Waryo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Raksasabonga (bicara | kontrib)
 
(8 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan}}
{{Infobox artis indonesiaperson
| name = Waryo <br> واريو
| image = Reynan_Waryo.jpg
| imagesizecaption =
| captionalt =
| birth_name = Waryo
| birthdatebirth_date = {{birth date|1967|04|02}}
| birthplacebirth_place = {{negara|Indonesia}} desa Bongas, [[Sumberjaya, Majalengka|Sumber Jaya]], [[Majalengka]], [[Jawa Barat]]
| birthname = Waryo
| baptised =
| othername = Waryo Sela
| disappeared_date =
| deathdate =
| disappeared_place =
| deathplace =
| disappeared_status =
| yearsactive = sejak 1977
| death_date =
| occupation = [[Seniman]], [[Pengajar]]
| death_place =
| spouse = [[Sri Hartati]] (1996 - )
| partnerdeath_cause = =
| body_discovered =
| children = Ratih Wulandari Pramudya Wardani
| resting_place =
| parents = ''Ki'' Miskat (''Ki'' Empek) dan ibu Junah
| resting_place_coordinates =
| influences =
| influencedburial_place =
| websiteburial_coordinates =
| monuments =
| religion = [[Islam]]
| nationality =
| othernameother_names = Waryo Sela
| siglum =
| citizenship =
| education =
| alma_mater =
| occupation = [[Seniman]], [[Pengajar]]
| yearsactiveyears_active = sejak 1977
| era =
| employer =
| organization =
| agent = <!-- Discouraged in most cases, specifically when promotional, and requiring a reliable source -->
| known_for =
| notable_works = <!-- produces label "Notable work"; may be overridden by |credits=, which produces label "Notable credit(s)"; or by |works=, which produces label "Works"; or by |label_name=, which produces label "Label(s)" -->
| style =
| net_worth = <!-- Net worth should be supported with a citation from a reliable source -->
| height = <!-- "X cm", "X m" or "X ft Y in" plus optional reference (conversions are automatic) -->
| television =
| title = <!-- Formal/awarded/job title. The parameter |office=may be used as an alternative when the label is better rendered as "Office" (e.g. public office or appointments) -->
| term =
| predecessor =
| successor =
| party =
| movement =
| opponents =
| boards =
| criminal_charges = <!-- Criminality parameters should be supported with citations from reliable sources -->
| criminal_penalty =
| criminal_status =
| spouse = [[Sri Hartati]] (1996 - )
| partner =
| children = Ratih Wulandari Pramudya Wardani
| parents = ''Ki'' Miskat (''Ki'' Empek) dan ibu Junah
| mother = <!-- may be used (optionally with father parameter) in place of parents parameter (displays "Parent(s)" as label) -->
| father = <!-- may be used (optionally with mother parameter) in place of parents parameter (displays "Parent(s)" as label) -->
| relatives =
| family =
| callsign =
| awards =
| website =
| module =
| module2 =
| module3 =
| module4 =
| module5 =
| module6 =
| signature =
| signature_size =
| signature_alt =
| footnotes =
}}
{{#if:Reynan_Waryo.jpg||
''Ki'' '''Waryo''' (ejaan lama : Warjo) atau dikenal juga dengan nama ''Ki'' Waryo Sela merupakan seorang seniman multitalenta dari Cirebon yang lahir di Bongas, Sumberajaya, [[kabupaten Majalengka]], ayahnya merupakan ''Ki'' Miskat (''Ki'' Empek) yang juga dikenal sebagai seniman serba bisa pada masanya. ''Ki'' Waryo berasal dari keluarga seniman legendaris Cirebon yang dekat dengan kalangan masyarakat biasa bernama ''Ki'' Koncar (nama aslinya ''Ki'' Konya) yang turut mempengaruhi kesenian tari wilayah Priyangan pada sekitar periode akhir 1800an hingga awal 1900an, hasil karya seni leluhur ''Ki'' Waryo ini bahkan dikagumi oleh Bupati Sumedang, Pangeran Arya Soerjakoesoemahadinata (1882-1919). ''Ki'' Koncar bersama dengan seniman Cirebon lainnya yakni ''Ki'' Wentar kemudian diminta oleh Pangeran Aria Soerjakoesoemahadinata untuk melatih para penari di lingkungan keraton [[Sumedang Larang]]<ref>Rusliana, Iyus. 2008. Wayang Wong Priyangan : Kajian Mengenai Pertunjukan Dramatari Tradisional di Jawa Barat. [[Bandung]] : Kiblat</ref>
}}
''Ki'' '''Waryo''' (ejaan lama : Warjo) atau dikenal juga dengan nama ''Ki'' Waryo Sela merupakan seorang seniman multitalenta dari Cirebon yang lahir di [[Bongas Wetan, SumberajayaSumberjaya, [[kabupatenMajalengka|Bongas, Sumberajaya, Majalengka]], ayahnya merupakan ''Ki'' Miskat (''Ki'' Empek) yang juga dikenal sebagai seniman serba bisa pada masanya. ''Ki'' Waryo berasal dari keluarga seniman legendaris Cirebon yang dekat dengan kalangan masyarakat biasa bernama ''Ki'' Koncar (nama aslinya ''Ki'' Konya) yang turut mempengaruhi kesenian tari wilayah PriyanganPriangan pada sekitar periode akhir 1800an1800-an hingga awal 1900an1900-an, hasil karya seni leluhur ''Ki'' Waryo ini bahkan dikagumi oleh [[Daftar Bupati Sumedang|Bupati Sumedang]], Pangeran Arya Soerjakoesoemahadinata (1882-1919). ''Ki'' Koncar bersama dengan seniman Cirebon lainnya yakni ''Ki'' Wentar kemudian diminta oleh Pangeran Aria Soerjakoesoemahadinata untuk melatih para penari di lingkungan keraton [[Sumedang Larang]]<ref>Rusliana, Iyus. 2008. Wayang Wong Priyangan : Kajian Mengenai Pertunjukan Dramatari Tradisional di Jawa Barat. [[Bandung]] : Kiblat</ref>
 
