Tarekat Wetu Telu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(13 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Tarekat Wetu Telu''' ([[bahasa Indonesia]]: ''Tiga Waktu'') adalah sebuah [[tarekat]] [[Sufisme]] unik sebagian [[masyarakat]] [[suku Sasak]] yang mendiami [[pulau Lombok]] khususnya Lombok Utara dalam menjalankan agama [[Islam]]. Para pengikut tarekat ini juga percaya tentang adanya [[roh]] para [[nenek moyang]] dan kekuatan [[gaib]] pada benda-benda.<ref name=":5">https://journal.uii.ac.id/Millah/article/view/6054/5469</ref> Disinyalir bahwa praktik unik ini terjadi karena para penyebar Islam pada [[masa]] lampau, yakni para wali yang diutus oleh Giri Kedaton <ref>{{Cite web|last=Prinada|first=Yuda|title=Sejarah Giri Kedaton: Kerajaan Ulama Merdeka dari Majapahit|url=https://tirto.id/sejarah-giri-kedaton-kerajaan-ulama-merdeka-dari-majapahit-gclk|website=tirto.id|language=id|access-date=2023-06-06}}</ref>dari [[pulau Jawa]] yang berusaha mengenalkan [[Islam]] ke masyarakat Sasak secara bertahap.
[[File:Bayan_Beleq_Mosque,_Lombok,_Indonesia.jpg|thumb|right|Penampakan [[Masjid Bayan Beleq]], salah satu masjid tarekat Wetu Telu]]
== Istilah ==
Wetu Telu sendiri memiliki beberapa [[makna]].<ref name=":8" /> Pertama, Wetu Telu berarti tiga cara [[reproduksi]] [[makhluk]] hidup.<ref name=":8" /> Kedua, Wetu Telu berarti tiga sumber [[hukum]] dalam Islam.<ref name=":8" /> Ketiga, Wetu Telu berarti tiga masa perkembangan yang dilewati [[manusia]]. Wetu Telu yang merujuk pada tiga cara reproduksi makhluk hidup, yaitu
== Sejarah ==
Baris 10:
=== Awal mula ===
[[kerajaan]] [[Majapahit]] dari [[Jawa Timur]] masuk ke [[Lombok]] dan memperkenalkan [[Agama Hindu|Hindu]]-[[Budha]].<ref name=":9" /> Setelah dinasti Majapahit runtuh, Islam masuk pada abad ke-13 dari [[Barat laut]] melalui [[raja]]-raja [[Muslim
=== Setelah penjajahan ===
Lombok merdeka pada tahun 1946 sebagai bagian dari [[Indonesia]].<ref name=":0" /> Stelah itu, pada tahun 1959 [[Tuan Guru]] [[Zainuddin Abdul Madjid]] yang juga pemimpin [[nasionalis]] mendirikan [[pesantren]]nya, [[Nahdatul Wathan]], yang sekarang merupakan salah satu pesantren tertua di Lombok.<ref name=":0" /> Kharisma dan status Tuan Guru makin berkembang seiring meningkatnya jumlah [[santri]] yang mulai mengikuti [[pengajian]].<ref name=":0" /> Demikianlah [[alumni]] pesantren menjadi unsur penting dalam menyebarkan dan menyiarkan ajaran ortodoks Tuan Guru ke daerah-daerah Lombok lainnya.<ref name=":0" /> [[Komunitas]] [[etnis]] Sasak pemeluk agama [[Islam]] adalah Islam Wetu Telu.<ref name=":0" /> Pemeluk Islam Wetu Telu [[mayoritas]] tinggal di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.<ref name=":0" /> Pemeluk Islam Wetu Telu dalam kehidupan sehari-hari masih ada yang tinggal di [[rumah]]-rumah [[tradisonal]] Lombok.