Insiden 26 Februari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Raksasabonga (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(16 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox military conflict
| conflict = Insiden 26 Februari
| image = [[Berkas:Rebel troops in February 26 Incident.JPG|300px|tepi]]
| caption = Letnan Tingkat Satu Yoshitada Niu dan pasukannya<br>pada 26 Februari 1936
| date = 26–29 Februari 1936
| place = [[Tokyo]],Havana [[Kekaisaran Jepang|Jepang]]Kuba
| result = Pemberontakan dipadamkan
* Pengaruh [[Kōdō-ha]]Amerika dibubarkan lenyap
*Pemerintah Kuba mengambil pemerintahan militer
* Peningkatan pengaruh militer atas pemerintahan
| combatant1 = {{flagiconTentara image|226Republik HiKuba no Maru.svg|size=22px}} Angkatan Darat Budiman
Tentara Revolusi Kebangsaan
| combatant2 = {{army|Kekaisaran Jepang|size=23px}}<br>{{navy|Kekaisaran Jepang|size=23px}}
| combatant2 = Angkatan Darat Kuba
| commander1 = [[Shirō Nonaka]]<br>[[Kiyosada Kōda]]{{executed}}<br>[[Yasuhide Kurihara]]{{executed}}<br>[[Teruzō Andō]]{{executed}}<br>[[Takaji Muranaka]]{{executed}}<br>[[Asaichi Isobe]]{{executed}}<br>[[Hisashi Kōno]]
Angkatan Laut Kuba
| commander2 = [[Hirohito|Kaisar Shōwa]]<br>[[Pangeran Kan'in Kotohito]]<br>[[Kōhei Kashii]]<br>[[Yoshiyuki Kawashima]]<br>[[Hajime Sugiyama]]
| commander1 = Fulgencio Batista
Chiang Kai Shek
| commander2 = Fidel Castro
Che Guevara
| strength1 = 1,558 atau 1,483<ref>Chaen (2001), p. 130</ref>
| strength2 = 23,841<ref>Chaen (2001), p. 146. Number does not include IJN personnel.</ref>
| casualties1 =19 dijatuhi hukuman mati
10 diampuni
| casualties2 =
| casualties2 =5 petugas militer tewas
7 petugas pemerintah dibunuh
}}
 
Baris 27 ⟶ 33:
===Persaingan faksi tentara===
[[File:Araki Sadao.jpg|thumb|upright|[[Sadao Araki]], pemimpin dari Kōdō-ha]]
[[Tentara Kekaisaran Jepang]] (IJA) memiliki sejarah panjang |faksionalisme di antara para perwira tinggi, yang awalnya berasal dari persaingan domain di [[zaman Meiji]]. Pada awal tahun 1930-an, para perwira tinggi telah terpecah menjadi dua kelompok informal utama: [[Kōdōha|Kōdō-ha]] faksi "Jalan Kekaisaran" yang dipimpin oleh Jenderal [[Sadao Araki]] dan sekutunya Jenderal [ [Jinzaburō Masaki]], dan faksi [[Tōseiha|Tōsei-ha]] "Kontrol" yang diidentifikasi dengan Jenderal [[Tetsuzan Nagata]].<ref>Storry (1957), p. 137</ref><ref>Shillony (1973), pp. 37–38</ref><ref>Crowley (1962), p. 310</ref>
 
Kōdō-ha menekankan pentingnya budaya Jepang, kemurnian spiritual di atas kualitas material, dan kebutuhan untuk menyerang [[Uni Soviet]] (''[[Hokushin-ron]]''), sementara para perwira Tōsei-ha, yang sangat dipengaruhi oleh gagasan staf umum [[Jerman Nazi|Jerman kontemporer]], mendukung teori perencanaan ekonomi dan militer pusat (perang total), modernisasi teknologi, mekanisasi, dan ekspansi ke [[Republik Tiongkok (1912-1949)|Tiongkok]] (''[[Nanshin-ron]]''). Kōdō-ha dominan di IJA selama masa jabatan Araki sebagai Menteri Perang dari tahun 1931 hingga 1934, menempati posisi staf paling signifikan, tetapi banyak dari anggotanya digantikan oleh perwira Tōsei-ha setelah pengunduran diri pemerintahan Araki.<ref>Crowley (1962), pp. 313–314.</ref><ref>Storry (1957), pp. 137–143</ref>
Baris 187 ⟶ 193:
 
Setelah markas polisi diduduki, Letnan Dua Kinjirō Suzuki memimpin kelompok kecil untuk menyerang kediaman terdekat Fumio Gotō, [[Kementerian Dalam Negeri|Menteri Dalam Negeri]]. Gotō tidak ada di rumah, bagaimanapun juga dia lolos dari serangan. Namun, serangan ini tampaknya hasil keputusan independen Suzuki dan bukan bagian dari rencana keseluruhan petugas.<ref>Kita (2003), p. 94</ref>
 
==Tanggapan pemerintah dan penindasan pemberontakan==
[[File:Hanzomon February 2x 1936.jpg|thumb|[[Istana Edo|Hanzōmon]], 26 Februari 1936]]
 
