Rangga Gempol I: Perbedaan antara revisi

Suriadiwangsa lahir di Dayeuh Luhur (sekarang masuk [[Ganeas, Sumedang|Kec. Ganeas]], [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]]) sekitar tahun 1586. Ia sebenarnya merupakan anak kandung dari [[Panembahan Ratu I]] atau Pangeran Mas Zainul Arifin, penguasa [[Kesultanan Cirebon]] cicit dari [[Sunan Gunung Jati]]. Ibunya, [[Harisbaya]] dari [[Madura]], awalnya merupakan istri dari Panembahan Ratu I. Namun dikarenakan adanya [[Peristiwa Harisbaya]] yang terjadi pada tahun 1585, Harisbaya melarikan diri dari Cirebon dan menetap di Dayeuh Luhur.<ref name=":02">{{Cite journal|last=S|first=Euis Thresnawaty|date=2011-03-01|title=SEJARAH KERAJAAN SUMEDANG LARANG|url=http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/276|journal=Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya|language=ID|volume=3|issue=1|pages=154–168|doi=10.30959/patanjala.v3i1.276|issn=2598-1242}}</ref><ref name=":12">{{Cite book|title=Sejarah Jawa Barat: yuganing rajakawasa|url=https://books.google.co.id/books?id=ulhwAAAAMAAJ&q=peristiwa+harisbaya+%221585%22&dq=peristiwa+harisbaya+%221585%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiTzsbSrorkAhUXX30KHeoxAsIQ6AEIKTAA|publisher=Geger Sunten|date=1997|language=id|first=Yoseph|last=Iskandar}}</ref> Peristiwa ini terjadi dikarenakan adanya hubungan terlarang antara [[Prabu Geusan Ulun]] dan Harisbaya. Keduanya sudah saling mengenal di waktu muda di keraton [[Kesultanan Pajang|Pajang]], dan kembali bertemu saat Geusan Ulun mengunjungi Cirebon. Harisbaya ingin meninggalkan Cirebon dikarenakan adanya ketidakcocokan dirinya dengan Panembahan Ratu I yang berusia jauh lebih tua. Pelarian Harisbaya ke Dayeuh Luhur mengakibatkan terjadinya konflik antara Cirebon dan Sumedang, yang berakhir dengan kesediaan Panembahan Ratu I untuk menceraikan Harisbaya, dengan pemberian daerah Sindangkasih (kemungkinan [[Kabupaten Majalengka|Majalengka]]) kepada Cirebon sebagai ganti rugi.<ref name=":12" /><ref>{{Cite journal|last=Prizilla|first=Aquamila|last2=Mariam|first2=Neng|date=2016-08-02|title=Re-design Ragam Hias Hanjuang Untuk Kain Panjang Tradisional Dengan Menggunakan Teknik Batik|url=https://libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.id/index.php/artdesign/article/view/3649|journal=eProceedings of Art & Design|language=id|volume=3|issue=2|issn=2355-9349}}</ref> Ketika Harisbaya melarikan diri dari Cirebon menuju Dayeuh Luhur, ia sudah 2 bulan mengandung Suriadiwangsa 2 bulan. Geusan Ulun lalu menjadikan Harisbaya sebagai istri sahnya setelah Suriadiwangsa lahir, dankemudian membesarkan putranya seperti anak sendiri.<ref name=":02" /><ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/pesona-ratu-harisbaya-memicu-konflik-sumedang-vs-cirebon-cAel|title=Pesona Ratu Harisbaya Memicu Konflik Sumedang vs Cirebon|last=Raditya|first=Iswara N.|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-08-17}}</ref>

Jika dirunut dari garis ayah, Suriadiwangsa merupakan keturunan generasi ke-5 dari [[Syarif Abdullah Umdatuddin]], penguasa dari [[Kerajaan Champa]] berdarah [[Azmatkhan]] ([[Hadramaut]]). Syarif Abdullah Umdatuddin menikah dengan Nyi [[Rara Santang]], putri dari [[Sri Baduga Maharaja]], penguasa [[Kerajaan Sunda]] di [[Pakuan Pajajaran]].<ref>{{Cite web|url=https://news.detik.com/berita/d-3535690/siapa-ali-nurul-alam-sang-patih-arya-gajah-mada|title=Siapa Ali Nurul Alam, Sang Patih Arya Gajah Mada?|last=Ramadhanny|first=Fitraya|website=detiknews|access-date=2019-08-17}}</ref><ref>{{Cite book|title=PERLAWANAN DARI TANAH PENGASINGAN ; Kiai Abbas, Pesantren Buntet, dan Bela Negara|url=https://books.google.co.id/books?id=bwpgDwAAQBAJ&pg=PA10&dq=rara+santang+sri+baduga+maharaja&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwisnYbTsorkAhUVjuYKHee3B_kQ6AEIKTAA#v=onepage&q=rara%20santang%20sri%20baduga%20maharaja&f=false|publisher=Lkis Pelangi Aksara|date=2014-01-01|isbn=9786021491324|language=id|first=H. Ahmad Zaini|last=Hasan}}</ref> Keturunan dari keduanya menjadi para penguasa di [[Kesultanan Banten]], Cirebon, dan wilayah [[Jawa]] yang lain. Sementara ibunya Harisbaya adalah anak angkat dari [[Awantipura dari Pajang|Arya Pangiri]]. Ia berasal dari [[Arosbaya, Bangkalan|Arosbaya]] ([[Kabupaten Bangkalan|Kab. Bangkalan]]), Madura, namuntetapi menghabiskan masa kecilnya di [[Pajang, Laweyan, Surakarta|Pajang]] sebelum menikah dengan Panembahan Ratu I.