Kasus Mortara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Melindungi "Kasus Mortara": Perlindungan sebagian bawaan untuk semua AP. ([Sunting=Hanya untuk pengguna terdaftar otomatis] (selamanya))
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20240109)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(10 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Oppenheim - Kidnapping of Edgardo Mortara - 1862.jpg|jmpl|300px|''Pengambilan Paksa Edgardo Mortara'' karya [[Moritz Daniel Oppenheim]], 1862. Gambaran peristiwa dalam lukisan ini agak menyimpang dari catatan sejarah. Menurut catatan sejarah, tidak ada rohaniwan yang hadir saat pelaksanaan pengambilan paksa.<ref name="Benton 2013">{{cite web |last=Benton |first=Maya |date=18 December 2013 |title=The Story Behind the Painting That Is the Basis for Steven Spielberg's Next Film |url=http://www.tabletmag.com/jewish-arts-and-culture/156423/sothebys-edgardo-mortara |work=Tablet |location=New York |access-date=6 Desember 2015 |archive-date=2017-06-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170613151645/http://www.tabletmag.com/jewish-arts-and-culture/156423/sothebys-edgardo-mortara |dead-url=no }}</ref>]]
 
'''Kasus Mortara''' ({{lang-it|caso Mortara|links=no}}) adalah ''[[cause célèbre]]'' di Italia yang menyita perhatian masyarakat Eropa dan Amerika Utara pada eradasawarsa 1850-an dan 1860-an. Kasus ini berkisar seputar tindakan pengambilan paksa yang dilakukan [[Negara Gereja|pemerintah Negara Gereja]] di [[Bologna]] terhadap Edgardo Mortara, seorang kanak-kanak Yahudi yang baru berumur enam tahun, atas dasar pengakuan seorang mantan pelayan keluarga Mortara bahwa Edgardo sudah ia [[pembaptisan darurat|baptis darurat]] saat sakit semasa bayi. Edgardo tumbuh menjadi pemeluk agama Kristen Katolik di bawah asuhan [[Paus Pius IX]], yang selalu menolak memulangkan Edgardo setiap kali diminta kembali oleh ayah dan ibu kandungnya. Edgardo akhirnya menjadi seorang imam Katolik. Kecaman terhadap tindakan pengambilan paksa ini, baik dari dalam maupun dari luar negeri, menjadi salah satu dari sekian banyak faktor penyebab runtuhnya Negara Gereja pada masa [[penyatuan Italia]].
 
Menjelang akhir tahun 1857, [[Inkuisitor]] Bologna, Padri Pier Feletti, mendengar selentingan bahwa Anna Morisi, yang pernah bekerja sebagai pelayan keluarga Mortara selama enam tahun, sudah membaptis Edgardo secara diam-diam lantaran khawatir anak itu akan mati ketika terserang penyakit semasa bayi. [[Kongregasi bagi Doktrin Iman|Kongregasi Suci Tertinggi Inkuisisi Roma dan Sedunia]] menegaskan bahwa pembaptisan diam-diam ini telah membuat Edgardo menjadi warga Gereja Katolik. Karena Negara Gereja mengharamkan pengasuhan kanak-kanak Kristen oleh umat beragama lain, maka Kongregasi Suci Tertinggi Inkuisisi Roma dan Sedunia memerintahkan agar Edgardo dipisahkan dari keluarganya, dan diasuh oleh Gereja. Polisi baru mendatangi rumah keluarga Mortara selepas senja tanggal 23 Juni 1858, dan baru melaksanakan pengambilan paksa pada malam hari tanggal 24 Juni 1858.
 
Setelah ayah kandung Edgardo diizinkan mengunjunginya pada bulan Agustus dan bulan September, beredar dua versi [[berita]] yang saling bertentangan. Menurut versi yang satu, Edgardo rindu pulang ke rumah keluarganya dan kembali memeluk agama leluhurnya, sementara menurut versi yang lain, Edgardo sudah menamatkan pelajaran [[katekismus]] dengan gemilang dan menghendaki kedua orang tuanya ikut memeluk agama Kristen Katolik. Kecaman dunia Internasional datang bertubi-tubi, tetapi Sri Paus bergeming. Setelah rezim Negara Gereja di Bologna tumbang pada tahun 1859, Padri Pier Feletti diperkarakan dengan dakwaan terlibat dalam kasus pengambilan paksa terhadap Edgardo Mortara. Pengadilan memutuskan bahwa Padri Pier Feletti hanya sekadar menjalankan tugas, oleh karena itu pengadilan membebaskannya dari segala dakwaan. Di bawah asuhan Sri Paus selaku ayah angkat, Edgardo Mortara menjalani pendidikan imamat di Roma sampai [[Kerajaan Italia]] [[Penaklukan Roma|merebut kota itu]] sekaligus menamatkan riwayat Negara Gereja pada tahun 1870. Edgardo Mortara hijrah meninggalkan Italia, dan ditahbiskan menjadi imam di Prancis tiga tahun kemudian, saat berumur 21 tahun. Padri Edgardo Mortara selanjutnya lebih banyak tinggal di luar Italia sampai tutup usia di Belgia pada tahun 1940, saat berumur 88 tahun.
 
Sejumlah sejarawan mengedepankan kasus ini sebagai salah satu peristiwa terpenting pada masa jabatan Paus Pius IX, dan menghubung-hubungkan kebijakan Sri Paus dalam penanganan Kasus Mortara pada tahun 1858 dengan hilangnya sebagian besar wilayah Negara Gereja pada tahun 1859. Kasus Mortara bahkan membuat Kaisar Prancis, [[Napoleon III]], berubah sikap dari menentang menjadi mendukung gerakan penyatuan Italia. Historiografi Italia tradisional seputar gerakan penyatuan Italia tidak banyak mengungkit Kasus Mortara, dan sebagian besar ahli sejarah yang masih ingat akan kasus ini pada akhir abad ke-20 adalah ahli-ahli sejarah Yahudi. Meskipun demikian, sebuah kajian atas Kasus Mortara yang dilakukan pada tahun 1997 oleh sejarawan Amerika Serikat, [[David Kertzer]], telah memelopori penelaahan kembali kasus ini secara lebih mendalam.
Baris 14:
[[Berkas:Italy 1843.svg|jmpl|Peta Italia pada tahun 1843. Kala itu, [[Roma]] adalah ibu kota [[Negara Gereja]].]]
 
