Pembantaian di Indonesia 1965–1966: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
(nama pengguna dihapus)
Penambahan konten
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20231209)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(35 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Lindungidarianon}}
{{Infobox civilian attack
{{disputed}}
| title = Pembantaian di Indonesia 1965–1966
 
| partof = [[Perang Dingin]] dan [[Transisi ke Orde Baru]]
Wikipedia bisa di edit siapa aja g0bl0k, b3g0 banget yang percaya
|image=Anti PKI Literature.jpg
 
|alt=
'''Pembantaian di Indonesia 1965–1966''' adalah peristiwa pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh [[komunis]] di [[Indonesia]] pada masa setelah terjadinya [[Gerakan 30 September]] (G30S/PKI) di [[Indonesia]]. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai dan lebih dari satu juta orang dipenjara dalam peristiwa tersebut. Pembersihan ini merupakan peristiwa penting dalam masa transisi ke [[Orde Baru]]: [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) dihancurkan, pergolakan mengakibatkan jatuhnya presiden [[Soekarno]], dan kekuasaan selanjutnya diserahkan kepada [[Soeharto]].{{Citation needed|date=June 2010}}
|caption=Buku anti-PKI
 
| location = [[Indonesia]]
Tragedi kemanusiaan ini berawal dari konflik internal dalam tubuh Angkatan Darat yang muncul sebagai akibat kesenjangan perikehidupan antara tentara prajurit dengan tentara perwira. Konflik laten dalam tubuh Angkatan Darat yang sudah dimulai sejak 17 tahun sebelumnya, kemudian mendapatkan jalan manifestasinya ketika muncul isu tentang rencana Kudeta terhadap kekuasaan Soekarno yang akan dilancarkan oleh Dewan Jenderal. Perwira-perwira Angkatan Darat yang mendukung kebijakan Sosialisme Soekarno kemudian memutuskan untuk melakukan manuver (aksi) polisionil dengan menghadapkan tujuh orang Jendral yang diduga mengetahui tentang Dewan Jendral ini ke hadapan Soekarno. Target operasi adalah menghadapkan hidup-hidup ketujuh orang Jendral tersebut. Fakta yang terjadi kemudian adalah tiga dari tujuh orang Jendral yang dijemput paksa tersebut, sudah dalam keadaan anumerta.{{Citation needed|date=June 2010}}
| target = Anggota dan simpatisan PKI, anggota [[Gerwani]], [[Abangan|Abangan Jawa]],<ref name="Ricklefs 1991, p. 288" /> [[atheis]], "[[kafir]]" dan "[[Tionghoa-Indonesia|Orang Indonesia keturunan Tionghoa]]"<ref name=Melvin>{{cite journal |last1=Melvin |first1=Jess |year=2017 |title=Mechanics of Mass Murder: A Case for Understanding the Indonesian Killings as Genocide |journal=[[Journal of Genocide Research]] |volume=19 |issue=4 |pages=487–511 |doi=10.1080/14623528.2017.1393942 |doi-access=free }}</ref>
 
| date = 1965–1966
Soeharto yang paling awal menuduh PKI menjadi dalang dari peristiwa pagi hari Jumat tanggal 01 Oktober 1965 tersebut. Tanpa periksa dan penyelidikan yang memadai, Soeharto mengambil kesimpulan PKI sebagai dalang hanya karena Kolonel Untung —yang mengaku menjadi pimpinan Dewan Revolusi (kelompok tandingan untuk Dewan jendral)— memiliki kedekatan pribadi dengan tokoh-tokoh utama Biro Chusus Partai Komunis Indonesia. Hasil akhirnya adalah [[Komunisme]] dibersihkan dari kehidupan politik, sosial, dan militer, dan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang.{{Citation needed|date=June 2010}}
| type = [[Politisida]], [[pembunuhan massal]], [[genosida]]<ref name=Melvin />
 
| fatalities = {{nowrap|500.000<ref name="Robinson2018"/>{{rp|3}} sampai 1.000.000<ref name="Robinson2018">{{cite book |last=Robinson |first=Geoffrey B. |date=2018 |title=The Killing Season: A History of the Indonesian Massacres, 1965–66 |url=https://press.princeton.edu/titles/11135.html |publisher=[[Princeton University Press]] |isbn=978-1-4008-8886-3 }}</ref>{{rp|3}}<ref name="auto1">{{cite book |last=Melvin |first=Jess |date=2018 |title=The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder |url=https://www.routledge.com/The-Army-and-the-Indonesian-Genocide-Mechanics-of-Mass-Murder/Melvin/p/book/9781138574694 |publisher=[[Routledge]] |page=1 |isbn=978-1-138-57469-4 }}</ref><ref name="Blumenthal80">Mark Aarons (2007). "[https://books.google.com/books?id=dg0hWswKgTIC&lpg=PA80&pg=PA69#v=onepage&q&f=false Justice Betrayed: Post-1945 Responses to Genocide]." In David A. Blumenthal and Timothy L. H. McCormack (eds). ''[http://www.brill.com/legacy-nuremberg-civilising-influence-or-institutionalised-vengeance The Legacy of Nuremberg: Civilising Influence or Institutionalised Vengeance? (International Humanitarian Law).] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160105053952/http://www.brill.com/legacy-nuremberg-civilising-influence-or-institutionalised-vengeance |date=2016-01-05 }}'' [[Martinus Nijhoff Publishers]]. {{ISBN|9004156917}} p.&nbsp;[https://books.google.com/books?id=dg0hWswKgTIC&pg=PA80 80].</ref><ref name="indoholo">[http://time.com/4055185/indonesia-anticommunist-massacre-holocaust-killings-1965/ The Memory of Savage Anticommunist Killings Still Haunts Indonesia, 50 Years On], ''Time''</ref>}}
Pembantaian dimulai pada Januari 1966 seiring dengan maraknya aksi demonstrasi mahasiswa yang digerakkan oleh Angkatan Darat melalui Jendral Syarif Thayeb dan memuncak selama kuartal kedua tahun 1966 sebelum akhirnya mereda pada awal tahun 1967 (menjelang pelantikan Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden). Pembersihan dimulai dari ibu kota [[Jakarta]], yang kemudian menyebar ke [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur|Timur]], lalu [[Bali]]. Ribuan ''[[vigilante]]'' (orang yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri) dan tentara angkatan darat menangkap dan membunuh orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI. Meskipun pembantaian terjadi di seluruh Indonesia, namun pembantaian terburuk terjadi di basis-basis PKI di [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur|Timur]], [[Bali]], dan [[Sumatra Utara]].{{Citation needed|date=June 2010}}
| perps = [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|TNI AD]] dan berbagai macam pasukan bunuh diri, yang difasilitasi dan digiatkan oleh Amerika Serikat dan negara Barat lainnya<ref>{{cite book |last=Robinson |first=Geoffrey B. |date=2018 |title=The Killing Season: A History of the Indonesian Massacres, 1965–66 |url=https://press.princeton.edu/titles/11135.html |publisher=[[Princeton University Press]] |pages=206–207|isbn=978-1-4008-8886-3 |quote="In short, Western states were not innocent bystanders to unfolding domestic political events following the alleged coup, as so often claimed. On the contrary, starting almost immediately after October 1, the United States, the United Kingdom, and several of their allies set in motion a coordinated campaign to assist the Army in the political and physical destruction of the PKI and its affiliates, the removal of Sukarno and his closest associates from political power, their replacement by an Army elite led by Suharto, and the engineering of a seismic shift in Indonesia's foreign policy towards the West. They did this through backdoor political reassurances to Army leaders, a policy of official silence in the face of the mounting violence, a sophisticated international propaganda offensive, and the covert provision of material assistance to the Army and its allies. In all these ways, they helped to ensure that the campaign against the Left would continue unabated and its victims would ultimately number in the hundreds of thousands."}}</ref><ref name="Melvintelegrams">{{cite web |url=http://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/telegrams-confirm-scale-of-us-complicity-in-1965-genocide/ |title=Telegrams confirm scale of US complicity in 1965 genocide |last=Melvin |first=Jess |date=20 October 2017 |website=Indonesia at Melbourne |publisher=[[University of Melbourne]] |access-date=21 October 2017 |quote=The new telegrams confirm the US actively encouraged and facilitated genocide in Indonesia to pursue its own political interests in the region, while propagating an explanation of the killings it knew to be untrue.}}</ref><ref name="Simpson2010">{{cite book |last=Simpson |first=Bradley |date=2010 |title=Economists with Guns: Authoritarian Development and U.S.–Indonesian Relations, 1960–1968 |url=https://www.sup.org/books/title/?id=7853 |publisher=[[Stanford University Press]] |page=193 |isbn=978-0-8047-7182-5 |quote="Washington did everything in its power to encourage and facilitate the Army-led massacre of alleged PKI members, and U.S. officials worried only that the killing of the party's unarmed supporters might not go far enough, permitting Sukarno to return to power and frustrate the [Johnson] Administration's emerging plans for a post-Sukarno Indonesia. This was efficacious terror, an essential building block of the [[neoliberal]] policies that the West would attempt to impose on Indonesia after Sukarno's ouster."}}</ref><ref name="tribunal">{{cite news |last=Perry |first=Juliet |date=21 July 2016 |title=Tribunal finds Indonesia guilty of 1965 genocide; US, UK complicit |url=http://www.cnn.com/2016/07/21/asia/indonesia-genocide-panel/index.html |publisher=CNN |access-date=5 June 2017}}</ref><ref>{{cite book |last1=Bevins |first1=Vincent|authorlink=Vincent Bevins |title=[[The Jakarta Method|The Jakarta Method: Washington's Anticommunist Crusade and the Mass Murder Program that Shaped Our World]]|date=2020 |publisher= [[PublicAffairs]]|page=157 |isbn= 978-1541742406|quote=The United States was part and parcel of the operation at every stage, starting well before the killing started, until the last body dropped and the last political prisoner emerged from jail, decades later, tortured, scarred, and bewildered.}}</ref>}}
 