<ref name=":0" /> Meskipun sekilas terlihat bentuknya sama, tapi rumah-rumah tradisional tersebut memiliki beberapa perbedaan yang kemungkinan ada kaitannya dengan agama yang dianut oleh masing-masing [[warga]].<ref name=":0" /> Umumnya, rumah adat yang dihuni [[Sasak Islam]] lebih kompleks dari segi bentuk dan bervariasi strukturnya serta diperkirakan memiliki fungsi yang lebih beragam.<ref name=":0">Wijono, Radjiman Sastro, 2009, ''Rumah Adat dan Minoritas MasyarakatBuda di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat dalamHak Minoritas: Ethnos, Demos dan Batas-Batas Multikulturalisme'', Editor: Hikmat Budiman, The Interseksi Foundation, Jakarta.</ref> Secara umum, masyarakat Sasak, khususnya yang beragama Islam sangat memperhatikan [[waktu]], [[hari]], [[tanggal]], dan [[bulan]] untuk mengawali pembangunan rumah maupun segala kebutuhannya.<ref name=":0" /> Dalam penentuan tersebut, mereka menggunakan ''[[papan warige]]]'' yang bersumber dari [[primbon]] [[Tapel Adam]] dan [[Tajul Muluq]] sebagai pedomannya.<ref name=":0" />
== Lokasi ==
Lokasi yang terkenal dengan praktik Wetu Telu di Lombok adalah daerah [[Bayan, Lombok Utara|Bayan]], yang terletak di [[Kabupaten Lombok Utara]].<ref name=":6">{{Cite web|title=Wetu Telu {{!}} BUKU ENSIKLOPEDIA DUNIA {{!}} Lombok - Arjuna|url=http://lombok.arjuna.web.id/id3/2431-2325/Islam-Wetu-Telu_26752_lombok-arjuna.html|website=lombok.arjuna.web.id|access-date=2019-03-21}}</ref> Desa Bayan terletak di bagian utara Pulau Lombok yang berada di wilayah Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara.<ref name=":6" /> [[Desa]] yang bercurah [[hujan]] 1.200-1.500 mm dengan [[suhu]] rata-rata 28 - 300C ini berada di ketinggian 400 - 600 mdl dengan daerah pe[[gunung]]an.<ref name=":6" /> Desa Bayan membawahi 9 (sembilan) [[dusun]] yaitu Dusun Bayan Barat, Dusun Bayan Timur, Dusun Padamangku, Dusun Tereng Genit, Dusun Dasan Tutul, Dusun Sembulan, Dusun Mendala dan Dusun Lokok Aur.<ref name=":6" /> Adapun batasan-batasan [[wilayah]] Desa Bayan adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Anyar, sebelah selatan berbatasan dengan [[hutan]], sebelah [[barat]] berbatasan dengan Desa Senaru, sebelah [[timur]] berbatasan dengan Desa Sambi Elen.<ref name=":6" /> Jumlah penduduk Desa Bayan (tahun 2010) adalah 47.705 [[jiwa]] dengan 12.470 [[kepala]] keluarga.<ref name=":6" />
== Pola Ajaran ==
Secara umum masyarakat pemeluk ajaran
Setelah itu, [[mushaf]] Al-Qur’an dan [[kitab]] [[Hadits]] akan disimpan di ''bale beleq,'' yakni bangunan kecil yang disucikan atau dikeramatkan untuk menyimpan benda-benda pelengkap upacara. Konsep memuliakan Al-Qur’an dan hadits yakni mengamalkan isinya dalam segala tatanan kehidupan, karena konsep Wetu Telu sendiri bernafaskan Islam.
