Muhammad Adnan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
A. Yulianti (bicara | kontrib)
Menambahkan pranala dalam
Jungan1104 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(5 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 14:
|successor = [[Muchtar Jahja|Prof. Dr. H. Muchtar Jahja]]
|birth_date = {{birth date|1889|5|16}}
|birth_place = {{negara|Belanda}} [[Surakarta]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{death date|1969|6|24}}
|death_place = {{negara|Indonesia}}, [[Yogyakarta]], [[Indonesia]]
|nationality = [[Indonesia]]
|party =
Baris 35:
== Riwayat Hidup ==
=== Masa Kecil dan Keluarga ===
Muhammad Adnan, lahir pada hari kamis Kliwon tanggal 6 Ramadhan 1818 atau tanggal 16 Mei 1889, di dalam rumah "pengulon" (tempat kediaman Penghulu) di [[Kauman, Pasar Kliwon, Surakarta|kampung Kauman]], tengah-tengah kota Surakarta, Jawa Tengah. Nama lain Muhammad Adnan pada waktu kecil adalah Muhammad Shauman.
 
Orang tuanya Muhammad Adnan adalah almarhum Kanjeng Raden Penghulu Tafsir Anom V (lima), seorang [[ulama]] bangsawan sebagai abdi dalem (pegawai) [[Keraton Surakarta Hadiningrat|keraton Surakarta]]. Penghulu Tafsir Anom V (lima) dilahirkan pada hari Rabu, 17 Rabiul Awal tahun Jimakir 1786 Jawa 1854 M dan wafat pada tanggal 21 september 1933, dalam usia 79 tahun. Penghulu Tafsir Anom V (lima) memangku jabatan pengulu (qadli) ketika Sri susuhunan Paku Buwana IX (1861-1893) berkuasa.
 
Kiai pengulu Tafsir Anom V adalah keturunan kanjeng kiai pengulu Tafsir Anom IV, yang menjabat penghulu semasa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwana (PB) VII-IX. Jadi Muhammad Adnan adalah keturunan dari tafsir anom IV yang secara turun-temurun menjabat pengulu (qadhi) di keraton kasunanan Surakarta. Kalau di turut silsilahnya maka akan sampai pada Sultan Syah Alam Akbar III (R. Trenggono), sultan Demak terakhir.
 
