Gusti Abdul Muis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '{{confused|Abdoel Moeis}} jmpl|Gusti Abdul Muis '''Gusti Abdul Muis''' adalah seorang kiai dan politikus Indonesia kelahiran Samarinda pada tahun 1917. Kedua orang tuanya bernama Haji Gusti Abdul Syukur dan Hajjah Mastora. Ia adalah anak kedua dari 11 bersaudara yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang religius. Ayah dan ibunya sangat mementingkan pendidikan. Karena itu, Abdul Muis sejak ke...'
Tag: pranala ke halaman disambiguasi
 
Wagino Bot (bicara | kontrib)
 
(13 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{confused|Abdoel Moeis}}
{{Infobox tokoh}}
[[Berkas:Gusti Abdul Muis, Kami Perkenalkan (1954), p106.jpg|jmpl|Gusti Abdul Muis]]
'''Gusti Abdul Muis''' adalah seorang [[kiai]] dan [[politikus]] Indonesia kelahiran Samarinda pada tahun 1917. Kedua orang tuanya bernama Haji Gusti Abdul Syukur dan Hajjah Mastora. Ia adalah anak kedua dari 11 bersaudara yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang religius.
 
'''Haji Gusti Abdul Muis''' ({{lahirmati||12|4|1919||27|9|1992}}) adalah seorang [[kiai]] dan [[politikus]] Indonesia. Dia dikenal sebagai tokoh [[Muhammadiyah]] di [[Kalimantan Selatan]].<ref name=":2">{{Cite web|last=Muhyiddin|title=KH Gusti Abdul Muis, Dai Inspiratif dari Borneo {{!}} Republika ID|url=https://republika.id/posts/23222/kh-gusti-abdul-muis-dai-inspiratif-dari-borneo|website=republika.id|language=id|access-date=2023-11-24}}</ref>
Ayah dan ibunya sangat mementingkan pendidikan. Karena itu, Abdul Muis sejak kecil dididik dengan penuh disiplin. Dia menempuh pendidikan dasar di sekolah rakyat ([[volkschool]]) kota setempat. Setelah lulus pada 1931, pemuda ini meneruskan belajar di Madrasah Tsanawiyah asy-Syafi’iyah [[Samarinda]] selama dua tahun. Selanjutnya, ia menuntut ilmu di Madrasah Aliyah Darussalam [[Martapura]] hingga tahun 1936.
 
== Kehidupan awal ==
Selama beberapa tahun, Abdul Muis muda sempat mengamalkan ilmunya di Samarinda. Pada 1938, ia mulai merantau ke luar Kalimantan. Ia meneruskan studinya ke Kulliyatul Muallimin Gontor, [[Ponorogo]]. Setelah itu, ia kemudian pindah ke pesantren tertua di Solo, Jawa Tengah, yakni Pondok Jamsaren Solo. Lembaga tersebut didirikan oleh KH Idris Jamsari pada 1750.
Dia lahir di Samarinda pada tahun 12 April 1919. Kedua orang tuanya bernama Haji Gusti Abdul Syukur dan Hajjah Mastora, dimana dia merupakan keturunan dari [[Pangeran Antasari]].<ref name=":2" /><ref name=":0" />
 
AyahDalam dankeluarganya, ibunyadia sangatadalah mementingkananak pendidikan.kedua Karenadari itu,11 Abdulbersaudara Muisyang sejaktumbuh kecildalam dididiklingkungan dengankeluarga penuhyang disiplinreligius. Dia menempuh pendidikan dasar di sekolah rakyat ([[volkschool]]) kota setempat. Setelah lulus pada 1931, pemuda ini meneruskan belajar di Madrasah Tsanawiyah asy-Syafi’iyah [[Samarinda]] selama dua tahun. Selanjutnya, ia menuntut ilmu di Madrasah Aliyah Darussalam [[Martapura]] hingga tahun 1936.<ref name=":0">{{Cite web|date=2019-05-12|title=Gusti Abdul Muis, Ulama yang Mahir Kitab Kuning dan Kitab Putih|url=https://jejakrekam.com/2019/05/13/gusti-abdul-muis-ulama-yang-mahir-kitab-kuning-dan-kitab-putih/|website=jejakrekam.com|language=id|access-date=2023-11-24}}</ref>
Selain mempelajari ilmu agama di madrasah dan pesantren, Abdul Muis juga sempat menempuh pendidikan tinggi di Akademi Ilmu Politik [[Universitas Gajah Mada]] (UGM) [[Yogyakarta]] dari 1947 sampai 1948. Walaupun tidak sampai selesai, masa studi lanjut itu sangat mengasah kualitas intelektualnya. Daya tangkapnya tidak kalah dengan para sarjana.
 