[[Negara Gereja]], yang didirikan sekitar tahun 754, adalah sekumpulan daerah di Italia yang diperintah secara langsung oleh [[Paus (Katolik)|Sri Paus]] selaku seorang penguasa berdaulat.{{sfn|Hearder|2013|pp=287–288}} Kedaulatan [[Gereja Katolik]] atas kota [[Roma]] dan daerah-daerah di sekitarnya dipandang sebagai perwujudan wewenang duniawi Sri Paus yang [[kekuasaan temporal (kepausan)|bersifat sementara]] selaku kepala monarki, bukan wewenang rohani Sri Paus selaku rohaniwan tertinggi Gereja Katolik.{{sfn|Hearder|2013|pp=287–288}}{{sfn|Hearder|2013|p=96}} [[daftar bekas negara di Italia|Negara-negara lain yang lumayan besar]] di [[Semenanjung Italia|Jazirah Italia]] pasca-[[Peperangan Napoleonik|Perang Napoleon]] tahun 1815 adalah [[Kerajaan Sardinia]] di kawasan pangkal jazirah, [[Keharyapatihan Toskana|Kadipaten Agung Toskana]] di kawasan barat jazirah, serta [[Kerajaan Dua Sisilia]] di kawasan selatan jazirah berikut pulau Sisilia.{{sfn|Hearder|2013|p=vi}} [[kampanye Italia pada Peperangan Revolusioner Prancis|Pendudukan Prancis di Italia pada eradasawarsa 1790-an]] memang melambungkan ketenaran maupun kewenangan rohani Sri Paus,{{sfn|Hearder|2013|pp=287–288}} tetapi sekaligus menghancurkan kredibilitas geopolitik Negara Gereja. Sejarawan [[David Kertzer]] berpendapat bahwa sepanjang kurun waktu 1850-an, Negara Gereja "yang dulu begitu perkasa—hasil dari penerapan syariat—sudah terlihat sangat ringkih".{{sfn|Kertzer|1998|pp=x–xi}}
 
[[Paus Pius IX]], yang terpilih pada tahun 1846, mula-mula dipandang banyak pihak sebagai sosok pembaru dan pemutakhir, yang diharapkan mampu memberi sumbangsih besar bagi gerakan [[penyatuan Italia]], yakni gerakan yang disebut ''risorgimento'' (kebangunan kembali) di Italia. Akan tetapi ketika [[Revolusi tahun 1848 di negara-negara Italia|revolusi meletus di Italia pada tahun 1848]], ia justru menolak mendukung perlawanan konfederasi pan-Italia terhadap [[Kekaisaran Austria]] yang bercokol di [[Kerajaan Lombardia–Venesia]], negara di kawasan timur laut Jazirah Italia.{{sfn|Kertzer|1998|p=21}} Sikap Sri Paus ini memicu pemberontakan rakyat di wilayah Negara Gereja, sampai-sampai Sri Paus terpaksa mengungsi ke Kerajaan Dua Sisilia. Dengan dalih membela Sri Paus, Austria dan Prancis menyerbu dan membubarkan negara [[Republik Roma (abad ke-19)|Republik Roma]] yang baru saja didirikan pada tahun 1849. Pasukan-pasukan Prancis selanjutnya disiagakan melindungi kota Roma, sementara pasukan-pasukan Austria ditempatkan di daerah-daerah Negara Gereja. Penempatan pasukan-pasukan asing ini sangat menjengkelkan rakyat.{{sfn|Kertzer|1998|pp=22–23}} Paus Pius IX masih berpegang pada pandangan tradisional yang meyakini bahwa keberadaan Negara Gereja sangat diperlukan untuk menjamin kemerdekaan Sri Paus selaku kepala Gereja Katolik.{{sfn|Hearder|2013|pp=287–288}} Ketenarannya agak pulih pada eradasawarsa 1850-an,{{sfn|Kertzer|1998|p=79}} tetapi gerakan penyatuan Italia yang dipelopori oleh Kerajaan Sardinia terus-menerus meresahkannya.{{sfn|Hearder|2013|pp=287–288}}
 
Umat Yahudi di Negara Gereja, yang berjumlah kira-kira 15.000 jiwa pada tahun 1858,{{sfn|Kertzer|1998|pp=x–xi}} merasa berutang budi kepada Paus Pius IX karena menghapus hukum lama yang mewajibkan mereka untuk mendengarkan khotbah di gereja sebanyak empat kali dalam setahun. Khotbah ini didasarkan atas [[bacaan Taurat Mingguan|bacaan Taurat mingguan]] untuk pekan yang bersangkutan, dan bertujuan [[perpindahan ke agama Kristen|mengajak umat Yahudi memeluk agama Kristen]].{{sfn|Kertzer|1998|pp=49, 59, 89}} Paus Pius IX juga merubuhkan pintu-pintu gerbang [[Ghetto Roma|kampung Yahudi kota Roma]], sekalipun ditentang oleh banyak orang Kristen.{{sfn|Kertzer|1998|pp=49, 59}} Meskipun demikian, keleluasaan umat Yahudi masih tetap dibatasi banyak aturan, dan sebagian besar umat Yahudi masih tetap bermukim di [[ghetto|kampung Yahudi]].{{sfn|Kertzer|1998|pp=49, 59}}
 