'''Pembantaian di Indonesia 1965–1966''' adalah peristiwa pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pendukung [[komunisme]] di [[Indonesia]] setelah kegagalan usaha kudeta [[Gerakan 30 September]] (G30S/PKI).<ref name="Ricklefs 1991, hlm. 288"/><ref name="Cribb 1990, hlm. 3">Cribb (1990), hlm. 3</ref><ref name="McDonald 1980, p. 53"/> Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta orang dibantai.<ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/><ref name="Vickers 2005, hlm. 159"/><ref name="Friend 2003, hlm. 113">Friend (2003), hlm. 113</ref><ref>{{cite journal |title=Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965–1966 |author=Robert Cribb |journal=Asian Survey |volume=42 |issue=4 |year=2002 |pages=550–563 |doi=10.1525/as.2002.42.4.550}}</ref> Suatu komando keamanan angkatan bersenjata memperkirakan antara 450.000 sampai 500.000 jiwa dibantai.<ref name="McDonald 1980, p. 53"/>
Usaha Soekarno yang ingin menyeimbangkan nasionalisme, agama, dan komunisme melalui [[Nasakom]] telah usai. Pilar pendukung utamanya, PKI, telah secara efektif dilenyapkan oleh dua pilar lainnya-militer dan Islam politis;<ref name="schwarz2"/><ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/> dan militer berada pada jalan menuju kekuasaan. Pada Maret 1967, Soekarno dicopot dari kekuasaannya oleh Parlemen Sementara, dan Soeharto menjadi [[Kepresidenan Sementara Soeharto|Pejabat Presiden]]. Pada Maret 1968 Soeharto secara resmi ditetapkan menjadi Presiden oleh MPRS yang diketuai oleh Jendral Abdul Harris Nasution (yang memang sengaja Soeharto tempatkan setelah menangkap dan memenjarakan seluruh pimpinan MPRS yang notabene adalah tokoh-tokoh PKI dan tokoh-tokoh Soekarnois).{{Citation needed|date=June 2010}}
 
Pembantaian ini hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah [[Indonesia]], dan hanya memperoleh sedikit perhatian dari orang Indonesia maupun warga internasional.<ref name="schwarz21"/><ref name="cribb2"/><ref name="burningbooks"/> Penjelasan memuaskan untuk kekejamannya telah menarik perhatian para ahli dari berbagai prespektif ideologis. Kemungkinan adanya pergolakan serupa dianggap sebagai faktor dalam konservatisme politik "Orde Baru" dan kontrol ketat terhadap sistem politik. Kewaspadaan terhadap ancaman komunis menjadi ciri dari masa kepresidenan Soeharto. Di Barat, pembantaian dan pembersihan ini digambarkan sebagai kemenangan atas [[komunisme]] pada [[Perang Dingin]].{{Citation needed|date=June 2010}}
 
== Latar belakang ==
{{main|Gerakan 30 September}}
[[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) pernah menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia.<ref>cf with Weiner (2007) hlm.259</ref> [[Kader]]nya berjumlah sekitar 300.000, sementara anggotanya diperkirakan sebanyak dua juta orang.<ref>Cribb (1990), hlm. 41.</ref> Selain itu PKI juga mengatur serikat-serikat buruh.
[[Berkas:Suharto at funeral.jpg|jmpl|kiri|250px|Soeharto menghadiri pemakaman jenderal-jenderal yang dibunuh pada tanggal 5 Oktober 1965. (Gambar oleh Departemen Penerangan Indonesia)]]
[[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia.<ref>cf with Weiner (2007) hlm.259</ref> [[Kader]]nya berjumlah sekitar 300.000, sementara anggotanya diperkirakan sebanyak dua juta orang.<ref>Cribb (1990), hlm. 41.</ref> Selain itu PKI juga mengatur serikat-serikat buruh.
 
Dukungan terhadap kepresidenan Soekarno bergantung pada koalisi "[[Nasakom]]" antara militer, kelompok agama, dan komunis. Perkembangan pengaruh dan kemilitanan PKI, serta dukungan Soekarno terhadap partai tersebut, menumbuhkan kekhawatiran pada kelompok [[Muslimmuslim]] dan militer. Ketegangan mulai menyelimuti perpolitikan Indonesia pada awal dan pertengahan tahun 1960-an.<ref>Schwarz (1991), hlm. 16–18</ref> Upaya PKI untuk mempercepat reformasi tanah menggusarkan tuan-tuan tanah dan mengancam posisi sosial para kyai.<ref>Schwarz (1994), hlm. 17, 21.</ref>
 
Pada tanggal 011 Oktober 1965, enam Jendral (tiga diantaranyadi antaranya dalam proses penjemputan paksa pada pagi hari, sedangkan tiga sisanya dan satu orang perwira menengah pada sore hari) dibunuh oleh kelompok yang menyebut diri mereka sebagai Dewan Revolusi --- namun Soeharto menamai gerakan Dewan Revolusi tersebut sebagai [[Gerakan 30 September]], walau fakta sejarahnya aksi penjemputan paksa dilakukan pada jam empat pagi tanggal 011 Oktober 1965, untuk mendekatkan penyebutan Gestapu dengan sebutan GESTAPO[[Gestapo]] (Polisi Rahasia Nazi Jerman yang dikenal bengis dan kejam). Maka pemimpin-pemimpin utama militer Indonesia tewas atau hilang, sehingga Soeharto mengambil alih kekuasaan angkatan bersenjata (yang dilakukan atas inisiatif sendiri tanpa berkoordinasi dengan Presiden Soekarno selaku pemangku jabatan Panglima Tertinggi menurut Undang-Undang dalam struktur komando di tubuh APRI). Pada 2 Oktober, ia mengendalikan ibu kota dan mengumumkan bahwa upaya kudeta telah gagal. Angkatan bersenjata menuduh PKI sebagai dalang peristiwa tersebut.<ref name="Vicker_157">Vickers (2005), hlm. 157.</ref> Pada tanggal 5 Oktober, jenderal-jenderal yang tewas dimakamkan. Propaganda militer mulai disebarkan, dan menyerukan pembersihan di seluruh negeri. Propaganda ini berhasil meyakinkan orang-orang Indonesia dan pemerhati internasional bahwa dalang dari semua peristiwa ini adalah PKI.<ref name="Vicker_157"/> Penyangkalan PKI sama sekali tidak berpengaruh.<ref name="Ricklefs_287">Ricklefs (1991), hlm. 287.</ref> Maka ketegangan dan kebencian yang terpendam selama bertahun-tahun pun meledak.<ref name="Schwarz 1994, p. 20">Schwarz (1994), hlm. 20.</ref>
 
