Iskandar Muda dari Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ahmad.baddawi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(43 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{untuk|[[bandar udara]] dengan nama yang sama|Bandara Sultan Iskandar Muda}}{{Infobox royalty|name=Iskandar Muda dari Aceh|title=Sultan Aceh Darussalam|image=Jirat Soleutan Eseukanda Muda.JPG|succession=[[Daftar Penguasa Aceh|Sultan Aceh Darussalam]] ke-14|reign=1607 - 27 Desember 1636 (29 tahun)|predecessor=[[Sultan Ali Riayat Syah]]|successor=[[Sultan Iskandar Tsani|Sultan Iskandar Tsani Alauddin Mughayat Syah]]|birth_name=Iskandar Muda|birth_date=1593|birth_place={{flagicon|Kesultanan Aceh}} [[Banda Aceh|Bandar Aceh Darussalam]]|death_date=27 Desember 1636 (umur 43)|death_place={{flagicon|Kesultanan Aceh}} [[Banda Aceh|Bandar Aceh Darussalam]]|place of burial=Makam Pahlawan Nasional Sultan Iskandar Muda, Komplek Kandang Meuh, Kelurahan Peniti, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh<ref>https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/makam-sultan-iskandar-di-kelurahan-peuniti-kecamatan-baiturrahman-kota-banda-aceh/</ref>|full name=Iskandar Muda Bin Mansyur Syah|regnal name=Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam Ibni Sultan Mansyur Syah|father=Sultan Mansyur Syah|mother=Putri Raja Indra Bangsa Binti [[Sultan Alauddin Riayat Syah]]|religion=[[Islam]] [[Sunni]]|caption=Makam Sultan Iskandar Muda}}
'''Sultan Iskandar Muda''' ('''[[Abjad Jawi|Aksara Jawoë]]''' : '''سلطان إسكندر مودا''') (Lahir di [[Banda Aceh|Bandar Aceh Darussalam]], [[Kesultanan Aceh]], [[1593|1590]] atau [[1590|1593]]<ref name="britannica">{{en}}[http://www.britannica.com/eb/article-9042907/Iskandar-Muda Encyclopedia Britannica Online, diakses tanggal 31 Mei 2007]</ref> – wafat di [[Banda Aceh|Bandar Aceh Darussalam]], [[Aceh|Kesultanan Aceh]], [[27 September|27]] Desember [[1636]]) merupakan [[sultan]] yang paling besar dalam masa [[Kesultanan Aceh]], yang berkuasa dari tahun [[1607]] sampai [[1636]].<ref name="Iskandar">LOMBARD, Denys. '''''Kerajaan Aceh''': Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)''. [[Jakarta]]: Kepustakan Populer Gramedia, [[2006]]. ISBN 979-9100-49-6</ref> Aceh mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, [[di mana]] daerah kekuasaannya yang semakin besar dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran tentang Islam.<ref name="britannica" /> Beliau juga pernah melakukan serangan terhadap Portugis, tetapi serangan tersebut tidak berhasil, meskipun begitu Aceh tetap merupakan kerajaan yang merdeka. Namanya kini diabadikan pada [[Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda]], [[Universitas Iskandar Muda]] dan [[Kodam Iskandar Muda]] di [[Aceh]]. beliau dikenal sangat piawai dalam membangun kerajaan aceh darussalam.
'''Sultan Iskandar Muda''' ('''[[Abjad Jawi|Aksara Jawoë]]''' : '''سلطان إسكندر مودا''') (Lahir di [[Banda Aceh|Bandar Aceh Darussalam]], [[Kesultanan Aceh]], [[1593|1590]] atau [[1590|1593]]<ref name="britannica">{{en}}[http://www.britannica.com/eb/article-9042907/Iskandar-Muda Encyclopedia Britannica Online, diakses tanggal 31 Mei 2007]</ref> – wafat di [[Banda Aceh|Bandar Aceh Darussalam]], [[Aceh|Kesultanan Aceh]], [[27 September|27]] Desember [[1636]])<ref>{{Cite web|date=2023-12-27|title=Sultan Iskandar Muda Wafat 387 Tahun Lalu, Pemimpin Aceh Dikenang Sepanjang Masa - Acehkini.ID|url=https://acehkini.id/sultan-iskandar-muda-wafat-387-tahun-lalu-pemimpin-aceh-dikenang-sepanjang-masa/|language=id|access-date=2023-12-29}}</ref> merupakan [[sultan]] yang paling besar dalam masa [[Kesultanan Aceh]], yang berkuasa dari tahun [[1607]]<ref>{{Cite web|date=2023-12-27|title=Mengenang Sultan Iskandar Muda setelah Ratusan Tahun Kepergian - Acehkini.ID|url=https://acehkini.id/mengenang-sultan-iskandar-muda-setelah-ratusan-tahun-kepergian/|language=id|access-date=2023-12-29}}</ref>
 