Selama beberapa tahun, Abdul Muis muda sempat mengamalkan ilmunya di Samarinda. Pada 1938, ia mulai merantau ke luar Kalimantan. Ia meneruskan studinya ke [[Pondok Modern Darussalam Gontor|Kulliyatul Muallimin Gontor]], [[Ponorogo]]. Setelah itu, ia kemudian pindah ke pesantren tertua di Solo, Jawa Tengah, yakni Pondok Jamsaren Solo. Lembaga tersebut didirikan oleh KH Idris Jamsari pada 1750.<ref name=":0" />
Sebab, Abdul Muis merupakan sosok pemuda yang sangat rajin belajar secara otodidak. Tidak pernah sehari pun terlewatkan tanpa bergelut dengan buku-buku, khususnya yang membahas topik keislaman. Kecintaannya terhadap literasi sudah ditunjukkan sejak kecil. Kamar dan tempat tidurnya sering dipenuhi dengan berbagai buku, baik yang sudah maupun akan dibacanya.
 
Selain mempelajari ilmu agama di madrasah dan pesantren, Abdul Muis juga sempat menempuh pendidikan tinggi di Akademi Ilmu Politik [[Universitas Gajah Mada]] (UGM) [[Yogyakarta]] dari 1947 sampai 1948.<ref Walaupunname=":0" tidak sampai selesai, masa studi lanjut itu sangat mengasah kualitas intelektualnya. Daya tangkapnya tidak kalah dengan para sarjana./>
Saat masih menempuh masa kuliah, ia menikah dengan seorang perempuan yang bernama Gusti Norsehat. Dari pernikahannya itu, dia dikaruniai sembilan anak. Mereka terdiri atas lima putra dan empat putri. Dalam keseharian, lelaki asal Kalimantan Timur itu selalu mendidik para buah hatinya dengan penuh cinta kasih dan keteladanan.
 
== Kiprah ==
 
=== Muhammadiyah ===
Keterlibatan Haji Gusti Abdul Muis dengan Muhammadiyah untuk pertama kalinya terjadi saat masih berusia 13 tahun. Kala itu, ia bergabung dengan lini kepemudaan di ormas tersebut. Tidak menunggu waktu lama, dia merasa nyaman dengan menjadi aktivis persyarikatan. Dalam pandangannya, organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu selaras dengan visinya tentang kemajuan Islam.<ref name=":0" />
 
Sebelum menetap di Banjarmasin, H Abdul Muis telah melakukan dakwah keliling di berbagai kota. Ia giat mengisi ceramah, khutbah, serta kuliah subuh di sejumlah masjid. Salah satu tempat dakwahnya ialah [[Masjid alAl-Jihad Banjarmasin|Masjid Al-Jihad]] di Cempaka dan Masjid arAr-Rahman, Kampung Melayu. Barulah pada akhirnya, ia bertempat tinggal di Kota Seribu Sungai.<ref name=":0" />
Tidak menunggu waktu lama, dia merasa nyaman dengan menjadi aktivis persyarikatan. Dalam pandangannya, organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu selaras dengan visinya tentang kemajuan Islam.
 
Sebagai kader Muhammadiyah, lapangan dakwahnya tidak hanya di majelis-majelis taklim, tetapi juga sekolah dan kampus. Dirinya bahkan ikut merintis pendirian Sekolah Wustho Zu’ama Muhammadiyah di [[Karang Intan, MartapuraBanjar|Karang Intan]], Kabupaten Banjar. Hingga datangnya balatentara Jepang, ia mengajar di lembaga tersebut sejak tahun 1940.<ref name=":0" />
Melalui gerakan Muhammadiyah, Haji Abdul Muis dapat menyalurkan dan mengembangkan bakat dakwahnya. Ia selalu berusaha menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya yang berada di wilayah Banjarmasin dan sekitarnya. Di antara materi-materi dakwah yang menjadi keahliannya adalah ilmu tauhid, tafsir, dan tasawuf.
 
