Karna: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20231209)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot |
||
(37 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image =
| Caption = Gugurnya Karna
| Nama = Karna
| Devanagari = कर्ण
| Ejaan_Sanskerta = Karṇa
| Nama_lain = Radeya, Basusena, Wresa, Sutaputra, Anggadipa, Suryaputra, Suryatmaja, Talidarma, Bismantaka
| Senjata = Panah, Indrastra (Wasawisakti), Nagastra
| Tempat = [[Kerajaan Angga]]
| Kitab = ''[[Mahabharata]]''
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Kasta = kesatria
| Golongan =
| Gelar =
| Profesi = raja
| Istri = ''[[istri Karna|Tidak disebutkan namanya]]''. {{br}}Dalam kisah adaptasi, namanya berbeda-beda: [[Istri Karna| Wrusali, Supriya, Padmawati, Ponnuruvi, atau Surtikanti]]
| Anak = [[Wresasena]], Sudama, Satrunjaya, Dwipata, Susena, Satyasena, Citrasena, Susarma, Wresaketu, Ratnamala dan Srutasena<ref>http://www.sacred-texts.com/hin/m08/m08082.htm</ref><ref>http://www.sacred-texts.com/hin/m08/m08048.htm</ref>
| Ayah = [[Surya]] (''de facto''){{br}} [[Adirata]] (angkat)
| Ibu = [[Kunti]] (''de facto''){{br}} [[Radha (Mahabharata)|Radha]] (angkat)
Baris 22:
== Kelahiran ==
[[Berkas:
''[[Mahabharata]]'' bagian pertama atau ''[[Adiparwa]]'' mengisahkan seorang putri bernama [[Kunti]] yang pada suatu hari ditugasi menjamu seorang pendeta tamu ayahnya, yaitu [[Resi]] [[Durwasa]]. Atas jamuan itu, Durwasa merasa senang dan menganugerahi Kunti sebuah ilmu kesaktian bernama ''Adityahredaya'', semacam mantra untuk memanggil [[dewa]]. Pada suatu hari, Kunti mencoba mantra tersebut setelah melakukan puja di pagi hari. Ia mencoba berkonsentrasi kepada [[Dewa Surya]], dan sebagai akibatnya, sang dewa matahari tersebut muncul untuk memberinya seorang putra, sebagaimana fungsi mantra yang diucapkan Kunti. Kunti menolak karena ia sebenarnya hanya ingin mencoba keampuhan ''Adityahredaya''. Surya menyatakan dengan tegas bahwa ''Adityahredaya'' bukanlah mainan. Sebagai konsekuensinya, Kunti pun mengandung. Namun, Surya juga membantunya segera melahirkan bayi tersebut. Surya kembali ke [[kahyangan]] setelah memulihkan kembali keperawanan Kunti.
Baris 30:
Demi menjaga nama baik negaranya, [[Kunti]] yang melahirkan sebelum menikah terpaksa membuang "putra Surya" yang ia beri nama Karna di sungai Aswa dalam sebuah keranjang. Bayi itu kemudian terbawa arus sampai akhirnya ditemukan oleh [[Adirata]] yang bekerja sebagai [[kusir]] [[kereta]] di [[Kerajaan Kuru]]. Adirata dengan gembira menjadikan bayi tersebut sebagai anaknya. Karena sejak lahir sudah memakai pakaian perang lengkap dengan anting-anting dan kalung pemberian Surya, maka bayi itu pun diberi nama ''Basusena''. Tak lama setelah itu, Kunti disunting [[Pandu]] dari [[Hastinapura]] dan berputra tiga orang: [[Yudistira]], [[Bimasena]] (Bima), dan [[Arjuna]]. Bersama dua putra kembar [[Madri]] (istri kedua Pandu), mereka dikenal sebagai Lima Pandawa.