sampai [[1636]].<ref name="Iskandar">LOMBARD, Denys. '''''Kerajaan Aceh''': Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)''. [[Jakarta]]: Kepustakan Populer Gramedia, [[2006]]. ISBN 979-9100-49-6</ref> Sultan Iskandar Muda masih merupakan garis keturunan laki-laki dari pendiri [[Kesultanan Aceh Darussalam]] yaitu [[Sultan Ali Mughayat Syah]] sekaligus keturunan laki-laki terakhir dari [[Dinasti Meukuta Alam]] yang bertakhta sebagai [[Sultan Aceh]]. Aceh mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, [[di mana]] daerah kekuasaannya yang semakin besar dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran tentang Islam.<ref name="britannica" /> Beliau juga pernah melakukan serangan terhadap Portugis, tetapi serangan tersebut tidak berhasil, meskipun begitu Aceh tetap merupakan kerajaan yang merdeka. Namanya kini diabadikan untuk [[Universitas Iskandar Muda]], [[Kodam Iskandar Muda]] dan [[Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda]] di [[Banda Aceh]]. beliau dikenal sangat piawai dalam membangun Kerajaan Aceh Darussalam.<ref>{{Cite news|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/08/100000069/biografi-sultan-iskandar-muda-dan-perjuangannya|title=Biografi Sultan Iskandar Muda dan Perjuangannya|last=Gischa|first=Serafica|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2020-04-29|editor-last=Gischa|editor-first=Serafica}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://aceh.tribunnews.com/2018/12/29/iskandar-muda-penguasa-selat-malaka|title=Iskandar Muda Penguasa Selat Malaka|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id|access-date=2020-04-29|last=Hasyim}}</ref>
 
== Keluarga dan masa kecil ==
Baris 7 ⟶ 10:
Ibunya, bernama '''Putri Raja Indra Bangsa''', yang juga dinamai ''Paduka Syah Alam'', adalah anak dari [[Sultan Alauddin Riayat Syah]], [[Sultan Aceh]] ke-10; [[di mana]] sultan ini adalah putra dari Sultan Firman Syah, dan Sultan Firman Syah adalah anak atau cucu (menurut Djajadiningrat) Sultan Inayat Syah, Raja Darul-Kamal.<ref name="Iskandar"/>
 
Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan upacara besar-besaran dengan Sultan Mansur Syah, putra dari Sultan Abdul-Jalil, [[di mana]] Abdul-Jalil adalah putra dari [[Sultan Alauddin al-Qahhar|Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahhar]], [[Sultan Aceh]] ke-3.<ref name="Iskandar"/> Sampai dengan meninggalnya Sultan Iskandar Muda di tahun 1636, beliau merupakan penguasa [[Aceh]] keturunan terakhir dari [[Dinasti Meukuta Alam]] pendiri [[Kesultanan Aceh]] yang bertakhta.
 
=== Pernikahan ===
Sri Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dengan seorang Putri dari [[Kesultanan Pahang]]. Putri ini dikenal dengan nama [[Putroe Phang]]. Konon, karena terlalu cintanya sang Sultan dengan istrinya, Sultan memerintahkan pembangunan [[Gunongan]] di tengah Medan Khayali ([[Taman IstanaPutroe Phang]]) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu Sultan membangun [[Gunongan]] untuk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.<ref>{{Cite web|url=https://tengkuputeh.com/2018/09/28/putroe-phang/|title=PUTROE PHANG JULUKAN DARI TENGKU KAMALIAH SEORANG PUTRI KESULTANAN PAHANG|last=tengkuputeh|date=2018-09-27|website=Tengkuputeh|language=en|access-date=2020-04-29}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://initu.id/amp/biografi-sultan-iskandar-muda-pahlawan-asal-aceh/|title=Biografi Sultan Iskandar Muda Pahlawan Asal Aceh|date=2018-09-14|website=Official Website Initu.id|language=id-ID|access-date=2020-04-29}}</ref>
 