== Pembersihan politik ==
Baris 31 ⟶ 28:
== Pembantaian ==
{{lihatpula|Daftar tokoh yang meninggal dalam pembersihan anti-komunis Indonesia}}
Pembersihan dimulai pada Oktober 1965 di Jakarta, yang selanjutnya menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, dan Bali. Pembantaian dalam skala kecil dilancarkan di sebagian daerah di pulau-pulau lainnya,<ref name="Cribb 1990, p. 3">Cribb (1990), hlm. 3.</ref> terutama [[Sumatra]]. Pembantaian terburuk meletus di Jawa Tengah dan Timur.<ref name="Schwarz 1994, p. 20"/><ref name="Ricklefs 1991, hlm. 287"/> Korban jiwa juga dilaporkan berjatuhan di Sumatra utara dan Bali.<ref name="Schwarz 1994, p. 20"/> Petinggi-petinggi PKI diburu dan ditangkap: petinggi PKI, [[Njoto]], ditembak pada tanggal 6 November, ketua PKI [[Dipa Nusantara Aidit]] pada 22 November, dan Wakil Ketua PKI [[M.H. Lukman]] segera sesudahnya.<ref name="Vickers 2005, hlm. 157"/><ref name="Ricklefs 1991, hlm. 288">Ricklefs (1991), hlm. 288</ref><ref name="Vickers 2005, hlm. 157"/>
 
Kebencian terhadap komunis dikobarkan oleh angkatan darat, sehingga banyak penduduk Indonesia yang ikut serta dalam pembantaian ini.<ref>Taylor (2003), hlm. 357.</ref> Peran angkatan darat dalam peristiwa ini tidak pernah diterangkan secara jelas.<ref name="Schwarz 1994, p. 21">Schwarz (1994), hlm. 21.</ref> Di beberapa tempat, angkatan bersenjata melatih dan menyediakan senjata kepada milisi-milisi lokal.<ref name="Cribb 1990, p. 3"/> Di tempat lain, para ''vigilante'' mendahului angkatan bersenjata, meskipun pada umumnya pembantaian tidak berlangsung sebelum tentara mengenakan sanksi kekerasan.<ref>Vickers (2005), hlm. 158–159</ref><ref>Cribb (1990), hlm. 3,21.</ref>
Baris 41 ⟶ 38:
Warga keturunan Tionghoa juga turut menjadi korban. Beberapa dari mereka dibunuh, dan harta benda mereka dijarah.<ref name="Vickers_158"/> Di [[Kalimantan Barat]], sekitar delapan belas bulan setelah pembantaian di Jawa, [[suku Dayak|orang-orang Dayak]] mengusir 45.000 warga keturunan Tionghoa dari wilayah pedesaan. Ratusan hingga ribuan di antara mereka tewas dibantai.<ref name="Schwarz 1994, p. 21"/>
 
Metode pembantaian meliputi penembakan atau pemenggalan dengan menggunakan [[Katanakatana|pedang samuraiJepang]] Jepang. Mayat-mayat dilempar ke sungai, hingga pejabat-pejabat mengeluh karena sungai yang mengalir ke [[Surabaya]] tersumbat oleh jenazah. Di wilayah seperti [[Kediri]], [[Gerakan Pemuda Ansor]] [[Nahdlatul Ulama]] menyuruh orang-orang komunis berbaris. Mereka lalu menggorok leher orang-orang tersebut, lalu jenazah korban dibuang ke sungai.<ref name="Schwarz 1994, p. 21"/><ref name="Vickers_158"/> Pembantaian ini mengosongkan beberapa bagian desa, dan rumah-rumah korban dijarah atau diserahkan ke angkatan bersenjata.<ref name="Vickers_158"/>
 
Pembantaian telah mereda pada Maret 1966, meskipun beberapa pembersihan kecil masih berlangsung hingga tahun 1969.<ref name="Ricklefs 1991, hlm. 288"/><ref> name="Cribb (1990), hlm. 3<"/ref><ref name="McDonald 1980, p. 53"/> Penduduk [[Surakarta|Solo]] menyatakan bahwa meluapnya sungai [[Bengawan Solo]] yang tidak biasa pada Maret 1966 menandai berakhirnya pembantaian.<ref name="McDonald 1980, p. 53"/>
 
[[Berkas:Pembantaian PKI.gif|250px|kiri|jmpl|Ketika dua pria sedang menanti kematiannya, seorang tentara di belakang mereka menusukkan bayonetnya ke mayat-mayat di bawah kakinya.]]
=== Jawa ===
Di [[Jawa]], banyak pembunuhan dilakukan oleh simpatisan aliran. Militer mendorong para [[santri]] [[Suku Jawa|Jawa]] untuk mencari anggota PKI di antara orang-orang ''[[abangan]]'' Jawa.<ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/> Pembunuhan meluas sampai pada orang-orang yang bukan anggota PKI. Di Jawa, contohnya, banyak orang yang dianggap "PNI kiri" dibunuh. Yang lainnya hanya dituduh<ref name="McDonald 1980, p. 53"/> atau merupakan korban fitnah dengan sedikit atau tanpa motif politik.<ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/><ref name="McDonald 1980, p. 53"/> Pada pertengahan Oktober, Soeharto mengirim sejumlah pasukan komando kepercayaannya ke Jawa tengah, daerah yang memiliki banyak orang komunis, sedangkan pasukan yang kesetiaannya tak jelas diperintahkan pergi dari sana.<ref name="Ricklefs_287"/> Pembantaian terhadap orang komunis kemudian dilakukan oleh para pemuda, dengan dipandu oleh angkatan bersenjata, memburu orang-orang komunis.<ref name="Ricklefs_287_299">Ricklefs (1991), hlm. 287–288</ref>
Baris 54 ⟶ 50:
 
=== Bali ===
[[Berkas:Penangkapan Simpatisan PKI.gif|200x|ka|jmpl|Penangkapan salah seorang simpatisan PKI.]]
Becermin dari melebarnya perbedaan sosial di seluruh Indonesia pada 1950-an dan awal 1960-an, di pulau [[Bali]] meletus konflik antara para pendukung [[sistem kasta Bali|sistem kasta tradisional Bali]] melawan orang-orang yang menolak nilai-nilai tradisional itu. Jabatan pemerintahan, uang dan keuntungan bisnis beralih pada orang-orang komunis pada tahun-tahun akhir masa kepresidenan Soekarno.<ref>Taylor (2003), HLM. 358</ref> Sengketa atas tanah dan hak-hak penyewa berujung pada pengambilan lahan dan pembantaian, ketika PKI mempromosikan "aksi unilateral". Setelah Soeharto berkuasa di Jawa, gubernur-gubernur pilihan Soekarno dicopot dari jabatannya. Orang-orang komunis kemudian dituduh atas penghancuran budaya, agama, serta karakter pulau Bali. Rakyat Bali, seperti halnya rakyat Jawa, didorong untuk menghancurkan PKI.<ref>Taylor (2003), hlm. 358; Robinson.</ref>
 
Sebagai satu-satunya pulau yang didominasi [[Hindu]] di Indonesia, Bali tidak memiliki kekuatan Islam yang terlibat di Jawa, dan tuan tanah PNI menghasut pembasmian anggota PKI.<ref name="Ricklefs 1991, p. 288">Ricklefs (1991), hlm. 288.</ref> Pendeta tinggi Hindu melakukan ritual persembahan untuk menenangkan para roh yang marah akibat pelanggaran yang kelewatan dan gangguan sosial.<ref name="McDonald 1980, p. 53">McDonald (1980), hlm. 53.</ref> Pemimpin Hindu Bali, [[Ida Bagus Oka]], memberitahu umat Hindu: "Tidak ada keraguan [bahwa] musuh revolusi kita juga merupakan musuh terkejam dari agama, dan harus dimusnahkan dan dihancurkan sampai akar-akarnya."<ref>Robinson (1995), hlm. 299-302.</ref>
 
