Sasadu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(4 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{italic title}}
[[Berkas:Rumah adat Sasadu Desa Gamtala.jpg|jmpl|300px|Rumah adat Sasadu di Desa Gamtala, Jailolo, Halmahera Barat. Desa Gamtala, Lolori, Marimbati, diproyeksikan sebagai desa wisata.]]
'''''Sasadu''''' merupakan rumah adat suku bangsa Sahu di [[Kabupaten Halmahera Barat|Halmahera Barat]] yang juga merupakan suku bangsa asli dan tertua yang ada di daerah tersebut. Di rumah ini, masyarakat adat Sahu biasa berkumpul dalam pertemuan-pertemuan. Di Halmahera Barat, rumah ini lazim ditemui di setiap desa.<ref>{{Cite
▲'''Sasadu''' merupakan rumah adat suku bangsa Sahu di [[Kabupaten Halmahera Barat|Halmahera Barat]] yang juga merupakan suku bangsa asli dan tertua yang ada di daerah tersebut. Di rumah ini, masyarakat adat Sahu biasa berkumpul dalam pertemuan-pertemuan. Di Halmahera Barat, rumah ini lazim ditemui di setiap desa<ref>{{Cite web|url=https://video.merdeka.com/peristiwa/melihat-rumah-adat-suku-asli-halmahera-barat.html|title=Melihat rumah adat suku asli Halmahera Barat|last=Faqir|first=Anisyah Al|website=merdeka.com|language=en|access-date=2019-02-27}}</ref>. Penggunaan Sasadu sebagai lokasi pertemuan masyarakat biasanya terkait dengan diselenggarakannya berbagai acara, misalnya ritual atau upacara adat seperti perayaan panen dan pemilihan ketua adat, dan menyambut tamu yang datang. Meski demikian dapat pula Sasadu digunakan hanya untuk sekadar bersantai tanpa ada acara khusus.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-1513067/sasadu-rumah-adat-kaya-makna/3|title=Sasadu, Rumah Adat Kaya Makna|last=Hamid|first=Endi|website=detikTravel|language=id|access-date=2019-02-27}}</ref> Secara etimologi, Sasadu berasal dari kata sadu yang dalam bahasa Sahu tidak punya arti apapun, sedangkan dalam bahasa Ternate artinya adalah menimba, dan sado berarti lengkap, genap bilangannya.<ref name=":3">Mezak Wakim, (2015), ''Sasadu, Arsitektur Tradisional Jailolo, Halmahera Barat''. Patanjala, Vol.7 No. 1.</ref> Sasadu dibangun di bagian tengah kampung atau desa dengan lokasi yang tidak jauh jalan. Hal ini dimaksudkan agar Sasadu bisa dijangkau dengan mudah sehingga orang-orang dari seluruh penjuru kampung bisa mendatanginya untuk berkumpul.
== Budaya ==
Baris 13:
Material yang berasal langsung dari alam banyak digunakan untuk membangun Sasadu. Untuk rangka rumah, digunakan bahan kayu, bambu, atau batang pohon kelapa. Kemudian bagian langit-langitnya dibuat dari susunan daun pohon sagu yang disatukan dengan cara diikat menggunakan tali bambu. Ada pula tali ijuk yang dipakai sebagak pengikat rangka yang dipasang bersambung tanpa putus.<ref name=":0" />
Meski banyak mengandalkan material langsung dari alam sebagai bahan bangunannya, bukan berarti Sasadu juga tidak sama sekali memanfaatkan bahan buatan pabrik. Pada masa kini, semen juga digunakan misalnya untuk membuat lantai. Adapun penggunaan semen ini didasari oleh pertimbangan kebersihan dan pemeliharaannya lebih mudah.<ref name=":0" /> Tidak ada kesamaan dalam hal ukuran rumah Sasadu karena setiap rumah masing-masing memiliki ukuran yang berbeda. Ukuran rumah paling besar berukuran 9 kali 6 meter.<ref name=":1">{{Cite