Sebagai kader Muhammadiyah, lapangan dakwahnya tidak hanya di majelis-majelis taklim, tetapi juga sekolah dan kampus.
Dalam pandangannya, organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu selaras dengan visinya tentang kemajuan Islam.
 
=== Perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia ===
Sebelum menetap di Banjarmasin, H Abdul Muis telah melakukan dakwah keliling di berbagai kota. Ia giat mengisi ceramah, khutbah, serta kuliah subuh di sejumlah masjid. Salah satu tempat dakwahnya ialah Masjid al-Jihad di Cempaka dan Masjid ar-Rahman, Kampung Melayu. Barulah pada akhirnya, ia bertempat tinggal di Kota Seribu Sungai.
Dua hari kemudian,Ketika [[SukarnoSoekarno]] dan [[Mohammad Hatta]] membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Semangat proklamasi itu sampai juga ke luar Jawa, termasuk Kalimantan. Banyak tokoh daerah yang ikut mengisi kemerdekaan dengan berperan dalam politik bernegara., Salah satunya ialahtermasuk Haji Abdul Muis. Dirinyayang ditunjukbergabung menjadi anggotadalam [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP) pada 1945.<ref name=":2" />
 
AbdulKetika Muis[[Netherlands turutIndies dalamCivil heroismeAdministration]] tersebut.(NICA) mulai menyerang melakukan agresinya, pada Padatahun 1946, iadia diangkat menjadi staf Dewan Kelaskaran Pusat di Jakarta. Beberapa waktu kemudian, tokoh Muhammadiyah itudia kembali ke daerah asalnya. Di sana, dirinya didaulatdan menjadi pimpinan Laskar Pusat Pertahanan Kalimantan.<ref name=":2" />
Sebagai kader Muhammadiyah, lapangan dakwahnya tidak hanya di majelis-majelis taklim, tetapi juga sekolah dan kampus. Dirinya bahkan ikut merintis pendirian Sekolah Wustho Zu’ama Muhammadiyah di Karang Intan Martapura, Kabupaten Banjar. Hingga datangnya balatentara Jepang, ia mengajar di lembaga tersebut sejak tahun 1940.
 
Pada Desember 1949, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Situasi perlahan-lahan kembali kondusif. Di Kalimantan, Abdul Muis terus bergiat dalam pelbagaiberbagai aktivitas. Pada 1950, ia terpilih menjadi pimpinan Ikatan Perjuangan Kalimantan (IPK) yang berpusat di Jakarta.<ref name=":2" />
Pada 1942, [[Dai Nippon]] dengan cepat merebut Indonesia dari tangan kolonialis Belanda. Awalnya, kekaisaran dari Asia Timur itu digadang-gadang sebagai “saudara tua” yang siap membebaskan Tanah Air dari belenggu penjajahan. Nyatanya, Negeri Matahari Terbit toh berlaku tak ubahnya penjajah.
 
=== Politik ===
Selama kira-kira tiga tahun, pemerintahan pendudukan menguasai Indonesia. Pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu dalam Perang Dunia II.
Masih di Ibu Kota, Haji Abdul Muis mulai bersentuhan dengan ranah politik. Sejak 1950, ia menjadi legislator Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS). Posisi itu dipegangnya hingga puncak masa Demokrasi Terpimpin, tepatnya pada 1960.<ref name=":0" />
 
Pada 1953, alim dari Kalimantan itu mulai bergabung dengan [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Partai Masyumi]]. Sebagai salah satu unsur Muhammadiyah, ia juga akrab dengan tokoh-tokoh dari ormas keislaman lainnya, terutama yang aktif di partai politik tersebut. Salah satunya ialah [[Mohammad Natsir]].<ref name=":0" />
Sebagai kader Muhammadiyah, lapangan dakwahnya tidak hanya di majelis-majelis taklim, tetapi juga sekolah dan kampus.
 
Seperti dijelaskan dalam buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, H Abdul Muis sangat akrab dengan Pak Natsir. Setiap kali perdana menteri RI (1950-1951) itu mengadakan perjalanan, baik resmi maupun nonresmi ke Kalimantan, ia selalu menjamunya di rumah. Begitu pula sebaliknya. Tiap bertandang ke Jakarta, ia selalu mengunjungi Pak Natsir di kediaman tokoh Persatuan Islam (Persis) itu.<ref name=":0" />
Dua hari kemudian, [[Sukarno]] dan [[Mohammad Hatta]] membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Semangat proklamasi itu sampai juga ke luar Jawa, termasuk Kalimantan. Banyak tokoh daerah yang ikut mengisi kemerdekaan dengan berperan dalam politik bernegara. Salah satunya ialah Haji Abdul Muis. Dirinya ditunjuk menjadi anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP) pada 1945.
 