===Oposisi Fraksi Istana dan Kaisar===
Istana Kekaisaran mengetahui tentang pemberontakan tersebut ketika Kapten Ichitarō Yamaguchi, seorang pendukung perwira pemberontak dan perwira jaga Resimen Infanteri ke-1, memberi tahu ayah mertuanya, Jenderal [[Shigeru Honjō]], kepala [[aide-de-camp]] Kaisar dan anggota Kōdō-ha, sekitar pukul 05:00. Honjō kemudian menghubungi bawahannya dan kepala polisi militer dan menuju ke istana. Kaisar sendiri mengetahui kejadian tersebut pada pukul 05:40 dan bertemu dengan Honjō tak lama setelah pukul 06:00. Dia menyuruh Honjō untuk mengakhiri insiden tersebut, meskipun dia tidak menjelaskan secara spesifik bagaimana caranya.<ref>Kita (2003), pp. 101, 103–104</ref><ref>Bix (2000), p. 299</ref>
 
Dengan kematian Saitō dan Suzuki terluka parah, penasihat utama Kaisar yang tersisa adalah [[Kōichi Kido]], Sekretaris Utama [[Penjaga Cap Pribadi Kaisar|Penjaga Cap]]; Kurahei Yuasa, Menteri Rumah Tangga Kekaisaran; dan Wakil Bendaharawan Agung Tadataka Hirohata. Para pejabat ini bertemu setelah mengetahui penyerangan tersebut dari sekretaris Suzuki. Mereka mengambil sikap keras, menasihati Kaisar bahwa dia harus menuntut agar upaya dipusatkan pada menekan pemberontakan dan bahwa dia tidak boleh menerima pengunduran diri pemerintah saat ini, karena melakukan hal itu akan ''secara efektif memberikan kemenangan kepada tentara pemberontak''. Setelah mendengar nasehat inilah Hirohito mengeraskan posisinya.<ref>Shillony (1973), pp. 173–174</ref><ref>Kita (2003), pp. 104–105</ref>
 
[[File:Sanno Hotel in 1936.JPG|left|thumb|upright|Pendudukan pemberontak di Hotel Sannō]]
Kawashima bertemu dengan Kaisar pada pukul 09:30 setelah pertemuannya dengan para perwira pemberontak di Kementerian Perang. Dia membaca manifesto para perwira dan menuntut dengan lantang dan kemudian merekomendasikan Kaisar membentuk kabinet baru untuk ''menjelaskan kokutai, menstabilkan kehidupan nasional, dan memenuhi pertahanan nasional.'' Kaisar menolak dan menuntut agar Kawashima menekan pemberontakan. Ketika anggota pemerintahan Okada yang tersisa, tidak menyadari bahwa dia masih hidup, berusaha untuk mengundurkan diri sore itu, Hirohito memberi tahu mereka bahwa dia tidak akan mengizinkannya sampai pemberontakan dipadamkan.<ref>Bix (2000), p. 299</ref><ref>Shillony (1973), pp. 149–150, 174</ref>
 
===Proklamasi Menteri Perang dan pengakuan ''de facto''===
Dewan Militer Tertinggi (SMC) mengadakan pertemuan tidak resmi pada sore hari, dihadiri oleh sejumlah perwira lainnya termasuk Kashii, Yamashita, Kawashima dan [[Hajime Sugiyama]], Wakil Kepala Staf. Meskipun SMC merupakan bagian bergengsi dari IJA, hanya memiliki sedikit fungsi di masa damai dan karena telah menjadi badan di mana perwira tinggi dapat diangkat tanpa benar-benar memberi mereka kekuasaan. Untuk alasan ini, pada tahun 1936 sejumlah jenderal Kōdō-ha, termasuk Araki dan Mazaki, telah menjadi anggotanya.<ref>Shillony (1973), p. 152</ref>
 
Otoritas pertemuan ini diperdebatkan; tidak diadakan oleh Kaisar, dan Sugiyama berpendapat bahwa pertemuan tidak memiliki otoritas. Araki membalas bahwa tetua tentara memiliki kewajiban moral untuk menyelesaikan situasi tersebut. Anggota Kōdō-ha dan pendukungnya menguasai mayoritas dewan.<ref>Shillony (1973), p. 153</ref>
 
Terlepas dari perintah Kaisar kepada Kawashima agar pemberontakan ditekan, Araki mengusulkan agar sebuah pesan disusun untuk para pemberontak. Pesan ini, yang kemudian dikenal sebagai ''Proklamasi Menteri Perang'', telah menjadi titik kontroversi (dikeluarkan atas nama Kawashima karena pertemuan SMC tidak resmi). Araki dan peserta lainnya kemudian berargumen bahwa hal itu dimaksudkan untuk membujuk para petugas agar menyerah. Yang lain menafsirkannya sebagai dukungan terhadap pemberontakan.<ref>Kita (2003), pp. 107–108</ref><ref>Shillony (1973), pp. 153–154</ref>
{{clear}}
Proklamasi itu berbunyi:
 
