Penebangan liar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- milyar + miliar) |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Pengembalian manual Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(14 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Illegal rosewood stockpiles 002.jpg|thumb|Kayu [[sonokeling]] yang ditebang]]
'''Pembalakan liar''' atau '''penebangan liar''' ([[bahasa Inggris]]: ''illegal logging'') adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan [[kayu]] yang merupakan bentuk ancaman faktual disekitar perbatasan yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.
Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah [[daerah aliran sungai]] [[Amazon]], [[Afrika Tengah]], [[Asia Tenggara]], [[Rusia]] dan beberapa negara-negara [[Balkan]].
Baris 6 ⟶ 7:
=== Dunia ===
Sebuah studi
Studi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan konsumsi [[domestik]] ditambah dengan
Malaysia merupakan tempat transit utama dari produk kayu ilegal dari Indonesia.<ref>Environmental Investigation Agency and Telepak (2004) ''Profiting from Plunder: How Malaysia Smuggles Endangered Wood''.</ref>
Baris 17 ⟶ 18:
Produk kayu di [[Brasil]] sering diistilahkan dengan "emas hijau" dikarenakan harganya yang mahal (Kayu mahogani berharga 1.600 dolar AS per meter kubiknya).
== Dampak pembalakan liar ==
[[Berkas:Illegal Deforestation Plantation.jpeg|thumb|Penggundulan hutan untuk kepentingan kebun kelapa sawit]]
Data yang dikeluarkan [[Bank Dunia]] menunjukkan bahwa sejak tahun [[1985]]-[[1997]] Indonesia telah kehilangan [[hutan]] sekitar 1,5 juta hektaree setiap tahun dan diperkirakan sekitar [[20]] juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu [[50]] [[tahun]], luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data [[Departemen Kehutanan]] tahun [[2006]], luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta [[hektar]] dari 120,35 juta hektaree kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektaree per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan,
Penelitian [[Greenpeace]] mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektaree pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 miliar perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar.
Baris 32 ⟶ 34:
== Referensi ==
{{reflist}}
{{kehutanan}}▼
{{Authority control}}
[[Kategori:Hutan]]
Baris 37 ⟶ 41:
[[Kategori:Lingkungan]]
[[Kategori:Sertifikasi hutan]]
▲{{kehutanan}}
|