Pada 1958, [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI) terjadi di [[Sumatra]]. Oleh pemerintah pusat, gerakan itu disamakan sebagai tindakan makar. Turut serta dalam jajaran tinggi PRRI ialah sejumlah tokoh Masyumi. Setiap kali perdana menteri RI (1950-1951) itu mengadakan perjalanan, baik resmi maupun nonresmi ke Kalimantan, ia selalu menjamunya di rumah.<ref name=":0" />
Hanya beberapa bulan, Indonesia kembali menghadapi situasi genting. Pasukan Sekutu yang datang ke Tanah Air untuk menjemput para bekas tawanan [[Perang Dunia II]] justru memberi ruang gerak bagi pemerintah kolonial, [[Netherlands Indies Civil Administration]] (NICA).
Keadaan itu segera dimanfaatkan musuh politik partai yang berlambang bulan-sabit bintang tersebut, [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). Partai berlogo palu-arit itu membujuk Bung KarnoSoekarno untuk mengambil tindakan tegas dan keras terhadap Masyumi. Akhirnya, pada 1960, sangBung RI-1Karno mengeluarkan keputusan yang mengharuskan parpol Islam tersebut membubarkan diri. Ketika Masyumi bubar, Gusti Abdul Muis cenderung lebih mencurahkan waktunya pada dunia persyarikatan Muhammadiyah dan pendidikan.<ref name=":0" />
 
=== Jabatan lain ===
Belanda kian nyata menunjukkan niatnya, ingin kembali menjajah Indonesia. Laskar-laskar pun bermunculan di pelbagai daerah. Mereka menjawab ancaman NICA dengan perjuangan-perjuangan bersenjata.
Pelbagai jabatan yang pernah didudukinya menggambarkan luasnya cakupan pergaulan sang alim. Di antaranya, ia pernah menjadi wakil ketua [[Badan Pengurus Besar Gerakan Indonesia]] di [[Jakarta]] pada 1950-1953. Namanya juga termasuk dalam jajaran Pengurus Besar [[Serikat Buruh Indonesia]] (SBI) pada 1953-1955.<ref name=":0" />
 
Dalam pindang pendidikan, KiaiGusti Abdul Muis juga pernah menjabat sebagai Dekan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah di Banjarmasin, sekitar 1964 atau 1965. Pada 1978-1980, ia juga menjadi dosen luar biasa Fakultas Syariah [[Universitas Islam Negeri Antasari|Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari]].<ref name=":0" />
Beberapa waktu kemudian, tokoh Muhammadiyah itu kembali ke daerah asalnya. Di sana, dirinya didaulat menjadi pimpinan Laskar Pusat Pertahanan Kalimantan.
 
Tidak hanya itu, H Abdul Muis juga pernah mengasuh Akademi Kulliyatul al-Muballighin dan pernah menjabat sebagai rektor pertama [[Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari|Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad al-Banjari]], Banjarmasin. Saat menjadi rektor, ia pun aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah, baik sebagai peserta aktif maupun narasumber.<ref name=":0" />
Abdul Muis turut dalam heroisme tersebut. Pada 1946, ia diangkat menjadi staf Dewan Kelaskaran Pusat di Jakarta. Beberapa waktu kemudian, tokoh Muhammadiyah itu kembali ke daerah asalnya. Di sana, dirinya didaulat menjadi pimpinan Laskar Pusat Pertahanan Kalimantan.
 
Adapun di Banjarmasin sendiri, Abdul Muis tercatat pernah menjadi Ketua Badan Pengawas Rumah Sakit Islam, pengelola [[Masjid arAr-Rahman Banjarmasin]], dan ketua [[Majelis Ulama Indonesia]] (MUI) Provinsi [[Kalimantan Selatan]].<ref name=":0" />
Pada Desember 1949, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Situasi perlahan-lahan kembali kondusif. Di Kalimantan, Abdul Muis terus bergiat dalam pelbagai aktivitas. Pada 1950, ia terpilih menjadi pimpinan Ikatan Perjuangan Kalimantan (IPK) yang berpusat di Jakarta.
 