<blockquote>
#Tujuan tindakan Anda telah dilaporkan kepada Yang Mulia.
#Kami menyadari bahwa motif Anda didasarkan pada keinginan tulus untuk mengklarifikasi politik nasional.
#Kondisi politik nasional saat ini (termasuk pencemarannya) adalah hal yang sangat disesalkan bagi kami.
#Semua Penasihat Perang Tertinggi telah sepakat untuk bersatu dan bergerak maju sesuai dengan prinsip-prinsip yang disebutkan di atas.
#Di luar ini semua tergantung kehendak Yang Mulia.<ref>Kita (2003), p. 110</ref><ref>Shillony translates the word {{nihongo|認む|mitomu}} in the 2nd clause as "approve" rather than "recognize". Shillony (1973), p. 153</ref><ref>Hane (1982), p. 209</ref>
</blockquote>
 
Setelah disetujui, Yamashita menyampaikan pesan tersebut kepada para pemberontak di Kementerian Perang, mereka senang tetapi agak bingung dengan ketidakjelasannya. Beberapa petugas kemudian bersaksi bahwa Yamashita mengklaim bahwa Kaisar telah menyetujui pesan tersebut, tetapi Yamashita membantahnya.<ref>Kita (2003), p. 114</ref>
 
Titik kontroversi lainnya adalah kata-kata proklamasi. Meskipun teks di atas mencatat bahwa motif para pemberontak diketahui, versi lain dari teks tersebut disebarkan oleh Kashii (kemungkinan atas instruksi Kawashima) tidak lama setelah pukul 15:30 ke unit militer di Tokyo. Versi ini mengakui tindakan para pemberontak daripada motif mereka. Perbedaan lantas dikaitkan dengan manipulasi teks Kōdō-ha setelah fakta. Araki, Yamashita, dan lainnya mengklaim bahwa apa yang dibagikan Kashii adalah draf proklamasi sebelumnya yang belum selesai.<ref>Kita (2003), pp. 111–112, 115–116</ref><ref>Shillony (1973), pp. 155–156</ref>
 
[[File:226 Martial Law HQ.JPG|thumb|upright|Markas Darurat Militer]]
Dua perkembangan lain memperdalam kesan para perwira pemberontak bahwa pemberontakan mereka telah berhasil. Pada pukul 15:00, sesaat sebelum pesan Menteri Perang dirilis, Kashii, yang bertindak sebagai komandan [[garnisun]] Tokyo, memerintahkan keadaan {{nihongo|"darurat masa perang"|戦時警備|senji keibi}} di wilayah operasi Divisi 1 (termasuk wilayah yang diduduki oleh pasukan pemberontak). Berdampak secara resmi menempatkan pasukan pemberontak dalam rantai komando di bawah Resimen Infantri ke-3 Letnan Jenderal Takeo Hori. Hori menempatkan mereka di bawah Kolonel Satoshi Kofuji dan menugaskan mereka untuk menjaga hukum dan ketertiban di wilayah mereka. Dengan demikian, para perwira pemberontak tidak lagi bertindak melawan hukum dengan menduduki jabatannya.<ref>Kita (2003), pp. 121–122</ref><ref>Shillony (1973), p. 156</ref> Seperti Proklamasi Menteri Perang sebelumnya, perintah ini kemudian dibenarkan sebagai upaya meyakinkan para perwira pemberontak untuk mengakhiri pendudukan mereka. Namun, para petugas didorong oleh tindakan tersebut dan yakin bahwa mereka berada di ambang kesuksesan.<ref>Shillony (1973), p. 156</ref>
 
Perkembangan positif kedua adalah deklarasi [[darurat militer]]. Kabinet awalnya menentang tindakan ini, karena dikhawatirkan akan digunakan untuk memaksakan aturan militer (seperti yang diharapkan para perwira muda), tetapi mereka tidak punya pilihan selain menyetujuinya setelah Kawashima bersikeras bahwa pemberontakan perlu diselesaikan. [[Dewan Penasihat Jepang|Dewan Penasihat]] setuju, dan dekrit tersebut ditandatangani oleh Kaisar pada pukul 01:20 tanggal 27. Kashii diangkat menjadi kepala Markas Darurat Militer. Dalam perintah pertamanya, yang dikeluarkan pagi itu, dia memerintahkan pasukan pemberontak untuk memberlakukan darurat militer di daerah Kōjimachi (yang mereka duduki.)<ref>Shillony (1973), p. 157</ref>
 
===Oposisi dalam militer===
Terlepas dari perkembangan di atas, posisi Tentara Budiman kurang aman dari yang terlihat. Yang paling signifikan, Kaisar dan pejabat istananya mengambil sikap keras terhadap pemberontakan. Selain itu, para pemberontak juga menghadapi tentangan penting di dalam militer, terutama dari Staf Umum Angkatan Darat dan angkatan laut. Banyak orang di dalam ketentaraan senang dengan pembunuhan itu karena mereka telah menyingkirkan sejumlah lawan tentara di dalam pemerintahan. Namun, mereka tidak dapat menerima gagasan sosial yang lebih radikal yang termasuk dalam "Restorasi Shōwa" dan tidak bersedia menerima kabinet yang didominasi Kōdō-ha. Yang lainnya, seperti Kanji Ishiwara, marah atas penggunaan pasukan oleh perwira pemberontak tanpa izin.<ref>Shillony (1973), pp. 169, 177</ref>
 