Ukuran sucinnya manusia berdasarkan sistem kepercayaan Islam Wetu Telu adalah ketika seseorang telah menjadi kyai atau guru.<ref name=":3" /> Oleh karena itu, para kyai atau guru adalah manusia yang suci (ma’shûm).<ref name=":3" /> Pengangkatan atau penunjukan kyai baru, berdasar pada [[wasiat]] dari kyai sebelumnya, bukan dipilih secara [[demokratis]].<ref name=":3" />
Konsep kepemimpinan dalam kepercayaan ini hampir sama dengan konsep imâmah kaum [[Syi’ah]]. Bagi Syi’ah, imam adalah kepentingan agama.<ref name=":3" /> Tanpa adanya imam, dunia ini akan hancur bahkan dianggap tidak akan pernah ada. Imam juga dipercaya sebagai [[wakil]] Tuhan di [[bumi]].<ref name=":3" /> Jika imam tidak ada maka penyembahan kepada Tuhan di bumi juga tidak akan ada, sebab menyembah Tuhan harus disertai dan [[belajar]] dari seorang Imam.<ref name=":3" /> Hal ini berkaitan dengan filsafat kehidupan Islam Wetu Telu bahᴡa ''tanpa kehadiran seorang imam di bumi, maka dunia ini akan hancur''.<ref name=":3" /> Estafeta kepemimpinan Syi’ah bersandar pada [[teori]] [[hak]] [[legitimasi]] berdasarkan hak suci Tuhan (''the devine right of God'').<ref name=":3" /> Oleh sebab itu, pengangkatan imam harus berdasarkan pada [[nash]] dan [[wasiat]].<ref name=":3">{{Cite web|url=http://
== Acara ritual ==
=== Rowah Wulan dan Sampet Jum’at ===
Kedua upacara ini dimaksudkan untuk menyambut tibanya [[bulan]] [[puasa]] (Ramadhan).<ref name=":7">{{Cite journal|last=Zuhdi|first=Muhammad Harfin|date=2012-10-24|title=ISLAM WETU TELU DI BAYAN LOMBOK|url=http://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/akademika/article/view/164|journal=AKADEMIKA: Jurnal Pemikiran Islam|language=en|volume=17|issue=2|pages=197–218|issn=2356-2420}}</ref> Rowah Wulan diselenggarakan pada hari pertama bulan [[Sya‘ban]], sedangkan Sampet Jum’at dilaksanakan pada [[jum‘at]] terakhir bulan Sya‘ban.<ref name=":7" /> Tujuannya adalah sebagai upacara pembersihan diri menyambut bulan puasa saat mereka diminta untuk menahan diri dari perbuatan yang dilarang guna menjaga kesucian bulan puasa.
=== Maleman Qunut dan Maleman Likuran ===
Baris 34 ⟶ 36:
=== Maleman Pitrah dan Lebaran Tinggi ===
Maleman Pitrah identik dengan pembayaran [[zakat]] fitrah di kalangan pemeluk Waktu Lima.<ref name=":4" /> Dalam tradisi Wetu Telu memiliki beberapa perbedaan dalam tata cara pelaksanaan dengan Waktu Lima.<ref name=":4" /> Dalam tradisi Wetu Telu, maleman Pitrah merupakan saat anggota masyarakat mengumpulkan fitrah kepada para kyai yang telah melaksanakan puasa.<ref name=":4" /> Dalam ajaran Waktu Lima, zakat fitrah dapat dibayarkan dengan menggunakan bahan makanan dan hanya dikeluarkan untuk [[orang]]-orang yang masih hidup.<ref name=":4" /> Dalam kebiasaan Wetu Telu, fitrah tersebut dapat berupa makanan, hasil [[pertanian]], [[uang]] atau uang [[kuno]] baik untuk yang masih hidup atau yang sudah [[meninggal]].<ref name=":4" /> Untuk orang yang masih hidup fitrah tersebut dinamakan ''Fitrah Urip'', sedangkan untuk yang telah meninggal dinamakan ''Fitrah Pati''. Sedangkan [[Lebaran]] Tinggi sama dengan hari raya [[Idul Fitri]]
=== Lebaran Topat ===
Baris 49 ⟶ 51:
== Aturan perkawinan ==