<ref name=":0">{{Cite book|title=Arkeologi Islam Nusantara|url=https://books.google.co.id/books?id=Muoj7z9IOI8C&pg=PA125&dq=harisbaya+arosbaya&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiilfyPs4rkAhVVT30KHQbCCVsQ6AEIKTAA#v=onepage&q=harisbaya%20arosbaya&f=false|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|date=2009|isbn=9789799102126|language=id|first=Uka|last=Tjandrasasmita}}</ref><ref>{{Cite book|title=Simpay: kalawarta Paguyuban Pasundan|url=https://books.google.co.id/books?id=77wJAAAAIAAJ&q=harisbaya+arosbaya&dq=harisbaya+arosbaya&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiilfyPs4rkAhVVT30KHQbCCVsQ6AEIMDAB|date=1996|language=id}}</ref>

Hubungan Suriadiwangsa dengan ayahnya di Cirebon tidak banyak tercatat dalam sejarah, namun Cirebon sendiri menjadi bagian Mataram sejak tahun 1619.<ref>{{Cite book|title=Pustaka rajya rajya i bhumi Nusantara|url=https://books.google.co.id/books?id=CIhxAAAAMAAJ&q=Cirebon+Mataram+1619&dq=Cirebon+Mataram+1619&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiatPWwvorkAhUJQI8KHSjnCPgQ6AEIKTAA|publisher=Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|date=1991|isbn=9789794591369|language=id|last=Wangsakerta (Pangeran.)|last2=Atja}}</ref><ref>{{Cite book|title=Wajah pariwisata Jawa Barat|url=https://books.google.co.id/books?id=9-1WAAAAMAAJ&q=Cirebon+bagian+Mataram+1619&dq=Cirebon+bagian+Mataram+1619&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjjxt7_vorkAhVScCsKHVqXCBUQ6AEISjAF|publisher=Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Tingkat 1 Jawa Barat, Yayasan 17 Oktober|date=1986|isbn=9789798075001|language=id|first=Jawa Barat (Indonesia) Dinas|last=Pariwisata}}</ref> Di barat, Kesultanan Banten masih berambisi untuk menaklukan Sumedang Larang, karena penguasanya [[Abu al-Mafakhir dari Banten|Sultan Abul Mafakhir]] masih keturunan dari Sri Baduga Maharaja serta merasa berhak atas seluruh wilayah Kerajaan Sunda. Sementara itu, daerah [[Kabupaten Ciamis|Ciamis]] yang merupakan sisa [[Kerajaan Galuh]] telah ditaklukan oleh Kesultanan Mataram pada tahun 1595.<ref name=":12" /><ref name=":6">{{Cite book|title=Penyebaran Islam Di Daerah Galuh Sampai Dengan Abad Ke-17|url=https://books.google.co.id/books?id=6TZPAQAAMAAJ&q=Galuh+Mataram+1595&dq=Galuh+Mataram+1595&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwib_KehuYvkAhXFuY8KHZYrBGAQ6AEILzAB|publisher=Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI|date=2010|isbn=9789797973025|language=id}}</ref> Keadaan di Tatar Sunda semakin diperumit ketika [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] alias Kompeni yang baru mendatangi kepulauan [[Nusantara]], pada tahun 1614 mengirim utusan ke keraton Mataram di [[Keraton Karta|Kerto]]. Mataram yang waktu itu dipimpin [[Sultan Agung]] menyatakan pretensi klaim, bahwa wilayah Jawa bagian barat yang tidak dikuasai Banten dan Cirebon merupakan bagian dari Mataram.<ref name=":02" /><ref name=":22">{{Cite journal|last=Lasmiyati|first=Lasmiyati|date=2014-06-01|title=DITIOENG MEMEH HOEDJAN: PEMIKIRAN PANGERAN ARIA SURIA ATMADJA DALAM MEMAJUKAN PEMUDA PRIBUMI DI SUMEDANG (1800-1921)|url=http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/196|journal=Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya|language=ID|volume=6|issue=2|pages=223–238|doi=10.30959/ptj.v6i2.196|issn=2598-1242}}</ref> Hal ini menandakan adanya keinginan Sultan Agung untuk menyerbu Sumedang, yang sampai di telinga Suriadiwangsa.<ref name=":22" /> VOC sendiri kemudian berhasil menaklukan kota [[Jayakarta]] pada tahun 1619 dan mendirikan [[Batavia]] dibawah kepemimpinan [[Jan Pieterszoon Coen]].<ref>{{Cite book|title=Sejarah Jakarta dari zaman prasejarah sampai Batavia, tahun +̲ 1750|url=https://books.google.co.id/books?id=O99RAQAAMAAJ&q=Jayakarta+Coen+1619&dq=Jayakarta+Coen+1619&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjspIjCwovkAhXBR30KHW4-BVoQ6AEIVzAH|publisher=Pemerintah DKI Jakarta, Dinas Museum & Sejarah|date=1977|language=id}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah kotatua|url=https://books.google.co.id/books?id=logMAQAAMAAJ&q=Jayakarta+Coen+1619+Banten&dq=Jayakarta+Coen+1619+Banten&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj6orqywovkAhWaaCsKHYtVCeMQ6AEIZjAJ|publisher=Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman|date=2007|language=id|first=Jakarta Raya (Indonesia) Dinas Kebudayaan dan|last=Permuseuman}}</ref>