Staf Umum secara efektif diperintah oleh [[triumvirat]] yang terdiri dari Kepala Staf, Wakil Kepala Staf dan Inspektur Jenderal Militer. Dengan terbunuhnya Watanabe dan Kepala Staf ([[Pangeran Kan'in Kotohito|Pangeran Kan'in]]) sakit dan jauh dari ibu kota, Wakil Kepala Staf Sugiyama memegang kendali penuh. Sugiyama, anggota Tōsei-ha, sejak awal mendukung pemindahan paksa pendudukan pemberontak di ibu kota. Keengganannya untuk menerima kabinet baru dan memberikan front persatuan dengan SMC kepada Kaisar pada akhirnya akan menjadi faktor utama runtuhnya pemberontakan. Awalnya khawatir tentang ketidakpastian situasi, dia hanya memanggil bala bantuan dari luar Tokyo.<ref>Shillony (1973), pp. 167–168, 181</ref>
 
[[File:IJN Land Force February 1936.jpg|thumb|[[Angkatan Laut Kekaisaran Jepang]] Yokosuka tiba di Shibaura, Tokyo, setelah pecahnya "Insiden 26 Februari".]]
Staf Angkatan Laut telah mengambil pandangan yang sama tentang pemberontakan, setidaknya sebagian karena serangan terhadap tiga [[laksamana]] (Okada, Saitō dan Suzuki). Dia memanggil Armada Pertama ke Tokyo pada tanggal 26 Februari. Pada sore hari tanggal 27 Februari, empat puluh kapal perang ditempatkan di [[Teluk Tokyo]] dan angkatan darat angkatan laut (''[[Angkatan Darat Angkatan Laut Kekaisaran Jepang|rikusentai]]'') telah dikirim untuk mempertahankan instalasi angkatan laut di kota.<ref>Shillony (1973), pp. 170–171</ref>
 
===Negosiasi dan kebuntuan===
Jadi, pada malam tanggal 26 Februari, pemberontakan telah menghasilkan kebuntuan. Oposisi Kaisar dan Sugiyama telah mencegah pencapaian tujuan utamanya: penunjukan kabinet yang didominasi militer yang berpusat di sekitar Mazaki. Meskipun Tentara Budiman telah berhasil mencapai tingkat pengakuan resmi atas tindakan mereka, jelas bahwa mereka tidak dapat menduduki posisi mereka tanpa batas waktu. Kehadiran mereka adalah alat tawar-menawar terkuat, tetapi para pendukung merasa hal itu harus diakhiri.<ref>Kita (2003), pp. 129, 160–161</ref><ref>Shillony (1973), p. 178</ref>
 
Karena alasan inilah Araki, Mazaki, dan sebagian besar anggota SMC lainnya bertemu dengan Muranaka dan Kurihara di Kementerian Perang pada malam tanggal 26 Februari. Di sana mereka memberi selamat lagi kepada petugas, tetapi meminta agar mereka kembali ke unitnya dan menyerahkan sisanya ke SMC. Para perwira pemberontak menolak, dengan tepat menunjukkan bahwa hanya karena mereka memiliki pasukan bersenjata lengkap di belakang mereka, para jenderal siap untuk mendengarkan, dan sekali lagi berbicara tentang perlunya mempromosikan Restorasi Shōwa dan membentuk ''kabinet kuat yang berpusat di sekitar militer''. Tidak ada kesepakatan yang tercapai.
 
Pendekatan ini diikuti dengan negosiasi tengah malam di [[Hotel Imperial, Tokyo|Hotel Imperial]] antara Ishiwara dan Letnan Kolonel Sakichi Mitsui, seorang pendukung pemberontakan. Mereka mencapai [[kompromi]]: kabinet baru di bawah Laksamana Eisuke Yamamoto akan ditunjuk dan pasukan pemberontak akan kembali ke unit mereka. Kompromi ini ditolak oleh Sugiyama (yang bersikeras bahwa Kaisar tidak akan menyetujui kabinet baru) dan para perwira pemberontak (yang hanya akan menerima kabinet Mazaki).<ref>Shillony (1973), pp. 178–181</ref><ref>Kita (2003), pp. 122–127</ref>
 
Akhirnya penyelesaian tampaknya tercapai ketika para perwira pemberontak meminta untuk menemui Mazaki pada 27 Februari. Mazaki, ditemani oleh dua anggota SMC lainnya ([[Nobuyuki Abe]] dan Yoshikazu Nishi), tiba di Kementerian Perang pada pukul 16:00. Berkumpul semua perwira pemberontak kecuali Andō dan Kurihara, yang memimpin pasukan di luar, dan Kōno, yang masih dirawat di rumah sakit. Para pemberontak memberi tahu Mazaki bahwa mereka mempercayakan segalanya kepadanya. Mazaki berterima kasih kepada mereka, tetapi menjelaskan bahwa dia tidak dapat melakukan apa pun sampai mereka kembali ke unit mereka. Dia juga menyatakan bahwa dia akan melawan mereka sendiri jika mereka bertentangan dengan keinginan Kaisar. Para pemberontak menjawab bahwa jika mereka menerima perintah resmi untuk kembali, tentu saja mereka akan mematuhinya. Setelah pertemuan tersebut, Mazaki dan para perwira pemberontak merasa lega. Mazaki yakin para perwira pemberontak akan pergi tanpa kekerasan dan para pemberontak rupanya yakin bahwa kabinet Mazaki akan dibentuk tak lama setelah mereka melakukannya. Kashii mengeluarkan perintah bagi pasukan untuk bermalam di gedung yang mereka duduki dan melaporkan kepada Kaisar bahwa situasinya akan diselesaikan pada pagi hari.<ref>Shillony (1973), pp. 181–182</ref><ref>Kita (2003), pp. 127–129</ref>
 