Basusena diasuh dan dibesarkan dalam keluarga kusir, sehingga ia dikenal dengan julukan ''Sutaputra'' (anak kusir). Namun, julukan lainnya yang lebih terkenal adalah ''Radheya'', yang bermakna "anak [[Radha (Mahabharata)|Radha]]" (istri Adirata). Meskipun tumbuh dalam lingkungan keluarga kusir, Radheya justru berkeinginan menjadi seorang perwira kerajaan. Adirata pun mendaftarkannya ke dalam perguruan [[Resi]] [[Drona]] yang saat itu sedang mendidik para [[Pandawa]] dan [[Korawa]], pangeran dari kalangan [[Dinasti Kuru]]. [[Drona]] menolak Radheya karena ia hanya sudi mengajar kaum [[kesatria]] saja. Akhirnya Radheya memutuskan untuk mencari guru lain. Ia menyamar menjadi seorang [[brahmana]] agar mendapatkan pendidikan dari [[Parasurama]], seorang brahmana-kesatria yang hanya mau menerima murid dari golongan brahmana. Parasurama adalah guru dari [[Bisma]]—sesepuh Dinasti Kuru—dan [[Drona]],<ref>
[[Parasurama]] memiliki pengalaman yang buruk dengan kaum [[kesatria]], sehingga Karna harus menyamar sebagai [[brahmana]] muda agar bisa menjadi muridnya. Pada suatu hari, Parasurama tidur di atas pangkuan Karna. Tiba-tiba muncul seekor [[serangga]] menggigit paha Karna. Agar Parasurama tidak terbangun, Karna membiarkan pahanya terluka sementara dirinya tidak bergerak sedikit pun. Ketika Parasurama bangun dari tidurnya, ia terkejut melihat Karna telah berlumuran darah. Kemampuan Karna menahan rasa sakit telah menyadarkan Parasurama bahwa muridnya itu bukan dari golongan brahmana, melainkan seorang kesatria asli. Merasa telah ditipu, Parasurama pun mengutuk Karna. Kelak, pada saat pertarungan antara hidup dan mati melawan seorang musuh terhebat, Karna akan lupa terhadap semua ilmu yang telah ia ajarkan.
Baris 37:
== Pemahkotaan sebagai Raja Angga ==
Setelah para pangeran [[Dinasti Kuru]] menamatkan pendidikan, [[Drona]] mempertunjukkan hasil didikannya di hadapan para bangsawan dan rakyat [[Hastinapura]], ibu kota [[Kerajaan Kuru]]. Setelah
▲Setelah para pangeran [[Dinasti Kuru]] menamatkan pendidikan, [[Drona]] mempertunjukkan hasil didikannya di hadapan para bangsawan dan rakyat [[Hastinapura]], ibu kota [[Kerajaan Kuru]]. Setelah melaui berbagai tahap pertandingan, Drona akhirnya mengumumkan bahwa [[Arjuna]]—Pandawa yang ketiga—adalah murid terbaiknya, terutama dalam hal ilmu memanah. Tiba-tiba Karna muncul menantang Arjuna sambil memamerkan kesaktiannya. [[Resi]] [[Krepa]] selaku pendeta istana meminta Karna supaya memperkenalkan diri terlebih dahulu karena untuk menghadapi Arjuna haruslah dari golongan yang sederajat. Mendengar permintaan itu, Karna pun tertunduk malu. [[Duryodana]]—yang sulung di antara seratus Korawa—maju membela Karna. Duryodana berkata bahwa keberanian dan kehebatan tidak harus dimiliki oleh kaum [[kesatria]] saja. Ia menambahkan bahwa apabila peraturan mengharuskan demikian, maka ia sudah memiliki jalan keluar. Ia mendesak ayahnya, yaitu [[Dretarastra]] raja Hastinapura, supaya mengangkat Karna sebagai raja bawahan di [[Kerajaan Angga|Angga]]. Dretarastra tidak mampu menolak permintaan putra kesayangannya itu. Pada hari itu juga, Karna resmi dinobatkan menjadi raja Angga.