Putri Pahang dalam istana ''Darud Dunia'' tidak hanya sebagai Permaisuri, juga menjadi penasehat bagi suaminya Sultan Iskandar Muda. Salah satunya nasehatnya adalah pembentukan ''Majelis Syura'' (Parlemen) yang beranggotakan 73 orang sebagai perwakilan penduduk dalam kerajaan Aceh.<ref>Die Meulek; Kanun Al Asyi; Koleksi Naskah Tua Perpustakaan A. Hasjmy</ref>
[[Berkas:Gunongan Putroë Phang.JPG|jmpl|323x323px|Gunongan yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda untuk Putroe Phang (Isterinya)]]
Sebagai penghormatan kepada ''Putroe Phang'' sebuah ''Hadih Maja'' (Kata-kata berhikmat) yang berbunyi:
 
''Adat bak Poteu Meureuhom,''
 
''Hukom bak Syiah Kuala,''
 
''Kanun bak Putroe Phang,''
 
''Reusam bak Laksamana,''
 
''Hukom ngon adat lagee zat ngon sifuet,''
 
Hadih Maja ini adalah ajaran tentang pembagian kekuasaan dalam kerajaan Aceh Darussalam3), yang bermakna:
 
# Kekuasaan eksekutif berupa kekuasaan politik/adat berada di tangan Sultan sebagai Kepala Pemerintahan. Sultan Iskandar Muda menciptakan sistem ini, maka dibangsakan kepadanya (Poteu Meureuhom);
# Kekuasaan yudikatif atau pelaksanaan hukum berada di tangan ulama. Syekh Abdurrauf Syiah Kuala merupakan seorang ahli hukum dan Kadi Malikul Adil yang paling menonjol, maka pelaksanaan yudikatif ini dibangsakan kepadanya;
# Kekuasaan legislatif atau pembuatan undang-undang dibangsakan kepada ''Putroe Phang'' karena ia yang memberi nasehat untuk membentuk Majelis Syura (Parlemen);
# Peraturan keprotokolan atau ''reusam'' berada di tangan Laksamana sebagai Panglima Angkatan Perang Aceh dibangsakan kepada Laksamana Malahayati;
# Baris kelima adalah sintesis dari silogisme empat baris sebelumnya, yaitu: Dalam keadaan bagaimanapun, adat, kanun, dan ''reusam'' tidak boleh dipisahlan dari hukum/ajaran Islam sebagai penuntun jalan setiap orang yang memegang kekuasaan di Kesultanan Aceh Darussalam.<ref>Hasjmy; Wanita Aceh Sebagai Negarawan dan Panglima Perang; Jakarta; Penerbit Bulan Bintang; 1996</ref>
 
== Masa kekuasaan ==
Baris 21 ⟶ 45:
 
=== Kontrol di dalam negeri ===
Menurut tradisi Aceh, Iskandar Muda membagi wilayah Aceh ke dalam wilayah administrasi yang dinamakan ''ulèëbalang'' dan ''mukim''; ini dipertegas oleh laporan seorang penjelajah Prancis bernama Beauliu, bahwa "''Iskandar Muda membabat habis hampir semua bangsawan lama dan menciptakan bangsawan baru''." ''Mukim''<sup>1</sup> pada awalnya adalah himpunan beberapa desa untuk mendukung sebuah [[masjid]] yang dipimpin oleh seorang [[Imam]] ([[Bahasa Aceh|Aceh]]: ''Imeum''). ''Ulèëbalang'' ([[Bahasa Melayu|Melayu]]: ''Hulubalang'') pada awalnya barangkali bawahan-utama Sultan, yang dianugerahi Sultan beberapa mukim, untuk dikelolanya sebagai pemilik feodal. Pola ini djumpai di [[Aceh Besar]] dan di negeri-negeri taklukan Aceh yang penting.<ref name="Reid"/><ref>{{Cite web|url=https://historia.id/kuno/articles/sultana-tak-suka-permata-P31nD|title=Sultana Tak Suka Permata|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2020-04-29}}</ref>
 