Keadaan Sumedang Larang di masa pemerintahan Suriadiwangsa tidak menguntungkan, dikarenakan letak geografis kerajaan ini yang terjepit antara kekuatan besar seperti Banten dan VOC di barat serta Mataram di timur. Menurut analisis Suriadiwangsa dan para pembesarnya, Sumedang Larang saat itu tidak memiliki angkatan pertahanan yang cukup untuk menahan serbuan dari arah barat dan timur.<ref name=":02" /><ref name=":1">{{Cite book|title=Masyarakat Sunda dan kebudayaannya|url=https://books.google.co.id/books?id=YM8iAAAAMAAJ&dq=Bupati+Sunda+VOC+1705&focus=searchwithinvolume&q=1705|publisher=Girimukti Pasaka|date=1984|language=id|first=Edi Suhardi|last=Ekajati}}</ref> Dengan menimbang beberapa pertimbangan, Suriadiwangsa akhirnya pada tahun 1620 memutuskan untuk menghadap Sultan Agung di Kerto, dimana ia menyatakan Sumedang Larang sebagai bagian dari Mataram, sedangkan Status Sumedang Larang turun dari kerajaannegara berdaulat menjadi kabupaten di bawah Mataram.<ref name=":12" /><ref name=":2">{{Cite book|title=Rutjatan Sadjarah Sumedang: samemeh sarta nepi ka tjampurna djeung kumpeni|url=https://books.google.co.id/books?id=vptKAAAAMAAJ&dq=Rutjatan+Sadjarah+Sumedang+%22Rangga+Gempol%22&focus=searchwithinvolume&q=1620|publisher=Firma Dana Guru|date=1960|language=su|first=R. D. Asikin|last=Widjajakoesoema|first2=R. Mohammad|last2=Saleh}}</ref> Keputusan ini dipilih karena pertimbangan ibu Suriadiwangsa, Harisbaya dibesarkan di Pajang dan berkerabat dengan [[Senapati dari Mataram|Sutawijaya]], kakek dari Sultan Agung. Mataram juga dianggap memiliki angkatan pertahanan yang mampu melindungi wilayahdaerah Parahyangan, terutama dari kemungkinan serbuan Banten yang ingin menguasai seluruh bekas wilayah Kerajaan Sunda.<ref name=":02" /><ref>{{Cite book|title=Sajarah Sunda samemeh taun 1945|url=https://books.google.co.id/books?id=Kt9RAQAAMAAJ&q=%22Rangga+Gempol%22+Harisbaya+1620&dq=%22Rangga+Gempol%22+Harisbaya+1620&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwitv7WIyIvkAhVLcCsKHbpqCHIQ6AEITDAG|publisher=JPBD FPBS UPI|date=2010-01-01|isbn=9786028460095|language=su|last=Ruhaliah}}</ref>

Pada tahun 1620, Mataram memulai penyerbuan ke Surabaya, dimana penyerbuan ini berlangsung lama dan banyak mengorbankan tentara dalam jumlah besar. Antara tahun 1620-1623, Mataram sudah mengirim tiga pasukan ekspedisi untuk menaklukan Surabaya, namuntetapi ketiganya mengalami kegagalan dikarenakan kurangnya persediaan pangan tentara Mataram serta kokohnya pertahanan alam di sekitar Surabaya.<ref name=":02" /><ref>{{Cite book|title=Sejarah perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme di Jawa Tengah|url=https://books.google.co.id/books?id=xqkbAAAAMAAJ&q=Pertahanan+Surabaya+%22Sultan+Agung%22&dq=Pertahanan+Surabaya+%22Sultan+Agung%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwi-hc32zovkAhU77XMBHVSxCY4Q6AEIUjAG|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|date=1983|language=id}}</ref> Dikarenakan sudah banyak korban jiwa yang jatuh di pihak Mataram serta adanya pemberian bantuan dari VOC kepada Surabaya, Sultan Agung meminta kesediaan para penguasa daerah Mataram untuk membawa dan memimpin pasukan dari daerah asal mereka, untuk membantunya menaklukan Surabaya.<ref name=":12" /><ref>{{Cite book|title=The concept of power in Javanese culture|url=https://books.google.co.id/books?id=vndxAAAAMAAJ&q=%22Sultan+Agung%22+Surabaya+VOC&dq=%22Sultan+Agung%22+Surabaya+VOC&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiYppmk0ovkAhWOV30KHfUND1oQ6AEIZTAJ|publisher=Gadjah Mada University Press|date=1986|isbn=9789794200247|language=en|first=G.