[[Adirata]] muncul menyambut penobatan Karna. Akibatnya, semua orang tahu bahwa Karna adalah anak Adirata. Melihat hal itu, [[Bimasena]] mencemoohnya sebagai anak kusir sehingga tidak pantas bertanding melawan Arjuna yang berasal dari kaum bangsawan. Sekali lagi Duryodana tampil membela Karna. Melihat situasi tersebut, [[Kunti]] jatuh pingsan di bangkunya setelah melihat kehadiran Karna. Kunti langsung mengenalinya sebagai putra sulung yang pernah ia buang dari pakaian perang dan perhiasan pemberian [[Surya]] yang melekat di tubuh Karna. Suasana yang menegangkan itu diredakan oleh terbenamnya matahari. Dretarastra membubarkan acara tersebut sehingga pertandingan antara Karna dan Arjuna dihentikan
== Penolakan Dropadi ==
[[File:Arjuna's feat of archery.jpg|thumb|Ilustrasi dari tahun 1920-an, menggambarkan [[sayembara]] memperebutkan [[Dropadi]], yang dimenangkan oleh [[Arjuna]].]]
[[Dropadi]] adalah putri [[Kerajaan Pancala]] yang kecantikannya membuat banyak raja dan pangeran datang untuk melamar, termasuk [[Duryodana]]. Dalam hal ini, [[Drupada]] (raja Pancala) telah mengumumkan sebuah [[sayembara]] memanah bagi siapa saja yang ingin memperistri putrinya tersebut. Sayembara tersebut ialah memanah boneka ikan yang berputar di atas arena, tetapi tidak boleh melihatnya secara langsung, melainkan melalui bayangannya yang terpantul di dalam baskom berisi minyak. Akan tetapi, jangankan membidik boneka tersebut, mengangkat busur pusaka Kerajaan Pancala saja para peserta tidak ada yang sanggup, termasuk Duryodana yang perkasa sekalipun.
Karna maju setelah sahabatnya mengalami kegagalan. Dengan penuh rasa hormat, ia berhasil mengenai sasaran sayembara. Tiba-tiba Dropadi menyatakan keberatan apabila Karna memenangkan sayembara, karena dirinya tidak mau menikah dengan anak seorang [[kusir]]. Karna sakit hati mendengarnya. Ia menyebut Dropadi sebagai wanita sombong dan pasti menjadi perawan tua karena tidak ada lagi peserta yang mampu memenangkan sayembara sulit tersebut selain dirinya. Ucapan Karna membuat
==
Beberapa waktu kemudian, para Pandawa berhasil membangun sebuah kerajaan indah bernama [[Indraprastha]] yang membuat pihak [[Korawa]] merasa iri. Melalui permainan [[dadu]] yang sangat licik, mereka berhasil merebut Indraprastha dari tangan Pandawa, termasuk kemerdekaan kelima bersaudara itu. Pada puncaknya, [[Yudistira]] (Pandawa tertua) dipaksa mempertaruhkan Dropadi demi melanjutkan permainan. Dropadi akhirnya jatuh pula ke tangan Korawa. [[Duryodana]] kemudian menyuruh [[Dursasana]], adiknya untuk menyeret Dropadi dari kamarnya. Dropadi pun dijambak dan diseret oleh Korawa nomor dua itu menuju ruang permainan.
