Keretek: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
bentuk baku
Inufact (bicara | kontrib)
k Penambahan jenis rokok
(30 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{kegunaanlain|Kretek (disambiguasi)}}
{{refimprove}}
[[Berkas:Dji Sam Soe.jpg|ka|jmpl|[[Dji Sam Soe]], contoh rokok kretek buatan Indonesia.]]
'''Keretek''' atau '''kretek''' adalah [[rokok]] yang berasal dari [[Indonesia]]. Kretek terbuat dari [[tembakau]] dan cengkih serta dipadukan dengan saus perasa. Asal usul nama "Kretek" berasal dari suara rokok saat dihisap. Rokok ini sudah diproduksi menguunakan lapisan kertas halus sejak abad ke 19 dan pada saat ini rokok kretek adalah rokok yang paling banyak dihisap di Indonesia, sedangkan bentuk sebelumnya menggunakan lapisan kulit jagung yang lebih dikenal dengan [[Rokok klobot|Kretek Klobot]].
'''Rokok kretek''' adalah [[rokok]] yang menggunakan [[tembakau]] asli yang dikeringkan, dipadukan dengan saus [[cengkih]] dan saat dihisap terdengar bunyi kretek-kretek. Rokok kretek berbeda dengan rokok yang menggunakan [[tembakau]] buatan. Jenis [[cerutu]] merupakan simbol rokok kretek yang luar biasa, semuanya alami tanpa ada campuran apapun, dan pembuatannya tidak bisa menggunakan mesin. Masih memanfaatkan tangan pengrajin. Ulasan tentang sejarah rokok kretek di Indonesia bermula dari kota [[Kudus]].
 
== Jenis ==
AdaTerdapat Rokokdua Kretekjenis rokok kretek yaitu rokok kretek non-filter dan dengan filter. Kretek yang non-filter masih terbagi dari yang tingwe (kependekan dari bahasa Jawa, ''ngelinting déwé'' yang berarti melinting sendiri, untuk diartikan sebagai lintingan tangan) tanpa saus tambahan, cerutu,seperti [[Rokok klobot|Klobot]], Cerutu dan lintingan mesin dengan tambahan saus cengkih. Sedangkan kretek dengan filter berisi semacam gabus yang berfungsi menyaring nikotin dari pembakaran tembakau dan cengkih.
 
== Sejarah ==
[[Berkas:Cloves.JPG|ka|240px|jmpl|Cengkih kering yang menjadi bahan pembuatan rokok kretek.]]
Kisah kretek bermula dari Kota [[Ponorogo, Ponorogo|Ponorogo]], Para [[Warok]] Ponorogo menghisap Rokok Kretek yang dilapisi [[Kelobot|klobot]] dari kulit Jagung, rokok jenis ini dikenal dengan [[Rokok klobot|Kretek Klobot]] atau [[Rokok klobot|Rokok Klobot]]. Perilaku Warok yang merokok Kretek Klobot sudah berlangsung ratusan tahun. bahkan rokok digunakan sebagai sarana spirititual sebagai [[sesajen]] pada pertunjukan Reog.
Kisah kretek bermula dari kota Kudus. Tak jelas memang asal usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan [[Haji Djamari]] pada kurun waktu sekitar akhir [[abad ke-19]]. Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak [[cengkih]]. Setelah itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkih dan mencampurnya dengan [[tembakau]] untuk dilinting menjadi [[rokok]].<ref name="sl">Gessler, Diana Hollingsworth. ''The Sampoerna Legacy: A Family & Business History''.</ref>
 
KisahKemudian kretek bermula dari kotadikota Kudus. Tak jelas memang asal usul yangberdasarkan akurattutur tentang rokok kretek. Menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan [[Haji Djamari]] pada kurun waktu sekitar akhir [[abad ke-19]]. Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak [[cengkih]]. Setelah itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkih dan mencampurnya dengan [[tembakau]] untuk dilinting menjadi [[rokok]].<ref name="sl">Gessler, Diana Hollingsworth. ''The Sampoerna Legacy: A Family & Business History''.</ref>
 
Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkih. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya, Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini pun menyebar cepat. Permintaan "rokok obat" ini pun mengalir. Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkih. Lantaran ketika dihisap, cengkih yang terbakar mengeluarkan bunyi "keretek", maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan "rokok kretek". Awalnya, kretek ini dibungkus ''klobot'' atau [[daun]] [[jagung]] kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama sekali. Rokok kretek pun kian dikenal. Konon Djamari meninggal pada [[1890]]. Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang terus berkembang.
Baris 15 ⟶ 17:
Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh [[Nitisemito]] pada [[1906]] dan pada [[1908]] usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di [[Indonesia]].
 