|last=Moedjanto}}</ref> Sultan Agung meminta Rangga Gempol untuk menaklukan daerah Madura, dengan pertimbangan bahwa ia masih berdarah Madura, sedangkan Madura sendiri merupakan pemasok utama persediaan pangan untuk tentara Surabaya selama dikepung oleh Mataram.<ref name=":22" /><ref name=":4" /> Pada tahun 1624, Rangga Gempol lalu berangkat membawa tentara Sumedang ke timur, sementara saudara tirinya Rangga Gede menjadi pelaksana tugas Bupati Wedana Parahyangan di Tegal Kalong selama ia berperang.<ref name=":2" /><ref name=":7">{{Cite book|title=Kawit|url=https://books.google.co.id/books?id=MUJYPhEdEIMC&q=%22Rangga+Gede%22+Madura&dq=%22Rangga+Gede%22+Madura&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjTo7vD2YvkAhVw7XMBHddEB-cQ6AEIPDAD|publisher=Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat.|date=1991|language=id}}</ref>

Terdapat lima kadipaten di Madura saat Mataram menyerbu Surabaya, yaitu Arosbaya, [[Blega, Bangkalan|Balega]], [[Kabupaten Pamekasan|Pamekasan]], [[Kabupaten Sampang|Sampang]], dan [[Kabupaten Sumenep|Sumenep]], dimana kelimanya merupakan sekutu Surabaya, dengan Arosbaya sebagai kekuatan terkuat.<ref>{{Cite book|title=Departemen Dalam Negeri, tugas, fungsi dan peranannya dalam pemerintah di Daerah|url=https://books.google.co.id/books?id=MioSAAAAMAAJ&q=Arosbaya+Balega+Pamekasan+Sampang+Sumenep+Surabaya&dq=Arosbaya+Balega+Pamekasan+Sampang+Sumenep+Surabaya&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwinnc-554vkAhWYknAKHVRDBe4Q6AEIPDAD|publisher=Departemen Dalam Negeri|date=1985|language=id|first=Indonesia Departemen Dalam|last=Negeri}}</ref><ref>{{Cite book|title=Perlawanan penguasa Madura atas hegemoni Jawa: relasi pusat-daerah pada periode akhir Mataram, 1726-1745|url=https://books.google.co.id/books?id=2AJwAAAAMAAJ&q=%22Lemah+Duwur%22+Arosbaya&dq=%22Lemah+Duwur%22+Arosbaya&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjc95aT54vkAhWWfSsKHUOpBigQ6AEIUzAG|publisher=Jendela|date=2003|language=id|first=Aminuddin|last=Kasdi}}</ref> Rangga Gempol membawa tentaranya untuk membantu pasukan [[Ki Juru Kiting]], panglima Mataram berusia lanjut yang saat itu ditugaskan untuk menaklukan Madura.<ref>{{Cite book|title=Puncak kekuasaan Mataram: politik ekspansi Sultan Agung|url=https://books.google.co.id/books?id=CaQeAAAAMAAJ&q=%22Juru+Kiting%22+tua+Madura&dq=%22Juru+Kiting%22+tua+Madura&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiRovy86IvkAhUI6nMBHSJMCXcQ6AEINjAC|publisher=Grafitipers|date=1986|language=id|first=Hermanus Johannes de|last=Graaf}}</ref> Dalam menaklukan Madura, Rangga Gempol tidak hanya menempuh jalan perang namun juga diplomasi. Daerah Sampang yang ketika itu dipertahankan oleh [[Cakraningrat I|Raden Prasena]], pewaris sah Arosbaya yang masih berusia muda, berhasil dibujuk untuk menyerah ke Mataram.<ref name=":22" /><ref>{{Cite book|title=Kerajaan-kerajaan Islam pertama di Jawa: kajian sejarah politik abad ke-15 dan ke-16|url=https://books.google.co.id/books?id=yeMdAAAAMAAJ&q=Prasena+menyerah&dq=Prasena+menyerah&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjr7rTG6YvkAhUh8HMBHY1MDY4Q6AEIMTAB|publisher=Grafitipers|date=1985|language=id|first=Hermanus Johannes de|last=Graaf}}</ref> Kelak Raden Prasena diangkat oleh Sultan Agung sebagai bupati wedana Madura dengan gelar Cakraningrat I.<ref>{{Cite book|title=Seminar Sejarah Nasional III|url=https://books.google.co.id/books?id=I9IdAAAAMAAJ&q=Prasena+cakraningrat+wedana&dq=Prasena+cakraningrat+wedana&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiKlrP-6YvkAhXy73MBHbFmAPMQ6AEIMjAC|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|date=1983|language=id}}</ref> Daerah-daerah lainnya ditaklukan melalui peperanganpertempuran yang banyak menimbulkan korban jiwa, namuntetapi akhirnya keseluruhanseluruh daerah Madura dapat ditaklukan oleh Mataram.<ref name=":12" /><ref>{{Cite book|title=Across Madura Strait: The Dynamics of an Insular Society|url=https://books.google.co.id/books?id=lchwAAAAMAAJ&q=Mataram+Madura+1624&dq=Mataram+Madura+1624&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjg_Y2a6ovkAhVLXn0KHbeXCSIQ6AEIYDAI|publisher=KITLV Press|date=1995|isbn=9789067180917|language=en|first=Kees Van|last=Dijk}}</ref>