===Perintah kekaisaran===
Namun, tanpa sepengetahuan Kashii, Mazaki, dan para perwira pemberontak, Sugiyama telah meminta Kaisar pada pukul 08:20 untuk mengeluarkan perintah kekaisaran yang mengizinkan penggunaan kekuatan melawan Tentara Budiman. Segera diberikan dan dikeluarkan untuk Sugiyama, untuk dibebaskan atas kebijakannya sendiri. Ditujukan kepada Kashii, perintah tersebut memerintahkan dia untuk segera mengusir ''para perwira dan orang yang menduduki wilayah Miyakezaka''.<ref>Kita (2003), pp. 129–131</ref>
 
[[File:226 Imperial Command.jpg|thumb|upright|Urutan atas nama [[Pangeran Kan'in Kotohito]] yang mengirimkan perintah kekaisaran kepada [[Kōhei Kashii]]]]
Kaisar, pada akhir 27 Februari, menjadi semakin tidak sabar dengan kegagalan Angkatan Darat untuk menekan pemberontakan seperti yang dia perintahkan pada hari sebelumnya. Tanggapan cepat Angkatan Laut memuaskannya, tetapi keraguan Angkatan Darat tidak dapat dijelaskan oleh Kaisar. Dia memanggil Honjō sepanjang hari, menuntut untuk mengetahui apakah para pemberontak telah ditekan. Ketika Honjō berbicara untuk membela motif para perwira, Kaisar dengan marah menjawab membunuh menteri saya sama saja dengan mencekik saya dengan kapas dan menambahkan bahwa para pemberontak tidak pantas mendapat keringanan hukuman. Pada satu titik, Hirohito menjadi sangat tidak sabar sehingga dia mengancam akan mengambil alih komando pribadi Pengawal Istana dan memerintahkan mereka untuk menyerang para pemberontak itu sendiri.<ref>Shillony (1973), pp. 172–173</ref><ref>Bix (2000), pp. 300–301</ref>
 
Markas Staf Umum dan Darurat Militer memutuskan untuk melepaskan komando kekaisaran pada pukul 05:00 pada tanggal 28. Sejak saat itu dokumen formal yang sebelumnya menggunakan "pemberontakan", kata yang dipilih sendiri oleh para perwira pemberontak, mulai menggunakan kata {{nihongo|"pemberontakan"|叛乱|hanran}} sebagai gantinya.<ref>三宅坂付近ヲ占拠シアル将校以下. Chaen (2001), p. 151</ref><ref>Kita (2003), pp. 131–132</ref>
 
Pada pukul 08:00 atasan nominal perwira pemberontak, Mayor Kofuji, disuruh memberi tahu perwira komando kekaisaran dan memerintahkan mereka untuk kembali ke unit mereka. Namun, Muranaka dan Kōda sudah mendengar perintah dari Nakahashi. Percaya perintah itu adalah kesalahan, mereka pergi menemuinya. Saat mereka bertemu Kofuji, dia hanya menyuruh mereka datang ke Markas Divisi 1. Di sana mereka bertemu dengan Jenderal Hori, yang berbohong kepada mereka, memberi tahu mereka bahwa tidak ada perintah yang dikeluarkan. Petugas yang lega tapi skeptis lantas pergi.<ref>Kita (2003), pp. 136, 138–141</ref>
 
Pertemuan para kepala tentara - termasuk Kawashima, Kashii dan Sugiyama - telah diadakan sejak pagi hari dan seterusnya (Araki dan Mazaki telah berusaha untuk hadir tetapi disuruh pergi, karena SMC tidak memiliki wewenang). Kawashima dan Kashii berusaha meyakinkan kelompok tersebut untuk menghindari kekerasan, tetapi ketika pukul 10:00 berlalu tanpa ada pergerakan apapun dari petugas pemberontak, mereka menyetujui penggunaan kekerasan. Namun, ketika Hori dan Kofuji datang menemui Kashii pada pukul 10:40, ketiganya sepakat bahwa masih terlalu dini untuk memberlakukan perintah kekaisaran. Juga dikemukakan bahwa kurangnya kesiapan di pihak pasukan pemerintah merupakan faktor lain. Bagaimanapun, tindakan itu tertunda.<ref>Kita (2003), pp. 136–137, 141–142</ref>
 
