Sawerigading: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Perubahan kosmetik tanda baca |
|||
(10 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Sawerigading''' adalah nama seorang putera raja [[Luwu]] dari ''Kerajaan Luwu Purba'', [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]. Dalam bahasa setempat Sawerigading berasal dari dua kata, yaitu ''sawe'' yang berarti menetas (lahir), dan ''ri gading'' yang berarti di atas bambu betung. Jadi nama Sawarigading berarti keturunan dari orang yang menetas (lahir) di atas bambu betung.<ref name="ceritarakyatnusantara">{{cite web ▼
▲'''Sawerigading''' adalah nama seorang putera raja [[Luwu]] dari ''Kerajaan Luwu Purba'', [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]. Dalam bahasa setempat Sawerigading berasal dari dua kata, yaitu ''sawe'' yang berarti menetas (lahir), dan ''ri gading'' yang berarti di atas bambu betung. Jadi nama Sawarigading berarti keturunan dari orang yang menetas (lahir) di atas bambu betung<ref name="ceritarakyatnusantara">{{cite web
|url =http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/147-sawerigading#
|title =ceritarakyatnusantara.com
|author =
|date =4 april 2009
|work =
|issn =
|publisher =Sawerigading berasal dari dua kata..
|accessdate=2 feb 2012 }}</ref>
Dari perkawinan Batara Guru dengan beberapa pengiringnya dari langit serta pengiring We Nyilitomo dari peretiwi lahirlah beberapa putra mereka yang kelak menjadi penguasa di daerah-daerah Luwu sekaligus pembantu Batara Lattu’. Setelah Batara Lattu’ cukup dewasa, ia dikawinkan dengan ''We Datu Sengeng'', anak La Urumpassi bersama We Padauleng ditompottikka. Sesudah itu Batara Guru bersama isteri kembali kelangit. Dari perkawinan keduanya lahirlah ''
|url =http://lontaraproject.com/101-la-galigo/sejarah-lagaligo/
|title =lontaraproject.com
Baris 19:
|issn =
|publisher =Sawerigading dikisahkan memiliki saudara kembar..
|accessdate=4 feb 2012 }}</ref>
Mengenai masa hidup Sawerigading terdapat berbagai versi di kalangan ahli sejarah. Menurut versi Towani-Tolotang di [[Sidenreng]], Sawerigading lahir pada tahun 564 M. Jika versi ini dihadapkan dengan beberapa versi lain, maka data ini tidak terlalu jauh perbedaanya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dikemukakan tiga versi mengenai masa hidup Sawerigading, yaitu:
Baris 25:
# Versi [[Gorontalo]], 900 dikurangi 50 = 850;
# Versi [[Kelantan]] - [[Terengganu]], tahun 710.
Sepertinya, versi Sulawesi Tenggara lebih dekat dengan versi yang dikemukakan oleh masyarakat Towani-Tolotang. Mereka menetapkan versi ini sebab menurut kepercayaan mereka Sawerigading sezaman dengan [[Nabi Muhammad]], bahkan pernah bertemu.<ref name="Sejarah Sawerigading">{{cite web
|url =http://www.surgamakalah.com/2012/01/ingin-mengawini-saudara-sendiri-sejarah.html
|title =Sejarah Sawerigading
|author
|date =
|work
|issn
|publisher =Sawerigading sezaman dengan Nabi Muhammad.
|accessdate =2 feb 2012
|archive-date =2012-01-17
|archive-url =https://web.archive.org/web/20120117073446/http://www.surgamakalah.com/2012/01/ingin-mengawini-saudara-sendiri-sejarah.html
|dead-url =yes
}}</ref>
== Perjalanan ke negeri Tiongkok ==
[[Berkas:Galigo.jpg|ka|jmpl
Berdasarkan pesan Batara Guru, kedua anak kembar itu harus dibesarkan terpisah agar kelak bila mereka menjadi dewasa tidak akan saling jatuh cinta. Namun suratan menentukan yang lain, sebab dirantau Sawerigading mendapat keterangan bahwa ia mempunyai seorang saudara kembar wanita yang sangat cantik, We Tenriabeng namanya. Sejak itu hatinya resah hinggah pada suatu waktu ia berhasil melihatnya dan langsung jatuh cinta serta ingin mengawininya. Maksud itu mendapat tentangan kedua orang tuanya bersama rakyat banyak, karena kawin bersaudara merupakan pantangan yang jika dilanggar akan terjadi bencana terhadap negeri, rakyat dan tumbuh-tumbuhan serta seluruh negeri kebingungan. Melalui suatu dialog yang panjang, berhasil juga We Tenriabeng
membujuk saudaranya untuk berangkat ke negeri Tiongkok memenuhi jodohnya di sana, I We Cudai namanya. Wajah dan perawakannya sama
Baris 55 ⟶ 59:
== Pandangan tentang cerita Sawerigading ==
Dipandang dari berbagai sudut, beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang cerita Sawerigading. Fachruddin Ambo Enre, dalam disertasinya berjudul Rintumpanna Welenrennge ([[1993]]), mengemukakan tiga jenis pandangan tentang naskah [[Sureq Galigo]] yaitu sebagai naskah ''[[mitos]] dan [[legenda]]'', sebagai ''naskah [[sejarah]]'' dan sebagai ''karya [[sastra]]''.