== Pemahaman dan ajaran ==
Sahabat Pak Natsir
 
=== Tasawuf ===
Masih di Ibu Kota, Haji Abdul Muis mulai bersentuhan dengan ranah politik. Sejak 1950, ia menjadi legislator Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS). Posisi itu dipegangnya hingga puncak masa Demokrasi Terpimpin, tepatnya pada 1960.
Gusti Abdul Muis dikenal dapat membawa materi tentang [[Sufisme|tasawuf]], yang mana sering dibahas oleh kaum [[Nahdliyin]] di Kalimantan Selatan. Meski begitu, dia menganut konsep tawasuf akhlaki. Hal ini diperkuat dengan rekaman ceramahnya yang sering diputar di berbagai media dan disandingkan dengan pemahaman [[Hamka|Buya Hamka]] terkait tasawuf.<ref name=":1">{{Cite book|last=Barije|first=Ahmad|date=2018|title=Mengenal Ulama dan Tokoh Banjar|location=Banjarmasin|publisher=CV Rahmat Hafiz Al Mubaraq|url-status=live}}</ref>
 
Menurutnya, kebenaran itu ditemukannya pada cara hidup ulama tasawuf yang diterapkan sesuai dengan ajaran Islam yang benar, seperti contihnya [[Al-Ghazali|Imam al-Ghazali]] yang telah berhasil menyelaraskan antara ajaran tasawuf dengan syariat. Dia juga berpendapat bahwa pendapat mengenai kewajiban-kewajiban yang telah disampaikan dalam [[Al-Qur'an]] dan [[Hadis]] tidak lagi berlaku bagi orang yang memiliki kedududkan yang tinggi (contohnya wali) itu adalah hal yang tidak dibenarkan karena itu merupakan hal sesat lagi menyesatkan.<ref name=":2" />
Pada 1953, alim dari Kalimantan itu mulai bergabung dengan Partai Masyumi. Sebagai salah satu unsur Muhammadiyah, ia juga akrab dengan tokoh-tokoh dari ormas keislaman lainnya, terutama yang aktif di partai politik tersebut. Salah satunya ialah Mohammad Natsir.
 
=== Sejarah masuknya Islam di Kalsel ===
Seperti dijelaskan dalam buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, H Abdul Muis sangat akrab dengan Pak Natsir. Setiap kali perdana menteri RI (1950-1951) itu mengadakan perjalanan, baik resmi maupun nonresmi ke Kalimantan, ia selalu menjamunya di rumah. Begitu pula sebaliknya. Tiap bertandang ke Jakarta, ia selalu mengunjungi Pak Natsir di kediaman tokoh Persatuan Islam (Persis) itu.
Suatu hari, ketika menjadi narasumber suatu forum dengan Hamka, dia berpendapat bahwa tentara [[Kesultanan Demak]] yang dikirimkan untuk membantu [[Suriansyah dari Banjar|Pangeran Samudera]] yang berperang dengan Pangeran Tumenggung (paman dari Pangeran Samudera) berasal dari [[Kabupaten Tuban|Tuban]], [[Jawa Timur]]. Hal ini dikarenakan pada saat itu, Tuban merupakan pelabuhan milik Demak yang sangat ramai. Hal ini diperkuat dengan cerita di masa Revolusi Kemerdekaan, dimana Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan yang dipimpin oleh [[Hasan Basry]] mendapat simpati dari masyarakat Islam di Tuban.<ref name=":1" />
 
Selain itu, dia pernah bertemu dengan pemuda Banjar yang bernama Haji Siraj yang menikah dengan orang Tuban, dimana keluarga sang mempelai mengatakan bahwa mereka termasuk keluarga serumpun. Hal ini dikarenakan pada zaman dahulu banyak orang Tuban yang berdakwah ke daerah Banjar, dimana di antara mereka ada yang menetap di Banjar atau mereka pulang ke Banjar dengan membawa istri dari Banjar. Menurutnya, orang-orang Tuban ini merupakan prajurit Kesultanan Demak dan murid dari [[Sunan Bonang]] dan [[Sunan Giri]].<ref name=":1" />
Pada 1958, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) terjadi di Sumatra. Oleh pemerintah pusat, gerakan itu disamakan sebagai tindakan makar. Turut serta dalam jajaran tinggi PRRI ialah sejumlah tokoh Masyumi. Setiap kali perdana menteri RI (1950-1951) itu mengadakan perjalanan, baik resmi maupun nonresmi ke Kalimantan, ia selalu menjamunya di rumah.
Keadaan itu segera dimanfaatkan musuh politik partai yang berlambang bulan-sabit bintang tersebut, [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). Partai berlogo palu-arit itu membujuk Bung Karno untuk mengambil tindakan tegas dan keras terhadap Masyumi. Akhirnya, pada 1960 sang RI-1 mengeluarkan keputusan yang mengharuskan parpol Islam tersebut membubarkan diri.
 