Yamashita mengunjungi Kementerian Perang pada pukul 12:00 dan memberi tahu para perwira pemberontak bahwa dikeluarkannya perintah kekaisaran hanyalah masalah waktu dan mereka harus bertanggung jawab. Hori bergabung dengan grup pada pukul 12:30 dan mengkonfirmasi kata-kata Yamashita. Tak lama setelah itu, Kurihara, berbicara atas nama kelompok, meminta agar utusan Kekaisaran dikirim. Dia mengatakan bahwa para petugas akan [[seppuku|bunuh diri]] dan NCO akan membawa tentara kembali ke barak mereka. Yamashita, bergabung dengan Kawashima, segera pergi ke Istana Kekaisaran, di mana dia memberi tahu Honjō tentang permintaan para perwira Komando Kekaisaran untuk bunuh diri, yang dianggap sebagai satu-satunya jalan keluar yang terhormat bagi mereka. Honjō, mengira ini adalah solusi yang baik untuk semua pihak terkait, meminta Yang Mulia agar permintaan itu dikabulkan, tetapi yang mengejutkan, Kaisar dengan tegas menolak. Kemarahannya sedemikian rupa sehingga dia berkata, ''Jika mereka ingin mati, lakukan apa yang mereka inginkan. Lakukan sendiri. Perintah Kekaisaran tidak perlu dipertanyakan lagi''.<ref>Kita (2003), pp. 144–145</ref>
 
Tidak semua pemberontak siap untuk bunuh diri. Andō sangat marah dengan gagasan itu, berteriak bahwa ''para jenderal ingin menggunakan kami sebagai tumpuan kaki dan membuat kami bunuh diri''. Penolakannya terhadap gagasan tersebut dan penolakan Kaisar menyebabkan perubahan hati di antara para perwira. Pada pukul 13:30 mereka memutuskan untuk bertarung. Kofuji mengetahui hal ini pada pukul 14:00, ketika dia akhirnya berusaha mengumpulkan para perwira untuk membacakan perintah kekaisaran dan mereka menolak untuk kembali ke unit mereka (perintah harus diberikan secara resmi agar sah). Segera setelah itu, pada pukul 16.00, Markas Darurat Militer mengumumkan bahwa kekuatan akan digunakan dan pasukan pemberontak disingkirkan dari komando Kofuji pada pukul 18.00. Pukul 23:00 perintah keluar untuk memulai persiapan pada pukul 05:00 tanggal 29 Februari untuk serangan umum.<ref>Kita (2003), pp. 145–149</ref>
 
===Jam terakhir===
[[File:February 29 map 1936.jpg|thumb|Daerah yang diduduki pada tanggal 29 Februari 1936. Pasukan dikepung.]]
[[File:February 29 leaflet.jpg|thumb|left|upright|Untuk tamtama!<br>1. Masih belum terlambat, jadi kembalilah ke unitmu.<br>2. Semua yang melawan akan ditembak sebagai pemberontak.<br>3. Ayah, ibu, kakak, dan adikmu semua menangis karena mereka akan menjadi pengkhianat. </p><br>Mabes Darurat Militer, 29 Februari.]]
 
Pada pagi hari tanggal 29 Februari, Tentara Budiman, yang terdiri dari kurang dari 1.500 orang, dikepung oleh lebih dari 20.000 pasukan setia pemerintah dan 22 tank. Serangan umum direncanakan pada pukul 09:00. Pada pukul 05:30 semua warga sipil di sekitarnya telah dievakuasi.<ref>Kita (2003), pp. 147, 150</ref>
 
Dari pukul 08:00 IJA mulai melakukan propaganda besar-besaran terhadap pasukan pemberontak. Tiga pesawat menyebarkan selebaran dari udara, sebuah balon iklan raksasa yang dihiasi dengan kata-kata, ''Perintah Kekaisaran telah dikeluarkan, jangan melawan Angkatan Darat!'' ditangguhkan di dekatnya dan serangkaian siaran radio dilakukan di [[NHK]]. Siaran dan selebaran meyakinkan tentara bahwa belum terlambat untuk kembali ke unit mereka dan memberi tahu mereka tentang komando kekaisaran. (Siaran tersebut akan menyebabkan masalah di kemudian hari, karena mereka telah berjanji bahwa semua kejahatan akan diampuni.) Upaya ini, bersama dengan peluang yang tidak ada harapan, memiliki efek yang menghancurkan. [[Desersi]] dimulai tak lama setelah tengah malam; pada pukul 10:00, banyak pasukan telah pergi.<ref>Shillony (1973), p. 193</ref><ref>Kita (2003), pp. 150–151</ref>
 
Menyadari keputusasaan, pada siang hari semua perwira kecuali Andō telah melepaskan prajurit mereka. Akhirnya, pada pukul 13:00, Andō memerintahkan orang-orangnya untuk pergi dan gagal [[bunuh diri]] dengan menembak kepalanya sendiri. Sisanya berkumpul di Kementerian Perang. Di sana mereka bertemu Yamashita dan Ishiwara, yang menyarankan agar mereka bunuh diri. Mereka membiarkan orang-orang itu tetap memegang senjata mereka dan pergi. Kolonel Nobutoki Ide, seorang anggota Staf Umum dan mantan komandan Nonaka, datang ke gedung dan memanggil Nonaka untuk keluar. Tak lama kemudian, Nonaka menembak dirinya sendiri. Isobe mengklaim bahwa Nonaka terpaksa bunuh diri dalam upaya menekan petugas lainnya untuk melakukan hal yang sama. Perwira pemberontak terakhir yang bunuh diri adalah Kōno, yang masih dirawat di rumah sakit akibat serangan yang gagal terhadap Makino, yang menikam dirinya sendiri dengan pisau seminggu kemudian. Petugas yang tersisa ditangkap oleh polisi militer pada pukul 18:00. Mereka semua dilucuti dari pangkat mereka.<ref>Kita (2003), pp. 152–153</ref><ref>Shillony (1973), p. 196</ref>
 
