Kristologi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Lihat Pula: + |
|||
(3 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 40:
Yesus pada zaman-Nya dikenal sebagai orang [[Nazaret]] yang bertindak revolusioner, sebagai orang [[Yahudi]] yang melampaui [[Hukum Taurat]].<ref name="Johnson" /> Dari ajaran-ajarannya itulah, orang-orang (Kristen) dari zaman Perjanjian Baru hingga saat ini mempercayai-Nya sebagai Tuhan.<ref name="Johnson" />
=== Kristologi Abad 2 - 11
==== Kristologi-Logos ====
==== Arianisme ====
==== Nestorianisme ====
==== Monofisitisme ====
'''Kristologi pada Abad 4 dan 5 Masehi''' di mana [[Konsili Nikea I|Konsili Nikaia]] (
==== Konsili-Konsili ====
[[Berkas:First Council of Nicea (icon).jpg|Bottom|jmpl|kiri|180px|Konsili Pertama Nicea]]
===== '''Konsili Nicea''' (325) =====
Dalam [[Konsili Nicea]], para [[uskup]] dari [[Gereja Timur]] memutuskan bahwa sebutan Allah digunakan bukanlah untuk kehormatan saja.<ref name="Johnson" /> Dalam Syahadat Nicea yang masih didaraskan dan dinyanyikan gereja dewasa ini, Yesus diakui sebagai "Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar; dilahirkan, bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa." <ref name="Johnson" /> "Jika syahadat ini tidak benar, kita tidak akan diselamatkan oleh Yesus," demikian kata mereka.<ref name="Johnson" /> Konsili Nicea memelihara Gereja dari [[Ajaran sesat|bidaah]] Arianisme.<ref name="Dister" /> Yesus dari Nazaret, Sang Kristus, Allah betul-betul menyatakan diri di bumi ini.<ref name="Dister" />
'''Konsili Kontantinopel''' pada tahun 381 juga berpikir demikian, para uskup dari Timur berpikir bahwa umat Kristen diselamatkan oleh Allah yang mengambil sepenuh-penuhnya apa yang menjadi sifat kodrat manusia.<ref name="Johnson" /> Jika ada sesuatu yang tidak diambil dalam penjelmaan, maka sesuatu itu tidak ditebus.<ref name="Johnson" /> Maka, Yesus benar-benar seutuhnya manusia menjadi kebenaran yang menyelamatkan.<ref name="Johnson" /> Maka Konsili ini meneguhkan pandangannya dalam [[Doa Syahadat Nicea|Syahadat Nicea Konstantinopel]]▼
===== '''Konsili Kontantinopel''' =====
▲
Namun di lain pihak ada beberapa pandangan yang dianggap menekankan keilahian Yesus dan kurang menekankan bahwa Ia benar-benar manusia.<ref name="Johnson" />
Baris 68 ⟶ 71:
{{cquote|Tuhan kita merasakan beratnya tekanan penderitaan tetapi tidak merasakan sakitnya; paku-paku menembus daging-Nya seperti suatu benda melewati udara tanpa rasa sakit|4=[[Hilarius dari Poitiers]]}}
===== '''Konsili Efesus''' =====
[[Konsili Efesus]] tahun 431 memelihara gereja dari [[ajaran sesat|bidaah]] [[Nestorianisme]].<ref name="Dister" /> Konsili Efesus mewartakan bahwa - betapapun besarnya kodrat Ilahi dan kodrat insani - hanya ada satu pribadi saja dalam Yesus Kristus, di dalam manusia Yesus setiap orang menemukan Allah.<ref name="Dister" /> Untuk mengungkapkan misteri Kristus ini dengan setegas-tegasnya, maka Konsili Efesus memberikan gelar [[Theotokos]] kepada Maria, artinya "Bunda Allah".<ref name="Dister" />
