Kradenan, Purwoharjo, Banyuwangi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wadya Bala (bicara | kontrib) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Wagino Bot (bicara | kontrib) k →Pranala luar: Bot: Menambah referensi, removed stub tag |
||
(10 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 19:
Desa ini termasuk salah satu Desa Tua yang sudah ada sejak zaman [[Kerajaan Blambangan]]. Kepala desa Kradenan, Ki Jalasutra tercatat terlibat dalam [[Perang Bayu]] bersama Mas Rempeg / [[Pangeran Jagapati]] tahun 1771-1772 melawan [[VOC]].[1]
== Pembagian wilayah ==
Desa ini terdiri dari 5 dusun, yaitu:
* Dusun Curahpalung
Baris 27:
* Dusun Perangan (dulu bernama Gelintang)
== Sejarah ==▼
Desa Keradenan, sekarang berubah penyebutan menjadi Kradenan adalah
▲= Sejarah =
Dalam Babad Tawangalun, diceritakan bahwa Kangjeng Susuhunan [[Tawangalun]] (1655-1691) memiliki beberapa anak, diantaranya adalah;
▲Desa Keradenan, sekarang berubah penyebutan menjadi Kradenan adalah sebuah desa tua yang dihuni penduduk asli Balambangan di daerah paling selatan.
Pangeran Arya Gajah Binarong memiliki putera-puteri diantaranya adalah; Bagus Dalem Prabayeksa. Selanjutnya dalam Babad Bayu disebut bahwa Ki Tulup Watangan menjadi penguasa wilayah Pruwa (Purwo), dan dalam
▲Dalam Babad Tawangalun, diceritakan bahwa Kangjeng Susuhunan [[Tawangalun]] (1655-1691) memiliki beberapa anak, diantaranya adalah; P.S. Sasranegara (raja 1691), P. Macanagara, Mas Macanapura (raja 1691-1697), dan si bungsu P. Arya Gajah Binarong.
Pada era Kerajaan Balambangan, Desa Keradenan adalah bagian dari Distrik/Kemantren Tamanagong (sekarang desa Tamanagung).
▲Arya Gajah Binarong memiliki putera-puteri diantaranya adalah; Bagus Dalem Prabayeksa. Selanjutnya dalam Babad Bayu disebut bahwa Ki Tulup Watangan menjadi penguasa wilayah Pruwa, dan dalam Suluk Balumbung disebutkan bahwa Ki Tulup Watangan memiliki anak diantaranya Raden Mas Purawijaya penguasa di Keradenan dan ayah dari Ki Jalasutra.
=== Raden Purawijaya/Mbah Priangan ===
Ketika Pangeran Agung Wilis diturunkan dari jabatan Patih Kerajaan Balambangan, pemerintahan Prabu Jingga Danuningrat menghadapi ketidakpercayaan dari rakyatnya sendiri.
Setelah tersingkir, Pangeran [[Wong Agung Wilis]] menyepi di Pasisir Manis ([[Lampon]]) yang terletak di pantai selatan dan mendirikan desa Prawingan sebagai Pesanggrahan nya. Keluarga raja dan rakyat
Dalam [[Babad Wilis]] dan Babad Tawangalun kita ketahui bahwa setelah melihat kekuatan Agung Wilis semakin besar, pendukungnya disingkirkan satu-persatu. Dan yang pertama disingkirkan adalah Ranggasatata
Dalam Suluk Balumbung
Baru saja pasukan ini menyeberangi Kali Setail, mereka bertemu dengan pasukan musuh yang sedang berpatroli. Disanalah kemudian terjadi peperangan besar dan pasukan Agung Wilis berhasil memenangkannya.
Selanjutnya, pasukan bergerak ke Kutharaja Balambangan Hamuncar (di [[Muncar]]), Prabu Danuningrat, Mas Anom Sutajiwa, dan keluarga mereka berhasil kabur ke [[Besuki]]. Setelah
Sejak itu Mas Jalasutra dan keluarganya menetap
=== Ki Jalasutra/Jajang Bongkar dan Perang Bayu ===
Buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya, demikianlah kata pepatah yang layak dijadikan teladan ketika membaca sejarah Raden Purawijaya dan puteranya Ki Jalasutra. Jika sang ayah gugur dalam membela negara di pihak Agung Wilis, maka sang anak, Ki Jalasutra alias Jajang Bongkar, juga memiliki karakter yang sama.
Hal ini dapat dilihat dalam Perang di Bayu tahun 1771-1772, Ki Jalasutra menorehkan namanya dalam Babad Bayu untuk membela kemerdekaan [[Kerajaan Blambangan]] dari penjajahan VOC.
Dalam Perang yang dipimpin Mas Surawijaya, [[Sayu Wiwit]], dan Mas Rempeg Jagapati tersebut Ki Jalasutra terlibat penuh bersama para Bekel yang lain menggerakkan rakyat Kradenan untuk menghadapi pasukan VOC yang dipimpin oleh [[Residen]] Letnan CVD. Biesheuvel, Lettu Van Schopoff (wakil Residen), dan Komandan Mayor van Colmond.