== Kehidupan pribadi ==
Setelah Masyumi bubar, H Abdul Muis cenderung lebih mencurahkan waktunya pada dunia persyarikatan Muhammadiyah dan pendidikan. Hingga tahun 1960, ia sebenarnya tidak hanya berkutat pada Masyumi.
Dia menikah dengan seorang perempuan yang bernama [[Gusti Norsehat]] saat masih menempuh masa kuliah Dari pernikahannya itu, dia dikaruniai sembilan anak (ima putra dan empat putri) dan 13 cucu.<ref name=":2" />
 
== Kematian ==
Pelbagai jabatan yang pernah didudukinya menggambarkan luasnya cakupan pergaulan sang alim. Di antaranya, ia pernah menjadi wakil ketua [[Badan Pengurus Besar Gerakan Indonesia]] di [[Jakarta]] pada 1950-1953. Namanya juga termasuk dalam jajaran Pengurus Besar [[Serikat Buruh Indonesia]] (SBI) pada 1953-1955.
[[Berkas:Maqbarah Muhammadiyah Banjarmasin.jpg|jmpl|Maqbarah Muhammadiyah Banjarmasin, tempat Gusti Abdul Muis dan warga Muhammadiyah Banjarmasin dimakamkan]]
 
SetelahGusti banyakAbdul mengabdikanMuis hidupnya untukwafat kepentinganpada agama1 danRabiul bangsa,Akhir Kiai1413 AbdulHijriah Muis akhirnya wafat padaatau 27 September 1992 Masehi di Banjarmasin dalam usia 7374 tahun. Ia meninggalkan sembilan anak dan 13 cucu. Jenazahnya dimakamkan di Kuburan Muslimin Banjarmasin.<ref name=":1" /><ref>{{Cite web |url=https://www.republika.id/posts/23222/kh-gusti-abdul-muis-dai-inspiratif-dari-borneo |title=Salinan arsip |access-date=2022-05-17 |archive-date=2022-01-09 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220109223410/https://www.republika.id/posts/23222/kh-gusti-abdul-muis-dai-inspiratif-dari-borneo |dead-url=no }}</ref>
Dalam pindang pendidikan, Kiai Abdul Muis juga pernah menjabat sebagai Dekan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah di Banjarmasin, sekitar 1964 atau 1965. Pada 1978-1980, ia juga menjadi dosen luar biasa Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari.
 
Tidak hanya itu, H Abdul Muis juga pernah mengasuh Akademi Kulliyatul al-Muballighin dan pernah menjabat sebagai rektor pertama Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad al-Banjari, Banjarmasin. Saat menjadi rektor, ia pun aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah, baik sebagai peserta aktif maupun narasumber.
 
Adapun di Banjarmasin sendiri, Abdul Muis tercatat pernah menjadi Ketua Badan Pengawas Rumah Sakit Islam, pengelola Masjid ar-Rahman, dan ketua [[Majelis Ulama Indonesia]] (MUI) Provinsi [[Kalimantan Selatan]].
 
Setelah banyak mengabdikan hidupnya untuk kepentingan agama dan bangsa, Kiai Abdul Muis akhirnya wafat pada 27 September 1992 di Banjarmasin dalam usia 73 tahun. Ia meninggalkan sembilan anak dan 13 cucu. Jenazahnya dimakamkan di Kuburan Muslimin Banjarmasin. <ref>https://www.republika.id/posts/23222/kh-gusti-abdul-muis-dai-inspiratif-dari-borneo</ref>
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
[[Kategori:Tokoh Kalimantan Timur]]
{{indo-bio-stub}}
 
[[Kategori:Tokoh dari Samarinda]]
[[Kategori:Tokoh Muhammadiyah]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:Tokoh Banjar]]