== Riwayat Hidup ==
''Ki'' Waryo dilahirkan dari keluarga besar seniman (keluarga besar ayahnya), mereka dahulu pernah berjaya dan memiliki beberapa bidang tanah di sekitar Bongas, [[Sumberjaya, Majalengka|Sumberjaya]] dan [[Jatiwangi, Majalengka|Jatiwangi]], [[kabupaten Majalengka]] namun sampai kemudian jatuh miskin. ''Ki'' Miskat ayah ''Ki'' Waryo sebelum menikah dengan ibu Junah (ibunda ''Ki'' Waryo) beliau pernah menikah dengan perempuan lainnya, dari istri pertamanya beliau dikaruniai dua orang anak perempuan, pada sekitar awal tahun 1965 rumah tangga ''Ki'' Miskat mengalami cobaan dan akhirnya harus bercerai dengan istri pertamanya, beliau kemudiam menikah dengan ibu Junah (ibunda ''Ki'' Waryo) dalam keadaan yang serba kekurangan.
 
Pernikahan ''Ki'' Miskat dengan ibu Junah dikaruniai lima orang anak, dua anak lelaki dan tiga orang anak perempuan semuanya dilahirkan dan dididik atas dasar kasih sayang namun karena kondisi ekonomi pas-pasan yang bersekolah hingga tamat Perguruan Tinggi hanya ''Ki'' Waryo seorang.
Pernikahan ''Ki'' Miskat dengan ibu Junah dikaruniai lima orang anak, dua anak lelaki dan tiga orang anak perempuan semuanya dilahirkan dan didik atas dasar kasih sayang namun karena kondisi ekonomi pas-pasan yang bersekolah hingga tamat Perguruan Tinggi hanya ''Ki'' Waryo seorang, mengulas masa kecil seorang Waryo, pada masa itu Waryo kecil yang sedang bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Negeri Bongas 2 harus terseok-seok membagi waktu antara kehidupan di panggung sebagai seniman cilik dan sebagai seorang pelajar, beruntung para guru memahami kondisi Waryo kecil pada saat itu yang berasal dari keluarga seniman, Waryo kecil selalu mendapat perhatian dan apresiasi guru-gurunya jika berkenaan dengan persoalan kesenian sehingga jika Waryo kecil ijin dalam jangka waktu lama para guru mengetahui bahwa Waryo kecil sedang berkeliling daerah untuk manggung, kehidupan berat membagi waktu antara manggung keliling, sekolah dan rumah yang dijalani oleh Waryo kecil pernah mencapai puncaknya ketika dia sangat merindukan sekolah dan ibunya karena tidak berjumpa selama kurang lebih satu minggu, Waryo kecil yang pada saat itu sedang manggung di daerah Bojong Banteng (kini masuk wilayah desa [[Randegan Kulon, Jatitujuh, Majalengka|Randegan Kulon]]) sekitar [[Jatitujuh, Majalengka|Jati Tujuh]], [[kabupaten Majalengka]] memutuskan kabur dari panggung untuk pulang menemui ibu, pada saat istirahat dzuhur dengan membawa uang receh hasil ''saweran'' menari di panggung yang dibungkus dengan topi kupluk, Waryo kecil kabur berjalan kaki melewati sawah, sungai besar dan kebun kosong, menelusuri rute panjang yang telah dia ingat pada saat berkeliling manggung, sementara Waryo kecil sedang dalam usaha pelariannya untuk pulang bertemu dengan ibunda, kondisi panggung di Bojong Banteng ''geger'' karena diketahui Waryo kecil sudah tidak ada, salah satu ''Nayaga'' (penabuh gamelan) yang mencari Waryo kecil dengan sepeda ontel berhasil menemukannya, Waryo kecil pada saat itu hanya bisa menangis meminta untuk diantarkan pulang bertemu ibu.
 