=== Keluarga Mortara dan Anna Morisi ===
Edgardo Levi Mortara{{#tag:ref|Nama lengkap Edgardo yang banyak tercatat adalah Edgardo Levi Mortara, yakni nama yang tercatat ia gunakan sesudah dewasa,{{sfn|Gilley|Stanley|2006|p=243}}{{sfn|Canestri|1966|p=46}} Edgardo Mortara Levi,{{sfn|De Mattei|2004|p=153}} atau singkatnya Edgardo Mortara.{{sfn|Kertzer|1998|pp=22–23}}|group=lower-alpha|name="levimortara"}} adalah anak keenam dari delapan bersaudara yang lahir dari pasangan Salomone Mortara alias Momolo, seorang saudagar Yahudi, dan istrinya, Marianna dari keluarga Padovani. Edgardo lahir pada tanggal 27 Agustus 1851 di [[Bologna]], salah satu dari empat [[Pembagian administratif Negara Gereja 1816-1871|''legazioni pontificie'']] (daerah tingkat I) di ujung utara wilayah Negara Gereja.{{sfn|Kertzer|1998|pp=22–23}} Pada tahun 1850, keluarga Mortara pindah dari [[Kadipaten Modena dan Reggio|Kadipaten Modena]] ke kota Bologna.{{sfn|Kertzer|1998|pp=22–23}} Umat Yahudi Bologna, yang berjumlah sekitar 900 jiwa, pernah diusir dari kota itu oleh [[Paus Klemens VIII]] pada tahun 1593.{{sfn|Kertzer|1998|p=14}} Beberapa orang Yahudi, yang kebanyakan berprofesi sebagai saudagar seperti Momolo, kembali bermukim di Bologna pada eradasawarsa 1790-an, sehingga komunitas umat Yahudi dengan jumlah sekitar 200 jiwa kembali terbentuk di kota itu. Umat Yahudi Bologna mengamalkan ajaran agamanya secara diam-diam, tanpa tuntunan [[rabbi|rabi]] maupun naungan [[sinagoga]].{{sfn|Kertzer|1998|pp=x–xi}} Negara Gereja secara resmi melarang umat Yahudi mempekerjakan pelayan yang beragama Kristen, tetapi keluarga-keluarga Yahudi yang taat beragama menganggap keberadaan pelayan-pelayan [[goy|non-Yahudi]] di rumah mereka sangat penting, karena pelayan non-Yahudi tidak terikat [[Halakah|syariat agama Yahudi]] sehingga boleh tetap mengerjakan [[Shabbos goy|tugas-tugas rumah tangga]] selagi umat Yahudi menunaikan kewajiban beristirahat pada [[Sabat|hari Sabat]].{{sfn|Kertzer|1998|pp=37–38}} Pada praktiknya, pejabat Gereja menutup mata terhadap pelanggaran ini, dan hampir semua keluarga Yahudi mempekerjakan sekurang-kurangnya satu orang pelayan perempuan yang beragama Kristen Katolik.{{sfn|Kertzer|1998|pp=37–38}}
 
Beberapa bulan setelah Edgardo lahir, keluarga Mortara mempekerjakan pelayan baru yang bernama Anna Morisi, gadis Katolik berusia 18 tahun asal [[San Giovanni in Persiceto]], desa yang terdekat dari Bologna. Sebagaimana kaum kerabat dan handai tolannya, Anna tidak berpendidikan.{{sfn|Kertzer|1998|pp=23, 39}} Ia datang ke Bologna, mengikuti ketiga saudarinya, untuk bekerja dan menabung upahnya dalam rangka mengumpulkan [[harta bawaan|harta sesan]] supaya dapat berumah tangga.{{sfn|Kertzer|1998|pp=23, 39}} Pada awal tahun 1855, Anna hamil di luar nikah. Kejadian semacam ini lazim dialami gadis-gadis pelayan di Bologna kala itu.{{sfn|Kertzer|1998|pp=95–96}} Para majikan biasanya akan memecat pelayan yang hamil di luar nikah, tetapi keluarga Mortara justru mengongkosi Anna untuk tinggal di rumah seorang bidan sejak empat bulan menjelang bersalin sampai selesai bersalin, kemudian kembali bekerja di rumah mereka. Demi menjaga nama baik Anna maupun nama baik keluarga Mortara sendiri, para tetangga diberitahu bahwa Anna sedang sakit dan pulang kampung untuk memulihkan diri.{{sfn|Kertzer|1998|pp=95–96}} Anna menyerahkan bayinya ke [[panti asuhan]], sesuai dengan ketentuan Negara Gereja bagi perempuan-perempuan yang melahirkan anak di luar nikah, dan selanjutnya kembali bekerja di rumah keluarga Mortara.{{sfn|Kertzer|1998|pp=95–96}} Ia terus mengabdi pada keluarga itu sampai dipekerjakan oleh keluarga lain di Bologna pada tahun 1857. Tak lama sesudah berganti majikan, Anna Morisi menikah dan pulang ke San Giovanni in Persiceto.{{sfn|Kertzer|1998|pp=23, 39–41}}
 
== Pengambilan paksa ==
Baris 45:
== Mencari keadilan ==
=== Upaya banding; Anna Morisi dimintai keterangan ===
[[Berkas:Cardinal Giacomo Antonelli 1873.jpg|jmpl|lurus|[[Giacomo Antonelli]], kepalaketua penyelenggara pemerintahan Sri Paus sebagaidengan pangkat [[Kardinal Sekretaris Negara]]|alt=Giacomo Antonelli]]
Karena tidak tahu ke mana Edgardo dibawa pergi (Momolo baru tahu pada awal bulan Juli), keluarga Mortara, dengan dukungan komunitas Yahudi Bologna, Roma, dan tempat-tempat lain di Italia, mula-mula mengerahkan seluruh daya upaya mereka untuk mengajukan banding serta mencari dukungan dari masyarakat Yahudi di luar negeri.{{sfn|Kertzer|1998|pp=64, 85–86}} Pendapat khalayak ramai yang digaungkan orang-orang Yahudi di negara-negara Eropa barat selepas kemunculan gerakan [[kebebasan pers]], ditambah lagi dengan emansipasi politik Yahudi di Kerajaan Sardinia, Inggris, Prancis dan Amerika Serikat, menyebabkan perkara pengambilan paksa terhadap Edgardo Mortara menyita perhatian pers lebih dari yang sudah-sudah.{{sfn|Kertzer|1998|p=43}} Pemerintah Negara Gereja mula-mula mengabaikan pengajuan banding Momolo, tetapi kemudian menindaklanjutinya setelah surat-surat kabar mulai menyiarkan kasus ini; sekian banyak pihak yang menentang Negara Gereja sengaja mengedepankan peristiwa ini sebagai contoh tirani Sri Paus.{{sfn|Kertzer|1998|pp=65–66, 85–87}}
 
