Nagari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambahkan informasi.
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Jesse redmans (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 16:
 
== Struktur Pemerintahan ==
Nagari dipimpin oleh seorang [[wali nagari]], Sultan[[Penghulu|Pangulu]], Raja danDatuak dalam menjalankan pemerintahannya, dahulunya wali nagari dibantu oleh beberapa orang wali jorong, tetapi sekarang dibantu oleh sekretaris nagari (setnag) dan beberapa [[pegawai negeri sipil]] (PNS) yang jumlahnya bergantung dengan kebutuhan pemerintahan nagari tersebut. Wali nagari dipilih oleh ''anak nagari'' (penduduk nagari) secara demokratis dengan pemilihan langsung untuk masa jabatan 6 tahun dan kemudian dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Biasanya yang dipilih menjadi wali nagari adalah orang yang dianggap paling menguasai tentang semua aspek kehidupan dalam [[budaya Minangkabau]], sehingga wali nagari tersebut mampu menjawab semua persoalan yang dihadapi anak nagari.
 
Nagari secara administratif pemerintahan berada di bawah [[kecamatan]] yang merupakan bagian dari perangkat daerah [[kabupaten]]. Sedangkan nagari bukan merupakan bagian dari perangkat daerah jika berada dalam struktur pemerintahan [[kota]]. Berbeda dengan [[kelurahan]], nagari memiliki hak mengatur wilayahnya yang lebih luas. Nagari merupakan bentuk dari republik mini.
 
Dalam sebuah nagari dibentuk [[Kerapatan Adat Nagari]] (KAN), yakni lembaga yang beranggotakan ''tungku tigo sajarangan''. ''Tungku tigo sajarangan'' merupakan perwakilan anak nagari yang terdiri dari alim ulama, cerdik pandai (kaum intelektual) dan ''niniak mamak'' (pemimpin suku-suku/marga dalam nagari). Keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara wali nagari dan ''tungku tigo sajarangan'' di balai adat atau balairung sari nagari. Untuk legislasi, dibentuklah [[Badan Musyawarah Nagari]] (BMN) nama lain dari [[Badan Permusyawaratan Desa]] (BPD). Unsur dalam BMN memuat unsur pada KAN dan dilengkapi dengan unsur pemuda, wanita dan perwakilan tiap suku. BMN berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan nagari, yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat dengan masa jabatan selama 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk satu kali masa jabatan
berikutnya. Jumlah anggota BMN ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 orang dan paling banyak 11 orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan nagari, serta ditetapkan dengan keputusan [[Bupati]]/[[Wali kota]].
 
Baris 36:
</ref>
 
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu ''Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu''. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan ''Taratak'', kemudian berkembang menjadi ''Dusun'', kemudian berkembang menjadi ''Koto'' dan kemudian berkembang menjadi ''Nagari'', yang dipimpin secara bersama oleh para [[penghulu]] atau [[datuk]] setempat. Dan biasanya disetiap nagari yang dibentuk itu minimal telah terdiri dari 4 suku (klan) yang mendomisili kawasan tersebut.<ref name="Batuah">Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), ''Tambo Minangkabau dan Adatnya'', Jakarta: Balai Pustaka.</ref>
[[Berkas:Balai, raadszaal, op Sumatra's Westkust KITLV 82838.tiff|jmpl|Balai nagari di pantai barat Sumatera, circa 1895.]]
Dalam laporannya [[Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers|de Stuers]]<ref>Laporan kepada Gubernur Jendral, 30 Agustus 1825, ''Exhibitum'', 24 Agustus 1826, No. 41.</ref> menyimpulkan bahwa pada daerah pedalaman Minangkabau tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang [[raja]]. Berdasarkan laporan tersebut, kemudian [[Belanda]] menerapkan model sistem penguasa-penguasa di tingkat distrik, yang kemudian dikenal dengan adanya jabatan kepala laras atau ''tuanku laras'', di mana daerah kelarasan ini dirancang sepadan dengan pengelompokan nagari yang telah ada sebelumnya. Dan selanjutnya satuan pemerintahan lebih rendah tetap dipegang oleh penghulu-penghulu sebelumnya tanpa mengalami perubahan sampai pada tahun 1914.