Apollonian dan Dionysian: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kalpasastra (bicara | kontrib)
membuat artikel baru
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan tanpa kategori [ * ] VisualEditor
 
k menambahkan pranala dalam
 
(5 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Apollonian dan Dionysian''' merupakan konsep yang merujuk pada gagasan filosofis dan sastra yang mencerminkanmenampilkan perbedaan antara tokoh [[Apollo (mitologi)|Apollo]] dan [[Dionisos|Dionysus]] dari [[mitologi Yunani]]. Popularitasnya sering dikaitkan dengan karya [[Friedrich Nietzsche]] berjudul ''The Birth of Tragedy'' meskipun sebelumnya istilah-istilah ini telah digunakan oleh penyair [[Friedrich Holderlin|Friedrich Hölderlin]], sejarawan [[Johann Joachim Winckelmann]], dan yang lainnya. Bahkan sejak tahun 1608, istilah "Dionysian" muncul dalam risalah zoologi Edward Topsell yang berjudul ''The History of Serpents''. Konsep ini telah menjadi fokus perdebatan yang luas dalam sejarah filsafat dan sastra Barat.
 
Dalam [[mitologi Yunani]], Dewa Apollo sering disebut sebagai Dewa Cinta dan Dewa Keindahan. Ia melambangkan ketenangan, keteraturan, cinta, dan keindahan. Prinsip Apollonian, khususnya dalam konteks estetika, menggambarkan keindahan yang lembut, di mana dunia dilihat melalui kacamata intelektualitas daripada hawa nafsu yang tak terarah. Dewa Apollo mewakili konsep Yunani klasik tentang keindahan yang sejati, menjadi sosok yang menciptakan harmoni dan keindahan, serta memiliki kemampuan untuk membentuk karakter manusia sebagaimana seni membentuk sebuah karya seni.
Baris 5:
Di sisi lain, Dewa Dionysus, yang juga dikenal sebagai Dewa Mabuk, melambangkan irasionalitas, kekacauan, serta menggambarkan gairah, emosi, dan naluri. Meskipun keduanya memiliki perbedaan yang mencolok, dalam budaya Yunani kuno, mereka tidak dianggap sebagai musuh atau pesaing, dan sering kali terhubung secara alami satu sama lain.<ref>{{Cite journal|last=Kurniawan|first=Trio|date=2017|title=ESTETIKA FRIEDRICH WILHELM NIETZSCHE: Romantisme Estetis dalam Prinsip Apollonian dan Dionysian|url=https://ejournal.stftws.ac.id/index.php/spet/article/view/37|journal=Studia Philosophica et Theologica|language=en|volume=17|issue=1|pages=46–59|doi=10.35312/spet.v17i1.37|issn=2550-0589}}</ref>
 
== '''Persepsi Nietze''' ==
Friedrich Wilhelm Nietzsche, yang dikenal karena memopulerkan konsep dialektika Apolonia dan Dionysian, merinci pemahaman ini dalam salah satu karyanya, yaitu ''Friedrich Nietzsche: Apollonian dan Dionysian.''
 
Baris 24:
Socrates mengedepankan akal secara berlebihan, hingga menggantikan nilai-nilai mitos dan penderitaan dengan pengetahuan manusiawi. Plato melanjutkan pendekatan ini dalam tulisannya, dan akhirnya dunia modern mewarisi penekanan pada akal budi sambil mengorbankan dorongan artistik yang ditemukan dalam dikotomi Apollonian dan Dionysian. Nietzsche menekankan bahwa Apollonian adalah elemen yang memberikan bentuk dan struktur bagi Dionysian untuk menciptakan sebuah karya seni yang koheren, sementara Dionysian memberikan vitalitas dan gairah yang diperlukan bagi Apollonian. Hanya melalui interaksi yang harmonis dari kedua kekuatan ini bahwa seni yang mewakili tragedi Yunani yang terbaik bisa lahir.<ref>{{Cite journal|last=Del Caro|first=Adrian|date=1989|title=Dionysian Classicism, or Nietzsche's Appropriation of an Aesthetic Norm|url=https://www.jstor.org/stable/2709799|journal=Journal of the History of Ideas|volume=50|issue=4|pages=589–605|doi=10.2307/2709799|issn=0022-5037}}</ref>
 