===== '''Konsili Khalsedon''' =====
[[Konsili Khalsedon]] tahun 451 memelihara gereja dari bidaah [[monofisitisme]].<ref name="Dister" /> Jika Nestorianisme mengatakan satu pribadi Yesus hanya Ilahi saja, maka Konsili Khalsedon mengggarisbawahi kemanusiaan Yesus dengan menegaskan bahwa dalam diri Yesus yang satu dan tunggal itu hadirlah bukan saja [[kodrat ilahi]], tetapi juga [[kodrat insani]] seluruhnya (lihat: [[Persatuan hipostasis]]).<ref name="Dister" /> Di dalam manusia yang sungguh-sungguh, tampak pula Allah yang sungguh-sungguh.<ref name="Dister" /> Sama luhurnya dengan Allah yang dekat, tergerak oleh belas kasihan, berjuang melawan kejahatan.<ref name="Dister" /> Di sini, keilahian dan kemanusiaan Yesus tidak tercampur, tidak tergantikan, tidak terpisahkan, tidak terbagi.<ref name="Clifford">{{en}}Anne M. Clifford., di tulis oleh Robert Masson - The Clash of Christologcal Symbols dalam Christology; Memory, Inquiry, Practice, USA: The College Theology Society 2003 Hlm. 63-86</ref> Jadi, Yesus adalah simbol Allah, kata Roger Haight.<ref name="Clifford" />
Baris 84 ⟶ 87:
Kristologi dalam perjumpaan dengan umat beragama lain dapat membantu umat Kristen membaca Kristus dengan lebih luas, Kristus dalam Filipi 2:7-8 menyatakan Kristus sebagai manusia, bahkan ''hamba''.<<ref name="Jurnal Filsafat" /> Ini komentar dari umat [[Buddha]] di [[Srilanka]].<ref name="Jurnal Filsafat" /> Dari Umat [[Islam]], Yesus dianggap [[Nabi]], mengikuti Yesus berarti mengikuti nabi dan hidup [[profetis]], menjadi saksi Allah dalam berbela rasa terhadap penderitaan mansuia.<ref name="Jurnal Filsafat" /> Kristus bukan milik [[ekslusifisme|ekslusif]] Gereja lagi, tetapi terbuka bagi kehidupan [[universal]].<ref name="Jurnal Filsafat" />
=== Kristologi Feminis ===
Simbol ''sofia'' digunakan oleh [[Paulus dari Tarsus|Paulus]] untuk menggambarkan Yesus sebagi [[hikmat]] Allah dalam I Korintus 1:24<ref name="Jurnal Filsafat" /> Kristologi feminis-kosmis mengajak umat Kristen untuk mendengarkan korban ketidakadilan dan menginternalisasikan jeritan itu menuju praksis [[solidaritas]].<ref name="Jurnal Filsafat" />
== Dimensi Kristologi ==
=== '''Ketuhanan Yesus''' (Keilahian Kristus) ===
"Yesus adalah Tuhan", hal ini diyakini umat Kristen dan Katolik.<ref name="Kilby" /> Ini problem terbesar bagi orang Kristen ketika diperhadapkan dengan orang-orang beragama lain.<ref name="Kilby" /> Inilah yang membedakan umat lain, sebab tidak sama dengan tokoh-tokoh panutan agama lain seperti Krisna, Muhammad, Sang Budha, Konfusius atau Lao Tse.<ref name="Kilby" /> Namun Yesus Kristus diyakini umat Kristen sebagai satu-satunya jalan keselamatan.<ref name="Kilby" />
Keilahian Kristus adalah hakikat Kristus sebagai Tuhan. Sebutan "Tuhan Yesus" dimulai dari teologi di negara-negara Barat. "Lord Jesus" diartikan Tuhan Yesus.
