Kotabaru, Gondokusuman, Yogyakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fachrian Muzaqi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Referensi: Bot: Merapikan artikel, removed stub tag
 
(4 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 23:
Politik pintu terbuka (''opendeur politiek'') yang dicanangkan oleh pemerintah Belanda pada awal 1920-an memberikan kesempatan bagi bangsa lain untuk melakukan penanaman modal internasional di wilayah jajahannya, termasuk di [[Hindia Belanda]] dan Yogyakarta. Kebetulan, politik pintu terbuka tersebut sudah sesuai dengan peraturan agraria (''agrarische wet'') yang berlaku di Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya jumlah orang Eropa yang datang ke Yogyakarta secara signifikan, serta bertumbuhnya pabrik-pabrik gula di sekitar wilayah Yogyakarta.<ref name=sejarah>[https://kotabarukel.jogjakota.go.id/detail/index/8690 Sejarah Kotabaru]</ref>
 
Peningkatan jumlah imigran Eropa tersebut membuat Belanda perlu memperluas permukiman. Residen Yogyakarta saat itu, Cornelis Canne menyusun rencana perluasan kota yang akan dijadikan sebagai permukiman baru dengan tanah dan bangunan yang dapat menjadi aset pribadi. Residen Canne lantas memohon izin kepada Sultan [[HamengkubuwonoHamengkubuwana VII]] untuk menyetujui rencana pemekaran kota yang sudah disusunnya. Maka muncullah ''Rijksblad van Sultanaat Djogjakarta'' No. 12 tahun 1917. Isi peraturan ini terdiri dari 11 bab yang berisi tentang pemberian lahan beserta wewenangnya supaya dapat didirikan bangunan, jalan, taman beserta perawatannya dengan ketentuan yang diatur oleh pihak kasultanan. <ref name=sejarah/>
 
Belanda memilih lokasi berupa sebidang lahan yang berada timur [[Sungai Code]], di utara [[Stasiun Lempuyangan]]. Di sana sudah terdapat rumah sakit militer yang dibangun pada tahun 1913 (kini menjadi Rumah Sakit dr. Soetarto). Lokasi tersebut dipilih karena saat itu masuk ke dalam wilayah pinggiran kota, sehingga suasananya masih tenang dan nyaman.
 
Akhirnya, dirancanglah konsep kota taman (''garden city'') untuk kawasan tersebut. Arsiteknya bernama [[Thomas Karsten]], ahli perencanaan wilayah permukiman yang juga terlibat dalam perencanaan beberapa proyek pembangunan di berbagai kota di Hindia Belanda. Berbeda dengan konsep kota yang telah dirancangnya sebelumnya, Thomas Karsten membangun Kotabaru dengan mencontoh London, Inggris, meskipun arsitektur bangunannya bergaya Eropa (Belanda) secara umum. Pengerjaan proyek dimulai pada tahun 1917, dilakukan secara bertahap dan ditargetkan selesai dalam jangka waktu 5 tahun. Setelah diresmikan, kawasan tersebut bernama ''Nieuwe Wijk''. <ref name=sejarah/>
 
Kawasan ''Nieuwe Wijk'' dilengkapi dengan boulevard dan banyak jalan-jalan arteri. Dibangun pula berbagai fasilitas yang lengkap, seperti pusat olahraga yang sekarang dikenal dengan [[Stadion Kridosono]]. Di pusat olahraga ini terdapat seperti lapangan bola dan lapangan tenis. Ada sekolah ''Algemeene Middelbare School'' (AMS) (kini menjadi [[SMA Negeri 3 Yogyakarta]]), ''Christelijke MULO School'' (kini menjadi [[SMA Bopkri 1 Yogyakarta]]), dan ''Normal School'' (kini menjadi [[SMP Negeri 5 Yogyakarta]]). Selain itu, dibangun pula Rumah Sakit Petronella (kini menjadi [[Rumah Sakit Bethesda]]), tempat ibadah berupa Gereja Kristen (kini menjadi [[Gereja Huria Kristen Batak Protestan, Yogyakarta|Gereja HKBP]]), dan kemudian disusul dengan Gereja Katolik (kini menjadi [[Gereja Santo Antonius, Kotabaru|Gereja Kotabaru]]). <ref name=sejarah/>
 
=== Pendudukan Jepang ===
Di masa pendudukan Jepang di Indonesia, wilayah Kotabaru dijadikan pusat militer Jepang. Bangunan-bangunan perumahan dan fasilitas umum dijadikan fasilitas pendukung pemerintahan Jepang, terutama militer Jepang dan sebagian lagi disewakan pada penduduk pribumi kalangan atas sebagai tambahan penghasilan. Bahkan, bangunan gereja katolik di wilayah Kotabaru dijadikan sebagai gudang mesiu, dan bangunan gereja kristen dijadikan penjara wanita Belanda. <ref name=sejarah/>
 
=== Masa Setelah Kemerdekaan ===
Baris 39:
==== Pertempuran Kotabaru ====
{{main|Penyerbuan Kotabaru Yogyakarta}}
Pada tanggal 7 Oktober 1945, para pemuda dari Yogyakarta dibantu dengan beberapa pemuda dari [[Magelang]] dan [[Ambarawa, Semarang|Ambarawa]] menyerang markas Jepang di Kotabaru. Penyerangan tersebut berawal dari perundingan antara para pejuang Yogyakarta dengan pihak Jepang, dimana Jepang bersikeras untuk tidak mau menyerahkan senjatanya kepada para pejuang tersebut. <ref name=sejarah/>
 
Dalam peristiwa penyerbuan tersebut, sebanyak 21 pejuang dan pemuda Yogyakarta gugur dan di pihak musuh 27 tentara tewas. Para pejuang yang gugur tersebut diabadikan namanya dalam nama-nama jalan di kawasan Kotabaru. Selain itu, pemerintah juga membangun [[Masjid Syuhada]] pada tahun 1952. Nama Syuhada dipilih untuk menghormati para pejuang yang mati syahid.
 
== Batas Wilayah ==
Batas-batas [[wilayah]] Kelurahan Kotabaru yaitu:<ref>{{Cite book|last=Sulistyowati, N. A., dan Priyatmoko, H.|date=2019|url=http://repository.usd.ac.id/37889/1/Ebook_Toponim%20Jogja-.pdf|title=Toponim Kota Yogyakarta|location=Jakarta|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=978-623-7092-08-7|pages=95|url-status=live}}</ref>{{Batas USBT
{{Batas USBT
|Utara= [[Terban, Gondokusuman, Yogyakarta|Kelurahan Terban]]
|Timur= [[Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta|Kelurahan Klitren]]
|Selatan= [[Bausasran, Danurejan, Yogyakarta|Kelurahan Bausasran]] dan [[Tegalpanggung, Danurejan, Yogyakarta|Kelurahan Tegal Panggung]], [[Danurejan, Yogyakarta|Kemantren Danurejan]]
|Barat= [[Gowongan, Jetis, Yogyakarta|Kelurahan Gowongan]], [[Jetis, Yogyakarta|Kemantren Jetis]]}}
 
Baris 83:
 
== Referensi ==
{{reflist}}{{Gondokusuman, Yogyakarta}}{{Authority control}}
{{reflist}}
{{Authority control}}
 
{{Kelurahan-stub}}
 
[[Kategori:Gondokusuman, Yogyakarta]]