Sasadu yang memiliki fungsi beda dengan rumah hunian membuatnya memiliki karakteristik fisik yang berbeda pula. Sasadu biasanya berukuran lebih besar dari rumah-rumah penduduk pada umumnya.<ref name=":4" /> Denah bangunan Sasadu memiliki bentuk geometris persegi panjang dengan ruang tengah dan ruang samping. Lantai dasarnya dibuat dari timbunan tanah setinggi 30 sampai 40 sentimeter yang dipadatkan lalu dipasang susunan batu kali berbentuk sudut delapan sebagai penopangnya.<ref name=":3" />
Baris 34:
Makan bersama di dalam rumah menjadi bagian penutup dari acara ini. Acara makan bersama ini pun tetap diiringi musik dan punya aturan khusus. Setiap orang yang akan masuk ke rumah untuk makan diharuskan menenakan penutup kepala. Selain itu, di dalam rumah ada tempat khusus berupa kursi bambu yang hanya bisa diduduki oleh orang tertentu, yaitu seorang ayah dan anak pertama. Untuk makanannya, lazimnya tersedia makanan khas Sahu berupa Nasi Kembar, yaitu nasi yang dimasakan dengan daun lebar yang digulung hingga berbentuk dua lubang tempat diletakannya nasi yang kemudian dimasukkan kembali ke bilah bambu lalu dibakar dan dimakan dengan lauk. Pada zaman dahulu, Sibere Wanat digelar selama 9 hari 9 malam secara tanpa jeda. Jika ingin lebih singkat pun durasi harinya harus dengan angka ganjil. Meski demikian, saat ini sudah tidak ada lagi masyarakat Sahu yang menggelarnya berhari-hari seperti itu.<ref name=":1" />
Ritual lainnya adalah Orom Sasadu, yaitu makan bersama yang bertujuan untuk menghormati leluhur dan mengucap syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan oleh tuhan. Orom artinya makan, sehingga Orom Sasadu bisa diartikan sebagai berkumpul untuk makan bersama. Rituan in idihadiri oleh para pemimpin, tokoh masyarakat, dan para pemegang adat. Dipercaya bahwa leluhur Sahu juga ikut serta dalam acara makan bersama ini. Seperti dalam Sibere Wanat, Nasi Kembar disajikan dalam Orom Sasadu. Makanan lain yang umumnya tersedia biasanya adalah olahan mengingat lokasi Halmahera Barat yang lekat dengan perairan dan masyarakatnya banyak yang menjadikan laut sebagai tempat mencari nafkah. Kesamaan antara Orom Sasadu dan Sibere Wanar bukan hanya terletak pada makanannnya, melainkan juga susunan acaranya. Dalam Sibere Wanat, pembacaan doa dalam bahasa daerah dibacakan pula sebagai pembuka. Selama ritual juga terdapat musik dan tari-tarian yang memeriahkan suasana.<ref name=":2">{{Cite
Ada pula upacara pengungkapan rasa syukur lain selain Sibere Wanat dan Orom Sasadu, yaitu Sa'ai mago yang dihelat setelah menabur benih padi di sawah, tepatnya saat padi yang ditanam berumur dua atau tiga minggu. Sa'ai berarti memasak dan ngo'a artinya anak. Ini adalah pesta yang digelar selama tiga hari tiga malam yang digelar dengan rasa gembira masyarakat. Ritual-ritual dalam rumah tersebut eksis seiring dengan hilangnya kepercayaan animisme yang dulu dianut masyarakat Sahu. Pada masa lampau, di sebelah Sasadu biasanya terdapat rumah pemujaan. Ritual-ritual dalam rumah yang ada saat ini merupakan pengganti dari hilangnya rumah pemujaan tersebut.<ref name=":4" />
Saat ini, ritual-ritual yang digelar di rumah Sasadu dapat disaksikan oleh orang luar atau wisatawan yang datang ke Halmahera Utara karena ritual ini sudah menjadi bagian dari promosi wisata daerah. Ritual Orom Sasadu misalnya, adalah bagian dari rangkaian acara Festival Teluk Jailolo yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya. Festival ini bahkan masuk ke dalam daftar 100 Acara Nasional Pariwisata yang dirilis Kementerian Pariwisata Republik Indonesia.<ref>{{Cite
== Referensi ==
{{reflist}}
[[Kategori:Rumah adat di Indonesia]]
|