Seperti halnya sebagian Jawa Timur, Bali mengalami keadaan nyaris terjadi perang saudara ketika orang-orang komunis berkumpul kembali.<ref name="Vickers_158"/> Keseimbangan kekuasaan beralih pada orang-orang Anti-komunis pada Desember 1965, ketika Angkatan Bersenjata Resimen Para-Komando dan unit Brawijaya tiba di Bali setelah melakukan pembantaian di Jawa. Komandan militer Jawa mengizinkan skuat Bali untuk membantai sampai dihentikan.<ref>Taylor (2003), hlm. 359.</ref><ref>Vickers (2005), hlm. 158.</ref> Berkebalikan dengan Jawa Tengah tempat angkatan bersenjata mendorong orang-orang untuk membantai "Gestapu", di Bali, keinginan untuk membantai justru sangat besar dan spontan setelah memperoleh persediaan logistik, sampai-sampai militer harus ikut campur untuk mencegah anarki.<ref name="Friend 2003, p. 113">Friend (2003), hlm. 113.</ref> Serangkaian pembantaian yang mirip dengan peristiwa di Jawa Tengah dan Jawa Timur dipimpin oleh para pemuda PNI berkaus hitam. Selama beberapa bulan, skuat maut milisi menyusuri desa-desa dan menangkap orang-orang yang diduga PKI.<ref name="Vickers_158"/> Antara Desember 1965 dan awal 1966, diperkirakan 80,000 orang Bali dibantai, sekitar 5&nbsp;persen dari populasi pulau Bali saat itu, dan lebih banyak dari daerah manapun di Indonesia.<ref name="Vickers 2005, hlm. 159">FriendVickers (20032005), hlm. 111.159</ref><ref>TaylorFriend (2003), hlm. 358111.</ref><ref name="Vickers 2005, hlm. 159">VickersTaylor (20052003), hlm. 159358</ref><ref>Robinson (1995), hlm. bab 11.</ref>
 
=== Sumatra ===
Baris 67 ⟶ 62:
Meskipun garis besar peristiwa diketahui, namun tidak banyak yang diketahui mengenai pembantaiannya,<ref name="Cribb 1990, p. 3"/> dan jumlah pasti korban meninggal hampir tak mungkin diketahui.<ref>Cribb (1990), hlm. 14.</ref> Hanya ada sedikit wartawan dan akademisi Barat di Indonesia pada saat itu. Angkatan bersenjata merupakan satu dari sedikit sumber informasi, <!--perjalanannya sulit,--> sementara rezim yang melakukan pembantaian berkuasa sampai tiga dasawarsa.<ref>Cribb (1990), hlm. 3–4</ref> Media di Indonesia ketika itu dibatasi oleh larangan-larangan di bawah "Demokrasi Terpimpin" dan oleh "Orde Baru" yang mengambil alih pada Oktober 1966.<ref>Crouch, hlm. 65–66; Oey Hong Lee (1971).</ref> Karena pembantaian terjadi di puncak [[Perang Dingin]], hanya sedikit penyelidikan internasional yang dilakukan, karena berisiko memperkusut prarasa Barat terhadap Soeharto dan "Orde Baru" atas PKI dan "Orde Lama".<ref>Cribb (1990), hlm. 5.</ref>
 
Dalam waktu 20 tahun pertama setelah pembantaian, muncul tiga puluh sembilan perkiraan serius mengenai jumlah korban.<ref name="Friend 2003, p. 113"/> Sebelum pembantaian selesai, angkatan bersenjata memperkirakan sekitar 78.500 telah meninggal<ref>Crouch, ''Army and politics'', hlm. 155, dikutip dalam Cribb (1990). hlm. 7.</ref> sedangkan menurut orang-orang komunis yang trauma, perkiraan awalnya mencapai 2 juta korban jiwa.<ref name="Friend 2003, p. 113"/> Di kemudian hari, angkatan bersenjata memperkirakan jumlah yang dibantai dapat mencapai sekitar 1 juta orang.<ref name="Vickers 2005, p. 159"/> Pada 1966, [[Benedict Anderson]] memperkirakan jumlah korban meninggal sekitar 200.000 orang dan pada 1985 mengajukan perkiraan mulai dari 500,000 sampai 1 juta orang.<ref name="Friend 2003, p. 113"/> Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta orang dibantai,<ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/><ref name="Vickers 2005, hlm. 159"/><ref> name="Friend (2003), hlm. 113<"/ref><ref>{{cite journal |title=Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965–1966 |author=Robert Cribb |journal=Asian Survey |volume=42 |issue=4 |year=2002 |pages=550–563 |doi=10.1525/as.2002.42.4.550}}</ref> lebih banyak dari peristiwa manapun dalam sejarah Indonesia.<ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/> Suatu komando keamanan angkatan bersenjata memperkirakan antara 450.000 sampai 500.000 jiwa dibantai.<ref name="McDonald 1980, p. 53"/>
 
Para korban dibunuh dengan cara ditembak, dipenggal, dicekik, atau digorok oleh angkatan bersenjata dan kelompok Islam. Pembantaian dilakukan dengan cara "tatap muka", tidak seperti proses pembantaian massal oleh [[Khmer Merah]] di [[Kamboja]] atau oleh [[Jerman Nazi]] di [[Eropa]].<ref name=SMH/>
 
== Penahanan ==
[[Berkas:PKI dalam truk.jpg|250px|ka|jmpl|Para anggota [[Pemuda Rakyat]] (sayap pemuda [[PKI]]) dijaga oleh para tentara dalam perjalanan mereka dengan truk bak terbuka ke penjara pada tanggal 30 Oktober 1965.]]
Penangkapan dan penahanan berlanjut sampai sepuluh tahun setelah pembantaian.<ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/> Pada 1977, laporan [[Amnesty International]] menyatakan "sekitar satu juta" kader PKI dan orang-orang yang dituduh terlibat dalam PKI ditahan.<ref>Friend (2005), hlm. 113.</ref> Antara 1981 dan 1990, pemerintah Indonesia memperkirakan antara 1.6 sampai 1.8 juta mantan tahanan ada di masyarakat.<ref>Friend (2003), hlm. 111–112.</ref> Ada kemungkinan bahwa pada pertengahan tahun 1970-an, 100.000 masih ditahan tanpa adanya proses peradilan.<ref name="Ricklefs 1991, hlm. 288"/><ref name="Vickers 2005, p. 159"/> Diperkirakan sebanyak 1.5 juta orang ditahan pada satu waktu atau lainnya.<ref name="Friend 2003, p. 113"/><ref>Vickers (2005), hlm. 159–60</ref><ref>Weiner (2007), hlm. 262</ref> Orang-orang PKI yang tidak dibantai atau ditahan berusaha bersembunyi sedangkan yang lainnya mencoba menyembunyikan masa lalu mereka.<ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/> Mereka yang ditahan termasuk pula politisi, artis dan penulis misalnya [[Pramoedya Ananta Toer]], serta petani dan tentara. Banyak yang tidak mampu bertahan pada periode pertama masa penahanan dan akhirnya meninggal akibat kekurangan gizi dan penganiayaan.<ref name="Vickers 2005, p. 159"/> Ketika orang-orang mulai mengungkapkan nama-nama orang komunis bawah tanah, kadang kala di bawah siksaan, jumlah orang yang ditahan semakin meninggi pada 1966–68. Mereka yang dibebaskan sering kali masih harus menjalani tahanan rumah dan secara rutin mesti melapor ke militer. Mereka juga sering dilarang menjadi pegawai pemerintah, termasuk juga anak-anak mereka.<ref name="Vickers 2005, p. 159"/>
 
