Negara Saudi Pertama: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k membetulkan ejaan |
||
(20 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{infobox former country
|native_name = Ad-Daulah As-Su'udiyah Al-Ula{{br}}الدولة السعودية الأولى
|conventional_long_name = Negara Saudi Pertama
Baris 5:
|continent = Asia
|region = Timur Tengah
|year_start =
|year_end = 1818
|event_start = Persetujuan Diriyah
|event_end = [[Perang Utsmaniyah-Saudi]]
|p1=Syekh Diriyah
|flag_p1=Green Flag.svg
|p2=Eyalet Habesh
|
|p3=Emirat Bani Khalid
|flag_p3=Flag of Bani Khalid Emirate.svg
|p4=Kekaisaran Oman
|flag_p4=Flag of Muscat.svg
|s1=Eyalet Mesir
|flag_s1=Flag of Egypt (1844-1867).svg
|s2=Keimaman Mu'ammarid
|s3=Kekaisaran Oman
|flag_s3=Flag of Muscat.svg
|image_flag = Flag of the First Saudi State.svg
|flag_type =
Baris 22 ⟶ 31:
|title_leader = Imam
|leader1 = [[Muhammad bin Saud]]
|year_leader1 = [[
|leader2 = Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud
|year_leader2 = [[1765]]–[[1803]]
|leader3 = Saud bin Abdul Aziz bin Mohammad bin Saud
|year_leader3 = [[1803]]–[[1814]]
|leader4 = [[Abdullah bin Saud Al Saud]]
|year_leader4 = [[1814]]–[[1818]]
|religion = [[Islam]]
|today = {{KSA}}{{br}}{{UAE}}{{br}}{{QAT}}{{br}}{{negaranama|Bahrain}}{{br}}{{negaranama|Kuwait}}{{br}}{{negaranama|Oman}}{{br}}{{YEM}}
}}
'''Keemiran Raya Diriyah''' ({{Lang-ar|إمارة الدرعية الكبرى}}), juga di terjemahkan sebagai '''Keemiran Dir'iyah''' dan juga dikenal sebagai '''Negara Saudi Pertama,'''<ref>James Norman Dalrymple Anderson. ''The Kingdom of Saudi Arabia''. Stacey International, 1983. p. 77.</ref> didirikan pada tahun 1727 (1139 [[Kalender Hijriah|H]]) ketika pemimpin agama [[Muhammad bin Abdul Wahhab]] dan kepala suku [[Muhammad bin Saud]] membentuk aliansi untuk mendirikan gerakan reformasi sosial keagamaan untuk menyatukan negara negara di semenanjung arabia.<ref>{{cite web|title=Reform Movements|url=http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/165516/6/06_chapter%203.pdf|work=Shodhganga|access-date=17 October 2017}}</ref> Pada 1744, Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud bersumpah untuk mencapai tujuan mereka.<ref>{{cite book|author=Madawi Al Rasheed|author-link=Madawi Al Rasheed|title=A History of Saudi Arabia|url=https://archive.org/details/historyofsaudiar0000alra_t7c4|year=2010|isbn=978-0-521-74754-7 |ref=Ras10}}</ref> Pada tahun 1818 Negara Saudi Pertama ini dihancurkan oleh pasukan [[Kesultanan Utsmaniyah]] yang berasal dari Mesir.