Atas jasa-jasanya dalam menaklukan Madura, Rangga Gempol diperintahkan untuk tidak pulang ke Tegal Kalong namun menetap di Kerto sebagai pembesar di keraton Mataram. Para tentaranya yang ikut menetap dengannya lalu membangun kampung Kasumedangan di sekitar Kerto.<ref name=":8">{{Cite book|title=Patanjala: jurnal penelitian sejarah dan budaya|url=https://books.google.co.id/books?id=7BlwpCOcGVAC&q=%22Rangga+Gede%22+Madura&dq=%22Rangga+Gede%22+Madura&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiF4Ye884vkAhUUVH0KHXQIDNkQ6AEIMDAB|publisher=Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata|date=2014|language=id}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://duniakeris.com/sumedang-larang-kepada-lintasan-sejarah-tatar-sunda/|title=Sumedang Larang kepada Lintasan Sejarah Tatar Sunda|last=duniakeris|date=2018-03-21|website=DUNIA KERIS|language=en-US|access-date=2019-08-18}}</ref> Rangga Gede pun menjadi Bupati Wedana secara tetap di daerah Parahyangan, dengan wakilnya Wangsanata atau lebih dikenal sebagai [[Dipati Ukur]].<ref>{{Cite book|title=Kehidupan kaum ménak Priangan, 1800-1942|url=https://books.google.co.id/books?id=QZBuAAAAMAAJ&q=%22Rangga+Gede%22+%22Dipati+Ukur%22&dq=%22Rangga+Gede%22+%22Dipati+Ukur%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj-36D-9IvkAhXZfX0KHXm-AtoQ6AEIPDAD|publisher=Pusat Informasi Kebudayaan Sunda|date=1998|language=id|first=Nina Herlina|last=Lubis}}</ref> Penaklukan Madura oleh Rangga Gempol pada tahun 1624 mengakibatkan Surabaya tidak bisa lagi bertahan dengan mengandalkan pasokan pangan dari sekutunya tersebut.<ref>{{Cite book|title=Soerabaia tempo doeloe|url=https://books.google.co.id/books?id=GBxwAAAAMAAJ&q=%22Sultan+Agung%22+Surabaya+korban+tewas&dq=%22Sultan+Agung%22+Surabaya+korban+tewas&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiG7pq80IvkAhXKs48KHVLJBqwQ6AEIZDAJ|publisher=Dinas Pariwisata, Kota Surabaya|date=2002|language=id|first=Dukut Imam|last=Widodo}}</ref><ref name=":32">{{Cite book|title=A History of Modern Indonesia: c- 1300 to the Present|url=https://books.google.co.id/books?id=oj9dDwAAQBAJ&pg=PA41&dq=Surabaya+Madura+1625&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiYhb679YvkAhXy63MBHZG9B4gQ6AEINzAC#v=onepage&q=Surabaya%20Madura%201625&f=false|publisher=Macmillan International Higher Education|date=1981-12-01|isbn=9781349166459|language=en}}</ref> Pertahanan Surabaya semakin melemah setelah [[Sungai Brantas]] dibendung oleh tentara Mataram, dimana tidak ada pasokan air menuju Surabaya, sehingga penduduk kota inipenduduknya dilanda kelaparan yang parah. PadaDi tahun 1625, akhirnya Surabaya yang dipimpin oleh Adipati [[Jayalengkara]] memutuskan untuk menyerah kepada Mataram.<ref name=":02" /><ref name=":32" />

Kehidupan Rangga Gempol sebagai pembesar Mataram tidak banyak tercatat dalam sejarah. Namun diceritakan bahwa Rangga Gede pernah berkunjung ke Kerto untuk mengunjungi saudaranya, dimana mereka berdua berbincang soalterkait keberhasilan atas penaklukan Madura. Rangga Gempol berkelakar dengannya kalau ia bisa saja menaklukan Mataram hanya dalam waktu setengah hari.<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|url=http://pustaka.unpad.ac.id/archives/110831|title=Pustaka Ilmiah Universitas Padjadjaran » Blog Archive » Sumedang Pada Masa Pengaruh Kesultanan Mataram (1601-1706)|language=en-US|access-date=2019-08-18}}</ref> Perkataan Rangga Gempol yang bersifat candaan ini lalu sampai ke telinga Dipati Ukur di Parahyangan, yang lalu melaporkan hal kembali ini ke keraton Kerto. Sontak Sultan Agung berang setelah mendengar kabar tersebut, dimana ia menganggap Rangga Gempol memiliki sikap yang sangat jemawa dan meremehkan Mataram.<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Sunda: alam, manusia, dan budaya, termasuk budaya Cirebon dan Betawi|url=https://books.google.co.id/books?id=8uoSAQAAMAAJ&q=Mataram+Madura+1624&dq=Mataram+Madura+1624&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjg_Y2a6ovkAhVLXn0KHbeXCSIQ6AEIcTAL|publisher=Pustaka Jaya|date=2000|isbn=9789794192597|language=id}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://komunitasaleut.com/2011/01/29/dipati-ukur-an-honourable-hero-or-a-legendary-loser/|title=Dipati Ukur, an Honourable Hero or a Legendary Loser|last=KomunitasAleut!