== Dampak ==
{{sister
Tindakan Soekarno yang ingin menyeimbangkan [[nasionalisme]], [[agama]], dan [[komunisme]] melalui Nasakom telah usai. Pilar pendukung utamanya, PKI, telah secara efektif dimusnahkan oleh dua pilar lainnya-militer dan Islam politis; dan militer berada pada jalan menuju kekuasaan.<ref name="schwarz2">Schwarz (1994), hlm. 20, 22</ref><ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/> Banyak Muslim yang tak lagi memercayai Soekarno, dan pada awal 1966, Soeharto secara terbuka mulai menentang Soekarno, sebuah tindakan yang sebelumnya berusaha dihindari oleh para pemimpin militer. Soekarno berusaha untuk berpegang kepada kekuasaan dan mengurangi pengaruh baru dari angkatan bersenjata, namun dia tidak dapat membuat dirinya menyalahkan PKI atas usaha kudeta sesuai permintaan Soeharto.<ref name="Schwarz 1994, p. 22">Schwarz (1994), hlm. 22.</ref> Pada 1 Februari 1966, Soekarno menaikkan pangkat Soeharto menjadi Letnan Jenderal.<ref name="NYT_22FEB1966">{{cite news | title=Soekarno Removes His Defense Chief | work=New York Times | date=22 February 1965}}</ref> Dekret [[Supersemar]] pada 11 Maret 1966 mengalihkan sebagian besar kekuasaan Soekarno atas parlemen dan angkatan bersenjata kepada Soeharto,<ref>Vickers (2005), hlm 160</ref> memungkinkan Soeharto untuk melakukan apa saja untuk memulihkan ketertiban. Pada 12 Maret 1967 Soekarno dicopot dari sisa-sisa kekuasaannya oleh Parlemen sementara, dan Soeharto menjabat sebagai [[Kepresidenan Sementara Soeharto|Presiden Sementara]].<ref>Schwartz (1994), hlm 2</ref> Pada 21 Maret 1968, [[Majelis Permusyawaratan Rakyat]] secara resmi memilih Soeharto sebagai presiden.<ref>Ricklefs (1991), hlm. 295.</ref>
|project=wikisource
|text=[[Wikisource]] memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:
'''''[[s:Surat Perintah Sebelas Maret|Surat Perintah Sebelas Maret]]'''''<br />
'''''[[s:Perintah Harian Presiden (1 Oktober 1965)|Perintah Harian Presiden (1 Oktober 1965)]]'''''<br />
'''''[[s:Pidato Presiden Soekarno pada tanggal 3 Oktober 1965|Pidato Presiden Soekarno pada tanggal 3 Oktober 1965]]'''''
}}
Tindakan Soekarno yang ingin menyeimbangkan [[nasionalisme]], [[agama]], dan [[komunisme]] melalui Nasakom telah usai. Pilar pendukung utamanya, PKI, telah secara efektif dimusnahkan oleh dua pilar lainnya-militer dan Islam politis; dan militer berada pada jalan menuju kekuasaan.<ref name="Ricklefs 1991, p. 288"/><ref name="schwarz2">Schwarz (1994), hlm. 20, 22</ref> Banyak Muslim yang tak lagi memercayai Soekarno, dan pada awal 1966, Soeharto secara terbuka mulai menentang Soekarno, sebuah tindakan yang sebelumnya berusaha dihindari oleh para pemimpin militer. Soekarno berusaha untuk berpegang kepada kekuasaan dan mengurangi pengaruh baru dari angkatan bersenjata, namun dia tidak dapat membuat dirinya menyalahkan PKI atas usaha kudeta sesuai permintaan Soeharto.<ref name="Schwarz 1994, p. 22">Schwarz (1994), hlm. 22.</ref> Pada 1 Februari 1966, Soekarno menaikkan pangkat Soeharto menjadi Letnan Jenderal.<ref name="NYT_22FEB1966">{{cite news | title=Soekarno Removes His Defense Chief | work=New York Times | date=22 February 1965}}</ref> Dekret [[Supersemar]] pada 11 Maret 1966 mengalihkan sebagian besar kekuasaan Soekarno atas parlemen dan angkatan bersenjata kepada Soeharto,<ref>Vickers (2005), hlm 160</ref> memungkinkan Soeharto untuk melakukan apa saja untuk memulihkan ketertiban.
 
{{quote|Surat Perintah 11 Maret itu mula-mula, dan memang sejurus waktu, membuat mereka bertampik sorak-sorai kesenangan. Dikiranya Surat Perintah 11 Maret adalah satu penyerahan pemerintahan! Dikiranya Surat Perintah 11 Maret itu satu ''transfer of authority''. Padahal tidak! Surat Perintah 11 Maret adalah satu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan, pengamanan jalannya ''any'' pemerintahan, demikian kataku pada waktu melantik Kabinet. Kecuali itu juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden. Perintah pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengamanan ajaran Presiden. Perintah pengamanan beberapa hal. Jenderal Soeharto telah mengerjakan perintah itu dengan baik. Dan saya mengucap terima kasih kepada Jenderal Soeharto akan hal itu. Perintah pengamanan, bukan penyerahan pemerintahan! Bukan ''transfer of authority!''|Soekarno, ''[[:s:Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah|Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah]]'', 17 Agustus 1966}}
 
Satu tahun setelah Supersemar, pada tanggal 12 Maret 1967 Soekarno dicopot dari sisa-sisa kekuasaannya oleh Parlemen sementara, dan Soeharto menjabat sebagai [[Kepresidenan Sementara Soeharto|Presiden Sementara]].<ref>Schwartz (1994), hlm 2</ref> Pada 21 Maret 1968, [[Majelis Permusyawaratan Rakyat]] secara resmi memilih Soeharto sebagai presiden.<ref>Ricklefs (1991), hlm. 295.</ref>
 
[[Berkas:The Year of living dangerously Poster 1982.jpg|170px|kiri|jmpl|''[[The Year of Living Dangerously]]'' (1982), salah satu film asing yang dicekal di Indonesia pada era [[Orde Baru]].]]
Pembantaian ini hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia, dan hanya memperoleh sedikit perhatian dari rakyat Indonesia maupun warga internasional.<ref name="schwarz21">Schwarz (1994), hlm. 21</ref><ref name="cribb2">Cribb (1990), hlm. 2–3</ref><ref name="burningbooks">{{cite web
| url = http://www.smh.com.au/news/world/indonesian-academics-fight-burning-of-books-on-1965-coup/2007/08/08/1186530448353.html
| title = Indonesian academics fight burning of books on 1965 coup
| first = Mark
| last = Forbes
| author =
| authorlink =
| coauthors =
| date =
| month =
| year =
| work = Sydney Morning Herald
| publisher =
| location =
| page =
| pages =
| at =
| language =
| trans_title =
| format =
| doi =
|archiveurl = https://web.archive.org/web/20121026103536/http://www.smh.com.au/news/world/indonesian-academics-fight-burning-of-books-on-1965-coup/2007/08/08/1186530448353.html
| archiveurl =
| archivedate = 2012-10-26
| accessdate = 17-04-2011
| quote =
| ref =
| separator =
| postscript =
|dead-url = yes
}}</ref> Akan tetapi, setelah Soeharto mundur pada 1998, dan meninggal pada tahun 2008, fakta-fakta mengenai apa yang sebenarnya terjadi dalam pembantaian ini mulai terbuka kepada masyarakat dalam tahun-tahun berikutnya.<ref name="Shadowplay">Friend (2003), hlm. 115.</ref><ref>{{cite video | people =Chris Hilton (writer and director) | title =Shadowplay | medium =Television documentary | work =Vagabond Films and Hilton Cordell Productions |date = 2001 }}</ref><ref>Vickers (1995)</ref> Pencarian makam para korban oleh orang-orang yang selamat serta anggoa keluarga mulai dilakukan setelah tahun 1998, meskipun hanya sedikit yang berhasil ditemukan. Lebih dari tiga dekade kemudian, rasa kebencian tetap ada dalam masyarakat Indonesia atas peristiwa tersebut.<ref name="Shadowplay"/> Film [[Australia]] ''[[The Year of Living Dangerously]]'', yang ceritanya diadaptasi secara mirip dari [[The Year of Living Dangerously (novel)|novel berjudul sama]] yang didasarkan pada peristiwa berujung pada pembantaian ini, dilarang diputar di Indonesia sampai tahun 1999, pasca jatuhnya rezim [[Orde Baru]].
 
