Politik blok birokrasi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
(43 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Politik blok birokrasi'''
== Administrasi dan politik ==
{{quote|"The question is always who controls the existing bureaucratic machinery. And such control is possible only in a very limited degree to persons who are not technical specialists. Generally speaking, the trained permanent official is (more) likely to get his way in the long run than his nominal superior, the Cabinet minister, who is not specialist"|[[Max Weber]] (1947)}}
''Executive ascendancy'' diturunkan dari suatu anggapan bahwa kepemimpinan para pejabat politik itu diperoleh berdasarkan kepercayaan, dalam teori supremasi mandat dapat diperoleh oleh kepemimpinan politik itu berasal dari Tuhan atau berasal dari masyarakat,''public interest'', supremasi mandat ini diligitimatisasi dapat melalui pemilihan atau penerimaan secara ''de facto'' oleh masyarakat, dalam model sistem demokrasi, kontrol berjalan dari otoritas tertinggi masyarakat melalui perwakilannya (political leadership) diberikan pada birokrasi sebagai kekuasaan untuk melakukan kontrol seperti ini yang diperoleh dari masyarakat disebut sebagai “overhead democracy”, kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi itu timbul dari perbedaan fungsi antara politik dan administrasi, dan adanya asumsi tentang superioritas fungsi-fungsi politik atas administrasi. slogan klasik pernah juga ditawarkan bahwa manakala fungsi politik berakhir maka fungsi administrasi itu mulai (when politic end, administraion begin), slogan ini mengartikan bahwa birokrasi pemerintahan sebagai mesin pelaksana kebijakan politik yang dibuat oleh pejabat politik.
== Indonesia ==▼
Kedudukan birokrasi dalam kepentingan partai politik dimulai dari hasil [[Pemilihan Umum Anggota DPR dan Konstituante Indonesia 1955|pemilu 1955]] dimana terdapat empat partai besar yang muncul sebagai pemenang pemilu kemudian setelah peristiwa ''[[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia|prri]]'' berdasarkan ''Keputusan Presiden Nomor 200 Tahun 1960'' partai [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]] dibubarkan yang tersisakan menjadi tiga partai besar sebagai elemen politik ''[[Nasakom|nasakom]]'' yang masing-masing berusaha mengusai sumber daya bagi partainya masing-masing, dari semangat dan keinginan seperti ini membuat birokrasi dan netralitas birokrasi terhadap kekuatan partai politik mulai menjadi sulit bisa terhindarkan berlanjut dengan pemerintahan selanjutnya berdasarkan ''Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971'' tanggal [[29 Nopember]] [[1971]] didirikan ''Korps Pegawai Republik Indonesia ([[KORPRI]])'' sebagai organisasi merupakan wadah tunggal bagi seluruh pegawai pemerintahan [[Indonesia]] yang selanjutkan dalam pemilu tahun [[1977]], [[1982]], [[1987]], [[1992]] dan [[1997]] terlibat langsung dan menyalurkan aspirasi politiknya melalui [[Golkar]] (karena waktu itu [[Golkar]] menyatakan dirinya bukan sebagai ''partai politik'' melainkan sebagai perwakilan dari golongan fungsional), dalam hasil sistim pemilu multi tahun [[1999]] terdapat pengangkatan seorang sekretaris jenderal yang berasal dari satu partai dengan menteri kehutanan dan di beberapa kantor kementerian antara lain ''Diknas'', ''BUMN'' dan lain sebagainya diangkat beberapa eselon satu yang juga berasal dari satu partai politik dengan menterinya.▼
''Bureaucratic sublation'' didasarkan dari anggapan bahwa birokrasi pemerintah sesuatu negara itu bukanlah hanya berfungsi sebagai mesin pelaksana, menurut Max Weber bahwa birokrasi yang real (sebagai lawan dari “tipe ideal”) itu mempunyai kekuasaan yang terpisah dari kekuasaan yang dilimpahkan oleh pejabat politik, pejabat birokrasi yang terlatih secara profesional mempunyai kekuatan tersendiri sebagai suatu pejabat yang permanen yang mempunyai catatan karier yang panjang jika dibandingkan dengan pimpinannya pejabat politik yang bukan spesialis, bila memperhatikan hal-hal seperti ini, birokrasi dapat disebut mempunyai kekuatan yang seimbang dengan pejabat politik, karena dalam kedudukannya tidak sekadar sebagai subordinasi dan mesin pelaksana, melainkan sebanding (co-equality with the executive). dengan demikian birokrasi bertindak sebagai kekuatan yang a politic but highly politized dalam artian bahwa birokrasi bukan merupakan bagian dari partisan politik akan tetapi karena keahliannya dapat mempunyai kekuatan untuk membuat kebijakan yang profesional.
▲=== Indonesia ===
▲Kedudukan birokrasi dalam kepentingan partai politik dimulai dari hasil [[Pemilihan Umum Anggota DPR dan Konstituante Indonesia 1955|pemilu 1955]] dimana terdapat empat partai besar yang muncul sebagai pemenang pemilu kemudian setelah peristiwa ''[[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia|prri]]'' berdasarkan ''Keputusan Presiden Nomor 200 Tahun 1960'' partai [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]] dibubarkan
== Lihat pula ==
* [[Birokrasi]]
* [[Birokrasi di Indonesia]]
== Referensi ==▼
* {{en}} {{cite book | first=Alberto | last=Alesina | coauthors=Guido Tabellini | title=Bureaucrats or Politicians ? Part I: A Single Policy Task| publisher=Harvard Institute of Economic Research| year=2007 | url=http://www.economics.harvard.edu/faculty/alesina/files/Bureaucrats%20or%20Politicians%20Part%201.pdf}}▼
* {{en}} {{cite book | first=Alberto | last=Alesina | coauthors=Guido Tabellini | title=Bureaucrats or Politicians? Part II: Multiple Policy Tasks| publisher=Harvard Institute of Economic Research| year=2007 | url=http://www.economics.harvard.edu/faculty/alesina/files/Bureaucrats%20or%20Politicians%20Part%201.pdf}}▼
* {{en}} {{cite book | first=Ben | last=Lockwood | coauthors= | title=Distributive Politics and the Costs of Decentralization| publisher=Centre for Economic Policy Research | year=1998 | url=http://ideas.repec.org/p/cpr/ceprdp/2046.html}}▼
▲== Referensi ==
{{reflist}}
▲* {{en}} {{cite book
▲* {{en}} {{cite book
▲* {{en}} {{cite book
== Pustaka ==
* {{en}} Bennedsen, M. and C. Schultz (2007), Arm's Length Outsourcing of Public Services, mimeo, University of Copenhagen.
* {{en}} Besley, T. (2006), Principled Agents? The Political Economy of Good Government, Oxford University Press.
* {{en}} Maskin, Eric, and Jean Tirole (2004), The Politician and the Judge: Accountability in Government, American Economic Review
* {{en}} Prendergast, C. (2003), Limits of Bureaucratic Efficiency, Journal of Political Economy
* {{en}} Prendergast, C. (2007), The Motivation and Bias of Bureaucrats, American Economic Review
[[Kategori:Administrasi publik]]
[[Kategori:Pemerintahan]]
|