Baris 57:
Dari pertengahan bulan Agustus sampai pertengahan bulan September 1858, Momolo beberapa kali menjenguk Edgardo di bawah pengawasan Rektor Wisma Katekumen, Enrico Sarra. Bermacam-macam keterangan mengenai apa yang terjadi selama berlangsungnya pertemuan kedua anak-beranak ini akhirnya berkembang menjadi dua versi berita yang saling bertentangan mengenai keseluruhan kasus. Versi Momolo, yang disukai komunitas Yahudi dan para pendukung lainnya, adalah berita tentang hancurnya sebuah keluarga akibat fanatisme keagamaan pemerintah. Kabarnya Edgardo, yang tidak berdaya untuk melawan, menangis mencari orang tuanya sepanjang perjalanan menuju Roma, dan hanya ingin pulang ke rumah.{{sfn|Kertzer|1998|pp=50–52, 67–69, 70–71}}{{#tag:ref|Momolo juga mengabarkan bahwa menurut penuturan Rektor Wisma Katekumen, Edgardo mengaku merasa takut saat dijemput polisi, karena menyangka polisi hendak memancung kepalanya.{{sfn|Kertzer|1998|pp=51–52}}|group=lower-alpha|name="behead"}} Versi yang disukai Gereja dan para pendukungnya, dan disebarluaskan lewat media massa Katolik di seluruh Eropa, adalah berita mengharukan tentang terselamatkannya jiwa seorang insan seturut kehendak ilahi, dan tentang seorang kanak-kanak yang terlahir dengan karunia kekuatan rohani yang melampaui taraf pertumbuhannya. Kabarnya si neofitus (mualaf) Edgardo dulunya menempuh jalan hidup sesat yang kelak berbuntut laknat abadi, tetapi kini sudah mantap menempuh jalan keselamatan Kristen, dan merisaukan kedua orang tuanya yang tidak ikut berpindah keyakinan bersama-sama dengannya.{{sfn|Kertzer|1998|pp=50–52, 67–69, 70–71}}
 
Tema utama dalam hampir semua ulasan tentang berita yang berpihak pada keluarga Mortara adalah kondisi kesehatan Marianna Mortara. Sejak bulan Juli 1858, tersiar kabar di seluruh Eropa bahwa akibat didera dukacita mendalam, ibu Edgardo mengalami guncangan jiwa, kalau tidak bisa dikatakan sudah gila, bahkan sudah sekarat.{{sfn|Kertzer|1998|pp=102–103}} Gambaran pilu seorang ibu yang patah hati sengaja dikedepankan oleh keluarga Mortara kepada khalayak ramai, dan juga kepada Edgardo sendiri. Momolo dan sekretaris komunitas Yahudi kota Roma, Sabatino Scazzocchio, mengabari Edgardo bahwa keselamatan nyawa ibunya bakal berada di ujung tanduk jika ia tidak segera pulang.{{sfn|Kertzer|1998|pp=102–103}} Sabatino Scazzocchio menolak mengirimkan surat yang ditulis Marianna kepada Edgardo pada bulan Agustus, dengan alasan isi surat itu bernada relatif tenang dan menentramkam sehingga akan merusak kesan yang hendak mereka tanamkan di benak Edgardo bahwasanya Marianna sudah hilang akal dan hanya bisa selamat jika Edgardo pulang.{{sfn|Kertzer|1998|pp=102–103}} Pada bulan Januari 1859, salah seorang koresponden surat kabar melaporkan bahwa "si ayah memang terlihat tangguhtegar, tetapi si ibu sukar sekali mengesampingkanmenutup-nutupi kesedihannya,... Andaikata Bapa Suci melihat sendiri keadaan perempuan ini seperti saya, beliau pasti tidak akan tega menahan anaknya lebih lama lagi."{{sfn|Kertzer|1998|p=104}}{{#tag:ref|Ia menambahkan bahwa "desas-desus yang sudah menyebar luas bahwasanya ia sudah gila sesungguhnya tidak benar. Ia masih sangat waras."{{sfn|Kertzer|1998|p=104}}|group=lower-alpha|name="stillhaswits"}}
 