Menurut beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelunsebelum Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam [[Kisah Roro Mendut]], yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh [[Tumenggung Wiroguno]], salah seorang panglima perang kepercayaan [[Sultan Agung]] menjual rokok "''klobot''" (rokok kretek dengan bungkus kulit jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.
 
== Awal usahaUsaha Rokok Kretek ==
 
Nitisemito seorang buta huruf, putra Ibu Markanah di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa Janggalan. Pada usia 17 tahun, ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia tersebut, ia merantau ke [[Malang]], [[Jawa Timur]] untuk bekerja sebagai buruh jahit [[pakaian]]. Usaha ini berkembang sehingga ia mampu menjadi pengusaha konfeksi. Namun beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai usahanya membuat minyak kelapa, berdagang kerbau namun gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir [[dokar]] sambil berdagang tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.
 
Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan [[Menginang|''nginang'']] pada sekitar tahun [[1870]]. Di warungnya, yang kini menjadi toko kain Fahrida di Jalan Sunan Kudus, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan ''nginang'' yang sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah, sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak kotor. Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkih ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan ''klobot'' atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.
 
Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label rokoknya "''Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo''" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa ''hoki'' malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan ''Tjap Bulatan Tiga''. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut ''Bal Tiga''. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (''Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).
 
Bal Tiga resmi berdiri pada [[1914]] di [[Desa Jati]], Kudus. Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektare di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (''gurem''). Di antara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merek ''Goenoeng Kedoe''),H.M Ashadie ( merek Delima ) H.M Muslich (merek DelimaDjagung ), H. Ali Asikin (merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis).
 
Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari [[1938]]. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa tenaga pembukuan asal [[Belanda]]. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di [[Jawa]], [[SumateraSumatra]], [[Sulawesi]], [[Kalimantan]] bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Ia kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang [[Fokker]] seharga 200 [[gulden]] saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke [[Bandung]] dan [[Jakarta]]
 
[[Berkas:Djarum-blacks-kretek.jpg|ka|240px|jmpl|[[Djarum]], merek rokok kretek yang terkenal.]]
Baris 33 ⟶ 35:
== Ambruknya rokok kretek Bal Tiga dan munculnya pesaing ==
 
Hampir semua pabrik itu kini telah tutup. Bal tiga ambruk karena perselisihan di antara para ahli warisnya. Munculnya perusahaan rokok lain seperti ''[[Nojorono]]''/[[Clas Mild]] ([[19301932]]), ''[[Djamboe Bol]]'' ([[1937]]), ''[[Djarum]]'' ([[1951]]), dan ''[[Sukun]]'', semakin mempersempit pasar Bal Tiga ditambah dengan pecahnya [[Perang Dunia II]] pada tahun [[1942]] di [[Pasifik]], masuknya tentara [[Jepang]], juga ikut memperburuk usaha Nitisemito. Banyak aset perusahaan yang disita. Pada tahun [[1955]], sisa kerajaan ''kretek'' Nitisemito akhirnya dibagi rata pada ahli warisnya.
 
Ambruknya pasaran Bal Tiga disebut sebut juga karena berdirinya rokok ''Minak Djinggo'' pada tahun [[19301932]]. Pemilik rokok ini, [[Kho Djie Siong]], adalah mantan agen Bal Tiga di [[Pati]], [[Jawa Tengah]]. Sewaktu masih bekerja pada Nitisemito, Kho Djie Siong banyak menarik informasi rahasia racikan dan strategi dagang Bal Tiga dari M. Karmaen, kawan sekolahnya di [[HIS]] [[Semarang]] yang juga menantu Nitisemito.
 
Pada tahun [[19301932]], Minak Djinggo, yang penjualannya melesat cepat memindahkan markasnya ke Kudus. untuk memperluas pasar, Kho Djie Siong meluncurkan produk baru, Nojorono. Setelah Minak Djinggo, muncul beberapa perusahaan rokok lain yang mampu bertahan hingga kini seperti rokok Djamboe Bol milik H.A. Ma'roef, rokok Sukun milik M. Wartono dan Djarum yang didirikan [[Oei Wie Gwan]].
 