Pernikahan ''Ki'' Miskat dengan ibu Junah dikaruniai lima orang anak, dua anak lelaki dan tiga orang anak perempuan semuanya dilahirkan dan didik atas dasar kasih sayang namun karena kondisi ekonomi pas-pasan yang bersekolah hingga tamat Perguruan Tinggi hanya ''Ki'' Waryo seorang, mengulas masa kecil seorang Waryo, padaPada masa itu Waryo kecil yang sedang bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Negeri Bongas 2 harus terseok-seok membagi waktu antara kehidupan di panggung sebagai seniman cilik dan sebagai seorang pelajar, beruntung para guru memahami kondisi Waryo kecil pada saat itu yang berasal dari keluarga seniman, Waryo kecil selalu mendapat perhatian dan apresiasi guru-gurunya jika berkenaan dengan persoalan kesenian sehingga jika Waryo kecil ijin dalam jangka waktu lama para guru mengetahui bahwa Waryo kecil sedang berkeliling daerah untuk manggung, kehidupan berat membagi waktu antara manggung keliling, sekolah dan rumah yang dijalani oleh Waryo kecil pernah mencapai puncaknya ketika dia sangat merindukan sekolah dan ibunya karena tidak berjumpa selama kurang lebih satu minggu, Waryo kecil yang pada saat itu sedang manggung di daerah Bojong Banteng (kini masuk wilayah desa [[Randegan Kulon, Jatitujuh, Majalengka|Randegan Kulon]]) sekitar [[Jatitujuh, Majalengka|Jati Tujuh]], [[kabupaten Majalengka]] memutuskan kabur dari panggung untuk pulang menemui ibu, pada saat istirahat dzuhur dengan membawa uang receh hasil ''saweran'' menari di panggung yang dibungkus dengan topi kupluk, Waryo kecil kabur berjalan kaki melewati sawah, sungai besar dan kebun kosong, menelusuri rute panjang yang telah dia ingat pada saat berkeliling manggung, sementara Waryo kecil sedang dalam usaha pelariannya untuk pulang bertemu dengan ibunda, kondisi panggung di Bojong Banteng ''geger'' karena diketahui Waryo kecil sudah tidak ada, salah satu ''Nayaga'' (penabuh gamelan) yang mencari Waryo kecil dengan sepeda ontel berhasil menemukannya, Waryo kecil pada saat itu hanya bisa menangis meminta untuk diantarkan pulang bertemu ibu.
[[Berkas:Reynan-Waryo-146505809045137-VideoToMp4.webm|right|jmpl|''Ki'' Waryo memainkan [[Wayang Kulit Cirebon]] dengan lakon ''Gatot Kaca Sabda Guru'' pada acara peringatan hari jadi sanggar Sekar Pandan ([[kesultanan Kacirebonan]]) pada saat itu kondisi sedang hujan, 5 Mei 2014 dengan ''sinden'' ''Yu'' Rini dari [[Slangit, Klangenan, Cirebon | desa Slangit]], [[kabupaten Cirebon]] dan juru video Aray Nugraha Ali ]]
 
[[Berkas:Reynan Wayo-1987.jpg|jmpl|ka|Waryo pada tahun 1987, <br> foto diambil di sebuah studio foto]]
Baris 38 ⟶ 91:
Pada tahun 1978 (pada usia 11 tahun) Waryo kecil bersama dengan bapaknya dan ''Ki'' Sana (paman) berkempatan untuk mengikuti festival seni tradisional bertaraf internasional di [[Jakarta]], mereka pentas mewakili seniman Cirebon dipimpin oleh bapak Endo Suanda, festival seni inilah yang kemudian memicu Waryo untuk tetap konsisten dalam berkesenian dan ingin bersekolah setinggi-tingginya, hal tersebut dikarenakan Waryo bisa melihat para maestro seni tradisional berkelas dunia.
 