Adapun putra dan putri Kiai Tafsir Anom V (lima) ayah Muhammad Adnan berjumlah 10 orang yaitu:
Baris 80:
Di Makkah Muhammad Adnan bersama kedua saudaranya belajar di Madrasah Darul Ulum dan berguru kepada beberapa kiai dan biaya belajar ditanggung orang tuanya sendiri, Pengulu Tafsir Anom V. Di antaraguru-gurunya di Makkah adalah:
Kiai Mahfudz at-Tirmisi (1868-1919) dari Tremas Pacitan yang menjadi ulama di Makkah, telah mendapat ijazah dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan agama Islam dari para pengarang kitab yang hidup sebelum abad XV. Kiai Mahfudz at-Tirmisi sebagai ulama yang memiliki otoritas dalam bidang hadis memiliki silsilah dari gurunya, Abu Bakar ibnu Muhammad Syata al-Makki sampai al-Bukhari.
Kiai Idris, Syaikh Syatho dan Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabaui (1855-1916) lahir di Bukit Tinggi dan pada tahun 1876 dibawa ayahnya ke Makkah dan kemudian bermukim di sana, serta memiliki kedudukan yang tinggi dalam mengajarkan agama, yaitu sebagai imam [[Mazhab Syafi'i|mazhab Syafi’i]] di [[Masjidil Haram|Masjid al-Haram]]. Ia memiliki keahlian dalam bidang ilmu berhitung dan ilmu ukur, terutama digunakan dalam bidang hukum Islam. Dengan beberapa alasan ia menentang [[tarekat]] dan juga menentang harta pusaka menurut garis matrineal yang berlaku pada adat Minangkabau dalam hukum waris.
Muhammad Adnan bersama kedua saudaranya mengaji dengan tekun dan hidup sederhana sebagai layaknya santri. Ditengah-tengah masa studinya di Makkah ayahnya memerintahkan salah satu di antara ketiga bersaudara mau belajar di [[Universitas Al-Azhar]], Kairo, Mesir. Atas persetujuan bersama, yang berangkat ke al-Azhar adalah saudara mudanya yaitu Muhammad Isham.
Menjelang tahun 1914 karena suasana dunia internasional genting, yaitu setelah terbunuhnya orang penting di Sarajevo yang menjadi penyebab perang dunia pertama, dan pada waktu di Arabia timbul bahaya kekurangan makan. Ayahnya memerintahkan agar putra-putranya kembali ke tanah air. Dimungkinkan ada kekhawatiran, jika nanti timbul peperangan besar, maka hubungan antara jazirah Arab dan Indonesia menjadi terputus dan dapat menyebabkan para mukimin Indonesia di Makkah telantar hidupnya.
Oleh karena itu Muhammad Adnan bersaudara memutuskan untuk memenuhi perintah ayahnya pulang ke tanah air. Dengan naik kapal laut mereka kembali ke tanah air dan pada tahun 1916 tiba dengan selamat. Sekembali ke Indonesia ia masih belajar lagi di madrasah Manbaul Ulum Solo.
Baris 91:
Sesudah pernikahannya dengan Siti Maimunah, kemudian Muhammad tidak lagi tinggal di rumah mertua H. Syafawi akan tetapi Muhammad Adnan tinggal dirumah yang terpisah.. Rumah itu terletak di jalan Bumi 9, kampung Tegalsari. Di sebelah jalan Bumi 9 berdiri sebuah masjid yang didirikan atas usaha Haji Shafawi dan Muhammad Adnan, serta dibantu oleh masyarakat muslim Tegalsari.
Dari perkawinannya dengan Siti Maimunah, Allah menganugrahkan amanah (titipan) 15 orang anak, laki-laki dan perempuan. Anak pertama sampai yang keenam atas kehendak Allah tidak diberi umur panjang. Putra-putri Muhammad Adnan yang pertama sampai keenam meninggal pada usia antara 1 sampai 2 tahun.
Pada tanggal 21 April 1930 Muhammad Adnan dianugrahi anak laki-laki yang ketujuh dan diberi nama dengan salah satu nama dari [[Asmaulhusna|asma'ul husna]], yakni Abdulhayi (Hamba Allah yang bersifat hidup). Berturut-turut lahirlah putranya yag lain.
Adapun jumlah putra-putri Muhammad Adnan berjumlah delapan orang yaitu:
 
# Abdul Hayi (1930-2003) dengan istri Masadah, dikaruniai 6 orang anak.
Baris 103:
# Abdul Latif (1943) dengan istri Normala, dikarunia 3 orang anak.
 