Selanjutnya banyak penduduk Balambangan datang ke Bayu
Perang Bayu terjadi sebanyak delapan kali di; Tegalperangan ([[Songgon]]), [[Tambong]], [[Bayu]], Gagenting, Temogoro ([[Temuguruh]]) dan Pagambiran ([[Gambiran]]), [[Lateng]], kemudian di Bayu lagi (saat terjadi perang tanding antara Mas Rempeg vs Kapten Alap-alap), dan terakhir di Purwo [[Alas Purwo]] dan [[Grajagan]].
Saat ini di daerah Songgon ada petilasan Jajang Bongkar, nama ini mengingatkan kita pada tokoh sesepuh Kradenan yakni Ki Jajang Bongkar.
▲Bagaimana nasib Ki Jalasutra selanjutnya tidak dijelaskan, karena makamnya tidak ada di daerah kekuasaannya di Kradenan, kemungkinan besar beliau ikut gugur bersama para pemimpin perang Bayu lainnya, seperti Mas Rempeg Jagapati yang gugur pada tanggal [[18 Desember 1771]].
Perang Bayu I berakhir ketika Mas Rempeg Jagapati gugur pada tanggal [[18 Desember 1771]].
Perang bersejarah yang dalam buku Belanda di Bumi Blambangan disebutkan menelan kerugian setara 8 ton [[emas]] tersebut kini diabadikan sebagai [[Hari Jadi Kabupaten Banyuwangi]].▼
▲Perang bersejarah
= Geografi =▼
=== Ki Maesa Gethuk dan Dukuh Gelintang ===
Ada satu dukuh tetangga di sebelah timur dukuh Keradenan, yakni dukuh Gelintang (sekarang Dusun Perangan). Dalam Babad Bayu, dukuh ini dipimpin oleh bekel bernama Ki Maesa Gethuk.
Ki Maesa Gethuk juga terlibat dalam Perang Bayu (1771) sebagaimana Ki Jalasutra dari Keradenan. Mereka berdua membantu Mas Rempeg Jagapati melawan VOC dalam Perang Bayu (1771-1772).
▲== Geografi ==
Sebelah selatan Desa Kradenan berbatasan dengan [[Desa Purwoharjo]] dan [[Desa Sidorejo]] di seberang Sungai Setail, sebelah timur berbatasan dengan [[Desa Plampangrejo]], sebelah utara berbatasan dengan [[Desa Tampo]] dan sebelah barat berbatasan dengan [[Desa Sembulung]].
Baris 85 ⟶ 90:
Desa Kradenan memiliki sebuah mata air yang disebut Rowo Sumberurip di Dusun Kaliboyo, Desa Kradenan, Kecamatan Purwoharjo, yang pernah popular pada era 1980-an hingga awal 1990-an. Kradenan juga beberapa bukit namun tidak memiliki gunung. Sebagian besar wilayahnya berupa dataran yang digunakan sebagai sawah, kebun, dan perumahan penduduk.
== Penduduk ==▼
▲= Penduduk =
Penduduk desa ini berasal dari suku Osing, suku Jawa dan suku Madura. Karena di Dusun Krajan penduduknya didominasi oleh suku Osing, maka kesenian Osing berkembang pesat di daerah ini. Ada Hadrah Kuntulan, Angklung, Gandrung dan Barongan. Barongan biasanya ditampilkan pada saat penduduk memiliki hajat khitanan. Pelopor kesenian di Desa Kradenan ini adalah Sujoto almarhum yang juga mantan Kepala Desa. Dia memiliki minat yang besar untuk melestarikan kesenian Banyuwangi sejak tahun 80-an sampai akhir hayatnya.
Mayoritas penduduk desa Kradenan adalah petani dengan kepemilikan lahan yang relatif kecil, sisanya adalah pedagang, buruh dan sebagian kecil pegawai negeri sipil.
== Ekonomi ==
Kradenan sekarang tingkat ekonominya sudah mulai berkembang karena sebagian petani merupakan petani modern dan sarana prasaran pengairan sangat mendukung sehingga hasil pertanian sangat membanggakan terutama hasil buah Jeruk dan buah naga.
== Pranala luar ==
* [http://www.banyuwangikab.go.id/index.php/pemerintahan/organisasi-daerah/desa.html Situs resmi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080510214537/http://www.banyuwangikab.go.id/index.php/pemerintahan/organisasi-daerah/desa.html |date=2008-05-10 }}
* https://ajisangkala.id/sejarah-desa-kradenan/ (Sejarah Desa Kradenan)
* https://balambangan.id/?s=sejarah+desa+kradenan (Sejarah Desa Kradenan)
{{Purwoharjo, Banyuwangi}}
{{Authority control}}
|