Para Martir Tiongkok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-diantara +di antara , -Diantara +Di antara)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(14 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 4:
|martyred_by=Serikat Petinju, dan lain-lain.
|means_of_martyrdom=
|image=Chinesemartyrs-htmMartyr smSaints of China.jpg
|caption=Ikon ''Holy Orthodox Martyrs'' di Tiongkok (1900)
|feast_day=9 Juli
Baris 24:
Para '''Martir Suci dari [[Tiongkok]]''', atau '''Augustine Zhao Rong dan 119 rekannya''', adalah para orang suci [[Gereja Katolik Roma]]. Sebanyak 87 umat Katolik berkebangsaan Tiongkok dan dan 33 misionaris Barat, dari pertengahan abad ke-17 Masehi hingga 1930, menjadi [[martir]] karena jabatan kependetaan mereka dan, pada beberapa kasus, karena menolak untuk mengingkari iman mereka. Banyak yang meninggal di tangan gerakan '''Petinju''' yang membunuh sekitar 30.000 orang: yaitu orang asing (barat), para [[misionaris]], dan umat [[Katolik]] berkebangsaan Tiongkok. Kemartiran mereka diperingati secara umum setiap tahunnya pada tanggal 9 Juli.
 
== Abad ke-17 dan 18 Masehi ==
Pada tanggal 15 Januari 1648, [[Bangsa Tatar]] [[Manchuria]], setelah menginvasi [[Fujian]] dan menunjukkan kebencian kepada agama Nasrani, membunuh '''Santo Francis Ferdinand de Capillas (Francisco Fernández de Capillas)''', seorang pastur dari Ordo [[Dominikan]] yang berusia 40 tahun.<ref>[http://newsaints.faithweb.com/martyrs/China1.htm ~ Martyrs of China (1) ~ Canonized Martyrs († 1648-1930)]</ref> Setelah memenjarakan dan menyiksa dia, mereka memenggalnya sewaktu Pastur de Capillas mendaraskan Misteri Penderitaan [[doa Rosario]]. [[Tahta Suci]] menahbiskan dia sebagai ''protomartir'' (martir paling pertama yang meninggal pada suatu negara) di Tiongkok.
 
Baris 43:
4. '''Santo Francis Diaz''', O.P., Pastur.
 
== Kemartiran dipada awal Abadabad ke-19 ==
Meskipun [[agama Katolik]] telah diakui oleh beberapa kaisar pada abad-abad sebelumnya, [[Kaisar Jiaqing]] (1796-1821) malah mengeluarkan beberapa dekritdekret yang sebaliknya. DekritDekret pertama dikeluarkan pada 1805. Dua dekritdekret tahun 1811 ditujukan pada warga Tiongkok yang belajar [[imamat]] untuk ditahbiskan dalam jajaran ordo suci, dan para [[Pastor]] yang menyiarkan agama nasrani. DekritDekret tahun 1813 menyatakan pengampunan kepada semua umat Nasrani yang secara spontan menyatakan bahwa mereka akan meninggalkan agama mereka, tetapi akan menghukum yang berkeras kepala. Berikut ini adalah para martir yang terbunuh selama periode tersebut.
 
5. '''Santo Peter[[Petrus Wu Gousheng]]''', seorang [[katekis]] awam Tiongkok. Lahir pada sebuah keluarga yang menganut [[Tridharma|agama asli]], menerima [[Baptis|pembaptisan]] pada tahun 1796 dan menjadi seorang penyiar yang aktif hingga akhir hidupnya. Segala upaya untuk membuat dirinya meninggalkan agamanya (Katolik) tidak berhasil, sampai akhirnya ia ditangkap pada tanggal 7 November 1814.
 
6. '''Santo Joseph [[Zhang Dapeng]]''', seorang [[katekis]] awam dan seorang pedagang. Dibaptis tahun 1800 kemudian menjadi penggerak utama dalam misi di Kota Kony-Yang. Ia dipenjara kemudian dihukum mati pada tanggal 2 Maret 1815.
 