Ada banyak versi dari berita yang disiarkan pihak Gereja, tetapi intinya sama saja. Semuanya sama-sama memberitakan bahwa Edgardo menerima dengan segera dan penuh semangat, serta berusaha semampunya memahami ajaran agama Kristen.{{sfn|Kertzer|1998|pp=67–70}} Kebanyakan memaparkan kisah dramatis mengenai Edgardo yang konon mengamati lukisan [[Maria|Bunda Maria]] [[Bunda Dukacita|Berdukacita]] dengan pandangan takjub, mungkin di Roma, atau dalam perjalanan dari Bologna.{{sfn|Kertzer|1998|pp=67–70}} Agostini, polisi yang mengantarnya ke Roma, melaporkan bahwa mula-mula Edgardo mati-matian tidak mau masuk bersamanya ke dalam gereja untuk mengikuti [[Misa]], tetapi mendadak secara ajaib berubah sikap setelah memandangi lukisan itu.{{#tag:ref|Agostini bersaksi bahwa segera sesudah Edgardo yang berusia enam tahun itu masuk ke gereja, "berkat mukjizat dari surga, terjadi perubahan mendadak. Ia berlutut dan dengan tenang mengambil bagian dalam Kurban Ilahi," serta tekun menyimak penjelasan Agostini mengenai jalannya perayaan Misa. Agostini mula-mula mengajari Edgardo membuat [[tanda salib]], selanjutnya mengajarinya mengucapkan doa [[Salam Maria]].{{sfn|Kertzer|1998|pp=53–54}} Agostini melaporkan bahwa, sesudah itu Edgardo pun "lupa pada orang tuanya", dan bersikeras berkunjung ke gereja di tiap-tiap kota yang mereka lewati sampai tiba di Roma.{{sfn|Kertzer|1998|pp=53–54}}|group=lower-alpha|name="agostiniaccount"}} Salah satu tema umum adalah Edgardo sudah menjadi semacam anak ajaib. Menurut keterangan seorang saksi mata yang dimuat dalam surat kabar Katolik, ''L'armonia della religione colla civiltà'', Edgardo sudah menguasai [[katekismus]] hanya dalam beberapa hari saja, "memberkati hamba Tuhan yang membaptisnya," dan mengaku ingin menarik semua orang Yahudi menjadi pemeluk agama Kristen.{{sfn|Kertzer|1998|pp=67–70}} Artikel pro-Gereja tentang kasus Mortara yang paling berpengaruh adalah artikel yang dimuat dalam majalah berkala tarekat [[Serikat Yesus|Yesuit]], ''[[La Civiltà Cattolica]]'', pada bulan November 1858, yang lantaran kepopulerannya kemudian dicetak ulang atau dikutip dalam surat-surat kabar Katolik di seluruh Eropa.{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}} Menurut artikel ini, Edgardo memohon kepada Rektor Wisma Katekumen untuk tidak memulangkannya ke rumah orang tuanya tetapi membiarkannya tumbuh besar dalam sebuah keluarga Kristen. Kisah ini dalahadalah cikal bakal dari pernyataan yang menjadi salah satu unsur utama dari versi berita pro-Gereja, bahwasanya Edgardo sudah punya keluarga baru, yakni Gereja Katolik.{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}} Dalam artikel ini, Edgardo juga dikisahkan pernah berkata "aku sudah dibaptis, aku sudah dibaptis, dan ayahku adalah Sri Paus."{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}}
 
Menurut Kertzer, para pendukung versi berita yang pro-Gereja agaknya tidak sadar bahwa banyak keterangan di dalamnya yang terkesan "terlalu muluk untuk dipercaya" dan "tidak masuk akal."{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}} Kertzer mengemukakan bahwa "jika Edgardo memang pernah memberi tahu ayahnya bahwa ia tidak mau pulang bersamanya, sudah menganggap Sri Paus sebagai ayah kandungnya, dan hendak membaktikan hidupnya untuk menarik orang Yahudi menjadi pemeluk agama Kristen, maka pesan ini agaknya tidak sampai pada Momolo."{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}} Kaum liberal, umat Protestan, dan umat Yahudi di seluruh Eropa mencemooh berita yang disiarkan media massa Katolik.{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}} Sebuah selebaran yang diterbitkan di Brussel pada tahun 1859 merangkum dua versi berita yang saling bertolak belakang ini, lalu menyimpulkan bahwa "antara mukjizat seorang rasul berusia enam tahun yang hendak mengubah keyakinan orang Yahudi dan tangisan seorang kanak-kanak yang terus-menerus mencari ibu dan kakak-kakaknya, tidak sedetik pun kami ragu untuk menentukan mana yang benar."{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}} Orang tua Edgardo dengan berang menuding berita-berita pro Katolik sebagai kebohongan, tetapi sejumlah pendukung mereka tidak begitu yakin mengenai ke kubu mana Edgardo kini berpihak. Salah satunya adalah Sabatino Scazzocchio, yang beberapa kali turut hadir dalam acara pertemuan anak-beranak yang dipersengketakan itu di Wisma Katekumen.{{sfn|Kertzer|1998|pp=70–71}}
Baris 78:
=== Skandal internasional; muslihat politik ===
[[Berkas:Adolphe Yvon - Portrait of Napoleon III - Walters 3795.jpg|jmpl|lurus|Kaisar Prancis, [[Napoleon III]], adalah salah seorang tokoh dunia yang dibuat gusar oleh tindakan-tindakan Negara Gereja dalam kasus Mortara.]]
Karena tidak ada kemajuan di Roma, Momolo dan Marianna Mortara akhirnya pulang ke Bologna pada awal bulan Desember 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=116–118}} Tak lama kemudian, keluarga Mortara pindah ke kota [[Turin]] di Kerajaan Sardinia.{{sfn|Kertzer|1998|p=184}} Kasus Mortara, yang dijuluki "impian humas" [[anti-Katolik]] oleh David Kertzer, ketika itu sudah menghebohkan Eropa dan Amerika Serikat. Desakan kepada Sri Paus agar memulangkan Edgardo kepada kedua orang tuanya terus-menerus disuarakan oleh banyak pihak dari segala lapisan masyarakat.{{sfnm |1a1=De Mattei |1y=2004 |1p=154 |2a1=Kertzer |2y=1998 |2pp=116–118}} Kasus Mortara menjadi ''[[cause célèbre]]'' bukan hanya di kalangan umat Yahudi melainkan juga di kalangan umat Kristen Protestan, khususnya di Amerika Serikat, negara yang sarat dengan [[anti-Katolik di Amerika Serikat|sentimen anti-Katolik]]. Selama bulan Desember 1858 saja, harian ''[[The New York Times]]'' sudah memuat lebih dari 20 artikel tentang Kasus Mortara.{{sfn|Kertzer|1998|pp=126–127}} Di Inggris, mingguan ''[[The Spectator]]'' mengedepankan Kasus Mortara sebagai bukti bahwa pemerintah Negara Gereja adalah "pemerintah terburuk sejagat, yang paling bobrok dan yang paling angkuh, yang paling kejam dan yang paling zalim".<ref>{{cite magazine |date=13 November 1858 |title=Analogues of the Mortara Case |url=http://archive.spectator.co.uk/article/13th-november-1858/14/analogues-of-the-mortara-case |work=The Spectator |issue=1585 |location=London |pages=13–14 |access-date=2017-05-08 |archive-date=2016-10-08 |archive-url=https://web.archive.org/web/20161008134417/http://archive.spectator.co.uk/article/13th-november-1858/14/analogues-of-the-mortara-case |dead-url=no }}</ref> Media massa Katolik di Italia maupun di luar Italia bersikukuh membela tindakan-tindakan Sri Paus.{{sfn|Kertzer|1998|p=128}} Artikel-artikel pro-Gereja sering kali terang-terangan menampakkan semangat [[antisemitisme|antisemit]], misalnya dengan menuduh bahwa pemberitaan Kasus Mortara yang penuh dengan kecaman terhadap Sri Paus di Inggris, Prancis, atau Jerman tidaklah mengherankan "karena banyak surat kabar Eropa belakangan ini memang sudah dikuasai Yahudi".{{sfnm |1a1=Green |1y=2012 |1p=264 |2a1=Kertzer |2y=1998 |2p=135}} Sabatino Scazzocchio merasa serangan media massa terhadap Gereja sesungguhnya merugikan perjuangan keluarga Mortara, karena serangan-serangan itu membangkitkan murka Sri Paus sehingga semakin berkeras untuk tidak berkompromi.{{sfn|Kertzer|1998|p=162}}
 