Baris 115 ⟶ 121:
== Keterlibatan Amerika Serikat ==
{{lihatpula|Aktivitas CIA di Indonesia}}
[[Berkas:British secret document.jpg|200px|jmpl|ka|Dokumen rahasia yang membeberkan pembantaian tahun 1965.]]
Joseph Lazarsky, wakil kepala CIA di [[Jakarta]], mengatakan bahwa konfirmasi pembantaian datang langsung dari markas Soeharto. "Kami memperoleh laporan yang jelas di Jakarta mengenai siapa-siapa saja yang harus ditangkap," kata Lazarsky. "Angkatan bersenjata memiliki 'daftar tembak' yang berisi sekitar 4,000 sampai 5,000 orang. Mereka tidak memiliki cukup tentara untuk membinasakan mereka semua, dan beberapa orang cukup berharga untuk diinterogasi. Infrastruktur milik PKI dengan cepat dilumpuhkan. Kami tahu apa yang mereka lakukan... Soeharto dan para penasehatnya mengatakan, jika kamu membiarkan mereka hidup, kamu harus memberi mereka makan."<ref name=SFE>''San Francisco Examiner'', 20 Mei 1990</ref><ref>''The Washington Post'', 21 Mei 1990.</ref>
 
Baris 121 ⟶ 126:
 
Selain itu, Amerika Serikat memasok peralatan logistik penting pada jenderal-jenderal Indonesia. Para jenderal memintanya melalui penghubung yang ditunjuk di [[Bangkok]], [[Thailand]].<ref name="insideindonesia.org">{{cite web
| url = http://www.insideindonesia.org/edition-99/accomplices-in-atrocity
| title = Accomplices in atrocity
| first = Brad
| last = Simpson
| author =
| authorlink =
| coauthors =
| date =
| month =
| year =
| work = Inside Indonesia
| publisher =
| location =
| page =
| pages =
| at =
| language =
| trans_title =
| format =
| doi =
|archiveurl = https://web.archive.org/web/20110424205157/http://www.insideindonesia.org/edition-99/accomplices-in-atrocity
| archiveurl =
| archivedate = 2011-04-24
| accessdate = 17 April 2011
| quote =
| ref =
| separator =
| postscript =
|dead-url = yes
}}</ref> Dukungan itu datang terutama dalam bentuk alat komunikasi taktis dengan tujuan menghubungkan [[Jakarta]] dengan pasukan militer yang melaksanakan penindasan terhadap PKI di Sumatra, Jawa dan Sulawesi.<ref name="insideindonesia.org"/> Amerika Serikat juga menyediakan "senjata" yang berasal dari Amerika Serikat maupun yang bukan dari Amerika Serikat, yang secara khusus merupakan permintaan untuk "mempersenjatai pemuda Muslim dan Nasionalis di Jawa Tengah untuk digunakan melawan PKI".<ref>{{cite web
| url = http://www.nybooks.com/articles/archives/1997/apr/10/smoldering-indonesia-an-exchange/
Baris 232 ⟶ 238:
| postscript =
}}</ref> Brad Simpson, Asisten Profesor Sejarah dan Studi Internasional di [[Princeton University]] dan direktur Proyek Dokumentasi Indonesia/Timor Timur di [[George Washington University]], menyatakan bahwa "Amerika Serikat terlibat langsung sejauh bahwa mereka menyediakan bantuan kepada Angkatan Bersenjata Indonesia yang mereka berikan untuk membantu memfasilitasi pembunuhan massal."<ref>{{cite web
| url = http://thejakartaglobe.com/news/historian-claims-west-backed-post-coup-mass-killings-in-65/312844
| title = Historian Claims West Backed Post-Coup Mass Killings in ’65
| first = Armando
| last = Siahaan
| author =
| authorlink =
| coauthors =
| date =
| month =
| year =
| work = The Jakarta Globe
| publisher =
| location =
| page =
| pages =
| at =
| language =
| trans_title =
| format =
| doi =
|archiveurl = https://web.archive.org/web/20120820192356/http://www.thejakartaglobe.com/news/historian-claims-west-backed-post-coup-mass-killings-in-65/312844
| archiveurl =
| archivedate = 2012-08-20
| accessdate = 17-04-2011
| quote =
| ref =
| separator =
| postscript =
|dead-url = yes
}}</ref>
 
Pada tanggal 5 Oktober 1965, Green mengirim telegram ke [[Washington]] mengenai bagaimana Amerika Serikat dapat "membentuk perkembangan untuk keuntungan kita". Rencananya adalah untuk memperburuk nama PKI dan "pelindung"-nya, Soekarno. Propaganda ini harus didasarkan pada "(penyebaran) kisah pengkhianatan, kesalahan, dan kebrutalan PKI". Pada puncak pertumpahan darah, Green meyakinkan Jenderal Soeharto: "Amerika Serikat umumnya bersimpati dan mengagumi apa yang sedang dilakukan oleh angkatan bersenjata."<ref>Arsip nasional Amerika Serikat, Catatan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat RG 59: kabel no. 868, ref: Embtel 852, 5 Oktober 1965.</ref> Adapun mengenai jumlah korban, Howard Federspiel, ahli Indonesia di Biro Intelijen dan Penelitian Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun 1965, mengatakan, "Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, mereka harus dibantai. Tidak ada yang merasa perlu melakukan sesuatu mengenai hal itu."<ref name=SFE/>
 
Greg Poulgrain dalam bukunya menulis adanya keterlibatan personel Amerika Serikat di operasi militer di Klaten. Sosiolog Margot L. Lyon yang sedang bertugas di Klaten 1971, diberitahu oleh dua pegawai muda tingkat kecamatan, tentang adanya dua personel Amerika Serikat, pria dan wanita di Klaten saat itu. Mereka mengira Lyon mengenal mereka karena sama-sama berasal dari AS. Menurut pengakuan mereka kedua personel tersebut berasal dari kedutaan AS. Walau saat Lyon mengonfirmasi langsung akan adanya pegawai AS dari lembaga apapun saat itu, kedutaan AS menolak. Kedua personel tersebut membantu dalam 'operasi ruangan'. Ruangan tersebut terletak di dalam kantor pemerintah setempat yang berisi peta dinding dan alat komunikasi canggih, dan berfungsi untuk mengkoordinir operasi militer di Klaten saat itu. Kedua pegawai tersebut cukup terkesan karena bantuan operasional mereka apalagi salah satunya merupakan wanita. Terdapat pula helikopter yang digunakan untuk mengantara kedua personel tersebut.<ref name="Poulgrain 2020 p. 412 ">{{cite book | last=Poulgrain | first=G. | last2=Stone | first2=O. | last3=DiEugenio | first3=J. | title=JFK vs. Allen Dulles: Battleground Indonesia | publisher=Skyhorse | year=2020 | isbn=978-1-5107-4480-6 | url=https://books.google.com.au/books?id=L4uMDwAAQBAJ | language=de | access-date=2022-02-21 | page=412}}</ref> Armada AS 7th Fleet sedang ada di lepas pantai Jawa saat itu,<ref name="Russell 1968">{{cite book | last=Russell | first=Bertrand| title=The Silent Slaughter: The Role of the United States in the Indonesian Massacre | publisher=Youth against War and Fascism | year=1968 | url=https://books.google.com/books?id=Ar1rGQAACAAJ | access-date=2022-02-21 | page=}}</ref> dan klaim ini didukung oleh telegram yang disimpan di ''National Security Archive'', George Washington University (RG 84, Entry P 339, Jakarta Embassy Files, Box 14, Folder 5 pol 23-9 Sept 30th Movement Nov 10-19 1965). Telegram ini berisi balasan kepada nota Marshall Green, dari Norman B. Hannah, penasihat politik kepada panglima pasifik, CINPAC, pada tanggal 2 Oktober 1965, mengajukan asisten rahasia yang bisa berupa transportasi, kemungkinan mengacu kepada helikopter yang digunakan kedua personel AS tersebut. Ketika operasi pembunuhan berlangsung di Klaten, mereka dibawa menggunakan helikopter tersebut ke kapal armada AS 7th, jika menggunakan helikopter Huey perjalanan akan membutuhkan 23 menit.<ref name="Poulgrain Stone DiEugenio 2020 p. 567 ">{{cite book | last=Poulgrain | first=G. | last2=Stone | first2=O. | last3=DiEugenio | first3=J. | title=JFK vs. Allen Dulles: Battleground Indonesia | publisher=Skyhorse | year=2020 | isbn=978-1-5107-4480-6 | url=https://books.google.com.au/books?id=L4uMDwAAQBAJ | language=de | access-date=2022-02-21 | page=567}}</ref>
 
== Perkembangan kontemporer ==
Setelah [[Kejatuhan Soeharto|Soeharto mundur]] bekatberkat adanya reformasi 1998, Parlemen membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menganalisis pembunuhan massal, tetapi itu ditangguhkan oleh Pengadilan Tinggi. Sebuah konferensi akademis mengenai pembantaian diadakan di Singapura pada tahun 2009.<ref name=SMH>{{cite web
| url = http://www.smh.com.au/world/indonesia-unwilling-to-tackle-legacy-of-massacres-20090612-c63h.html
| title = Indonesia unwilling to tackle legacy of massacres
Baris 326 ⟶ 335:
}}</ref>
 