==Akibat==
[[File:226 Returning Troops.JPG|thumb|Pasukan pemberontak kembali ke barak mereka]]
[[File:Funeral of Korekiyo Takahashi.jpg|thumb|upright|Pemakaman Korekiyo Takahashi]]
 
===Pengadilan===
Kaisar menandatangani peraturan pada tanggal 4 Maret 1936, mendirikan {{nihongo|Special Court Martial|特設軍法会議|tokutsu gunpō kaigi}} untuk mengadili mereka yang terlibat dalam pemberontakan. Semua 1.483 anggota Tentara Budiman diinterogasi, tetapi akhirnya hanya 124 yang diadili: 73 NCO, sembilan belas perwira, sembilan belas tentara, dan sepuluh warga sipil. Dari jumlah tersebut, semua perwira, 43 NCO, tiga tentara dan semua warga sipil dinyatakan bersalah. Uji coba terkait pemberontakan membutuhkan waktu hampir delapan belas bulan untuk diselesaikan.<ref>Chaen (2001), pp. 186–199</ref>
 
Sidang utama para pemimpin pemberontakan (sembilan belas perwira yang masih hidup, Isobe, Muranaka, dan dua warga sipil lainnya) dimulai pada 28 April. Persidangan diadakan secara rahasia, dan para terdakwa tidak memiliki hak untuk perwakilan hukum, memanggil saksi atau mengajukan banding. Para hakim tidak tertarik mendengar tentang motif dan niat para terdakwa, dan memaksa mereka untuk berkonsentrasi pada perbuatan mereka dalam kesaksian mereka. Oleh karena itu, persidangannya jauh berbeda dari [[pengadilan militer]] biasa yang dihadapi Aizawa beberapa bulan sebelumnya. Dibebankan dengan {{nihongo|pemberontakan|反乱罪|hanran-zai}}, para perwira pemberontak berpendapat bahwa tindakan mereka telah disetujui oleh Proklamasi Menteri Perang dan penggabungan mereka ke dalam pasukan darurat militer, dan mereka tidak pernah diajukan secara resmi dengan perintah kekaisaran. Putusan dijatuhkan pada tanggal 4 Juni dan hukuman pada tanggal 5 Juli: semuanya dinyatakan bersalah dan tujuh belas [[Hukuman mati di Jepang|dihukum mati]].<ref>Kita (2003), pp. 173–174, 178–179</ref><ref>Shillony (1973), p. 200</ref>
 
Empat persidangan lagi diadakan untuk mereka yang terlibat langsung dalam serangan: satu untuk NCO yang terlibat dalam serangan di Saitō, Watanabe, dan markas polisi Tokyo; satu untuk NCO yang terlibat dalam serangan di Okada, Takahashi, Suzuki, dan Kementerian Perang; satu untuk tentara yang terlibat dalam serangan itu; satu untuk NCO dan enam warga sipil yang terlibat dalam serangan di Makino. Serangkaian persidangan juga diadakan untuk 37 pria yang dituduh mendukung pemberontakan secara tidak langsung. Dua puluh empat dinyatakan bersalah, dengan hukuman mulai dari [[penjara seumur hidup]] hingga denda 45 [[yen Jepang|yen]]. Yang paling penting adalah Ichitarō Yamaguchi (penjara seumur hidup), Ryu Saitō (lima tahun) dan Sakichi Mitsui (tiga tahun).<ref>Kita (2003), pp. 181–182, 192–193</ref>
 
Kita dan Nishida juga didakwa sebagai biang keladi pemberontakan dan diadili dalam sidang terpisah. Tindakan mereka selama pemberontakan hanya bersifat tidak langsung (terutama memberikan dukungan melalui telepon) dan karena itu mereka sebenarnya tidak memenuhi persyaratan dakwaan. Ketua hakim, Mayor Jenderal Isao Yoshida, memprotes Kementerian Perang bahwa tuduhan itu tidak pantas. Namun, para jenderal Tōsei-ha yang sekarang dominan di IJA telah memutuskan bahwa pengaruh kedua pria tersebut harus dihilangkan; Yoshida kemudian menulis surat kepada hakim lain untuk memberitahunya bahwa terlepas dari kurangnya bukti, telah diputuskan bahwa keduanya harus mati. Mereka dijatuhi hukuman mati pada 14 Agustus 1937.<ref>Kita (2003), p. 188</ref><ref>Shillony (1973), p. 202</ref>
 
Satu-satunya tokoh militer penting yang diadili atas keterlibatannya dalam pemberontakan adalah Mazaki, yang dituduh bekerja sama dengan para perwira pemberontak. Meskipun kesaksiannya sendiri menunjukkan dia bersalah atas tuduhan tersebut, dia dinyatakan tidak bersalah pada tanggal 25 September 1937. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh [[Fumimaro Konoe]], yang menjadi perdana menteri pada bulan Juni.<ref>Kita (2003), pp. 199–200</ref><ref>Shillony (1973), pp. 201–202</ref>
 
Lima belas petugas dieksekusi oleh regu tembak pada tanggal 15 Juli di sebuah penjara militer di [[Shibuya]]. Eksekusi Muranaka dan Isobe ditunda agar mereka bisa bersaksi di persidangan Kita dan Nishida. Muranaka, Isobe, Kita dan Nishida dieksekusi oleh regu tembak di lokasi yang sama pada 14 Agustus 1937.<ref>Chaen (2001), p. 200</ref>
 