Pada tahun yang sama, terdapat dua dekritdekret yang memberi kekuasaan bagi Raja Muda di [[Sichuan]] untuk memenggal Monsignor Dufresse (dari ''Paris Foreign Missions Society''), dan beberapa warga Tionghoa Kristen. Akibatnya terjadilah pemeriksaan (dan pembunuhan) yang semakin parah. Para martir yang terbunuh pada masa ini adalah:
 
7. '''Santo Gabriel-Taurin Dufresse''', M.E.P., [[Uskup]]. Ditangkap tanggal 8 Mei 1815, dibawa ke [[Chengdu]], divonis dan dieksekusi pada tanggal 14 September 1815.
Baris 58:
9. '''Santo John da Triora''', O.F.M., Pastor. Dipenjara bersama dengan yang lain pada musim panas tahun 1815, ia kemudian divonis mati dan dieksekusi pada tanggal 7 Februari 1816.
 
10. '''[[Yosef Yuan Zaide|Santo Joseph Yuan]]''', seorang pastor keuskupan berkebangsaan Tiongkok. Setelah mendengar kotbah Monsignor Dufresse, ia terkesan dan memutuskan menjadi [[katekumen]]. Ia kemudian menjadi [[Pastor]] dan berkotbah di berbagai wilayah. Ia ditangkap pada bulan Agustus 1816, divonis dicekik sampai mati, dan eksekusinya berlangsung pada tanggal 24 Juni 1817.
 
11. '''Santo Paul Liu Hanzuo''', seorang pastur keuskupan berkebangsaan Tiongkok, dibunuh tahun 1819.
Baris 68:
14. '''Santo Peter Liu''', seorang [[katekis]] awam berkebangsaan Tiongkok. Ia ditangkap tahun 1814 dan divonis pembuangan ke Tartar, ia tinggal di sana hampir 20 tahun. Setelah kembali ke tanah airnya, ia kembali ditangkap dan dicekik sampai mati tanggal 17 Mei 1834.
 
15. '''Santo Joachim[[Yoakim HoHao Kaizhi]]''' (Joachim Ho), seorang [[katekis]] awam berkebangsaan Tiongkok. Ia dibaptis saat umur sekitar 20 tahun. Saat pemeriksaan besar-besaran pada tahun 1814, ia ditangkap bersama banyak umat yang lain dan disiksa. Ia dibuang ke Tartar, tinggal selama hampir 20 tahun, kembali ke tanah airnya dan kembali ditangkap. Setelah menolak untuk mengingkari imannya, ia divonis mati oleh kaisar dengan cara dicekik pada tanggal 9 Juli 1839.
 
16. '''Santo [[Auguste Chapdelaine]]''', [[M.E.P.]], seorang pastur dari ''Diocese of Coutances'' (Gereja Katolik di [[PerancisPrancis]]). ia memasuki [[seminari]] ''Paris Foreign Missions Society'' dan berangkat ke Tiongkok pada tahun 1852. Ia tiba di [[Guangxi]] pada akhir tahun 1854, ditangkap tahun 1856, disiksa, divonis mati dalam penjara, dan meninggal pada bulan Februari 1856.
 
17. '''Santo Laurence Bai Xiaoman''', seorang umat awam dan pekerja yang sederhana. Ia bergabung dengan Blessed Chapdelaine dalam tempat perlindungan yang diperuntukkan untuk misionaris kemudian keduanya ditangkap bersama. Ia tidak bisa dibujuk untuk mengingkari imannya sehingga akhirnya dipenggal pada tanggal 25 Februari 1856.
Baris 77:
 
== Para Martir dari MaoKou dan Guizhou ==
[[Berkas:Saint Paul Tchen.jpg|jmpl|ka|Santo Paul Chen]]
 
Tiga orang [[katekis]], dikenal sebagai '''Para Martir dari MaoKao''' (pada Provinsi [[Guizhou]]), dibunuh pada tanggal 28 Januari 1858 oleh perintah ''Mandarin'' (pejabat pemerintah) MaoKao:
 
Baris 101:
28. '''Santa [[Lucy Yi Zhenmei]]''', katekis awam.
 
== Perkembangan sosial dan politik pada Abad ke-19 ==
[[Berkas:China imperialism cartoon.jpg|thumbjmpl|rightka|Kartun politik Prancis yang menggambarkan Tiongkok sebagai kue yang hendak dibagi antara Ratu Victoria (Inggris), Kaisar Wilhelm II (Jerman), Kaisar Nicholas II (Russia), Marianne (PerancisPrancis), and seorang samurai (Jepang) sementara seorang mandarin (pejabat kerajaan) Tiongkok tidak mampu berbuat apa-apa.]]
Selama masa ini, beberapa kejadian politik sangat mempengaruhi kehidupan Kristen di Tiongkok.
 