Hasil penyelidikan Komnas HAM ini diserahkan ke [[Kejaksaan Agung]] dan [[Dewan Perwakilan Rakyat]]. Kewenangan untuk membuka pengadilan ''Ad Hoc'' untuk pelanggaran HAM berat pada masa lalu ada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat.<ref>{{citeCite webnews
| url = http://www.tempo.co/read/news/2012/07/23/063418811/Komnas-HAM-Pembantaian-PKI-adalah-Pelanggaran-HAM-Berat
| title = Komnas HAM: Pembantaian PKI adalah Pelanggaran HAM Berat
| first = Anggrita
| last = Desyani
| author =
| authorlink =
| coauthors =
| date =
| month =
| year =
| work = Majalah [[Tempo.co]]
| publisher =
| location =
| page =
| pages =
| at =
| language = id
| trans_title =
| format =
| doi =
| archiveurl =
| archivedate =
| accessdate = 16-09-2012
| quote =
| ref =
| separator =
| postscript =
}}{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
}}</ref>
 
Pada tahun 2012 dan 2014, dua film yang mengungkap bagaimana pembantaian massal dilakukan di kota [[Medan]] dan sekitarnya, [[SumatraSumatera Utara]], diluncurkan. Film tersebut berjudul [[Jagal]] (judul versi Inggris: The Act of Killing) dan [[Senyap]] (judul versi Inggris: The Look of Silence) masing-masing dengan fokus yang berbeda, Jagal menelusuri bayangan, pandangan, dan pendapat para pelaku pembantaian massal mengenai diri dan sejarah, sementara Senyap memotret pandangan keluarga korban mengenai beban sejarah yang mereka tanggung, serta bagaimana satu orang dari mereka meminta pertanggungjawaban para pelaku.<ref>{{cite web
| url = http://www.guardian.co.uk/film/2012/sep/14/act-of-killing-review
| title = The Act of Killing – review
Baris 444 ⟶ 453:
}}</ref>
 
Pada 2015, Presiden [[Joko Widodo]] dikabarkan berencana memberikan ucapan minta maaf terhadap [[PKI]] atas terjadinya pembantaian 1965.<ref>{{cite web |author=RMOL |url=http://politik.rmol.co/read/2015/07/11/209699/Rencana-Jokowi-Minta-Maaf-ke-PKI-Sesuai-Janji-Kampanye-Pilpres- |title=Rencana Jokowi Minta Maaf ke PKI Sesuai Janji Kampanye Pilpres |publisher=Politik.rmol.co |date= |accessdate=2017-06-22 |archive-date=2016-11-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20161104205029/http://politik.rmol.co/read/2015/07/11/209699/Rencana-Jokowi-Minta-Maaf-ke-PKI-Sesuai-Janji-Kampanye-Pilpres- |dead-url=yes }}</ref> Kabar ini lantas ditentang oleh [[FPI]] dan lembaga Kristen.<ref>{{cite web|author=Redaksi |url=http://www.pribuminews.com/2015/08/13/fpi-dan-lembaga-kristen-bekerjasama-untuk-tolak-permohonan-maaf-presiden-kepada-pki/ |title=FPI dan Lembaga Kristen, Bekerjasama; untuk Tolak Permohonan Maaf Presiden kepada PKI |publisher=PribumiNews |date= |accessdate=2017-06-22}}</ref> Jokowi kemudian menegaskan bahwa ia tidak berpikiran untuk meminta maaf kepada PKI melainkan untuk korban pelanggaran HAM.<ref>{{cite web|author=Febriana Firdaus @febrofirdaus |url=http://www.rappler.com/indonesia/107717-jokowi-tidak-minta-maaf-pki-tragedi-1965 |title=Jokowi tegaskan pemerintah tak akan minta maaf pada keluarga PKI |publisher=Rappler.com |date= |accessdate=2017-06-22}}</ref>
 
== Lihat pula ==
* ''[[Jagal]]'' - Film dokumenter yang menceritakan tentang para pelaku pembantaian 1965–1966
* ''[[Senyap]]'' - Film dokumenter yang menceritakan tentang keluarga korban pembantaian 1965–1966
* ''[[Nyala: Nyanyian yang Tak Lampus]]'' - film dokumenter yang menceritakan tentang korban yang lolos dari pembantaian 1965–1966
* [[Pasukan Rakyat Kalimantan Utara]]
 
Baris 456 ⟶ 465:
 