Baris 55 ⟶ 54:
== Pusaka Indrastra ==
[[File:Karan_offering_an_old_poor_man,_bent_with_age_and_destitution,_a_Kavach_that_is_embedded_in_his_arms_and_is_retrieved_by_culling_with_a_knife.jpg|thumb|Karna (tengah) mempersembahkan [[baju zirah]] sakti kepada Dewa [[Indra]] yang menyamar menjadi [[brahmana]], sementara istrinya memalingkan muka dalam kegalauan ― adegan dari ''[[Mahabharata]]'' yang dilukis oleh Bamapada Banerjee.|alt=]]
Apabila Karna dilahirkan [[Kunti]] melalui anugerah [[Dewa]] [[Surya]], maka, [[Arjuna]] lahir melalui anugerah [[Dewa]] [[Indra]]. Menyadari kesaktian Karna, Indra merasa cemas kalau Arjuna sampai kalah jika bertanding melawan putra Surya itu. Maka, Indra pun bersiasat merebut baju pusaka Karna dengan menyamar sebagai seorang pendeta. Konon, jika mengenakan pakaian pusaka tersebut, Karna tidak mempan terhadap senjata jenis apa pun. Rencana Indra diketahui oleh Surya. Ia pun memberi tahu Karna, tetapi Karna sama sekali tidak risau. Ia telah bersumpah akan hidup sebagai seorang dermawan sehingga apa pun yang diminta oleh orang lain pasti akan dikabulkannya.
Baris 65:
Setelah pertemuan dengan [[Kresna]], esok harinya Karna bertemu dengan [[Kunti]]. Kunti menemui putra sulungnya itu saat bersembahyang di tepi sungai. Ia merayu Karna supaya mau memanggilnya "ibu" dan sudi bergabung dengan para [[Pandawa]]. Karna kembali bersikap tegas. Ia sangat menyesalkan keputusan Kunti yang dulu membuangnya sehingga kini ia harus berhadapan dengan adik-adiknya sendiri sebagai musuh. Ia menolak bergabung dengan pihak Pandawa dan tetap menganggap [[Radha (Mahabharata)|Radha]] sebagai ibu sejatinya. Meskipun demikian, Karna tetap menghibur kekecewaan Kunti. Ia bersumpah dalam perang kelak, ia tidak akan membunuh para Pandawa, kecuali [[Arjuna]].
==
=== Perselisihan dengan Bisma ===
[[Perang di Kurukshetra|Perang besar]] antara kedua pihak tersebut akhirnya meletus. Pihak [[Korawa]] memilih [[Bisma]] (bangsawan senior [[Hastinapura]]) sebagai panglima mereka. Terjadi pertengkaran di mana Bisma menolak Karna berada di dalam pasukannya, dengan alasan Karna terlalu sombong dan suka meremehkan kekuatan [[Pandawa]]. Sebaliknya, Karna pun bersumpah tidak sudi ikut berperang apabila pasukan Korawa masih dipimpin oleh Bisma.
Bisma akhirnya roboh pada pertempuran hari kesepuluh. Tokoh tua itu terbaring di atas ratusan panah yang menembus tubuhnya. Karna muncul melupakan semua dendam untuk menyampaikan rasa prihatin. Bisma mengaku bahwa ia hanya pura-pura mengusir Karna supaya tidak bertempur melawan Pandawa. Bisma mengetahui jati diri Karna sebagai kakak para Pandawa setelah diberi tahu oleh [[Narada]] (maharesi [[kahyangan]]). Seperti halnya [[Kresna]] dan [[Kunti]], Bisma juga menyarankan supaya Karna bergabung dengan para Pandawa. Namun sekali lagi Karna menolak saran tersebut.
=== Pertempuran melawan Gatotkaca ===
[[Berkas:Karna kills Ghatotkacha.jpg|ka|jmpl
Kehadiran Karna sejak hari kesebelas segera membangkitkan semangat pihak [[Korawa]]. Ia menyarankan agar [[Duryodana]] memilih [[Drona]] sebagai pengganti Bisma, dengan alasan Drona merupakan guru sebagian besar sekutu Korawa. Dengan terpilihnya Drona maka persaingan antara para pendukung Korawa memperebutkan jabatan panglima dapat dihindari.