Bulan Juni 1840, [[Lin Zexu|komisaris kerajaan]] di [[Guangdong]] berkeinginan menghapuskan perdagangan opium yang dilakukan oleh [[Inggris]]; ia menyuruh membuang sebanyak 20.000 peti peti candu ke laut. Hal tersebut memicu [[Perang Candu|perang]] yang dimenangkan oleh Inggris. Setelah perang berakhir, Tiongkok terpaksan menandatangani [[Perjanjian Nanking|perjanjian modern]] pertama mereka pada tahun 1842, diikuti perjanjian oleh [[PerancisPrancis]] dan [[Amerika Serikat]]. PerancisPrancis mengambil kesempatan untuk mengambil alih [[Portugis]] sebagai kekuatan pelindung para misionaris di Tiongkok. Dua dekritdekret dikeluarkan: dekritdekret pertama pada tahun 1844 menyatakan bahwa masyarakat Tiongkok diizinkan memeluk [[agama Katolik]]; dekritdekret kedua pada tahun 1846 yang menghapuskan keputusan kuno tentang Katolik dan mengembalikan properti yang diambil alih pada tahun 1724.<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369">David Lindenfeld. Indigenous Encounters with Christian Missionaries in China and West Africa, 1800-1920: A
Comparative Study. Journal of World History, Vol. 16, No. 3 (Sep., 2005), pp. 327-369</ref> Perjanjian tahun 1844 juga menyebutkan bahwa para [[misionaris]] diperbolehkan untuk datang ke Tiongkok, tetapi hanya pada beberapa kota pelabuhan yang dibuka untuk bangsa Eropa; ketentuan inilah yang menjadi dasar hukum untuk mengeksekusi Augustus Chapdelaine (disebutkan di atas).
 
Pada pertengahan abad ke-19 terjadi perang saudara di Tiongkok yang dikenal sebagai [[Pemberontakan Taiping]], yang dipicu oleh seorang umat Kristen dari [[Guangdong]] yang bernama Hong Xiuqian. Ia mengklaim bahwa ia menerima misi khusus dari Tuhan untuk memerangi kejahatan dan menjadi ''gerbang'' bagi periode perdamaian. Hong dan para pengikutnya sukses mengambil alih wilayah yang luas, mereka menghancurkan kuil-kuil [[agama Buddha|Buddhis]] dan [[Taoisme|Taois]], serta melawan [[Tridharma|agama tradisional]] masyarakat.<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/> Perang tersebut kira-kira menelan 20-30 juta korban jiwa sehingga menjadikannya konflik paling berdarah kedua dalam sejarah manusia (setelah [[Perang Dunia II]]). Setelah pemberontakan dihancurkan, kerusakan yang ditinggalkan menyebabkan kekristenan memperoleh nama buruk karena asosiasinya dengan pemberontakan.<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/> Hal tersebut menjadi salah satu pemicu kekerasan terhadap para [[misionaris]].
 
Hal lain yang memicu adalah meningkatnya hubungan antara aktivitas misionaris dengan [[imperialisme]] barat,<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/>, termasuk aktivitas imperialis PerancisPrancis di Tiongkok yang mengatasnamakan perlindungan mereka atas misi para misionaris.
 
Setelah kemartiran St Augustus Chapedelaine (disebutkan di ataspada tahun 1856, PerancisPrancis merespon dengan mengirimkan sebuah ekspedisi militer. Ekspedisi tersebutr berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian [[Tianjin]] pada tahun 1860 yang memberikan kebebasan kepada para [[misionaris]] [[Katolik]] untuk mengelilingi Tiongkok serta membeli tanah (hak tersebut juga diberikan kepada [[Protestanisme|Protestan]]).<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/> Setelah itu, Gereja dapat hidup secara terbuka dan melaksanakan aktivitas misionarisnya, bahkan membuka sekolah-sekolah tinggi, universitas, dan penelitian ilmiah. Gereja semakin berakar dalam tradisi budaya Tionghoa serta dalam hubungannya dengan pemerintah, terutama juga karena berbagai aktivitas kemanusiaan mereka yang bernilai tinggi.
 