Sejarah berdirinya Kerajaan Saudi tidak terlepas dari peran 2 tokoh utama yaitu Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad bin Su’ud. Kedua tokoh inilah yang menjadi pondasi berdirinya Kerajaan Arab Saudi.▼
▲Sejarah berdirinya Kerajaan Saudi tidak terlepas dari peran 2 tokoh utama yaitu
'''Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab'''▼
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman dilahirkan tahun 1115 H atau 1703 M. Beliau berasal dari sebuah keluarga yang sangat agamais. Bapak beliau adalah seorang ''Qadhi'' (hakim syar’i) di Uyainah dan Huramila’, begitu pula Kakek beliau Sulaiman adalah seorang ulama yang sempat memiliki sebuah karya tulis yang membahas sebuah permasalahan bertemakan ibadah haji. Di antara kakek-kakek beliau yang kesekian yang terkenal sebagai seorang ulama pula adalah yang bernama Abdul Qadir bin Buraid salah seorang ulama hambali. Begitu pula kakek beliau Ahmad bin Muhammad bin Musrif pernah menjadi ''Qadhi'' di Najd.▼
▲
Tumbuhnya beliau dalam keluarga yang sangat perhatian dengan agama ini memberi pengaruh yang sangat besar terhadap keagamaan dan kepribadian beliau. Pada usia 10 tahun atau kurang, beliau telah menghafal Al Quran. Pada usia 13 tahun beliau menikah. Sehingga kehidupan beliau semakin tenang dalam keadaan semangat menuntut ilmu tetap kokoh, sampai-sampai ayah beliau terkagum-kagum dengan putranya. Bahkan ayah beliau pernah mengatakan,” Sungguh aku banyak mengambil faedah ilmiah dari anakku.” Dalam keadaan ayah beliau adalah seorang ulama.▼
▲Tumbuhnya
Perkembangan keilmuan beliau terus bertambah. Berbagai buku-buku beliau baca. Sampai pada akhirnya beliau mengikuti ibadah haji dan bertemu dengan para ulama di negeri Hijaz. Pada ibadah haji yang pertama beliau begitu terkesan dengan perkumpulan kaum muslimin yang begitu banyak dan bertemu dengan beberapa ulama, diantaranya adalah Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an Najdiy. Beliau begitu terkesan dengan Syaikh bin Ibrahim An Najdiy ini sehingga beliau pun banyak mengambil ilmu darinya.▼
▲Perkembangan keilmuan
Sepulang menunaikan ibadah haji, tumbuh rasa rindu beliau kepada negeri Hijaz (Madinah dan Mekah) sehingga kemudian beliau pun kembali ke Madinah untuk menuntut ilmu. Beliau kembali bertemu dengan syaikh Abdullah bin Ibrahim An Najdiy. Syaikh Abdullah bin Ibrahim adalah seorang ulama yang sangat mumpuni terutama dalam bidang akidah dan sangat mengetahui keadaan negeri Uyainah, asal Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Beliau pun sangat menekankan kepada Syaikh Muhammad bin Abdullah Wahab untuk mempelajari bab tauhid dan akidah. Beliau mengarahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab muda untuk mempelajari kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim.▼
▲Sepulang menunaikan ibadah haji, tumbuh rasa rindu
Suatu saat Syaikh Abdullah bin Ibrahim berkata kepada muridnya ini,” Maukah aku perlihatkan kepadamu persenjataan yang aku persiapkan? Mari masuk!” Maka masuklah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Setelah masuk, maka terlihatlah sebuah perpustakaan yang besar yang berisi buku-buku yang begitu banyak. Beliau berkata, “ Inilah senjata. Engkau harus mempelajari buku-buku ini!” Ini menunjukkan betapa semangatnya sang guru; di sisi lain ini juga menjadikan semakin kuat semangat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab untuk terus menuntut ilmu.▼
▲Suatu saat Syaikh Abdullah bin Ibrahim berkata kepada muridnya ini,” Maukah aku perlihatkan kepadamu persenjataan yang aku persiapkan? Mari masuk!” Maka masuklah
Di Madinah, beliau juga bertemu dengan Syaikh Muhammad Hayah al Sindiy seorang ulama hadis yang ahli di bidang hadis dan mempunyai beberapa karya di bidang hadis. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab pun banyak mengambil ilmu dari Syaikh Muhammad Hayah al Sindiy. Setelah beberapa saat menuntut ilmu di Madinah kemudian beliau pulang ke negerinya.▼
▲Di Madinah,
Akan tetapi keinginannya untuk menuntut ilmu belum lah pupus. Apalagi ketika melihat betapa banyak kemungkaran-kemungkaran yang terjadi di negeri beliau, menjadi tambah kuat keinginan beliau untuk melanjutkan menuntut ilmu. Maka beliau pun melanjutkan perjalanan menuntut ilmu ke Bashrah. Di sana beliau belajar dari beberapa guru di antaranya seorang ulama Syaikh Al Majmu’i.▼
▲Akan tetapi keinginannya untuk menuntut ilmu belum lah pupus. Apalagi ketika melihat betapa banyak kemungkaran-kemungkaran yang terjadi di
Di Basrah ini pulalah beliau menulis sebuah kitab yang kita kenal sebagai ''Kitabut Tauhid''. Beliau menulis kitab ini karena melihat kondisi Irak yang tidak jauh berbeda dengan keadaan di Najd yang saat itu banyak terjadi kesyirikan. Beliau menulis kitab ini sebagai bentuk kecemburuan terhadap Islam dan kaum muslimin. Kecemburuan yang memunculkan upaya untuk membenarkan akidah kaum muslimin.▼
▲Di Basrah ini pulalah
Setelah dari Bashrah beliau pulang kembali ke negeri Najd. Sebelum kemudian kembali melanjutkan rihlahnya dalam menuntut ilmu ke negeri Ahsa’. Di sana beliau belajar kepada Syaikh Abdullah bin Fairuz sebelum akhirnya pulang kembali ke Uyainah.▼
▲Setelah dari Bashrah
'''Uyainah dan Sekitarnya'''
Keadaan Uyainah dan sekitarnya ketika itu sangat memperihatinkan. Walaupun pada umumnya secara lahiriyah mereka adalah kaum muslimin akan tetapi pada kenyataannya perbuatan kesyirikan demikian merebak. Pada saat itu, ada sebuah kuburan yang sangat diagungkan yaitu kuburan Zaid bin Khaththab saudara Sayyidina Umar bin Khaththab. Zaid meninggal di daerah itu (Yamamah) pada saat berperang melawan Musailamah al Kadzab dan dimakamkan di sana. Akibat dari jauhnya kaum muslimin dari ilmu agama terutama ilmu tauhid maka kuburan ini saat itu menjadi kuburan yang sangat diagungkan.
