Asywadie Syukur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Wagino Bot (bicara | kontrib) |
||
(5 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 13:
Selain aktif di MUI, KH. M. Asywadie Syukur juga aktif di beberapa organisasi seperti Pengurus Palang Merah Indonesia (PMI) Kalimantan Selatan tahun 1986 - 1992, Ketua Majelis Dakwah Islamiyah Provinsi Kalimantan Selatan tahun 1983 – 1988, Ketua Dewan Masjid Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan tahun 1985 – 1992, Pengurus GAKARI Provinsi Kalimantan Selatan tahun 1983 – 1993, Pengurus Persatuan Pertahanan Takekat Islam (PPTI) Provinsi Kalimantan Selatan tahun 1984 – 1993, Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) tahun 1991 – 2001, Ketua Badan Amil zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Provinsi Kalimantan Selatan tahun 1995 – 1998.
== Kehidupan sebagai penulis ==
Selain kegiatan mengajar dan penyiaran, Asywadie Syukur adalah seorang penulis produktif. Ia menulis lebih dari 50 buku, mulai dari karya ilmiah yang komprehensif hingga publikasi yang lebih mudah dipahami. Beberapa bukunya, termasuk "Perbandingan Mazhab" dan "Salinan Kitab Sabilal Muhtadin," menjadi buku terlaris yang diterbitkan oleh PT Bina Ilmu Surabaya. berikut beberapa karya yang telah Ia buat.<ref>{{Cite web|date=2021-01-06|title=Ulama Banjar (131): Prof. Drs. M Asywadie Syukur, Lc|url=https://alif.id/read/redaksi/ulama-banjar-131-prof-drs-m-asywadie-syukur-lc-b235303p/|website=Alif.ID|language=id|access-date=2023-11-25}}</ref>
* Filsafat Islam (1969)
* Islamologi (1970)
Baris 44 ⟶ 40:
* Laporan Penelitian tentang Naskah Risalah Tuhfatur Raghibin (1990)
* Konsultasi Hidup dan Kehidupan 1 (2002).
Selain itu ia juga menterjemahkan beberapa buku, seperti:
* Dasar-Dasar Ilmu Dakwah (1979)
Baris 63 ⟶ 58:
* Pemikiran-pemikiran Tauhid Syekh Muhammad Sanusi (1994)
* Al-Milal wa Al-Nihal (2005).
[[Berkas:Asywadie Syukur - Makam 002.jpg|jmpl|Makam K.H. Asywadie Syukur di Alkah Mahabbah, Sekumpul, Martapura]]
== Warisan dan Kontribusi ==
Warisan Asywadie Syukur meluas jauh setelah wafatnya pada tahun 2010. Pendekatannya yang moderat dan rendah hati membuatnya disenangi oleh orang-orang dari berbagai keyakinan. Kemampuannya untuk beradaptasi dengan berbagai lingkungan sosial membuatnya menjadi sosok yang dihormati dan diidolakan. Kematian beliau meninggalkan kekosongan di hati ribuan orang yang menghadiri pemakamannya, baik di kediamannya di Banjarmasin maupun di Masjid Raya Sabilal Muhtadin.Ia ditinggalkan oleh istri, Hj. Tsuaibatul Aslamiyah, dan enam orang anak, yaitu Huwaida Maria, Hilda Surya, Muhammad Ghazi, Nahed Nuwairah, Souva Asvia, dan Huda Sya’rawi.
== Referensi ==
|