|date=2011-01-29|website=Dunia Aleut!|language=id-ID|access-date=2019-08-18}}</ref> Pada tahun 1625, Sultan Agung menjatuhkan [[hukuman mati]] terhadap Rangga Gempol dengan cara [[Pemancungan|dipancung]]. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Lempuyanganwangi, yang saat ini terletak di selatan [[Stasiun Lempuyangan]], [[Kota Yogyakarta]].<ref name=":3" /><ref name=":8" />

Rangga Gempol menikah dengan Nyi Mas Sulhalimah, salah-satu cucu [[Maulana Yusuf dari Banten|Maulana Yusuf]] yang bergelar Ratu Widari selama menjadi permaisuri Sumedang Larang dan dikaruniai 5 anak, yaitu [[Kartajiwa]] atau Suriadiwangsa II (Kartajiwa), Mangunrana, Nyi Sumalintang (Sudarsah), Nyi Nustawijah, dan Tampangkil. Suriadiwangsa IIKartajiwa kelak pada tahun 1627 berkomplot dengan Sultan Abul Mafakhir untuk menyerbu Sumedang, dengan tujuan merebut kepemimpinan Parahyangan dari Rangga Gede dan bergabung sebagai wilayah Banten, meski serbuan ini akhirnya berhasil digagalkan oleh Dipati Ukur.<ref name=":22" /><ref name=":7" /><ref>{{Cite book|title=Konflik elite birokrasi: biografi politik Bupati R.A.A. Martanagara|url=https://books.google.co.id/books?id=4RZxAAAAMAAJ&q=%22Rangga+Gempol%22+kematian&dq=%22Rangga+Gempol%22+kematian&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjv0-CxrYzkAhXUV30KHZpBDL8Q6AEIWTAH|publisher=Humaniora Utama Press|date=2001|isbn=9789799231529|language=id|first=Nina Herlina|last=Lubis}}</ref>

Keputusan Suriadiwangsa atau Rangga Gempol untuk bergabung dengan Mataram memiliki dampak yang besar dan mendalam untuk penduduk Tatar Sunda kecuali di Banten dan Cirebon. Struktur administrasi di tatar Sunda mengalami perombakan, dimana Sultan Agung membagi-bagi wilayah Parahyangan yang dipimpin oleh para bupati (kaum [[Menak|ménak]]), yang diangkat langsung olehnya dan sultan-sultan penerusnya. Kaum ménak ini lalu menjadi kelas elit baru dalam masyarakat Sunda, dimana mereka dihormati masyarakat layaknya raja-raja Sunda terdahulu.<ref name=":5" /><ref>{{Cite book|title=Manusia Sunda: sebuah esai tentang tokoh-tokoh sastera dan sejarah|url=https://books.google.co.id/books?id=79ktAAAAMAAJ&q=menak+Sunda+%22Sultan+Agung%22&dq=menak+Sunda+%22Sultan+Agung%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwifiLqDu4zkAhWBguYKHenzAxgQ6AEIOjAD|publisher=Inti Idayu Press|date=1984|language=id|first=Ajip|last=Rosidi}}</ref><ref>{{Cite book|title=Tayuban kalangenan menak Priangan|url=https://books.google.co.id/books?id=rxuCAAAAMAAJ&q=Bupati+menak+%22Sultan+Agung%22&dq=Bupati+menak+%22Sultan+Agung%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwju0eKzvIzkAhW54nMBHakpAJUQ6AEIKzAA|publisher=STSI Press Bandung|date=2002|isbn=9789798967146|language=id|first=Anis|last=Sujana}}</ref> [[Bahasa Sunda]] di wilayah Parahyangan dan sekitarnya mulai mengenal tingkatan penggunaan bahasa (''undak usuk''), yaitu penggunaan bahasa halus (''lemes'') dan bahasa hormat (''luluhur''/''pangagung'') yang diperkenalkan di masa pemerintahan Mataram. Tingkatan ini tidak ditemukan dalam [[Bahasa Sunda Banten]] dikarenakan Banten tidak pernah berada di bawah kendali Mataram.<ref name=":9">{{Cite book|title=Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Budaya Dalam Membangun Karakter Bangsa: 30 September 2014, Kampus Pascasarjana, IHDN Denpasar, Bali|url=https://books.google.co.id/books?id=qHbiqvxtvRIC&q=%22bahasa+sunda%22+mataram&dq=%22bahasa+sunda%22+mataram&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiY2cyjvozkAhXL_XMBHTUoB_oQ6AEIfTAN|publisher=Kementerian Agama, Republik Indonesia, Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar|date=2014|isbn=9786029721799|language=id}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Perkembangan Kebaya Sunda|url=https://books.google.co.id/books?id=Im-LDwAAQBAJ&pg=PA7&dq=%22bahasa+sunda%22+mataram&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiY2cyjvozkAhXL_XMBHTUoB_oQ6AEIPDAD#v=onepage&q=%22bahasa%20sunda%22%20mataram&f=false|publisher=Pantera