== '''Penerapan''' ==
 
=== '''Filsafat Kontinental''' ===
Interpretasi beragam mengenai gagasan Nietzsche sebagai cerminan dari kesadaran yang terpecah atau eksistensi yang labil oleh sejumlah penulis modern dan pascamodern, terutama oleh tokoh seperti [[Martin Heidegger]], [[Michel Foucault]], dan Gilles Deleuze. Menurut pandangan Peter Sloterdijk, hubungan antara Dionysian dan Apollonian membentuk sebuah dialektika; keduanya saling berlawanan, tetapi Nietzsche tidak bermaksud untuk memberikan prioritas pada salah satu di atas yang lain.<ref>{{Cite book|last=Sloterdijk|first=Peter|date=1989|title=Thinker on stage Nietsches̐ Materialism|location=Minneapolis|publisher=University of Minnesota Press|isbn=978-0-8166-1765-4|edition=1}}</ref> Intinya adalah bahwa penderitaan primordial adalah bagian tak terpisahkan dari keberadaan kita yang ditentukan oleh dinamika Dionysian/Apollonian.
 
Selain itu, ekstensi pemahaman Apollonian dan Dionysian hingga ke dalam argumen tentang interaksi antara pemikiran manusia dan lingkungan fisik telah diperluas oleh Abraham Akkerman. Dia menunjukkan bagaimana konsep ini dapat digunakan untuk merinci ciri-ciri maskulin dan feminin dalam bentuk-bentuk perkotaan.<ref>{{Cite journal|last=Akkerman|first=Abraham|date=2006-10-10|title=Femininity and Masculinity in City-Form: Philosophical Urbanism as a History of Consciousness|url=http://link.springer.com/10.1007/s10746-006-9019-4|journal=Human Studies|language=en|volume=29|issue=2|pages=229–256|doi=10.1007/s10746-006-9019-4|issn=0163-8548}}</ref>
 
=== '''Ruth Benedict''' ===
Ruth Benedict—seorang antropolog, mengadopsi istilah ini untuk menggambarkan budaya yang memiliki nilai-nilai pengendalian diri dan etika (Apollonian), serta budaya yang mementingkan kesombongan dan ekstravagansi (Dionysian). Benedict mengilustrasikan budaya Apollonian dengan contoh seperti suku Zuñi, sementara suku Kwakiutl dianggap sebagai contoh budaya Dionysian. Konsep ini diperluas oleh Benedict dalam karyanya yang terkenal, "Patterns of Culture."<ref>{{Cite journal|last=Benedict|first=Ruth|date=1932-01|title=Configurations of Culture in North America|url=http://doi.wiley.com/10.1525/aa.1932.34.1.02a00020|journal=American Anthropologist|language=en|volume=34|issue=1|pages=1–27|doi=10.1525/aa.1932.34.1.02a00020|issn=0002-7294}}</ref>
 
=== '''Albert Szent-Györgyi''' ===
Albert mengemukakan bahwa "penemuan harus memiliki karakteristik yang berbeda dari pengetahuan yang sudah ada," membagi ilmuwan menjadi dua kategori: Apollonian dan Dionysian. Ia merujuk pada para ilmuwan yang berani menjelajahi wilayah-wilayah pengetahuan yang belum terjamah sebagai Dionysian. Albert mengungkapkan, "Dalam dunia sains, kelompok Apollonian cenderung mengembangkan konsep-konsep yang sudah ada menuju kesempurnaan, sementara kelompok Dionysian lebih mengandalkan intuisi dan cenderung membuka jalan baru yang tak terduga dalam penelitian. Masa depan perkembangan manusia sangat bergantung pada kemajuan dalam ilmu pengetahuan, dan kemajuan dalam pengetahuan itu sendiri bergantung pada dukungan yang diberikan. Dalam banyak kasus, dukungan tersebut berupa hibah, dan cara distribusi hibah saat ini lebih menguntungkan kelompok Apollonian."<ref>{{Cite journal|last=Szent-Györgyi|first=Albert|date=1972-06-02|title=Dionysians and Apollonians|url=https://www.science.org/doi/10.1126/science.176.4038.966.a|journal=Science|language=en|volume=176|issue=4038|pages=966–966|doi=10.1126/science.176.4038.966.a|issn=0036-8075}}</ref>
 
=== '''Camille Paglia''' ===
Seorang cendekiawan humaniora Amerika Camille Paglia mengeksplorasi konsep Apollonian dan Dionysian dalam karyanya yang populer tahun 1990 berjudul ''Sexual Personae''. Dasar dari konsep ini berasal dari filsafat Nietzsche, meskipun Paglia mengembangkan pandangannya sendiri yang berbeda secara signifikan.
 
Baris 46:
== Referensi ==
<references />
 
[[Kategori:Sastra]]
[[Kategori:Filsafat]]
[[Kategori:Seni]]