Tidak jelas apakah Paus Pius IX terlibat atau tidak terlibat secara pribadi dalam pengambilan keputusan untuk memisahkan Edgardo Mortara dari kedua orang tuanya, dan tidak jelas pula apakah ia pernah atau belum pernah sebelumnya ditentang dengan sedemikian sengitnya lewat media massa, yang jelas ia benar-benar dibuat kaget oleh letupan kemarahan internasional terkait kasus Mortara. Atas dasar bula ''Postremo Mense'', ia berpendirian bahwa tindakan mengembalikan anak yang sudah dibaptis kepada orang tua non-Kristen adalah perbuatan yang menyalahi doktrin Gereja.{{sfnm |1a1=De Mattei |1y=2004 |1pp=155–156 |2a1=Jodock |2y=2000 |2p=41 |3a1=Kertzer |3y=1998 |3pp=83–85}} Kendati pemerintah negara-negara asing dan berbagai cabang [[keluarga Rothschild]] satu demi satu melaknat tindakan-tindakannya, Paus Pius IX tetap berpegang teguh pada apa yang ia anggap sebagai urusan prinsip.{{sfn|Kertzer|1998|pp=87–90}} Salah seorang pemimpin dunia yang ikut berang adalah [[Napoleon III|Kaisar Prancis, Napoleon III]]. Kaisar Napoleon III menganggap kasus ini cukup mengkhawatirkan, mengingat sintasnya pemerintah Negara Gereja adalah jasa garnisun Prancis di kota Roma.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}} Kaisar mendukung pemerintahan duniawi Sri Paus secara acuh tak acuh karena didukung sebagian besar warga Katolik Prancis, tetapi kasus Mortara telah menyurutkan dukungan. Menurut sejarawan Roger Aubert, kasus Mortara juga merupakan peristiwa yang memicu perubahan sikap Prancis.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}} Pada bulan Februari 1859, Kaisar Napoleon III diam-diam bermufakat dengan Kerajaan Sardinia. Ia menjanjikan pengerahan bala tentara Prancis ke Italia untuk membantu Kerajaan Sardinia mengusir penjajah Austria dan mempersatukan seluruh Italia dengan mencaplok wilayah Negara Gereja, wilayah Kerajaan Dua Sisilia, dan wilayah negara-negara kecil lainnya.{{sfn|Kertzer|1998|p=167}}{{#tag:ref|Pakta ini dibuat menyusul perjanjian serupa yang disepakati Kaisar dengan [[Camillo Cavour|Bupati Cavour]], Perdana Menteri Raja Victor Emmanuel, pada tanggal 21 Juli 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}} Kaisar Napoleon III diberi tahu mengenai kasus Mortara oleh ''Marquis'' Gioacchino Napoleone Pepoli, saudara sepupunya yang tinggal di Bologna, sebelum perwakilan komunitas Yahudi Prancis mengajukan permohonan tertulis pada bulan Agustus 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}}|group=lower-alpha|name="napoleonreport"}}
Baris 88:
=== Petisi Sir Moses Montefiore; Bologna lepas ===
[[Berkas:Moses Montefiore.jpg|jmpl|lurus|[[Moses Montefiore|Sir Moses Montefiore]], Ketua [[Badan Deputi Yahudi Britania|Perwakilan Umat Yahudi Inggris]], yang turut memperjuangkan kepentingan keluarga Mortara.]]
Upaya banding umat Yahudi Italia menarik perhatian [[Moses Montefiore|Sir Moses Montefiore]], Ketua [[Badan Deputi Yahudi Britania|Perwakilan Umat Yahudi Inggris]]. Orang sudah mafhum akan kerelaan Sir Moses untuk bepergian jauh demi mengatasi menanggulangi masalah yang dihadapi saudara-saudari seimannya, seperti yang pernah ia lakukan dalam kasus [[Peristiwa Damaskus|fitnah darah di Damaskus]] pada tahun 1840.{{sfn|Kertzer|1998|pp=163–167}} Dari bulan Agustus sampai bulan Desember 1858, ia mengetuai sebuah panitia yang khusus dibentuk di Inggris untuk memperjuangkan kepentingan keluarga Mortara. Panitia ini meneruskan laporan-laporan dari Piemonte kepada surat-surat kabar dan para pemuka agama Katolik di Inggris, dan mendapatkan dukungan terbuka dari umat Protestan Inggris, teristimewa dari [[Evangelical Alliance|Aliansi Injili]] pimpinan [[Culling Eardley|Sir Culling Eardley]].{{sfn|Kertzer|1998|pp=163–167}} Setelah gagal mendesak pemerintah Inggris untuk mengajukan surat keberatan resmi kepada Vatikan, Sir Moses datang sendiri ke Roma untuk mengajukan petisi kepada Sri Paus, mengimbau pemulangan Edgardo kepada kedua orang tuanya. Ia tiba di Roma pada tanggal 5 April 1859.{{sfn|Kertzer|1998|pp=163–167}}{{#tag:ref|Ketika itu minat masyarakat terhadap kasus Mortara sudah meredup di Eropa, tetapi masih menyita perhatian khalayak rama di seberang samudra Atlantik; harian ''[[New York Herald]]'' pada bulan Maret melaporkan bahwa minat khalayak Amerika sudah "meraksasa".{{sfn|Kertzer|1998|pp=126–127}}|group=lower-alpha|name="colossal dimensions"}}
 