Baris 78 ⟶ 79:
Sesuai janji [[Indra]], Shakti Konta pun musnah hanya dalam sekali penggunaan. [[Kresna]] selaku penasihat pihak [[Pandawa]] merasa senang karena dengan demikian, nyawa [[Arjuna]] bisa terselamatkan. Ia mengetahui kalau selama ini Karna mempersiapkan Shakti Konta untuk membunuh Arjuna.
=== Menjadi panglima pasukan Korawa ===
[[Berkas:Wayang Painting of Bharatayudha Battle.jpg|jmpl|ka|Di sisi kiri, Adipati Karna dikusiri [[Salya]], melawan Arjuna yang dikusiri Kresna di sisi kanan. Wayang [[lukisan kaca Cirebon]].]]
Setelah [[Drona]] gugur pada hari kelima belas, [[Duryodana]] menunjuk Karna sebagai panglima yang baru. Karna maju perang dengan [[Salya]] raja [[Kerajaan Madra|Madra]] sebagai kusir keretanya, dengan harapan bisa mengimbangi [[Arjuna]] yang dikusiri [[Kresna]]. Salya sendiri sakit hati karena merasa direndahkan oleh Karna. Sambil mengemudikan kereta ia gencar memuji-muji kesaktian Arjuna untuk menakut-nakuti Karna.
Pada hari keenam belas, Karna berhasil mengalahkan [[Yudistira]], [[Bimasena]], [[Nakula]], dan [[Sadewa]], tetapi tidak sampai membunuh mereka sesuai janjinya di hadapan [[Kunti]] dulu. Karna kemudian bertanding melawan Arjuna. Keduanya saling berusaha membunuh satu sama lain. Ketika Karna mengincar leher Arjuna menggunakan panah Nagasatra, diam-diam Salya memberi isyarat pada Kresna. Kresna pun menggerakkan keretanya sehingga panah pusaka tersebut meleset hanya mengenai mahkota Arjuna. Pertempuran tersebut akhirnya tertunda oleh terbenamnya matahari.
=== Pertempuran terakhir ===
[[Berkas:Death of Karna.jpg|jmpl|ka|Karna mendorong roda keretanya yang terperosok ke dalam lumpur pada saat perang [[Baratayuda]]. Peristiwa ini terjadi sesaat menjelang kematiannya di tangan [[Arjuna]].]]
Pada hari ketujuh belas, perang tanding antara Karna dan [[Arjuna]] dilanjutkan kembali. Setelah bertempur dalam waktu yang cukup lama, kutukan atas diri Karna pun menjadi kenyataan. Ketika Arjuna membidiknya menggunakan panah [[Pasupati]], salah satu roda keretanya terperosok ke dalam lumpur sampai terbenam setengahnya. Karna tidak peduli, ia pun membaca mantra untuk mengerahkan kesaktiannya mengimbangi Pasupati. Namun, kutukan kedua juga menjadi kenyataan. Karna tiba-tiba lupa terhadap semua ilmu yang pernah ia pelajari dari [[Parasurama]].
Karna meminta Arjuna untuk menahan diri sementara ia turun untuk mendorong keretanya agar kembali berjalan normal. Pada saat itulah [[Kresna]] mendesak agar Arjuna segera membunuh Karna karena ini adalah kesempatan terbaik. Arjuna ragu-ragu karena saat itu Karna sedang lengah dan berada di bawah. Kresna mengingatkan Arjuna bahwa Karna sebelumnya juga berlaku curang karena ikut mengeroyok [[Abimanyu]] sampai mati pada hari ketiga belas. Teringat pada kematian putranya yang tragis tersebut, Arjuna pun melepaskan panah Pasupati yang melesat
== Kehidupan di surga ==
''[[Mahabharata]]'' bagian akhir, atau ''[[Swargarohanikaparwa]]'', mengisahkan perjalanan [[Yudistira]] naik ke [[surga]]. Di tempat yang serba indah itu ia merasa kecewa karena yang dijumpainya justru arwah para [[Korawa]], bukan adik-adiknya. Ia kemudian diantar para ''Kingkara'' untuk menemui keempat [[Pandawa]] yang sedang mengalami penyiksaan di [[neraka]]. Di tempat mengerikan itu, ia menjumpai arwah keempat adiknya sedang disiksa bersama para pahlawan besar lainya, misalnya Karna, [[Drestadyumna]], [[Abimanyu]], [[Satyaki]], dan lain-lain.