Baris 63 ⟶ 65:
Pandangan yang menyatakan bahwa cerita Sawerigading sebagai ''legenda'' didasarkan pada benda-benda alam yang dihubungkan dengan
tokoh Sawerigading, seperti Bulupoloe di dekat malili, dikatakan sebagai bekas tertimpa pohon Welenreng yang rebah karena ditebang untuk dijadikan perahu oleh Sawerigading. Contoh lain, misalnya Batu cadas di daerah Cerekang banyak diambil untuk dijadikan batu asah, disebut sebagai kulit bekas tebasan pohon Welenreng itu. Digunung Kandora, daerah mangkedek, [[tana Toraja]] terdapat batu yang dianggap penjelmaan We Pinrakati, isteri Sawerigading yang meninggal dalam keadaan hamil yang dijemput oleh Sawerigading di dunia roh. Setiba kembali di bumi ia melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Jamallomo. Anak tersebut kemudian menjelma menjadi batu. Gunung batu di daerah Bambapuang [[Enrekang]], yang dari jauh tampak sebagai anjungan perahu, dianggap perahu Sawerigading yang karam dan telah menjadi batu. [[Gong Nekara]] yang terdapat di [[Kabupaten Kepulauan Selayar|Selayar]] dianggap gongnya Sawerigading,<ref name="Gong Nekara Aset Wisata">{{cite web
|url =http://www.katailmu.com/2010/10/menikmati-indahnya-kota-wisata-malino.html
|title =Gong Nekara aset wisata Selayar
Baris 71 ⟶ 73:
|issn =
|publisher =Nekara di Selayar dibawa dari Tiongkok oleh Sawerigading..
|accessdate=3 feb 2012 }}</ref>
=== Naskah sejarah ===
Pandangan yang menyatakan bahwa cerita Sawerigading mempunyai nilai ''sejarah'' yaitu adanya kronik di Bone, Soppeng yang menyatakan bahwa raja pertama mereka adalah Tomanurung yang bersumber dari keturunan Sawerigading. Demikian pula kaum
bangsawan di Sulawesi Selatan, termasuk Luwu, menganggap bahwa La Galigo dan Sawerigading adalah nenek-moyang mereka. Dalam silsilah raja-raja di Sulawesi Selatan ''[[Lontara]] Panguriseng'', di puncak silsilah itu terdapat tokoh-tokoh La Galigo, Sawerigading, Batara Lattu’ dan Batara Guru. Menurut Mills, yang menciptakan silsilah itu raja-raja itu sendiri untuk memperoleh legitimasi magis-religius
=== Karya sastra ===
Baris 81 ⟶ 83:
== Nilai-nilai budaya dalam cerita Sawerigading ==
Dalam cerita Sawerigading dapat diungkap beberapa nilai budaya antara lain nilai religius, sistem kepercayaan pra-Islam yang
menggambarkan dunia gaib dan konsep kejadian manusia. Dalam cerita ini digambarkan bahwa dunia gaib adalah dunia dewa-dewa di langit, di bumi (mulatau) yang keturunan dewa-dewa. Seiring dengan perkembangan Islam dan agama lain di Luwu, maka nilai religius dari cerita ini lambat laun akan mengalami kepunahan, karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat.
Baris 100:
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/147-sawerigading# ceritarakyatnusantara.com]
* {{id}} http://www.luwuutara.go.id/media/sawerigading.pdf {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160120065358/http://www.luwuutara.go.id/media/sawerigading.pdf |date=2016-01-20 }}
* {{en}} [http://e-publishing.library.cornell.edu/Dienst/UI/1.0/Summarize/seap.indo/1107130756
== Referensi ==
|