Dalam melaksanakan perkawinan, ada dua [[sistem]] yang pernah berlaku dalam ajaran Islam Wetu Telu yaitu sistem [[lama]] dan sistem [[baru]].<ref name=":2" /> Sistem lama tidak melengkapi [[rukun]] [[nikah]] sehingga ᴡalaupun tanpa [[akad]] nikah kedua mempelai sudah dapat melakukan hubungan [[suami]] [[isteri]].<ref name=":2" /> Asalkan sudah menyelesaikan proses-proses yang lain seperti ''tobat kakas''.<ref name=":2" /> Sejauh berkaitan dengan perkawinan menurut ajaran Wetu Telu sistem lama, tidak banyak mencerminkan nilai-nilai Islam karena ritualnya lebih didominasi oleh [[budaya]] [[lokal]].<ref name=":2" /> Di samping itu, sistem ini tidak menerapkan rukun nikah secara lengkap dengan ditiadakannya akad nikah.<ref name=":2" /> Ini artinya, sistem lama sudah dikenal sejak [[zaman]] pra Islam.<ref name=":2" /> Sedangkan perkawinan menurut ajaran Wetu Telu sistem baru, telah menerapkan [[syara]]t dan rukun perkawinan sesuai ajaran Islam.<ref name=":2" /> Pada sistem baru, akad nikah dijadikan sebagai proses inti dan harus dilaksanakan sebelum melakukan hubungan suami isteri.<ref name=":2" /> Upacara perkawinan di Desa Bayan langsung dipimpin oleh Kepala [[Kantor Urusan Agama]] dengan mengikuti tata cara Islam yakni pembacaan [[khutbah]] nikah dan ijab kabul yang dilakukan langsung oleh wali dari mempelai [[wanita]] di hadapan calon [[pengantin]] [[laki-laki]].<ref name=":2" /> Khutbah nikah dibacakan dengan menggunakan [[bahasa Arab]], sedangkan ijab dan kabul digunakan [[bahasa]] Sasak setempat.<ref name=":2" /> Kearifan lokal dalam tata cara perkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat Wetu Telu ditampakkan dari [[akulturasi]] ajaran Islam dengan ajaran agama Siwa-Budha sebagai agama asli orang Bayan dan Hindu Bali selaku agama kerajaan Bali yang pernah menjajah daerah Pulau Lombok.<ref name=":2" /> Hal ini, menunjukan bahwa dalam perkawinan digunakan [[tiga]] cara yaitu perondongan, mepadik lamar, dan selarian dengan diselesaikan melalui prosesi seperti ''menjojak, memulang, sejati, pemuput selabar, akad nikah, sorong serah, nyongkolan dan balik onos nae''.<ref name=":2" /> Ritual yang dilakukan seperti [[bedak]] [[keramas]] dan merariq (kawin lari) adalah bagian dari ritual yang dilaksanakan oleh [[Hindu]] Bali.<ref name=":2" /> Sementara, ajaran Islam menjadi substansi acara-acara inti seperti pada syarat dan rukun nikahnya.<ref name=":2" /> Dengan demikian, prosesi perkawinan menurut ajaran Wetu Telu menunjukkan masuknya [[unsur]] nilai dari tiga agama yaitu [[Siwa-Budha]] sebagai agama asli masyarakat Bayan pra Islam, Hindu-Bali, dan Islam.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Rachmadhani|first=Arnis|date=2011-06-03|title=Perkawinan Islam Wetu Telu Masyarakat Bayan Lombok Utara|url=https://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/analisa/article/view/124|journal=Analisa: Journal of Social Science and Religion|language=id|volume=18|issue=1|pages=59–74|doi=10.18784/analisis.v18i1.124|issn=2621-7120|access-date=2019-03-21|archive-date=2019-03-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20190321053928/https://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/analisa/article/view/124|dead-url=yes}}</ref>
== Referensi ==
|