hukuman ''had'' (hukuman yang ada ketentuan ''nash''-nya seperti hukuman bagi pencuri, pembunuh, dll), atau ''ta’zir'' (hukuman yang tidak ada ketentuan ''nash-''nya seperti pelanggaran lalu lintas, percobaan melakukan tindak pidana, dll)''.'' Dalam arti sempit, jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’ dan dapat menimbulkan hukuman ''had,'' bukan ''ta’zir.'' Istilah lain yang identik dengan ''jinayah'' adalah ''jarimah.''
 
== Kisas ==