Kradenan, Purwoharjo, Banyuwangi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: kemungkinan spam pranala VisualEditor
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Pranala luar: Bot: Menambah referensi, removed stub tag
 
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 26:
* Dusun Krajan
* Dusun Perangan (dulu bernama Gelintang)
 
 
== Sejarah ==
 
Desa Keradenan, sekarang berubah penyebutan menjadi Kradenan adalah salah satu desa tua yang dihuni penduduk asli Balambangan di daerah paling selatan.
 
Dalam Babad Tawangalun, diceritakan bahwa Kangjeng Susuhunan [[Tawangalun]] (1655-1691) memiliki beberapa anak, diantaranya adalah; Pangeran Senapati Sasranegara (raja 1691), Pangeran Macanagara, Mas Macanapura (raja 1691-1697), dan si bungsu Pangeran Arya Gajah Binarong.
 
Pangeran Arya Gajah Binarong memiliki putera-puteri diantaranya adalah; Bagus Dalem Prabayeksa. Selanjutnya dalam Babad Bayu disebut bahwa Ki Tulup Watangan menjadi penguasa wilayah Pruwa (Purwo), dan dalam [Suluh Blambangan] disebutkan bahwa Ki Tulup Watangan memiliki anak diantaranya Raden Mas Purawijaya penguasa di Keradenan.
Baris 44 ⟶ 43:
Ketika Pangeran Agung Wilis diturunkan dari jabatan Patih Kerajaan Balambangan, pemerintahan Prabu Jingga Danuningrat menghadapi ketidakpercayaan dari rakyatnya sendiri.
 
Setelah tersingkir, Pangeran [[Wong Agung Wilis]] menyepi di Pasisir Manis ([[Lampon]]) yang terletak di pantai selatan dan mendirikan desa Prawingan sebagai Pesanggrahan nya. Keluarga raja dan rakyat yang lebih mencintai Pangeran Agung Wilis, kemudian mulai berbondong-bondong untuk bersatu dengannya di tempat menyepi tersebut.
 
Dalam [[Babad Wilis]] dan Babad Tawangalun kita ketahui bahwa setelah melihat kekuatan Agung Wilis semakin besar, pendukungnya disingkirkan satu-persatu. Dan yang pertama disingkirkan adalah Ranggasatata. Setelah itu pasukan Mas Bagus Tepasana dikerahkan untuk menggempur desa Pesanggrahan ([[Pesanggaran]]) dengan bantuan senjata dari VOC.
 
Dalam Suluk Balumbung disebutkan bahwa Pasukan Agung Wilis berangkat ke Ibukota untuk menuntut keadilan. Pasukan besar itu dipimpin oleh Raden Purawijaya (kakak ipar Agung Wilis) bersama; Ki Singagarit dan Ki Balengker, dan ditambah 800 orang prajurit perang tandang (gerak cepat) dari Mengwi yang dipimpin Ki Perangalas dan Wayahan Kotang.
 
Baru saja pasukan ini menyeberangi Kali Setail, mereka bertemu dengan pasukan musuh yang sedang berpatroli. Disanalah kemudian terjadi peperangan besar dan pasukan Agung Wilis berhasil memenangkannya.
 
Namun kemenangan tersebut harus dibayar mahal dengan gugurnya Raden Purawijaya. Jenazahnya dikebumikan di tempat tersebut.
 
Selanjutnya, pasukan bergerak ke Kutharaja Balambangan Hamuncar (di [[Muncar]]), Prabu Danuningrat, Mas Anom Sutajiwa, dan keluarga mereka berhasil kabur ke [[Besuki]]. Setelah Pangeran Agung Wilis berhasil menduduki Kutharaja Balambangan, dia mengangkat para pejabat baru. Diantaranya adalah Ki Jalasutra sebagai Bekel atau kepala desa baru di Keradenan.
 