Perusahaan rokok kretek [[Djarum]] berdiri pada [[21 April]] [[1951]] dengan 10 pekerja. [[Oei Wie Gwan]], mantan agen rokok Minak Djinggo di [[Jakarta]] ini, mengawali bisnisnya dengan memasok rokok untuk Dinas Perbekalan Angkatan Darat. Pada tahun [[1955]], Djarum mulai memperluas produksi dan pemasarannya. Produksinya makin besar setelah menggunakan ''mesin pelinting'' dan pengolah tembakau pada tahun [[1967]].
Baris 47 ⟶ 49:
Kretek juga merambah [[Jawa Barat]]. Di daerah ini pasaran rokok kretek dirintis dengan keberadaan ''rokok kawung'', yakni kretek dengan pembungkus [[daun]] [[aren]]. Pertama muncul di [[Bandung]] pada tahun [[1905]], lalu menular ke [[Garut]] dan [[Tasikmalaya]]. Rokok jenis ini meredup ketika kretek Kudus menyusup melalui [[Majalengka]] pada [[1930]]-an, meski sempat muncul pabrik rokok kawung di [[Ciledug Wetan]].
 
Sedangkan di [[Jawa Timur]], industri rokok dimulai dari rumah tangga pada tahun [[1913]] yang dikenal dengan [[Dji Sam Soe]]/[[HM Sampoerna|PT HM Sampoerna, Tbk.]]. Tonggak perkembangan kretek dimulai ketika pabrik-pabrik besar menggunakan mesin pelinting. Tercatat [[Bentoel Group|PT Bentoel]] di [[Malang]] yang berdiri pada tahuntanggal [[12 September]] [[1930]] yang kedua memakai mesin pada tahun [[1965]] (setelah [[Dji SamHM SoeSampoerna]]; [[1960]]), mampu menghasilkan 6000 batang rokok per menit. PT [[Gudang Garam]], [[Kediri]] dan PT HM[[Wismilak SampoernaGroup|Wismilak Inti Makmur]] Tbk. tidak mau ketinggalan, begitu juga dengan PT Djarum, Djamboe Bol, Nojorono dan Sukun di Kudus.
 
Kini terdapat empat kota penting yang menggeliatkan industri kretek di Indonesia; [[Kudus]], [[Kediri]], [[Surabaya]] dan [[Malang]]. Industri rokok di kota ini baik ''kelas kakap'' maupun ''kelas gurem'' memiliki pangsa pasar masing-masing. Semua terutapaterutama pabrik rokok besar telah mencatatkan sejarahnya sendiri. Begitu pula dengan Haji Djamari, sang penemu kretek. Namun riwayat penemu kretek ini masih belum jelas. Dan kisahnyakisah hidupnya hanya diketahui di kalangan pekerja pabrik rokok di Kudus.
 
== Tarif cukai per batang atau per gram untuk hasil tembakau buatan dalam negeri mulai 1 Januari 2023 ==
Kini terdapat empat kota penting yang menggeliatkan industri kretek di Indonesia; [[Kudus]], [[Kediri]], [[Surabaya]] dan [[Malang]]. Industri rokok di kota ini baik ''kelas kakap'' maupun ''kelas gurem'' memiliki pangsa pasar masing-masing. Semua terutapa pabrik rokok besar telah mencatatkan sejarahnya sendiri. Begitu pula dengan Haji Djamari, sang penemu kretek. Namun riwayat penemu kretek ini masih belum jelas. Dan kisahnya hidupnya hanya diketahui di kalangan pekerja pabrik rokok di Kudus.
{|class="wikitable"
|-
! colspan="2" | Tarif Cukai per batang 2023
|-
! width="2000" | Jenis
! width="2000" | Tarif
|-
| SKM I
| Rp1.101
|-
| SKM II
|Rp669
|-
| SPM I
| Rp1.193
|-
| SPM II
| Rp710
|-
| SKT I
| Rp461 dan Rp361
|-
| SKT II
| Rp214
|-
| SKT III
| Rp118
|-
| SKTF
| Rp1.101
|-
| KLM I
| Rp461
|-
| KLM II
|Rp25
|}
 
== Lihat pula ==
Baris 61 ⟶ 102:
* Hanusz, Mark (2000) ''Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes'', Equinox Publishing ISBN 979-95898-0-0
 
== ReferensiArtikel referensi ==
{{reflist}}
 
Baris 71 ⟶ 112:
 
[[Kategori:Rokok]]
[[Kategori:PenemuanReka cipta Indonesia]]