Namun, para misionaris memprovokasi masyarakat Tiongkok dengan membangun gereja-gereja atau sekolah di atas bekas kuil-kuil kuno atau di dekat kantor pemerintahan. Mereka juga menghapuskan institusi katolik pribumi yang selamat dari pelarangan pemerintah.<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/> Terkadang dalam kotbah juga ditegaskan bahwa mereka akan dilindungi dari masyarakat sekitar (yaitu dari tekanan dan kemarahan keluarga serta teman), dan bagaimana cara mereka ''melakukan pemisahan'' menyebabkan timbulnya rumor-rumor buruk di antara masyarakat setempat mengenai apa yang sebenarnya dilakukan umat nasrani. Rumor semacam itu juga menimpa sebuah rumah yatim piatu di [[Tianjin]] yang mengakibatkan pembunuhan 60 orang pada tahun 1870.<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/> Namun kolonialis Barat justru memanfaatkan tindakan pengrusakan dan pembunuhan tersebut (yang dilakukan oleh gerombolan maupun dinas rahasia) sebagai dalih untuk memeras keuntungan finansial dan ekonomi.<ref name="Heuken">A. Heuken, SJ. 2005. ''Ensiklopedi Orang Kudus'', Cetakan ke-17, hal.299-300. Penerbit: Yayasan Cipta Loka Caraka.</ref>
Baris 118:
Aliran-aliran [[Protestanisme|Protestan]] yang lebih tertutup diperlakukan dengan lebih baik oleh pihak-pihak yang berwenang.<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/>
 
Para kaum terpelajar serta keluarga terhormat di Tiongkok, dalam gerakan bahwa tanah, menyebarkan pamflet yang menyerang iman Kristen sebagai pemahaman yang tidak rasional. Surat-surat edaran untuk pembakaran properti juga disebarkan ke kerumunan penduduk dan diperkirakan sebagai pemicu kekerasan terhadap umat Kristen. Bahkan terkadang tidak diperlukan edaran semacam itu untuk memprovokasi masyarakat menyerang umat Kristen. Misalnya peristiwa pada masyarakat [[Hakka]] yang tinggal di wilayah tenggara, para misionaris Kristen seringkalisering kali mencemooh kebiasaan penduduk yang berhubungan dengan [[Tridharma|agama setempat]], termasuk di antaranya menolak mengambil bagian dalam sembahyang bersama untuk memohon hujan (karena para misonaris juga diuntungkan oleh hujan, mereka dipaksa juga untuk memngambil bagian dalam ritual) serta menolak menyumbangkan dana untuk mengadakan pementasan opera bagi para [[Birokrasi Surga|dewata Tiongkok]] (para dewa yang dihormati dalam opera tersebut adalah dewa-dewa yang sama dengan yang dipuja [[Pemberontakan Boxer|para "Petinju"]] dalam pemberontakan yang terjadi berikutnya).<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/>
 
Misi Katolik menawarkan perlindungan kepada siapapun yang datang kepada mereka, termasuk para kriminal, pelanggar hukum, dan pemberontak terhadap pemerintah; hal tersebut meningkatkan kebencian pemerintah terhadap misi pengembangan agama.<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/>
 
== Gerakan Serikat Boxer ==
Masa berkembangannya kekristenan di Tiongkok sekali lagi mengalami hambatan oleh munculnya "Serikat Tinju Keadilan dan Harmoni" (I Ho Ch'uan) yang lebih dikenal sebagai "Petinju" atau [[Pemberontakan Boxer|Boxer]]. Gerakan Boxer muncul pada awal abad ke-20, didukung oleh para mandarin (pejabat kekaisaran) dan ibu Kaisar Kwang-hsue dan menyebabkan pertumpahan darah begitu banyak umat kristen (lima [[uskup]], 28 [[Pastor|imam praja]] dan biarawan, dua [[bruder]], sembilan [[biarawati|suster]], dan 30.000 umat awam. Di antaramereka banyak yang dinyatakan [[Santo|kudus]].<ref name="Heuken"/> Pemberontakan ini dipicu oleh kebencian yang menumpuk kepada para orang asing selama dekade terakhir abad ke-19, akibat perubahan politik serta sosial pasca [[Perang Candu]] dan perjanjian-perjanjian tidak adil yang menguntungkan bangsa barat.
 