Sejak itu Mas Jalasutra dan keluarganya menetap di sana untuk menjaga makam/persemayaman (Para-hyang-an) sang ayah. Dukuh Keradenan kemudian berkembang menjadi Desa Ke-Raden-an, sedangkan makam/para-Hyang-an dari Raden Purawijaya, kini disebut sebagai Makam Mbah Priangan.
Baris 60 ⟶ 59:
=== Ki Jalasutra/Jajang Bongkar dan Perang Bayu ===
 
Buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya, demikianlah kata pepatah yang layak dijadikan teladan ketika membaca sejarah Raden Purawijaya dan puteranya Ki Jalasutra. Jika sang ayah gugur dalam membela negara di pihak Agung Wilis, maka sang anak, Ki Jalasutra alias Jajang Bongkar, juga memiliki karakter yang sama.
 
Hal ini dapat dilihat dalam Perang di Bayu tahun 1771-1772, Ki Jalasutra menorehkan namanya dalam Babad Bayu untuk membela kemerdekaan [[Kerajaan Blambangan]] dari penjajahan VOC.
 
Dalam Perang yang dipimpin Mas Surawijaya, [[Sayu Wiwit]], dan Mas Rempeg Jagapati tersebut Ki Jalasutra terlibat penuh bersama para Bekel yang lain menggerakkan rakyat Kradenan untuk menghadapi pasukan VOC yang dipimpin oleh [[Residen]] Letnan CVD. Biesheuvel, Lettu Van Schopoff (wakil Residen), dan Komandan Mayor van Colmond.
Baris 68 ⟶ 67:
Selanjutnya banyak penduduk Balambangan datang ke Bayu dengan membawa senjata masing-masing. Dengan dukungan tersebut, Gunung Bayu ([[Gunung Raung]]) berkembang menjadi suatu kekuatan yang tangguh dan kokoh. Mas Rempeg dapat menguasai daerah penghasil beras di seluruh Balambangan.
 
Perang Bayu terjadi sebanyak delapan kali di; Tegalperangan ([[Songgon]]), [[Tambong]], [[Bayu]], Gagenting, Temogoro ([[Temuguruh]]) dan Pagambiran ([[Gambiran]]), [[Lateng]], kemudian di Bayu lagi (saat terjadi perang tanding antara Mas Rempeg vs Kapten Alap-alap), dan terakhir di Purwo [[Alas Purwo]] dan [[Grajagan]].
 
Diantara perang-perang tersebut, nasib Ki Jalasutra selanjutnya tidak dijelaskan, karena makamnya tidak ada di daerah kekuasaannya di Kradenan. Kemungkinan besar beliau ikut gugur bersama para pemimpin perang Bayu lainnya.
Baris 74 ⟶ 73:
Saat ini di daerah Songgon ada petilasan Jajang Bongkar, nama ini mengingatkan kita pada tokoh sesepuh Kradenan yakni Ki Jajang Bongkar.
 
Perang Bayu I berakhir ketika Mas Rempeg Jagapati gugur pada tanggal [[18 Desember 1771]].
 
Perang bersejarah tersebut dalam buku [[Belanda di Bumi Blambangan]] disebutkan menelan kerugian setara 8 ton [[emas]] dan kini diabadikan sebagai [[Hari Jadi Kabupaten Banyuwangi]].
Baris 90 ⟶ 89:
 
Desa Kradenan memiliki sebuah mata air yang disebut Rowo Sumberurip di Dusun Kaliboyo, Desa Kradenan, Kecamatan Purwoharjo, yang pernah popular pada era 1980-an hingga awal 1990-an. Kradenan juga beberapa bukit namun tidak memiliki gunung. Sebagian besar wilayahnya berupa dataran yang digunakan sebagai sawah, kebun, dan perumahan penduduk.
 
 
== Penduduk ==
Baris 106 ⟶ 104:
 
{{Purwoharjo, Banyuwangi}}
 
 
{{Authority control}}
 
{{Kelurahan-stub}}