== Referensi ==
;Bahasa Indonesia
{{Col|2}}
* Busjarie Latief. (Oktober 2014) ''Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI [1920-1965]''. Lembaga Sejarah PKI. Ultimus, ISBN 978-602-8331-50-0.
* Hermawan Sulistyo. (Juni, 2000.) ''Palu arit di ladang tebu - Sejarah pembantaian massal yang terlupakan [1965-1966]''. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 979-9023-42-4.
* Heru Atmodjo, Garda Sembiring, Harsutedjo. (2004) ''Gerakan 30 September: Kesaksian Letkol (Pnb) Heru Atmodjo. Seri pelurusan sejarah '65''. Testimony of Heru Atmodjo, an Indonesian Air Force pilot, on the coup d'etat of Gerakan 30 September 1965. The University of Michigan, ISBN 979-97816-7-1, ISBN 978-979-97816-7-3, Tride.
* Joko Waskito. (ed) Bilven. (2015) ''Siswoyo dalam Pusaran Arus Sejarah Kiri: Memoar Anggota Sekretariat CC KI''. Cetakan 1, Ultimus, Juli, ISBN 978-602-8331-60-9
* Julius Pour. (2010) ''Gerakan 30 September: pelaku, pahlawan & petualang/catatan Julius Pour'', Jakarta: Penerbit Buku Kompas, ISBN 978-979-709-524-6.
* Wijaya Herlambang. (2013) ''Kekerasan Budaya Pasca 1965 - Bagaimana Orde Baru melegitimasi anti-komunisme melaui sastra & film''. Marjin Kiri. ISBN 978-979-1260-26-8.
{{EndDiv}}
;Bahasa Inggris
{{Col|2}}
* Bevins, Vincent, ''[https://www.publicaffairsbooks.com/titles/vincent-bevins/the-jakarta-method/9781541724013/ The Jakarta Method: Washington’s Anticommunist Crusade and the Mass Murder Program That Shaped Our World]'', Public Affairs Books, 2020. ISBN 9781541724013
* Crouch, Harold,(1978) ''The army and politics in Indonesia'', Ithaca, N.Y.: Cornell University Press ISBN 0801411556 (A revision of the author's thesis, Monash University, Melbourne, 1975, entitled: The Indonesia Army in politics, 1960-1971.) pp.&nbsp;65–66. Cited in Cribb (1990).
* Cribb, Robert. (1990) ''The Indonesian killings of 1965–1965: studies from Java and Bali Clayton'', Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, ISBN 0-7326-0231-9 (pbk.) cited here in Schwarz (1994).
* Cribb, Robert, ''"How many deaths? Problems in the statistics of massacre in Indonesia (1965-1966) and East Timor (1975-1980)" ''Violence in Indonesia'' Ed. Ingrid Wessel and Georgia Wimhöfer. Hamburg: Abera, 2001. 82-98. [http://works.bepress.com/robert_cribb/2] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110605025450/http://works.bepress.com/robert_cribb/2/ |date=2011-06-05 }}
* Easter, David. (2005) ''"Keep the Indonesian pot boiling": Western intervention in Indonesia, October 1965-March 1966'', Cold War History, Volume 5, Number 1, February.
* {{cite book |last=Friend |first=T. |title=Indonesian Destinies |publisher=[[Harvard University Press]] |year=2003 |isbn=0-674-01137-6}}
* {{Citationcite book | last = McDonald Friend | first = Hamish T. | title =Indonesian Soeharto's Indonesia Destinies | place url= Melbourne https://archive.org/details/indonesiandestin00theo | publisher =[[Harvard Fontana BooksUniversity Press]] | year = 1980 2003 | isbn = ISBN 0-00674-63572101137-06}}
* {{Citation | last = McDonald | first = Hamish | title = Soeharto's Indonesia | place = Melbourne | publisher = Fontana Books | year = 1980 | isbn = 0-00-635721-0}}
* Oey Hong Lee, (1971) ''Indonesian government and press during Guided Democracy'' Hull: University of Hull,Hull monographs on South-East Asia ; no. 4 . Zug, Switzerland: Inter Documentation Co.
* {{cite book |last=Ricklefs |first=M. C. |title=A History of Modern Indonesia since c.1300, Second Edition |publisher=[[Macmillan Publishers|MacMillan]] |year=1991 |isbn=}} ISBN 0-333-57689-X}}
* {{cite book | last = Robinson | first = Geoffrey | title = The Dark Side of Paradise: Political Views in Bali
| url = https://archive.org/details/darksideofparadi00robi | publisher = Ithaca: Cornell University Press | year = 1995 | pages = Chapter 11}} cited here from Friend (2003).
* {{cite book |last=Schwarz |first=A. |year=1994 |title=A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s |url=https://archive.org/details/nationinwaitingi00schw |publisher=[[Westview Press]] |isbn=1-86373-635-2}}
* {{cite book |last=Taylor |first=Jean Gelman |title=Indonesia: Peoples and Histories |url=https://archive.org/details/indonesiapeoples0000tayl |publisher=[[Yale University Press]] |year=2003 |location= New Haven and London |isbn=0-300-10518-5}}
* {{cite book |last=Vickers |first=Adrian |title=A History of Modern Indonesia |url=https://archive.org/details/historyofmoderni00adri |publisher=[[Cambridge University Press]] |year=2005 |isbn=0-521-54262-6}}
* Vickers, Adrian (1995), From {{cite book
| last = Oey | first = Eric (Editor) | title = Bali | url = https://archive.org/details/bali0000unse_y9m7 | publisher = Periplus Editions | year = 1995 | location = Singapore | pages = 26–35[https://archive.org/details/bali0000unse_y9m7/page/26 26]–35 | isbn = 962-593-028-0}}
* {{cite book | last= Weiner | first = Tim | title = Legacy of Ashes - The History of the CIA| publisher = [[Penguin Books]] | year = 2007 | isbn = 978-1-84614-064-8 }}
* Easter, David. (2005) '"Keep the Indonesian pot boiling": Western intervention in Indonesia, October 1965-March 1966', Cold War History, Volume 5, Number 1, February.
* Waskito, Joko. (ed) Bilven. (2015) Siswoyo dalam Pusaran Arus Sejarah Kiri: Memoar Anggota Sekretariat CC KI. Cetakan 1, Ultimus, Juli, ISBN 978-602-8331-60-9
* Latief, Busjarie. (Oktober 2014) Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI [1920-1965]. Lembaga Sejarah PKI. Ultimus, ISBN 978-602-8331-50-0.
* Sulistyo, Hermawan. (Juni, 2000.) Palu arit di ladang tebu - Sejarah pembantaian massal yang terlupakan [1965-1966]. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 979-9023-42-4.
* Herlambang, Wijaya. (2013) Kekerasan Budaya Pasca 1965 - Bagaimana Orde Baru melegitimasi anti-komunisme melaui sastra & film. Marjin Kiri. ISBN 978-979-1260-26-8.
* Pour, Julius. (2010) ''Gerakan 30 September: pelaku, pahlawan & petualang/catatan Julius Pour'', Jakarta: Penerbit Buku Kompas, ISBN 978-979-709-524-6.
* Heru Atmodjo, Garda Sembiring, Harsutedjo. (2004) ''Gerakan 30 September: Kesaksian Letkol (Pnb) Heru Atmodjo. Seri pelurusan sejarah '65''. Testimony of Heru Atmodjo, an Indonesian Air Force pilot, on the coup d'etat of Gerakan 30 September 1965. The University of Michigan, ISBN 979-97816-7-1, ISBN 978-979-97816-7-3, Tride.
{{EndDiv}}
 
== Pranala luar ==
* {{en}} [http://www.tribunal1965.org/en/final-report-of-the-ipt-1965/ Final Report of the IPT 1965: Findings and Documents of the IPT 1965]. International People's Tribunal 1965.
* [http://www.theglobal-review.com/new/content_detail.php?lang=id&id=9694&type=2 ISLAM, MAAF DAN PKI]
* {{en}} [http://www.abc.net.au/radionational/programs/hindsight/accomplices-in-atrocity-the-indonesian-killings-of/3182630#transcript Accomplices in Atrocity. The Indonesian killings of 1965 (transcript)]. [[Australian Broadcasting Corporation]], 7 September 2008
* [http://www.theglobal-review.com/new/content_detail.php?lang=id&id=9648&type=2 Melacak "The Soeharto - CIA Connection"]
* {{en}} [https://web.archive.org/web/20131203100616/https://www1.wsws.org/exhibits/1965coup/coup-1.htm Lessons of the 1965 Indonesian Coup] Terri Cavanagh, ''[[World Socialist Web Site]],'' 1998.
* [http://www.theglobal-review.com/new/content_detail.php?lang=id&id=9679&type=2 Pembantaian Yang Tidak Tercatat]
* {{en}} [https://www.jacobinmag.com/2015/06/indonesian-communist-party-suharto-massacre-purge/ The Forgotten Massacres]. ''[[Jacobin (magazine)|Jacobin]].'' 2 June 2015.
* [http://www.theglobal-review.com/new/content_detail.php?lang=id&id=9655&type=2 Menyongsong 30 September]
* {{en}} [https://www.nytimes.com/2015/09/30/opinion/suhartos-purge-indonesias-silence.html?_r=0 Suharto’s Purge, Indonesia’s Silence]. [[Joshua Oppenheimer]] for ''[[The New York Times]]'', 29 September 2015.
* [http://www.danishe.com/2011/12/peran-cia-dibalik-sejarah-dan.html Peran CIA dibalik sejarah dan pemberontakan di Indonesia]
* {{en}} [http://bigstory.ap.org/article/89662f5cb17b4ed3afe22389071804f9/indonesia-takes-step-toward-reckoning-65-66-atrocities Indonesia takes step toward reckoning with '65-66 atrocities] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160506065743/http://bigstory.ap.org/article/89662f5cb17b4ed3afe22389071804f9/indonesia-takes-step-toward-reckoning-65-66-atrocities |date=2016-05-06 }}. ''[[The Associated Press]]''. 18 April 2016
* {{en}} [http://www.abc.net.au/news/2016-05-24/calls-for-indonesia-to-acknowledge-anti-communist-mass-graves/7439146 Indonesia challenged to admit existence of mass graves from anti-communist purges]. ''Australian Broadcasting Corporation.'' 23 May 2016.
* {{en}} [https://www.nytimes.com/2017/09/29/world/asia/indonesia-communist-purge.html?mcubz=0 Indonesia Takes a Step Back From Reckoning With a Past Atrocity]. ''The New York Times'', 29 September 2017.
* {{en}} [https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2017/09/30/in-indonesia-the-fake-news-that-fueled-a-cold-war-massacre-is-still-potent-five-decades-later/ In Indonesia, the ‘fake news’ that fueled a Cold War massacre is still potent five decades later]. ''[[The Washington Post]].'' 30 September 2017.
* {{en}} [http://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/theres-now-clear-proof-that-soeharto-orchestrated-the-1965-killings/ There’s now proof that Soeharto orchestrated the 1965 killings] by Jess Melvin. Indonesia at Melbourne at the [[University of Melbourne]], 26 June 2018.
* {{en}} [https://www.counterpunch.org/2019/02/27/a-history-of-the-indonesian-massacres/ A History of the Indonesian Massacres, 1965-1966] by Gregory Elich
* {{en}} [https://books.google.ca/books?id=oVUEAAAAMBAJ&lpg=PA30&pg=PA24#v=onepage&q&f=false LIFE Magazine article, 1 July 1966]
 
{{Pergolakan politik Indonesia 1965}}
{{Lembaran hitam Indonesia}}
{{Authority control}}
{{Bencana di Indonesia tahun 1960an}}
 
[[Kategori:Pelanggaran Hakhak Asasiasasi Manusiamanusia]]
[[Kategori:Antikomunisme]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1965]]