Hak tolak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeruduCebong (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tag: Pengembalian manual
 
(9 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Hak Tolak''' adalah hak yang dimiliki seorang [[wartawan]] karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.<ref name="uu">Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers</ref> Hak tolak merupakan bentuk tanggung jawab wartawan di depan [[hukum]] terhadap pemberitaan yang dibuatnya.<ref name="uu"/> Peraturan tentang hak tolak telah diatur dalam [[Undang-undang Pers]] nomor 40 tahun 1999 pasal 1, pasal 4, dan pasal 7 serta Pedoman [[Dewan Pers]] Nomor: 01/P-DP/V/2007 tentang Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungjawaban Hukum dalam Perkara Jurnalistik.<ref name="pasal 1">Pasal 1 Bab 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers</ref><ref name="pasal 4">Pasal 4 ayat 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers</ref><ref name="pasal 7">Pasal 7 Bab 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers</ref><ref name="pedoman">Pedoman Dewan Pers Nomor: 01/P-DP/V/2007 tentang Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungjawaban Hukum dalam Perkara Jurnalistik</ref>
 
== Ketentuan ==
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan [[embargo]], dan informasi latar belakang sesuai dengan kesepakatan demi keamanan narasumber dan keluarganya.<ref name="pasal 4"/> Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan.<ref name="uu"/> Tujuan utama Hakhak Tolaktolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan indentitas sumber informasi(ayat 7).<ref *hon*name="pasal 7"/> Sehingga, apabila pihak yang menjadi sumber pemberitaan merasa keberatan untuk diungkap ke publik identitasnya, wartawan harus merahasiakannya dan menolak untuk mengungkapkannya.<ref (Pasalname=hukum">{{id}} 1 angka 10).{{cite journal
| author = Diana Kusumaasari
| year =
| month =
| title = Apakah UU Pers Hanya Melindungi Pemburu Berita?
| journal =
| volume =
| issue =
| pages =
| doi =
| id =
| url = http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e782d8ec3152/apakah-uu-pers-hanya-melindungi-pemburu-berita
| publisher = Hukum Online
| format =
| accessdate = 25-Februari-2015
| archive-date = 2018-08-27
| archive-url = https://web.archive.org/web/20180827232117/http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e782d8ec3152/apakah-uu-pers-hanya-melindungi-pemburu-berita
| dead-url = no
}}</ref><ref name="pasal 1"/>
 
'''Hak Tolak''' adalah hak yang dimiliki seorang wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama dan atau
 
identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.(pasal 1) Hak tolak merupakan bentuk tanggung jawab wartawan di depan hukum terhadap pemberitaan yang dibuatnya. Peraturan tentang hak tolak telah diatur dalam Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 pasal 1, pasal 4, dan pasal 7 dan Pedoman Dewan Pers Nomor: 01/P-DP/V/2007 tentang Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungjawaban Hukum dalam Perkara Jurnalistik.
 
== Ketentuan ==
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, dan informasi latar belakang sesuai dengan kesepakatan demi keamanan narasumber dan keluarganya. Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan indentitas sumber informasi(ayat 7). *hon* Sehingga, apabila pihak yang menjadi sumber pemberitaan merasa keberatan untuk diungkap ke publik identitasnya, wartawan harus merahasiakannya dan menolak untuk mengungkapkannya (Pasal 1 angka 10).
== Penerapan ==
Dalam penerapannya, hak tolak tidak bisa digunakan secara sembarangan.<ref name="pedoman"/> Narasumber yang layak dilindungi identitasnya melalui hak tolak adalah mereka yang memang memiliki kredibilitas, beritikad baik, berkompeten, dan informasi yang disampaikan terkait dengan kepentingan publik.<ref name="pedoman"/> Selain itu, perlu disadari, bahwa pada akhirnya hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan terpisah yang khusus memeriksa soal itu.<ref name="pedoman"/> Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.<ref name="pedoman"/> Selain diatur dalam UU[[Undang-undang Pers]], dasar hukum hak tolak juga terdapat dalam Pasal 50 [[KUHP]] yang menegaskan bahwa “mereka“''mereka yang menjalankan perintah UU tidak dapat dihukum”dihukum''”.<ref name="pedoman"/><ref name="uu"/> Dalam menjalankan tugas jurnalistik pers menjalankan amanat UU Pers, sehingga berkonsekuensi tidak dapat dihukum ketika menggunakan hak tolaknya.<ref name="pedoman"/><ref name="uu"/> Pasal 170 KUHAP yang berbunyi, “Mereka“''Mereka yang karena pekerjaan, harkat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada merekamerek''".<ref name="pedoman"/>
 
== Mekanisme ==
Dalam hal adanya dugaan pelanggaran hukum terhadap karya [[jurnalistik]], pertanggungjawaban hukum ditujukan kepada “penanggungpenanggung jawab”jawab institusi pers bersangkutan.<ref name="pedoman"/> Merujuk pada UU Pers, Pasal 12, yang dimaksud dengan “penanggung jawab”jawab adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi.<ref name="pedoman"/><ref name="uu"/> Dalam hal pelanggaran [[pidana]] yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggung jawab.<ref name="pedoman"/> Apabila pihak kepolisian menerima pengaduan perkara pidana menyangkut karya jurnalistik, maka menurut UU Pers tidak perlu menyelidiki siapa pelaku utama perbuatan pidana, melainkan langsung meminta pertanggungjawaban dari Penanggung Jawab, sebagai pihak yang harus menghadapi proses hukum.<ref name="pedoman"/><ref name="uu"/>
 
== Lihat pula ==
* [[Undang-undang Pers]]
* [[Kode etik jurnalistik]]
* [[Hak jawab]]
* [[Hak koreksi]]
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
[[Kategori: Media massa Indonesia]]