Sir Moses gagal mendapatkan izin tatap muka dengan Sri Paus, dan hanya diterima oleh Kardinal Antonelli pada tanggal 28 April. Sir Moses menyerahkan petisi Perwakilan Umat Yahudi Inggris kepadanya untuk diteruskan kepada Sri Paus, disertai pemberitahuan bahwa ia akan tinggal di Roma selama seminggu untuk menunggu balasan Sri Paus.{{sfn|Kertzer|1998|pp=168–170}} Dua hari kemudian, kabar sampai di Roma bahwa telah pecah pertempuran antara pasukan Austria dan pasukan Piemonte di utara. [[Perang Kemerdekaan Italia II|Perang tahun 1859]] sudah meletus. Kendati kebanyakan pembesar asing sesegera mungkin angkat kaki dari Roma, Sir Moses masih saja bersabar menanti balasan Sri Paus yang tak kunjung datang. Ia akhirnya meninggalkan Roma pada tanggal 10 Mei.{{sfn|Kertzer|1998|pp=168–170}} Setibanya di Inggris, lebih dari 2.000 tokoh masyarakat, antara lain 79 orang wali kota dan [[Provost (sipil)|provos]], 27 orang bangsawan penyandang gelar pusaka, 22 orang uskup dan uskup agung Anglikan, serta 36 [[anggota parlemen]], menandatangani surat keberatan yang menyebut tindakan Sri Paus telah "menistakan agama Kristen", "bertentangan dengan naluri kemanusiaan".{{sfn|Green|2012|p=279}} Sementara itu, Gereja diam-diam menerimakan [[Penguatan dalam Gereja Katolik|sakramen krisma]] kepada Edgardo di sebuah kapel pribadi pada tanggal 13 Mei 1859.{{sfn|Kertzer|1998|pp=168–170}} Ketika itu Edgardo tidak lagi tinggal di Wisma Katekumen, tetapi sudah pindah ke [[San Pietro in Vincoli]], sebuah basilika di Roma yang dipilih sendiri oleh Sri Paus untuk menjadi tempat Edgardo dididik.{{sfn|Kertzer|1998|pp=170–171}}
Baris 151:
== Tinggalan sejarah ==
Kalaupun tercatat, kasus Mortara tidak banyak diulas dalam sebagian besar catatan sejarah Risorgimento.{{sfn|Kertzer|1998|pp=299–302}}
Karya tulis ilmiah pertama dalam bentuk buku yang mengulas kasus Mortara adalah ''The American Reaction to the Mortara Case: 1858–1859'' (1957) karangan Rabi [[Bertram Korn]]. Isi buku ini secara khusus menyoroti opini masyarakat di Amerika Serikat, kendati David Kertzer berpandangan bahwa detail-detail kasus Mortara di dalamnya sering kali tidak tepat.{{sfn|Kertzer|1998|pp=299–302}} Sumber sejarah utama mengenai kasus Mortara sampai dengan eradasawarsa 1990-an adalah serangkaian artikel dari cendekiawan Italia, Gemma Volli, yang terbit dalam kurun waktu 1958–1960, kira-kira 100 tahun sesudah timbulnya kasus Mortara.{{sfn|Kertzer|1998|pp=299–302}} Saat baru mulai mendalami kasus Mortara, David Kertzer terkejut mendapati banyak rekan seprofesinya di Italia tidak begitu tahu akan kasus ini, sementara para pakar kajian Yahudi di seluruh dunia, menurut David Kertzer, telah melengserkan kasus Mortara "dari arus utama sejarah Italia ke ruang lingkup khusus sejarah bangsa Yahudi".{{sfn|Kertzer|1998|pp=299–302}} David Kertzer mendalami banyak sumber yang belum pernah dikaji, dan akhirnya menerbitkan buku ''The Kidnapping of Edgardo Mortara'' (1997), yang kini menjadi sumber rujukan utama mengenai kasus Mortara.<ref name="Benton 2013"/><ref>{{cite web |last=Levitan |first=Dov |date=27 November 2010 |title='I Was Kidnapped from the Land of the Hebrews' (Gen. 40:15): The Kidnapping of Edgardo Mortara |url=http://www.biu.ac.il/JH/Parasha/eng/vayeshev/839Lev.doc |url-status=dead |format=doc |location=Ramat Gan, Israel |publisher=Bar-Ilan University |page=3 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160304042222/http://www.biu.ac.il/JH/Parasha/eng/vayeshev/839Lev.doc |archive-date=4 Maret 2016 |access-date=8 Februari 2016}}</ref>{{sfnm |1a1=Green |1y=2012 |1p=485<!-- "Keterangan ini dipetik dari sumber utama sejarah kasus Mortara: David Kertzer, ''The Kidnapping of Edgardo Mortara''".--> |2a1=Grew |2y=2000}}
 