Selain sebagai ibu rumah tangga Maimunah istri Muhammad Adnan juga menjadi pengusaha batik dan [[tenun]]. Ketika usaha tenunnya berkembang, Muhammad Adnan bersama istrinya pindah kerumahnyake rumahnya sendiri, di Jalan Bumi 1, sebelah selatan madrasah Ta’mirul Islam, tidak jauh dari rumah mertuanya.
Pada 1940 ketika Muhammad Isa, ketua ''Hoofd Voor Islamitische Zaken'' meninggal dunia, Gubernur menunjuk Muhammad Adnan sebagai gantinya. Berhubung dengan jabatan baru itu, ditinggalkannya jabatan sebagai Hoofd Pengulu Landraad Surakarta. Pada bulan Desember 1941 berangkatlah Muhammad Adnan bersama keluarganya ke Jakarta yang pada waktu itu masih bernama Betawi.
Ketika tinggal di Jalan Kramat Raya, istri Muhammad Adnan mangandung putranya yang bungsu. Pada tanggal 6 Muharram 1363 Hijri atau bertepatan dengan 13 Januari 1943, Maimunah melahirkan putranya yang ke-9 (bungsu), bernama Abdul Latif lahir dalam keadaan selamat, akan tetapi ibunya Maimunah mengalami pendaharan terlalu banyak yang akhirnya jiwanya tak tertolong lagi.
Baris 111:
Pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 Tahun Masehi, atau 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat. Peristiwa ini disambut gembira oleh seluruh rakyat Indonesia, dan juga keluarga Muhammad Adnan. Sejak proklamasi kemerdekaan itu rumah dan kantor Mahkamah Islam Tinggi tempat Muhammad Adnan bekerja tiada lagi dikibarkan bendera “hinomaru”. Sebagai gantinya, sang Merah Putih dikibarkarkan di rumahnya di Jakarta, bahkan di seluruh Indonesia.
Sebagai wakil sekutu, kedatangan tentara Inggris untuk melucuti tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang Sekutu tidak menjadikan kota Jakarta menjadi lebih aman. Ketegangan-ketegangan semakin menjadi karena disamping tentara Inggris, ada tentara Belanda yang menyelundup di belakangnya. Pertempuran terjadi dimana-mana antara tentara Belanda/Sekutu dengan pemuda-pemuda Indonesia sehingga situasi kota tidak aman. Berhubung dengan itu, Muhamad Adnan memutuskan untuk memindahkan keluarganya ke kota Surakarta.
Muhammad Adnan beserta seluruh keluarganya berangkat ke Surakarta pada bulan Oktober 1945, dengan naik kereta api dari stasiun Jatinegara. Muhammad Adnan dari rumah menuju ke stasiun berkendaraan truk [[Palang Merah Indonesia|PMI]] (Palang Merah Indonesia) karena Muhammad Adnan menjadi penasehat PMI pusat Jakarta. Jalan menuju stasiun tampak sepi, dan tembakan-tembakan terdengar disana-sini. Namun perjalanan tiada mengalami hambatan, dan rombongan keluarga Adnan selamat tiba di stasiun Jatinegara.
Kereta api yang ditumpangi Muhammad Adnan yang sarat oleh penumpang berangkat dari stasiun Jatinegara senja hari, dan tiba di stasiun Balapan Surakarta keesokan harinya kira-kira pukul 08.00 pagi. Rumah yang dituju adalah rumah pengulon “Dalem Pengulon”, di Kauman tempat Muhammad Adnan dulu pernah hidup bersama orang tuanya. Saat itu Dalem Pengulon dalam keadaan kosong setelah Ibunda Nyai Pengulu Tafsir Anom meninggal awal tahun 1945.
Pada tahun 1946 Muhammad Adnan kembali lagi ke Jakarta untuk membenahi kepindahan kantor Mahkamah Islam Tinggi dari Jakarta ke Surakarta. Bnyak kantor, jawatan, departemen-departemen yang sudah hijrah ke daerah-daerah yang aman, terutama ke Yogyakarta dan Surakarta. Pemindahan ini mengikuti kebijaksanaan pemerintahan Republik Indonesia yang menghijrahkan Pusat dari Jakarta ke Yogyakarta. Kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota revolusi. Dalam menghijrahkan MIT (Mahkamah Islam Tinggi) Muhammad Adnan dibantu oleh paniteranya, Muhammad Junaidi dan beberapa karyawan.
Baris 125:
Muhammad Adnan pernah memimpin Madrasah Manba’ul Ulum Surakarta, setelah ia kembali belajar dari Makkah. Madrasah Manba’ul Ulum pertama kali dipimpin dipimpin oleh oleh Kiai Arfah, setelah Muhammad Adnan diangkat menjadi Penghulu maka pada tahun 1919 madrasah itu dipimpin oleh K.H. Jumhur, dan pada tahun 1946 Manbaul Ulum dipimpin oleh K.H. Jalil Zamakhsari.