Publishing|date=2019-03-05|isbn=9786026013729|language=id|first=Irma Russanti, S. Pd|last=M.Ds}}</ref><ref>{{Cite book|title=Jejak langkah urang Sunda: 70 tahun Ajip Rosidi|url=https://books.google.co.id/books?id=OV8LAQAAMAAJ&q=%22bahasa+sunda%22+pengaruh+mataram&dq=%22bahasa+sunda%22+pengaruh+mataram&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj125j5vozkAhUe6XMBHeOvBksQ6AEIPTAD|publisher=Kiblat|date=2008|language=id|first=Adeng Chaedar|last=Alwasilah|first2=Hawe|last2=Setiawan|first3=Rachmat Taufiq|last3=Hidayat|first4=Ajip|last4=Rosidi}}</ref>

Budaya masyarakat sawah di Tatar Sunda juga mulai diperkenalkan oleh Mataram. Sejak era [[Kerajaan Tarumanegara]], masyarakat Sunda merupakan masyarakat dengan budaya berladang (''ngahuma'') dimana mereka lazim berpindah-pindah lahan untuk membuka ladang di tempat yang dianggap subur.<ref name=":9" /><ref>{{Cite book|title=Politik jati diri urang Sunda dalam memperkuat pembangunan karakter bangsa|url=https://books.google.co.id/books?id=MiHShdPD_5AC&q=budaya+ngahuma+sunda+mataram&dq=budaya+ngahuma+sunda+mataram&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiDoqrMw4zkAhXFQ48KHZ9pAMYQ6AEILzAB|publisher=Kerjasama Pusat Kajian Lintas Budaya, Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata|date=2011|isbn=9786028795326|language=id}}</ref> Setelah wilayah Parahyangan menjadi bagian dari Mataram, budaya masyarakat sawah yang berasal dari timur mulai diterapkan oleh masyarakat Sunda, terutama penduduk Karawang yang pernah memasok pasukan Sultan Agung ketika [[Penyerbuan di Batavia|menyerbu Batavia]].<ref>{{Cite book|title=Konferensi Internasional Budaya Sunda (KIBS): prosiding|url=https://books.google.co.id/books?id=vo9uAAAAMAAJ&q=budaya+sawah+sunda+mataram&dq=budaya+sawah+sunda+mataram&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwib18_BxIzkAhVW_XMBHWICB_wQ6AEIKTAA|publisher=Yayasan Kebudayaan Rancage|date=2006|language=id|first=Ajip|last=Rosidi|first2=Edi Suhardi|last2=Ekajati|first3=Adeng Chaedar|last3=Alwasilah|first4=Yayasan Kebudayaan|last4=Rancage}}</ref><ref>{{Cite book|title=Proceedings Seminar Nasional Sastra dan Sejarah Pakuan Pajajaran|url=https://books.google.co.id/books?id=8SgeAAAAMAAJ&q=budaya+sawah+sunda+mataram&dq=budaya+sawah+sunda+mataram&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwib18_BxIzkAhVW_XMBHWICB_wQ6AEIPjAD|publisher=Diterbitkan oleh Universitas Pakuan Bogor dan Yayasan Pembangunan Jawa Barat|date=1993|language=id}}</ref> Keponakannya, [[Rangga Gempol II]] juga berperan langsung dalam memperkenalkan kesenian tembang Sunda (''Mamaos'') yang merupakan adaptasi dari kesenian tembang yang terdapat di Mataram di abad ke-17.<ref>{{Cite book|title=Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=RV4oAQAAMAAJ&dq=tembang+sunda+%22rangga+gempol%22&focus=searchwithinvolume&q=%22rangga+gempol%22|publisher=Badan Musjarawat Kebudajaan Nasional|date=1958|language=id}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah pendidikan daerah Jawa Barat|url=https://books.google.co.id/books?id=s7IsAAAAMAAJ&q=sejarah+tembang+cianjuran&dq=sejarah+tembang+cianjuran&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj8tsTewYzkAhWHuY8KHSTuAWAQ6AEIgQEwDQ|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah|date=1984|language=id}}</ref> Kelak kesenian tembang Sunda hasil perkenalanpengenalan Ranggadari Gempoltimur ini berkembang menjadi bentuk kesenian Sunda yang dikenal saat ini seperti [[Tembang Cianjuran]].<ref>{{Cite book|title=Mengenal seni tembang Sunda|url=https://books.google.co.id/books?id=P7EOAQAAMAAJ&q=sejarah+tembang+cianjuran&dq=sejarah+tembang+cianjuran&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj8tsTewYzkAhWHuY8KHSTuAWAQ6AEIUzAG|publisher=Wahana Iptek Bandung|date=2007|language=id|first=Apung S.|last=Wiratmaja}}</ref><ref>{{Cite book|title=Etnomusikologi: beberapa permasalahan dalam musik Sunda|url=https://books.google.co.id/books?id=YY-fAAAAMAAJ&q=tembang+sunda+cianjuran+sumedang&dq=tembang+sunda+cianjuran+sumedang&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiBzo-2wozkAhWKq48KHf-TC_YQ6AEIhwEwDw|publisher=STSI Press|date=2002|isbn=9789798967139|language=id|first=Deni|last=Hermawan}}</ref><ref>{{Cite book|title=Tembang Sunda Cianjuran di Priangan (1834-2009): dari seni kalangenan sampai seni pertunjukan|url=https://books.google.co.id/books?id=JxO7uCPyjbEC&dq=tembang+sunda+mataram&focus=searchwithinvolume&q=Mataram|publisher=Sunan Ambu Press|date=2014|isbn=9789798967306|language=id|first=Yus|last=Wiradiredja}}</ref>