Meskipun demikian, Yudistira memilih berada di neraka daripada harus kembali ke surga. Tiba-tiba keadaan pun berbalik. Yudistira dan para pahlawan tersebut kemudian dimasukkan
== Adaptasi dalam budaya Indonesia ==
Baris 109 ⟶ 110:
Surtikanti datang ke Kurusetra bersama [[Adirata]]. Melihat suaminya gugur, Surtikanti pun bunuh diri di hadapan Arjuna. Adirata sedih dan berteriak menantang Arjuna. Bimasena muncul menghardik ayah angkat Karna tersebut sehingga lari ketakutan. Namun malangnya, Adirata terjatuh dan meninggal seketika.
===
Dalam versi Jawa, Karna juga dikenal dengan nama Suryaputra, Basukarna, dan Adipati Karna. Kesetiaan Karna kepada sumpah satrianya untuk membela Duryudana, meskipun harus ditebus dengan kematiannya, telah mengilhami KGPAA [[Mangkunegara IV]] untuk menulis ''Serat Tripama'' ([[bahasa Jawa|Jw.]], tiga perumpamaan) dalam bentuk ''tembang [[macapat]] Dhandhanggula'' dengan huruf dan bahasa Jawa.<ref>{{aut|Kamajaya}}. 1984. ''Tiga Suri Teladan, kisah kepahlawanan tiga tokoh wayang'': 58-85. Yogyakarta:UP Indonesia.</ref>
Baris 119 ⟶ 120:
* {{cite book|last=Brockington|first=J. L.|year=1998|url=http://books.google.com/books?id=HR-_LK5kl18C|title=The Sanskrit Epics|publisher=[[BRILL]]|isbn=9004102604|accessdate=25 November 2013|ref=harv}}
* Buitenen, Johannes Adrianus Bernardus, 1978. ''[http://books.google.com.au/books?id=wFtXBGNn0aUC The Mahābhārata]''. 3 volumes (translation / publication incomplete due to his death). University of Chicago Press.
* {{cite book|title=Karna|url=https://archive.org/details/karnabravegenero0000unse|author= Kamala Chandrakant|coauthors=|publisher=Amar Chitra Katha|year=2009|isbn=81-89999-49-4 }}
* Desai, Ranjit. ''Radheya''. ISBN 81-7766-746-7
* [[Ramdhari Singh 'Dinkar'|Dinkar, Ramdhari Singh]]. ''The Sun Charioteer: a poetic rendering of Karna's life, his dharma, his friendship and tragedies.'' Rashmirathi; रश्मिरथी / रामधारी सिंह "दिनकर (in Hindi)
Baris 126 ⟶ 127:
* Subramaniam, Kamala, Smt. ''The Mahabharata''. Bharatiya Vidya Bhavan Press.
* {{cite book|last=Winternitz|first=Maurice|title=A History of Indian Literature, Volume 1|url=http://books.google.co.in/books?id=FYPOVdzZ2UIC&pg=PA452&dq=a+history+of+indian+literature+mahabharata+date&hl=en&ei=LebbTIesJIOycOuWycMG&sa=X&oi=book_result&ct=book-thumbnail&resnum=1&ved=0CDgQ6wEwAA#v=onepage&q=a%20history%20of%20indian%20literature%20mahabharata%20date&f=false|accessdate=25 November 2013|year=1996|publisher=Motilal Banarsidass Publication|isbn=8120802640|ref=harv}}
{{Tokoh Mahabharata}}
|