Pada tahun 1951 Muhmmad Adnan mempelopori berdirinya ”Al Djami’atul Islamiyah” Perguruan Tinggi Islam Indonesia (PTII) di Surakarta bersama KH. Imam Ghozali dan KH. As’at. Selanjutnya PTII Solo ini digabung dengan UII Yoyakarta dan dikenal kemudian dengan nama UII cabang Solo. Pada tahun ini pula ia diangkat sebagai Dewan Kurator/Pengawas serta diangkat sebagai Guru Besar tidak tetap pada Fakultas Hukum PTII.
Tahun 1950 ketika [[Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)]] diresmikan diberi kepercayaan menjadi ketuanya sampai perguruan tinggi itu menjadi [[Institut Agama Islam Negeri|IAIN]] (1960), selain itu ia juga diangkat menjadi guru besar dalam bidang fiqh ia juga menjadi dosen luar biasa di [[Universitas Gadjah Mada|Univesitas Gajah Mada]] (UGM) Yogyakarta.
Dalam pendidikan keluarga, Muhammad Adnan memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya ada yang dilakukan dengan secara langsung dan ada pula yang dilaksanakan secara tidak langsung. Mulai usia 4 tahun, semua putranya diberikan pelajaran menghafal al-Fatihah ayat demi ayat, di teruskan dengan surat-surat dari [[juz ‘Amma]] yang pendek-pendek. Tuntunan menghafalkan firman Allah Swt. yang berupa surat-surat yang pendek itu diberikan langsung oleh Muhammad Adnan. Sesudah itu, ibu anak-anak melatih lagi hafalan-hafalan surat-surat pendek seperti surat al-Ikhlash, al-falaq dan yang lain-lain. Makin meningkat umur anak itu mangkin meningkat hafalannya.
Ketika di Jakarta, Muhammad Adnan memerintahkan kepada istrinya agar anak-anak ditingkatkan pendidikan agamanya, bukan hanya agar dapat membaca al-Qur’an saja melainkan perlu juga diberi pelajaran pokok-pokok ajaran Islam tentang [[Rukun Iman]], [[Rukun Islam]], tuntunan Ibadah dan [[Akhlak]]. Untuk melaksanakan maksud ini, anak-anak yang sudah agak besar (8-11 tahun) setiap sore sehabis salat Ashar diberikan pendidikan dan pelajaran agama yang meliputi bidang tauhid, fiqh, dan Akhlaqul Karimah.
Buku rujukan (reference) yang digunakan Ibu adalah [[Aqidatul Awam]] untuk tauhid, [[Safinatun Najah|Safinatun Najat]] untuk fiqh dan [[Hidayatul Islam]] karangan Muhammad Adnan sendiri untuk akhlaq. Kitab Hidayatul Islam adalah kitab karya Muhammad Adnan sendiri dengan memakai berbahasa Jawa berhuruf [[Arab Pegon]], yang banyak juga disertai sumber-sumber Al-Qur’an dan [[Hadits|Al-Hadis]].
Dalam kebijaksanaan pendidikannya, meskipun Muhammad Adnan tergolong ulama, ia tidak pernah mengharuskan putra-putranya memilih bidang studi tertentu. Ia tidak pernah memberi tekanan kepada anak-anaknya. Kalau ia mempunyai pendapat tentang arah studi yang perlu ditempuh anak-anak, secara persuasif ia hanya menganjurkan dan bukan mewajibkan.
Muhammad Adnan juga tidak pernah memerintah anak-anaknya yang berlebihan, dikarenakan menjaga supaya anak-anaknya terhindar dari dosa. Sebab perkara yang mubah bisa menjadi wajib jikala perintah itu dari orang tua ditujukan kepada anak-anaknya. Jangan sampai membebani anak yang akhirnya mengakibatkan dosa bagi si anak jika tidak dikerjakan perintah tesebut.
=== Bidang Peradilan Agama ===
Ketika Mataram telah terpecah-pecah menjadi Kesultanan, Kasunanan, Mangkunegaran dan Pakualaman pada masa pemerintahan kerajaan tersebut juga masih dijumpai lembaga keagamaan yang disebut kepengulon yang diduduki oleh [[Abdi dalem|Abdi Dalem]] Pamethakan atau Abdi Dalem Yogaswara, dan lainnya, yang dikepalai oleh Penghulu Ageng (Kraton).
Kelompok Ulama pejabat atau disebut pula penghulu adalah ulama yang kedudukan peran sosial keagamaannya berada di jalur at-tasyri’ wal-qadla, yakni aktivitas sosial keagamaan yang menonjol sebagai pelaksana bidang kehakiman yang menyangkut hukum (syari’at) Islam.
Ternyata, jabatan penghulu tidak hanya ada di lingkungan kraton. Di kabupaten-kabupaten yang menjadi bawahan wilayah kekuasaan kerajaan juga didapati ulama yang menduduki jabatan penghulu. Sampai tiba saatnya tanah Jawa dikuasai orang-orang Eropa (Belanda) dan kemudian daerah kekuasaan tersebut dinamakan gubernemen. Oleh karena itu sejak abad 17, orang-orang Eropa sudah menjumpai apa yang disebut dengan penghulu, yang merekea namai Opper-priester dan chiefi priest. Priester atau priest adalah sebutan bagi ulama pejabat di mata orang-orang Eropa.
Baris 145:
 