Baris 98 ⟶ 101:
=== Kemanusiaan Yesus ===
[[Berkas:Kristologi.jpg|130px|jmpl|bottom|Yesus manusia dari Buku Imanuel karya Tom Jacobs]]
Pada abad-abad pertama dan kedua, para [[Bapa Gereja]] dianggap lebih memikirkan hakikat keilahian Kristus, tidak terlalu dijelaskan tentang kemanusiaan-Nya.<ref name="Lohse" /> Seperti yang diyakini oleh [[Athanasius]] yang mengakui jiwa Kristus, tetapi tidak menekankan kemanusiaan Kristus, dia berpusat pada soteriologi melalui logos itu.<ref name="Jacobs">Tom Jacobs, SJ., Imanuel: Perubahan Dlm. Perumusan Iman Akan Yesus Kristus, Yogyakarta: Kanisius 2000</ref> Namun pembicaraan dalam masyarakat sangatlah kuat akan hakikat, yaitu "se-hakikat" ([[homo-usios]]), atau serupa hakekatnya ([[homoi usios]]), atau serupa saja ([[homoios]])<ref name="Jacobs" /> Pernyataan pertama oleh Konstantinopel, dengan filsafat Yunani, bahwa Kristus tidak akan bisa menyelamatkan manusia sebagai Allah, kalau dia tidak juga menjadi manusia.<ref name="Jonge">{{id}}Christian De Jonge., Gereja Mencari Jawab, Jakarta: BPK Gunung Mulia 2003</ref> Hal ini bertolak dari Injil-Injil yang menceritakan Yesus sebagai manusia.<ref name="Jonge" /> Jadi manusia sebenarnya dapat diilahikan melalui persatuan dengan Kristus melaui Perjamuan Kudus.<ref name="Jonge" /> Namun paham ini ditolak oleh seseorang bernama [[Apollinaris dari Laodicea]] yang menyatakan bahwa dalam kemanusiaan Kristus Logos ilahi menggantikan [[akal budi]] manusiawi, dan mengurangi kemanusiaan dalam Kristus.<ref name="Jonge" /> Ia segera menyadari bahaya yang memporak-porandakan kesatuan keilahian dan kemanusiaan Kristus. Sebagai seorang yang teguh mempertahankan konfesi Nicea dan teman seperjuangannya Athanasius. Dia menolak hakikat Kristus sebagai manusia.<ref name="Lohse" /> Namun kayakinan ini nanti akan mengalami penentangan oleh Konsili-konsili (Efesus dan Khalsedon)yang mengutuknya, sehingga pengikutnya kembali ke
[[Nestorius]] dari [[Cyrillus]] juga tidak mengakui hakikat kemanusiaan Kristus, apalagi ada sebutan [[Theotokos|Bunda Allah]] bagi Maria, hal ini tidak masuk akal banginya.<ref name="Berkhof & Enklaar" /> Jika Yesus melakukan tindakan yang penuh kuasa (mujizat) maka sebenarnya yang bertindak adalah Allah, jika Yesus sengsara dan mengalami mati, maka dia adalah manusia.<ref name="Berkhof & Enklaar" /> Namun hal ini bukanlah merupakan keesaan, melainkan keduaan, sebab hakikat mereka tidaklah sama.<ref name="Berkhof & Enklaar" /> Yang sama antar Yesus dan Allah adalah kehendaknya, sebab Merek berkasih-kasihan, katanya.<ref name="Berkhof & Enklaar" />
Baris 113 ⟶ 116:
== Tokoh-tokoh Kristologi ==
Para pemikir yang menghuni pada 'ruang' pemikiran Kristologi ini sangat banyak, terbentang dari Bapa-bapa Gereja abad kedua, Abad ke empat, reformasi bahkan hingga sekarang.