=== Persaingan Dengan Imperialis Eropa ===
Kekuasaan Imperialisme Eropa yang pertama datang ke Asia Tenggara adalah Portugis, pada tahun 1511 menaklukkan Malaka. Portugis kemudian menaklukkan Samudera Pasai (1521) dan memperluas pengaruhnya di Selat Malaka. Akan tetapi dari Utara Sumatera muncul lawan sepadan Aceh Darussalam, konflik berlangsung ratusan tahun dan akhirnya Sultan Aceh terbesar Iskandar Muda lahir dan pertarungan kian dahsyat. Sebagaimana diceritakan dalam Sejarah Pahang.<ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/sekilas-sejarah-aceh-abad-ke-16-penulis-nurdin-s-sos-staf-pemugaran-bpcb-aceh-2/|title=SEKILAS SEJARAH ACEH ABAD KE- 16 {{!}} Ditjen Kebudayaan|language=id-ID|access-date=2020-04-29}}</ref><blockquote>''“Dalam bulan Juli 1613, Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, Raja Aceh yang masyhur gagah perkasanya itu, telah menghantar suatu angkatan perang laut yang besar datang menyerang dan mengalahkan Negeri Johor, Batu Sawar dan Kota Seberang. Bandar-bandar utama di Negeri Johor masa itu telah diduduki oleh orang-orang Aceh. Mengikut setengah sumber, Iskandar Muda sendiri mengepalakan Angkatan Perang Aceh yang menyerang Negeri Johor itu. Sultan Alauddin Riayat Syah III, adinda baginda Raja Abdullah serta Bendahara (Perdana Menteri) Johor Tun Sri Lanang dan beberapa ramai pengiring-pengiring Sultan Johor telah ditawan dan dibawa ke Negeri Aceh…”''</blockquote>Setelah beberapa tahun di Aceh, Sultan Alauddin Riayat Syah III berjanji tidak akan lagi membantu Portugis yang telah menduduki Malaka, maka Sultan Iskandar Muda membebaskan Sultan Alauddin dan diantar kembali serta ditabalkan kembali sebagai Sultan Johor. Akan tetapi ternyata Sultan Alauddin Riayatsyah III ternyata berkhianat dan bekerjasama dengan Portugis untuk memperluas jajahan mereka di Semenanjung Melayu. Alauddin membantu Portugis untuk mengangkat Raja Bujang menjadi Raja Pahang. Raja Bujang sebelumnya adalah seorang pangeran Pahang yang telah bersumpah setia kepada Portugis.<ref>Haji Buyong Adil; Sejarah Pahang; Kuala Lumpur; Dewan Bahasa dan Pustaka; 1972;</ref>
 
Maka, September 1615. Sultan Iskandar Muda menyerang Johor kembali dengan angkatan perang yang besar, Sultan Alauddin ditangkap dan dibawa (lagi) ke Aceh sampai meninggal. Serangan armada Aceh Darussalam dilanjutkan ke Pahang sebagaimana yang dituliskan oleh Haji Buyong Adil:<blockquote>''“Oleh sebab orang Portugis telah menolong Sultan Johor menaikkan Raja Bujang menduduki Kerajaan Negeri Pahang, pada tahun 1617 Sultan Aceh telah mengeluarkan Angkatan Perang Aceh menyerang Negeri Pahang dan laskar-laskar Aceh yang datang itu telah membinasakan daerah di Negeri Pahang. Raja Bujang melarikan diri, sementara ayah mertuanya, Raja Ahmad, dan putranya yang bermana Raja Mughal serta 10.000 rakyat negeri Pahang ditawan ditahan dan dibawa ke Negeri Aceh. Seorang pitri dari keluarga diraja Pahang, yang bernama Putri Kamaliah, juga turut dibawa ke Aceh, yang kemudian diperistri oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam, dan Putri Pahang itu termasyur dalam sejarah Aceh karena kebijaksanaannya dan disebut oleh orang-orang Aceh Putroe Phang…”''</blockquote>
 
== Hubungan dengan bangsa asing ==
Baris 36 ⟶ 65:
:(Hambalah sang penguasa perkasa Negeri-negeri di bawah angin, yang terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah [[Sumatra]] dan atas seluruh wilayah wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam).
 