Menurut Timothy Verhoeven, kasus Mortara merupakan kontroversi terbesar seputar Gereja Katolik pada pertengahan abad ke-19, karena "dibanding kasus-kasus lain, kasus ini mampu&nbsp;... mengungkap perseteruan antara kubu pendukung dan kubu penentang Vatikan dengan lebih jelas".{{sfn|Verhoeven|2010|pp=55–57}} Abigail Green mengemukakan dalam tulisannya bahwa "perbenturan wawasan dunia khas liberal dengan wawasan dunia ala Katolik yang terjadi manakala ketegangan internasional mencapai titik genting ini&nbsp;... membuat kasus Mortara menyita perhatian dunia, dan menjadi peristiwa penting bagi umat Yahudi sedunia".{{sfn|Green|2012|p=264}} Edgardo Mortara sendiri mengemukakan pandangannya pada tahun 1893 bahwa peristiwa pengambilan paksa terhadap dirinya sempat "lebih kesohor daripada peristiwa [[Pemerkosaan Wanita Sabine|pengambilan paksa terhadap anak-anak gadis orang Sabini]]".{{sfn|De Mattei|2004|p=154}}
 
Beberapa bulan sebelum Paus Pius IX [[beatifikasi|dibeatifikasi]] Gereja Katolik pada tahun 2000, para pengulas Yahudi dan pihak-pihak lain di kalangan media internasional mengungkit kembali kasus Mortara yang sudah nyaris lekang dari ingatan orang saat mengulik riwayat hidup dan jejak sejarah yang ditinggalkan mendiang.{{sfn|De Mattei|2004|p=153}} Menurut Dov Levitan, fakta-fakta pokok kasus Mortara bukanlah fakta-fakta yang lain daripada yang lain, tetapi menjadi istimewa karena mempengaruhi opini masyarakat di Italia, Inggris, serta Prancis, dan merupakan contoh dari "tingginya rasa solidaritas antarsesama orang Yahudi yang muncul pada paruh kedua abad ke-19 [manakala] orang-orang Yahudi bangkit membela saudara-saudara seiman mereka di berbagai belahan dunia".{{sfn|Levitan|2010|p=3}} Kasus Mortara juga adalah salah satu faktor yang mendorong dibentuknya ''Alliance Israélite Universelle'', salah satu organisasi Yahudi yang terkemuka di pentas dunia hingga abad ke-21.{{sfn|Kertzer|1998|p=250}} Kasus Mortara dijadikan tema opera dua babak gubahan [[Francesco Cilluffo]], dengan judul ''[[Il caso Mortara]]'', yang dipentaskan untuk pertama kalinya di New York pada tahun 2010.<ref>{{cite news |last=Tommasini |first=Anthony |author-link=Anthony Tommasini |date=26 Februari 2010 |title=Boy Is Ensnared in 19th-Century Papal Politics |url=https://www.nytimes.com/2010/02/27/arts/music/27dicapo.html |work=The New York Times |access-date=7 Oktober 2016 |archive-date=2019-08-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190826024728/https://www.nytimes.com/2010/02/27/arts/music/27dicapo.html |dead-url=no }}</ref> Diterbitkannya memoar Edgardo (ditulis dalam [[bahasa Spanyol|bahasa Kastila]]) dalam [[bahasa Italia]] oleh [[Vittorio Messori]] pada tahun 2005, yang versi Inggrisnya beredar sejak tahun 2017 dengan judul ''Kidnapped by the Vatican? The Unpublished Memoirs of Edgardo Mortara'', memunculkan kembali perdebatan seputar kasus Mortara.<ref>{{cite web |last=Kokx |first=Stephen C. |date=24 February 2018 |title=The Mortara Affair: First Things Article Reignites Debate |url=https://www.catholicfamilynews.org/blog/2018/2/24/the-mortara-affair-first-things-article-reignites-debate |work=Catholic Family News |location=Niagara Falls, Ontario |publisher=Catholic Family Ministries |access-date=18 JuneiJuni 2018 |archive-date=2018-06-19 Juni 2018 |archive-url=https://web.archive.org/web/20180619035720/https://www.catholicfamilynews.org/blog/2018/2/24/the-mortara-affair-first-things-article-reignites-debate |dead-url=yes }}</ref> Kasus Mortara menjadi tema dari film drama sejarah tahun 2023 garapan [[Marco Bellocchio]] yang berjudul ''[[Kidnapped (film 2023)|Kidnapped]]''.<ref>{{cite magazine|last=Barraclough|first=Leo|date=3 May 2023|title=Marco Bellocchio's 'Kidnapped' Debuts Trailer Ahead of Cannes World Premiere (EXCLUSIVE)|url=https://variety.com/2023/film/global/marco-bellocchio-kidnapped-cannes-1235602121/|magazine=[[Variety (magazine)|Variety]]|access-date=3 May 2023}}</ref>
 
Menurut [[Michael Goldfarb (pengarang dan jurnalis)|Michael Goldfarb]], kasus Mortara adalah "salah satu kasus memalukan yang menyingkap betapa kolotnya Gereja kala itu", dan memperlihatkan "ketidakmampuan Paus Pius IX dalam menuntun Gereja memasuki Zaman Modern".{{sfn|Goldfarb|2009|pp=250–251}} David Kertzer mengemukakan pandangan senada. Menurutnya, "penolakan memulangkan Edgardo turut menyuburkan pandangan bahwa peran Sri Paus selaku penguasa temporer, dengan angkatan kepolisian sendiri, merupakan suatu anakronisme yang tidak dapat dipertahankan lagi."{{sfn|Kertzer|2005|p=471}} David Kertzer bahkan berkesimpulan bahwa sebagai penyebab utama perubahan sikap Prancis yang memperlancar usaha penyatuan Italia pada kurun waktu 1859–1861, "cerita tentang seorang gadis pelayan buta huruf, seorang pedagang bahan pangan, dan seorang kanak-kanak Yahudi dari kota Bologna" ini boleh jadi telah mengubah jalan sejarah Italia maupun jalan sejarah Gereja.{{sfn|Kertzer|1998|p=173}}
Baris 288:
|year=2000
|title=Catholicism Contending with Modernity: Roman Catholic Modernism and Anti-Modernism in Historical Context
|url=https://archive.org/details/catholicismconte0000unse
|language=en
|location=Cambridge, Inggris