===
[[Anselmus]] adalah [[teolog]] dan [[filsuf]] yang hidup pada [[Abad Pertengahan]].<ref name="Wellem">{{id}}F.D. Wellem., Riwayat Hidup Singkat tokoh-tokoh dalam [[Sejarah Gereja]], Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987</ref> Berasal dati [[Italia]], terkenal dengan pemikiran [[Skolastisisme]]nya.<ref name="Wellem" /> Karya yang paling terkenal berjudul ''[[Cur Deus Homo]]'' (Mengapa Allah menjadi Manusia).<ref name="Wellem" /> Di dalam konteks [[sosial|sosiologis]] [[feodalisme]], Anselmus menelaah mengapa Allah menjadi manusia dan harus mati untuk menyelamatkan manusia, dan mempertanyakan apakah tidak ada cara lain untuk meyelamatkan.<ref name="Johnson" /><ref name="Wellem" /> Menurut Anselmus, Yesus Kristus wafat untuk melakukan silih (ganti) atas [[Dosa (Kristen)|dosa]]; tanpa penyilihan itu tatanan alam semesta akan kacau balau untuk selamanya.<ref name="Johnson" /><ref name="Wellem" /> Dengan jalan itu, baik keadilan, [[rahmat|anugerah]] maupun kasih Allah dipenuhi dan disempurnakan.<ref name="Wellem" /> Anselmus memulai teologinya dari keyakinannya bahwa seseorang bisa berteologi hanya setelah dia beriman <ref name="Wellem" /> ''[[fides quarens intellectum]]''. Iman ini mencakup sikap iman ''fides qua creditur'' maupun isi iman ''fides quae creditur''.<ref name="Jurnal Filsafat">{{id}}Jurnal [[Filsafat]] Iman., Menguji Omongan Agama, Yogyakarta: Kanisisus, 1997</ref> Dengan demikian, objek teologi sebenarnya adalah peristiwa perjumpaan dan komunikasi Allah dan manusia berlangsung melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus merupakan realitas dinamik yang terus berlangsung di seluruh [[sejarah Gereja]].<ref name="Jurnal Filsafat" />
=== Thomas Aquinas (1225-1274) ===
=== Martin Luther (1483-1546) ===
=== Yohanes Kalvin (1509-1564) ===
Terkait dengan dalilnya dalam [[Trinitas]], yaitu Bahwa Allah Bapa sebagai asal perbuatan, Putera sebagai asal dari hikmat, maksud dan kehendak dan [[Roh Kudus]] sebagai kekuatan dan dorongan untuk berbuat..<ref name="Dankbaar" /> Tidak satu pun dari ketiga oknum ini bekerja sendirian.<ref name="Dankbaar" />
Baris 138 ⟶ 141:
=== Karl Rahner (1904-1984) ===
Kristologi Rahner sebenarnya bertolak dari [[Konsili Khalsedon]].<ref name="Kilby" /> Kristologi yang dirumuskan pada akhir masa perjuangan [[politik]], [[gereja]] sehingga dapat diterima sebagian besar perserta Konsili, di mana dalam [[Kristus]] ada kemanusiaan dan keilahian secara bersamaan.<ref name="Kilby" /> Kristus dan rahmat menjadi pemikiran mendasar dari Karl Rahner, Allah bisa dilihat dari kemanusiaan Kristus dan bermula dari kemanusiaan masing-masing orang.<ref name="Barth" /> Di sinilah perbedaan kristologinya [[Karl Barth]].<ref name="Kilby" /> Menurut Barth, Allah tidak bisa dikenal dari sekadar membicarakan manusia.<ref name="Barth">{{en}} Karl Barth., ''The Word of God and The Word of Man'', USA: Peter Smith Publisher Inc 1958</ref>
=== Karl Barth (1886-1968) ===
=== Gustavo Gutierrez ===
Gustavo Gutiérrez Merino, O.P. (lahir di Lima, Peru, 8 Juni 1928; umur 82 tahun) adalah seorang teolog Peru dan [[pastor|imam]] [[Dominikan]], Amerika Latin.<ref name="Lane">{{id}}Tony Lane., Runtut Pijar - Cet. 7, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007</ref> Dalam bukunya yang sangat terkenal ''[[Teologi Pembebasan]]'' terjemahan dari judul asli ''Liberation of Theology'' tahun 1971, dia
Kristologi pembebasan memiliki landasan yang kuat berakar pada pemahaman bahwa Kristus adalah Sang pembebas.<ref name="Lane" /> Pembebasan tersebut dilihat sebagai wujud kesatuan dengan Yesus Kristus sebagai Pembebas, wujud penyembahan kepada Allah yang mendengarkan jeritan umat-Nya dan menghendaki keadilan.<ref name="Winangun">Y. W. Wartaya Winangun., Tanah sumber nilai hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004</ref>
|