Hubungan yang mesra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja [[James I dari Inggris]] dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah untuk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dengan nama Meriam Raja James.<ref>{{Cite news|url=https://kumparan.com/acehkini/mengenal-pahlawan-nasional-dari-aceh-1sDxueOCLYd|title=Mengenal Pahlawan Nasional dari Aceh|work=[[Kumparan (situs web)|Kumparan]]|language=id-ID|access-date=2020-04-29|last=Razali|first=Habil}}</ref>
 
=== Belanda ===
Selain Kerajaan Inggris, Pangeran [[Maurits dari Nassau|Maurits]] – pendiri [[dinasti Oranje]]– juga pernah mengirim surat dengan maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dengan mengirimkan rombongan utusannya ke [[Belanda]]. Rombongan tersebut dipimpin oleh [[Tuanku Abdul Hamid]].<ref>{{Cite web|url=https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/hartakarun/item/05/|title=Catatan dari para pemimpin kapal sipil Den Arent (burung Elang) mengenai kota Aceh pada tahun 1689 :: Sejarah Nusantara|website=sejarah-nusantara.anri.go.id|access-date=2020-04-29}}</ref>
 
Rombongan inilah yang dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang singgah di Belanda. Dalam kunjungannya Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhirnya meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dengan dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun karena orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam, maka ia dimakamkan dengan cara agama [[Nasrani]] di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam ia terdapat sebuah prasasti yang diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia [[Pangeran Bernhard]] suami mendiang [[Ratu Juliana]] dan Ayah Yang Mulia [[Ratu Beatrix]].
 
=== [[Kesultanan Utsmaniyah|Utsmaniyah Turki]] ===
Pada masa Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengirim utusannya untuk menghadap Sultan [[Kesultanan Utsmaniyah|Utsmaniyah]] yang berkedudukan di [[Konstantinopel]]. Karena saat itu Sultan Utsmaniyah sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lamanya sehingga mereka harus menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan untuk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada akhirnya ketika mereka diterima oleh sang Sultan, persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yang cakap dalam ilmu perang untuk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dengan nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjutnya Sultan Ottoman mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Aceh.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-748077/kejayaan-aceh-dari-selembar-surat|title=Kejayaan Aceh dari Selembar Surat|work=[[Detik.com|detikcom]]|language=id-ID|access-date=2020-04-29}}</ref>
 
=== Prancis ===
Baris 51 ⟶ 80:
Pada masa itu, Kerajaan Aceh merupakan satu-satunya kerajaan Melayu yang memiliki Balee Ceureumeen atau Aula Kaca di dalam Istananya. Menurut Utusan Prancis tersebut, Istana Kesultanan Aceh luasnya tak kurang dari dua kilometer. Istana tersebut bernama Istana Dalam Darud Donya (kini Meuligoe Aceh, kediaman Gubernur). Di dalamnya meliputi Medan Khayali dan Medan Khaerani yang mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda juga memerintahkan untuk menggali sebuah kanal yang mengaliri air bersih dari sumber mata air di Mata Ie hingga ke aliran Sungai [[Krueng Aceh]] di mana kanal tersebut melintasi istananya, sungai ini hingga sekarang masih dapat dilihat, mengalir tenang di sekitar [[Meuligoe]]. Di sanalah sultan acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.
 
== KutipanPenghormatan ==
Selama 30 tahun masa pemerintahannya (1606 - 1636 SM) Sultan Iskandar Muda telah membawa Kerajaan Aceh Darussalam dalam kejayaan. Saat itu, kerajaan ini telah menjadi kerajaan Islam kelima terbesar di dunia setelah kerajaan Islam Maroko, Isfahan, Persia dan Agra. Seluruh wilayah semenanjung Melayu telah disatukan di bawah kerajaannya dan secara ekonomi [[Kerajaan Aceh Darussalam]] telah memiliki hubungan diplomasi perdagangan yang baik secara internasional.
 