Namun, motif yang melatari pembunuhan para misonaris sangat berbeda, meskipun mereka juga berkebangsaan barat. Motif yang melatari adalah motif keagamaan; yang juga melatari pembunuhan terhadap umat awam berkebangsaan Tiongkok. Dokumen sejarah yang bisa dipercaya menunjukkan bukti adanya kebencian terhadap umat Kristen. Sebuah dekritdekret dikeluarkan pada tanggal 1 Juli 1900 yang menyatakan bahwa era hubungan baik dengan para misionaris Eropa dan umat kristen telah berakhir: bahwa para misionaris harus dipulangkan saat itu juga dan umat Katolik dipaksa untuk ingkar, atau akan dibunuh. Beberapa kelompok kejadian pembunuhan yang terjadi ditunjukkan seperti di bawah ini.
 
a) Para Martir [[Shanxi]], dibunuh tanggal 9 Juli 1900 (dikenal sebagai Pembantaian [[Taiyuan]]), merupakan anggota [[Ordo]] [[Fransiskan|Franciscan Friars Minor]]:
Baris 141:
36. '''Santo Cesidio Giacomantonio''', Pastur (menjadi martir 4 Juli 1900).
 
Selain itu juga tujuh suster Franciscan Missionaries of Mary (tiga berkebangsaan PerancisPrancis, dua Italia, satu Belgia, dan satu Belanda):
 
37. '''Santa Mary Hermina of Jesus''' (in saec: Irma Grivot),<br />
Baris 151:
43. '''Santa Amandina of Schakkebroek (Mary Amandina)''' (in saec: Paula Jeuris).
 
Para SekularSekuler (awam) dari Ordo [[Fransiskan|Franciscan]], semua berkebangsaan Tiongkok:
 
44. '''Santo John Zhang Huan''', seminarian,<br />
Baris 171:
57. '''Santo Peter Wang Erman''', koki.
 
Gerakan Boxer dimulai di [[Shandong]] dan menyebar ke [[Shanxi]] dan [[Hunan]], menuju Tcheli Tenggara (sekarang [[Hebei]]). Di Tcheli terdapat Apostolic Vicariate of Xianxian, dibawah naungan [[Yesuit|Ordo Jesuit]], umat kristen yang terbunuh mencapai ribuan. Diantaranya adalah empat misionaris Yesuit berkebangsaan PerancisPrancis dan setidaknya 52 umat awam kristen pribumi; pria, wanita, dan anak-anak – yang tertua berusia 79 tahun dan termuda sembilan tahun. Semuanya menjadi martir pada bulan Juli 1900; sebagian terbunuh di dalam gereja di Desa Tchou-Kia-ho (atau Zhujiahe) yang menjadi tempat perlindungan. Saat itu mereka sedang berdoa bersama dua misionaris pertama pada daftar di bawah ini:
 
58. '''Santo Leo Mangin''', S.J., Pastur,<br />
Baris 244:
Diplomat, penduduk, tentara asing, serta beberapa Tionghoa Kristen melarikan diri ke ''Legation Quarter'' dan tinggal selama 55 hari hingga [[Aliansi Delapan Negara]] datang dengan 20.000 tentara untuk memadamkan pemberontakan.<ref name=eva>Eva Jane Price. ''China journal, 1889-1900: an American missionary family during the Boxer Rebellion,'' (1989). ISBN 0-684-19851-8; see Susanna Ashton, "Compound Walls: Eva Jane Price's Letters from a Chinese Mission, 1890-1900." ''Frontiers'' 1996 17(3): 80-94. Issn: 0160-9009 Fulltext: in Jstor</ref> Setelah kegagalan pemberontakan, pemerintah Tiongkok menyadari bahwa tidak ada jalan lain kecuali melakukan modernisasi, yang akhirnya mengembangkan agama Katolik di Tiongkok pada tahun-tahun berikutnya. Masyarakat Tiongkok mulai menaruh hormat kepada para Kristen karena pembangunan sekolah-sekolah serta rumah sakit.<ref name="A Comparative Study 2005 pp. 327-369"/> Namun, pengasosiasian [[imperialisme]] barat dengan usaha misionaris tetap memicu kebencian terhadap misi kekristenan di Tiongkok. Semua misi tersebut akhirnya dilarang oleh penguasa komunis yang baru setelah berakhirnya perang Korea pada tahun 1950, dan hingga kini tetap bertahan meskipun dianggap melanggar hukum.
 
== Catatan Kaki ==
{{reflist}}
 
[[Kategori:SantoOrang dan Santakudus]]
[[Kategori:Beato dan Beata]]