=== Perjuangan pada Negara ===
Muhammad Adnan sebagai mantan Ketua PPDP yang sudah bubar masih sering dimintai saran-saran oleh organisasi yang mempersatukan perhimpunan-perhimpunan agama dan partai-partai Islam, yakni [[Majelis Islam A'la Indonesia|Majlis Islam A’la Indonesia]] (MIAI) yang di dalamnya terdapat persyarikatan [[Muhammadiyah]] dan Nahdlatul Ulama. Partai Islam Indonesia (PII), diwakili para pemimpinnya W. Wondoamiseno (ketua majlis), Harsono Cokroaminoto, dr. Sukiman Wiyosanjoyo.
Pada zaman Jepang Muhammad Adnan diangkat menjadi anggota Jakarta Tokubetsu Si Sangi Kai (Dewan Kota) bersama-sama dengan A. Muhsin Dasaad (direktur perusahaan dagang “Kancil Mas”), dr Slamet Sudibyo (dokter swasta), Ir. Safwan (pegawai Denki Kosya), Thee Jin Seng (saudagar keturunan Tionghoa), R.H.O. Junaedi (pemimpin Harian Umum “Pembangun”).
Jepang mengharap keenam orang itu mencerminkan wakil masyarakat Indonesia, termasuk keturunan Cina. Pembesar-pembesar Jepang jika memerlukan informasi tentang masalah keislaman sering menghubungi Ketua Mahkamah Islam Tinggi yaitu Muhammad Adnan.
Baris 191:
 
== Referensi ==
# [http://www.uin-suka.ac.id/page/universitas/1 Sekilas UIN Sunan Kalijaga] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111221222454/http://www.uin-suka.ac.id/page/universitas/1 |date=2011-12-21 }}
# [http://zulfanioey.blogspot.com/2011/07/prof-kh-raden-muhammad-adnan.html Prof. KH. Raden Muhammad Adnan]
 
Baris 197:
{{Kotak_suksesi |jabatan = [[Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta|Rektor Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri]] |tahun = [[1951]] - [[1959]]|pendahulu = |pengganti = [[Muchtar Jahja|Prof. Dr. H. Muchtar Jahja]]}}
{{Kotak_selesai}}
 
[[Kategori:Rektor Indonesia]]
[[Kategori:Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta|Muhammad Adnan]]
Baris 210 ⟶ 211:
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:Anggota Konstituante Republik Indonesia]]
[[Kategori:Kelahiran 1889]]
[[Kategori:Kematian 1969]]