===Perubahan pemerintahan===
Meskipun kudeta gagal, Insiden 26 Februari berdampak pada peningkatan pengaruh militer secara signifikan terhadap pemerintahan sipil. Kabinet Okada mengundurkan diri pada tanggal 9 Maret dan kabinet baru dibentuk oleh Kōki Hirota, sebagai [[Menteri Luar Negeri (Jepang)|menteri luar negeri]]. Transisi ini bukannya tanpa masalah. Ketika pemilihan Hirota dibuat jelas dan upaya mulai menyusun kabinet, Jenderal [[Hisaichi Terauchi]], Menteri Perang di kabinet yang baru, menyatakan ketidaksenangannya dengan beberapa pilihan yang jelas. Hirota menyerah pada tuntutan Terauchi dan mengubah pilihannya, memilih [[Hachirō Arita]] daripada [[Shigeru Yoshida]] sebagai Menteri Luar Negeri.<ref>Kita (2003), p. 206</ref>
 
Campur tangan dalam pemilihan kabinet ini diikuti dengan tuntutan bahwa hanya perwira aktif yang boleh menjabat sebagai Menteri Perang dan Menteri Angkatan Laut. Hingga saat ini, petugas cadangan dan pensiunan diizinkan untuk bertugas di posisi ini. Tuntutan diterima dan disahkan oleh perintah kekaisaran pada tanggal 18 Mei. Perubahan akan berdampak luas bagi pemerintah Jepang, karena secara efektif memberikan hak veto atas kebijakan pemerintah kepada dinas militer. Dengan meminta seorang menteri untuk mengundurkan diri dan menolak mengangkat pejabat baru untuk menggantikannya, jabatan dapat menyebabkan pemerintah jatuh sesuka hati. Nasib ini, pada kenyataannya, akan bertemu Hirota kurang dari setahun kemudian ketika Terauchi mengundurkan diri karena penolakan Hirota untuk membubarkan [[Parlemen Jepang|parlemen]].<ref>Shillony (1973), p. 210</ref><ref>Kita (2003), pp. 206–207</ref>
 
===Perubahan personel dalam Angkatan Darat===
Meskipun hanya Mazaki yang menghadapi tuntutan pidana, ini tidak berarti bahwa Kōdō-ha tidak menderita akibat apa pun dari insiden tersebut. Di bawah naungan Terauchi, {{nihongo|"petugas staf reformasi"|革新幕僚|kakushin bakuryō}}, terutama Ishiwara dan Akira Mutō, memulai pembersihan militer. Dari dua belas jenderal penuh di ketentaraan, sembilan diberhentikan dari dinas aktif pada akhir April, termasuk anggota Kōdō-ha Araki, Mazaki, Kawashima dan Honjō. Pada saat yang sama, perwira Kōdō-ha lainnya dan pendukung mereka disingkirkan dari dinas aktif atau dikirim ke posisi yang jauh dari ibu kota, di mana mereka tidak dapat mempengaruhi kebijakan. Di antaranya adalah Yamashita, Kashii, Kofuji, Hori, Hashimoto dan Yanagawa. Meskipun lainnya, petugas non-Kōdō-ha juga menjadi sasaran sampai batas tertentu, fokus tindakan jelas pada menghilangkan pengaruh Kōdō-ha. Oleh karena itu, hampir setiap perwira tinggi yang telah membantu mendukung Tentara Budiman selama pemberontakan terpengaruh.<ref>Kita (2003), pp. 203–205</ref>
 
==Peringatan==
[[File:2.26 Incident memorial Shibuya 2022.jpg|thumb|upright|Tugu peringatan di Shibuya, Tokyo]]
Orang tua, janda, dan anak dari pemberontak yang dieksekusi, dilarang oleh pemerintah untuk memperingati mereka hingga akhir [[Perang Dunia II|Perang Dunia Kedua]], membentuk {{nihongo|Busshinkai|佛心会}}. Mereka telah mendirikan dua lokasi di Tokyo untuk memperingati petugas Insiden 26 Februari.<ref>Shillony (1973), pp. 213–214</ref> Pada tahun 1952, tak lama setelah berakhirnya [[Pendudukan Sekutu atas Jepang|Pendudukan Sekutu di Jepang]], mereka menempatkan batu nisan berjudul {{nihongo|"Makam Dua Puluh Dua [[Samurai]]"|二十二士之墓|nijūni-shi no haka}} di Kensōji, sebuah kuil di Azabu-Jūban, tempat abu orang yang dieksekusi ditempatkan. Dua puluh dua menandakan sembilan belas orang yang dieksekusi, dua orang yang bunuh diri (Nonaka dan Kōno) dan Aizawa.<ref>Chaen (2001), pp. 207–208</ref> Kemudian, pada tahun 1965, mereka menempatkan patung [[Kannon]], dewi welas asih Buddha, yang didedikasikan untuk mengenang para perwira pemberontak dan korban mereka di bekas lokasi tempat eksekusi Shibuya.<ref>Chaen (2001), pp. 209–210</ref>
 
== Catatan ==