Pembantaian Westerling: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hubretr (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
(12 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Sejarah Indonesia}}
'''Pembantaian Westerling''' adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di [[Sulawesi Selatan]] yang dilakukan oleh pasukan Belanda [[DepotKorps Speciale Troepen]] pimpinan [[Raymond Pierre Paul Westerling]]. Peristiwa ini terjadi pada bulan [[Desember]] [[1946]]-[[Februari]] [[1947]] selama operasi militer ''Counter Insurgency'' (penumpasan pemberontakan).
 
== Operasi militer ==
=== Tahap pertama ===
Aksi pertama operasi Pasukan Khusus DSTKST dimulai pada malam tanggal [[11 Desember|11]] menjelang [[12 Desember]]. Sasarannya adalah desa Batua serta beberapa desa kecil di sebelah timur Makassar dan Westerling sendiri yang memimpin operasi itu. Pasukan pertama berkekuatan 58 orang dipimpin oleh Sersan Mayor H. Dolkens menyerbu [[Borong, Manggala, Makassar|Borong]] dan pasukan kedua dipimpin oleh Sersan Mayor Instruktur J. Wolff beroperasi di [[Batua, Manggala, Makassar|Batua]] dan Patunorang. Westerling sendiri bersama Sersan Mayor Instruktur W. Uittenbogaard dibantu oleh dua ordonan, satu operator radio serta 10 orang staf menunggu di desa Batua.
 
Pada fase pertama, pukul 4 pagi wilayah itu dikepung dan seiring dengan sinyal lampu pukul 5.45 dimulai penggeledahan di rumah-rumah penduduk. Semua rakyat digiring ke desa Batua. Pada fase ini, 9 orang yang berusaha melarikan diri langsung ditembak mati. Setelah berjalan kaki beberapa kilometer, sekitar pukul 8.45 seluruh rakyat dari desa-desa yang digeledah telah terkumpul di desa Batua. Tidak diketahui berapa jumlahnya secara tepat. Westerling melaporkan bahwa jumlahnya antara 3.000 sampai 4.000 orang yang kemudian perempuan dan anak-anak dipisahkan dari pria.
Baris 23:
 
=== Pemberlakuan keadaan darurat ===
[[Berkas:Westerling.jpg|rightka|thumbjmpl|Westerling]]
Untuk lebih memberikan keleluasaan bagi Westerling, pada [[6 Januari]] 1947 Jenderal [[Simon Spoor]] memberlakukan ''noodtoestand'' (keadaan darurat) untuk wilayah Sulawesi Selatan. Pembantaian rakyat dengan pola seperti yang telah dipraktikkan oleh pasukan khusus berjalan terus dan di banyak tempat, Westerling tidak hanya memimpin operasi, melainkan ikut menembak mati rakyat yang dituduh sebagai teroris, perampok atau pembunuh.
 
Baris 39:
Peristiwa maut di [[Galung Lombok, Tinambung, Polewali Mandar|Galung Lombok]] terjadi pada tanggal [[2 Februari]] 1947. Ini adalah peristiwa pembantaian Westerling, yang telah menelan korban jiwa terbesar di antara semua korban yang jatuh di daerah lain sebelumnya. Pada peristiwa itu, M. Joesoef Pabitjara Baroe (anggota Dewan Penasihat [[PRI]]) bersama dengan H. Ma'roef Imam Baroega, Soelaiman Kapala Baroega, Daaming Kapala Segeri, H. Nuhung Imam Segeri, H. Sanoesi, H. Dunda, H. Hadang, Muhamad Saleh, Sofyan, dan lain-lain, direbahkan di ujung bayonet dan menjadi sasaran peluru. Setelah itu, barulah menyusul adanya pembantaian serentak terhadap orang-orang yang tak berdosa yang turut digiring ke tempat tersebut.
 
Semua itu belum termasuk korban yang dibantai habis di tempat lain, seperti Abdul Jalil Daenan Salahuddin ([[kadi]] [[Sendana, Majene|Sendana]]), Tambaru Pabicara Banggae, Atjo Benya Pabicara Pangali-ali, ketiganya anggota Dewan Penasihat PRI, Baharuddin Kapala Bianga (Ketua Majelis Pertahanan PRI), Dahlan Tjadang (Ketua Majelis Urusan Rumah Tangga PRI), dan masih banyak lagi. Ada pula yang diambil dari tangsi Majene waktu itu dan dibawa ke Galung Lombok lalu diakhiri hidupnya..
 
Sepuluh hari setelah terjadinya peristiwa yang lazim disebut Peristiwa Galung Lombok itu, menyusul penyergapan terhadap delapan orang pria dan wanita, yaitu Andi Tonra (Ketua Umum PRI), A. Zawawi Yahya (Ketua Majelis Pendidikan PRI), Abdul Wahab Anas (Ketua Majelis Politik PRI), Abdul Rasyid Sulaiman (pegawai kejaksaan pro-RI), Anas (ayah kandung Abdul Wahab), Nur Daeng Pabeta (kepala Jawatan Perdagangan Dalam Negeri), Soeradi (anggota Dewan Pimpinan Pusat PRI), dan tujuh hari kemudian ditahan pula Ibu Siti Djohrah Halim (pimpinan [[Aisyah]] dan [[Muhammadiyah]] Cabang Mandar), yang pada masa PRI menjadi Ketua Majelis Kewanitaan.
 
Dua di antara mereka yang disiksa adalah Andi Tonran dan Abdul Wahab Anas. Sedangkan Soeradi tidak digiring ke tiang gantungan, melainkan disiksa secara bergantian oleh lima orang [[NICA]], sampai menghebuskan napas terakhir di bawah saksi mata Andi Tonra dan Abdul Wahab Anas.rg
 
== Pasca operasi militer ==
Baris 53:
 
== Korban ==
Berapa ribuJumlah rakyat Sulawesi Selatan yang menjadi korban keganasan tentara Belanda hingga kini tidak jelas. TahunMenurut 1947De Jong, delegasi Republik Indonesia menyampaikan kepada [[Dewan Keamanan PBB]],jumlah korban pembantaian terhadap penduduksesungguhnya, yangjika dilakukaningin olehmencoba Kaptenobyektif Raymondmemandang Westerlingsejarah sejakbukanlah bulan40 Desemberribu 1946melainkan di4 Sulawesi Selatan mencapai 40.000ribu jiwaorang.
 
Pemeriksaan Pemerintah Belanda tahun [[1969]] memperkirakan sekitar 3.000 rakyat Sulawesi tewas dibantai oleh Pasukan Khusus pimpinan Westerling, sedangkan Westerling sendiri mengatakan, bahwa korban akibat aksi yang dilakukan oleh pasukannya "hanya" 600 orang.
Baris 70:
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [https://repository.monash.edu/items/show/12630#?c=0&m=0&s=0&cv=0 Amanat Presiden Sukarno pada Peringatan 40.000 Korban Westerling di Sulawesi Selatan]
* {{id}} [http://kabar-selebriti.blogspot.com/2012/05/pembantaian-masal-westerling-sulawesi.html Pembantaian Westerling I]