Diterangkan oleh Al Ustadz Mas’ud An Nadwiy penulis kitab ‘''Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab muslihun mazhlum muftara’ alaihi''’ bahwa pada saat itu banyak terjadi kemungkaran di Jazirah Arab, dan ternyata di Najd memiliki kondisi yang lebih jelek dibandingkan daerah sekitarnya. Di daerah Jubailah kuburan Zaid bin Khaththab dijadikan tempat persembahan/ peribadahan. Di daerah Dir’iyyah banyak kubah-kubah di kuburan – yang katanya kuburan para sahabat- yang dijadikan tempat ibadah. Di daerah Huraimila demikian juga terdapat kuburan lain yang diagungkan dan diibadahi. Sedemikian rusaknya keadaan saat itu sampai-sampai jika ada seorang wanita yang tak kunjung mempunyai keturunan, akan datang ke kuburan-kuburan itu untuk berdoa meminta keturunan.
Kondisi yang seperti ini tentu sangat memprihatinkan
'''Bersama Penguasa Uyainah'''
'''Pertemuan'''
لَاتَدَعَتِمْثَالًاإِلَّاطَمَسْتَهُوَلَاقَبْرًامُشْرِفًاإِلَّاسَوَّيْتَهُ
Baris 72 ⟶ 83:
''“Janganlah engkau membiarkan gambar kecuali engkau hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau ratakan''.”. ['''H.R. Muslim''' no. 2240, Kitab'' Al-Jana`iz, ''bab Al-Amr bi Taswiyatil Qabr] .
Maka ketika itulah
'''Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah
'''Yang pertama''' dan paling utama adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Inilah inti
'''Yang kedua,''' menolak kesyirikan dengan berbagai macam bentuknya. Dan ini juga misi dakwah seluruh para Rasul. Di dalam Al Quran begitu banyak tersebutkan kisah para Rasul yang memberantas kesyirikan dan juga peringatan keras langsung oleh Allah terhadap segala bentuk kesyirikan.
'''Yang ketiga''', menutup segala hal yang akan mengarahkan kepada kesyirikan. Ini juga mengikuti Rasulullah yang banyak memberikan perintah untuk menutup segala jalan yang dapat mengantarkan kepada segala bentuk kesyirikan, sebagaimana
'''Yang keempat,''' memerangi ''kebid’ahan-kebid’ahan''. Dan ini juga merupakan wasiat Rasulullah sebagaimana dalam sabdanya, ''“wa iyyakum wal muhdatsatil umuur''” ( ''dan berhati-hatilah kalian dari perkara bid’ah'').
Baris 88 ⟶ 99:
'''Ujian pun Datang'''
Saat
Yang
Akan tetapi ujian dari Allah pun datang tak terelakkan. Semuanya terjadi dengan kesempurnaan hikmah-Nya. Peristiwa penegakkan hukum tersebut sangat memicu penentangan dari berbagai pihak karena pada waktu itu banyak kaum muslimin yang tidak mengetahui hukum agama akibat tersebarnya kejahilan (kebodohan). Hingga puncaknya kemudian datang tekanan dari penguasa Ahsa’.
Sedemikian kuatnya tekanan ini menyebabkan penguasa Uyainah tidak kuasa menahannya. Akhirnya, karena tekanan ini, Usman bin Mu’ammar kemudian
'''Negeri Dir’iyyah'''
Alasan
Sesampainya di Dir’iyaah, maka disambutlah
Maka disampaikanlah oleh
== Pemimpin Negara Saudi Pertama ==
Baris 122 ⟶ 133:
[[Kategori:Sejarah Arab Saudi]]
[[Kategori:Sejarah
[[de:Saudi-Arabien#Geschichte]]
|