Pada saat tamat dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Bongas 2, Waryo kecil nyaris putus sekolah karena tidak ada biaya, dia sempat membantu adik ibunya (paman) yang bernama Rasa dan ibunya hampir menjadi tukang kayu, tidak lama kemudian Waryo kecil mendapat kesempatan bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI dan berhasil lulus, ketika Waryo kecil bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI dia berusaha mencari cara agar dirinya bisa diterima di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, dengan usahanya akhirnya dia bisa masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Jatiwangi. Pada saat baru masuk kelas satu di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Jatiwangi [[Jatiwangi, Majalengka]], dia sudah dikenal oleh teman-temannya bisa bermain kesenian, dari situlah yang mengantarkan Waryo bertemu dengan para sahabat yang hebat dan mendukung langkahnya, mereka aktif di gamelan dan seni lawak, bahkan teman semejanya yang bernama Deni Mardiana (Deni Oncel) sangat terinspirasi dengan apa yang Waryo lakukan dalam berkesenian, Deni Mardiana merupakan seorang kristiani yang taat dari kalangan keluarga guru, sekarang Deni Mardiana disamping menjadi guru dia juga konsisten menjadi seniman di [[Bandung]] hingga saat ini. Deni Mardiana inilah yang terus menyemangati seorang Waryo kecil untuk kuliah, karena pada saat Waryo kecil lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Jatiwangi dia tidak berniat untuk melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi seperti mimpi sebelumnya saat dia terlibat dalam festival seni tradisional bertaraf internasional pada tahun 1978 di [[Jakarta]], semua itu dikarenakan faktor biaya, akan tetapi teman-temannya termasuk teman semejanya yaitu Deni Mardiana terus menyemangatinya. Deni Mardiana juga turut membantu Waryo dalam usahanya masuk ke Perguruan Tinggi dengan mmembelikan blangko pendaftarannya, akhirnya Waryo ikut mencoba dan diterima di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta jurusan seni rupa yang merupakan cita-citanya sejak dia masih dibangku Sekolah Dasar (SD) Bongas 2, [[Sumberjaya, Majalengka|Sumberjaya]], [[Majalengka]], namuntetapi karena faktor ekonomi Waryo tidak mengambil kesempatan itu, kemudian atas saran teman yang lain sesama aktifis Pramuka Waryo disarankan untuk mencoba masuk kuliah di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) [[Bandung]], dia mencoba test dengan Deni Mardiana sahabatnya, saat itu Waryo mencoba untuk mengambil jurusan Karawitan sementara Deni Mardiana mengambil jurusan Teater. Mereka akhirnya lulus tes dan diterima, akan tetapi akhirnya mereka berpisah karena Deni Mardiana lebih memilih saran orang tuanya untuk mengambil kuliah di [[Universitas Pendidikan Indonesia|Institut Kesenian dan Ilmu Pendidikan (IKIP) [[Bandung]].
 
Pada masa awal perkuliahan Waryo sempat frustasi hingga Indek Prestasinya (IP) buruk, selain itu Waryo juga berusaha bertahan dengan kondisi keuangan yang pas-pasan, di semester berikutnya Waryo mampu bangkit dan dipercaya menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa (HIMA) jurusan Karawitan tahun 1989, setelah lulus program Diploma 3 (D3) di ASTI Bandung, Waryo melanjutkan ke program Sarjana (S1) pada tahun 1991 di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) [[Surakarta]]. Program Sarjana (S1) Waryo sempat terseok-seok karena dia harus membagi waktunya antara manggung dan kuliah, hingga akhirnya dia berhasil menyelseikan skripsinya pada akhir 1995 dan diwisuda awal 1996.
Baris 45 ⟶ 98:
 
== Topeng Cirebon ==
''Ki'' WayoWaryo berpendapat bahwa [[Topeng Cirebon]] memiliki peranan penting dalam membentuk sejarah Cirebon terutama pada masa [[kesultanan Cirebon]] dipegang oleh [[Sunan Gunung Jati|Syarief Hidayatullah]] sebagai Sultan dan [[Sunan Kalijaga|Raden Mas Said]] sebagai wakilnya<ref>Waryo. 2017. Upaya Merevitalisasi Wayang Wong Cirebon. [[Cirebon]] : Dinas Pemuda dan Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon</ref>
 
== Referensi ==
{{Reflist}}
 
[[Kategori:Artikel artis Indonesia yang perlu diberi gambar|{{PAGENAME}}]]
[[Kategori:Seniman Jawa Barat]]
[[Kategori:Tokoh Cirebon]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Barat]]
[[Kategori:Tokoh dari Majalengka]]