Wilayah Parahyangan sendiri baru terlepas sepenuhnya dari Mataram setelah adanya [[Perjanjian Mataram-VOC tahun 1705|Perjanjian pada tahun 1705]], dimana Mataram mengakui kedaulatan VOC atas seluruh wilayah Parahyangan.<ref>{{Cite book|title=Sejarah Daerah Jawa Barat|url=https://books.google.co.id/books?id=dvR7CgAAQBAJ&pg=PA96&dq=perjanjian+1705+priangan&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiK0syKxYzkAhXlILcAHfwpBywQ6AEILjAB#v=onepage&q=perjanjian%201705%20priangan&f=false|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|date=1977|language=id|first=Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan|last=Daerah}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sedikit uraian tentang pranata perdikan|url=https://books.google.co.id/books?id=A0MEAAAAMAAJ&q=perjanjian+1705+priangan&dq=perjanjian+1705+priangan&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiK0syKxYzkAhXlILcAHfwpBywQ6AEITzAG|publisher=Bhratara|date=1975|language=id|first=Bertram Johannes Otto|last=Schrieke}}</ref> Penguasaan VOC atas Parahyangan ini memberikan banyak keuntungan kepada para bupati melalui pembukaan berbagai perkebunan kopi dan teh yang dibuka saat itu di Parahyangan.<ref name=":1" /><ref>{{Cite book|title=Sejarah perekonomian Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=VPTsAAAAMAAJ&q=kopi+teh+Priangan+VOC&dq=kopi+teh+Priangan+VOC&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjohcv6yozkAhXCX30KHYjyBzIQ6AEIODAC|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI|date=1996|language=id|first=R. Z.|last=Leirissa|first2=G. A.|last2=Manilet-Ohorella|first3=Yuda B.|last3=Tangkilisan|first4=Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah|last4=Nasional (Indonesia)}}</ref> Namun dalam perkembangannya VOC semakin sering mencampuri urusan para bupati, seperti dalam urusan pengangkatan pejabat-pejabat kabupaten.<ref>{{Cite web|url=http://pustaka.unpad.ac.id/archives/130727|title=Pustaka Ilmiah Universitas Padjadjaran » Blog Archive » Sunda, Sejarah, Budaya dan Politik|language=en-US|access-date=2019-08-18}}</ref><ref>{{Cite book|title=Petani dan konflik agraria|url=https://books.google.co.id/books?id=YhztAAAAMAAJ&q=VOC+mencampuri+bupati+priangan&dq=VOC+mencampuri+bupati+priangan&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiJ_O-Py4zkAhUHA3IKHbWzB0sQ6AEIRzAF|publisher=AKATIGA|date=1998|isbn=9789798589324|language=id|first=Endang|last=Suhendar|first2=Yohana Budi|last2=Winarni}}</ref> Provinsi [[Jawa Barat]] di era [[Hindia Belanda]] sendiri baru terbentuk setelah [[Perang Diponegoro]] berakhir pada tahun 1830, dimana wilayah Parahyangan, bersama dengan Banten, Batavia, dan Cirebon merupakan bagian dari provinsi ini.<ref name=":7" /><ref>{{Cite book|title=Pergumulan Islam dengan kebudayaan lokal di Tatar Sunda|url=https://books.google.co.id/books?id=jd0MAQAAMAAJ&q=Provinsi+%22Jawa+Barat%22+%22Perang+Diponegoro%22&dq=Provinsi+%22Jawa+Barat%22+%22Perang+Diponegoro%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwi5rLG3y4zkAhUaWysKHQv3BscQ6AEITDAF|publisher=Kaki Langit|date=2005|language=id|first=Cik Hasan|last=Bisri|first2=Yeti|last2=Heryati|first3=Eva|last3=Rufaidah}}</ref>

Nama Rangga Gempol diabadikan sebagai salah-satu nama jalan di [[Bandung Wetan, Bandung|Kec. Bandung Wetan]], [[Kota Bandung]].<ref>{{Cite web|url=https://jabarprov.go.id/index.php/news/3687/2011/12/27/Opera-Mini-Siap-Digelar-Di-Kota-Bandung|title=Opera Mini Siap Digelar Di Kota Bandung|last=Barat|first=Pemerintah Provinsi Jawa|website=jabarprov.go.id|access-date=2019-08-18}}{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>

[[Kategori:Tokoh Kesultanan Mataram]]