Rakyat Aceh pun mengalami kemakmuran dengan pengaturan yang mencakup seluruh aspek kehidupan, yang dibuat oleh Iskandar Muda. pada tanggal 14 September 1993, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Iskandar Muda atas jasa dan kejayaannya membangun dasar-dasar penting hubungan ketatanegaraan dan atas keagungan beliau.<ref>{{Cite news|title=Profil - Sultan Iskandar Muda|url=https://m.merdeka.com/sultan-iskandar-muda/profil/|work=[[Merdeka.com]]|language=id|access-date=2020-12-29}}</ref>
 
Bahkan beberapa tempat menggunakan nama Sultan Iskandar Muda, antara lain ;
 
* [[Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda]]
* Maté aneuk meupat jeurat, maté adat pat tamita:Artinya: mati anak ada makamnya, mati adat ke mana hendak dicari.
* [[Komando Daerah Militer Iskandar Muda]]
Ia mengucapkannya saat menjatuhkan hukuman rajam kepada anandanya [[Meurah Pupok]] yang berzina dengan isteri seorang perwira.
* [[Universitas Iskandar Muda]]
* Adat bak Po Temeuruhoom, Hukom bak Syiah Kuala:Artinya: Adat dipelihara Sultan Iskandar Muda, sedangkan hukum di bawah pertimbangan Syiah Kuala.
* [[Pupuk Iskandar Muda]]
*[[KRI Sultan Iskandar Muda (367)|KRI Sultan Iskandar Muda]]
* Taman Iskandar Muda
* Yayasan Perguruan Iskandar Muda
* Nama Ruas Jalan
* Dll.
 
== Referensi ==
Baris 63 ⟶ 103:
<sup>1</sup> <small>Komunitas Muslim yang dapat mengerahkan 40 orang laki-laki, jumlah minimum yang diperlukan untuk melakukan salat Jumat menurut [[fikih]] [[Mazhab Syafi'i]].</small>
=== Bacaan lanjutan ===
# LOMBARD, Denys. '''''Kerajaan Aceh''': Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)''. [[Jakarta]]: Kepustakan Populer Gramedia, [[2006]].<small>[http://www.ruangbaca.com/ruangbaca/?doky=MjAwNw==&dokm=MDE=&dokd=MDM=&dig=YXJjaGl2ZXM=&on=VUxT&uniq=NDEy ulasan di ruangbaca.com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070928105106/http://www.ruangbaca.com/ruangbaca/?doky=MjAwNw==&dokm=MDE=&dokd=MDM=&dig=YXJjaGl2ZXM=&on=VUxT&uniq=NDEy |date=2007-09-28 }} [http://www.pdat.co.id/hg/newbooks_pdat/2006/12/04/nwb,20061204-02,id.html ulasan di pdat.co.id] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070827063830/http://www.pdat.co.id/hg/newbooks_pdat/2006/12/04/nwb,20061204-02,id.html |date=2007-08-27 }}</small>
# REID, Anthony. '''''Asal Usul Konflik Aceh''': Dari Perebutan Pantai Timur Sumatra hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19''. [[Jakarta]]: [[Yayasan Obor Indonesia]], [[2005]]. ISBN 979-461-534-X
 
=== Pranala luar ===
 
* {{en}}[http://www.asnlf.net/asnlf_int/acheh/history/rulersofacheh/iskandarmuda/sultan_iskandar_muda.htm Iskandar Muda in the Eye's of World by Yusra Habib Abdul Gani] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070929214406/http://www.asnlf.net/asnlf_int/acheh/history/rulersofacheh/iskandarmuda/sultan_iskandar_muda.htm |date=2007-09-29 }}
* {{id}}[http://www.serambinews.com/index.php?aksi=bacagaleri&galid=70 Makam Poteumeureuhom Sultan Iskandar Muda di SerambiNews.com]
 
Baris 76 ⟶ 116:
* [[Kesultanan Aceh]]
* [[Sejarah Aceh]]
* [[Taman Putroe Phang]]
 
{{kotak mulai}}
Baris 82 ⟶ 123:
 
{{Pahlawan Indonesia}}
{{Sultan-bio-stub}}{{Authority control}}
 
{{lifetime|1593|1636|}}
Baris 109 ⟶ 151:
 
{{DEFAULTSORT:Iskandar Muda, Sultan}}
{{Sultan-bio-stub}}{{Authority control}}
[[Kategori:Tokoh dari Banda Aceh]]
[[Kategori:Sultan Aceh]]