Soedarsono (politikus): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gaung Tebono (bicara | kontrib)
k clean up: perbaikan kategori
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
 
(32 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
|honorific-prefix = <small>[[Raden|R.]]</small>
|name = Soedarsono
|image = RSoedarsono-7thregentofJombang.JPG
|imagesize = 150px
|caption =
|office = [[Daftar Bupati Jombang|Bupati Jombang]]
|order = 7
|term_start = [[1958]]
Baris 11:
|president = [[Soekarno]]
|lieutenant =
|governor = [[R. T. A. Milono]]{{br}}[[R. Soewondo Ranoewidjojo]]
|predecessor = [[M. Soebijakto]]
|successor = [[Hassan Wirjokoesoemo]]
|birth_date = {{Birth date|1921|9|24}}
|birth_place = {{negara|Hindia[[Sambirembe, Belanda}}Karangrejo, Magetan|Sambirembe]], [[Karangrejo, Magetan|Karangrejo]], [[JawaKabupaten TimurMagetan|Magetan]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Death date and age|1997|5|6|1921|9|24}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Rumah Sakit Dokter Soetomo|RS dr. Soetomo]], [[Surabaya]], [[Jawa Timur]]
|restingplace = TPU Pulo Sampurno, [[Jombang]]
|nationality = {{flag|[[Indonesia}}]]
|party = [[Golongan Karya]]
|spouse = My. Roro Oentari
|relations =
|children = 1. Endang Sri Undarti{{br}}2. Edi Raharjo{{br}}3. Endang Sri{{br}}4. Ernawati{{br}}5. Endang Sri Ruliati.
|alma_mater = HIS Magetan, [[SMP Negeri 3 Malang|MULO Malang]]
|occupation =
|profession = [[Birokrat]], [[Politikus]]
Baris 35 ⟶ 36:
}}
 
'''R. Soedarsono''' ([[EYD]]: ''Sudarsono''; {{lahirmati|[[Sambirembe, Karangrejo, Magetan|Sambirembe]], [[JawaKarangrejo, TimurMagetan|Karangrejo]], [[Magetan]]|24|9|1921|[[Surabaya]], [[Jawa Timur]]|6|5|1997}}) adalah [[Bupati]] [[Jombang]] yang menjabat pada periode [[1958]]-[[1962]].
 
== Kehidupan awal ==
Soedarsono lahir di [[Karangrejo, Magetan|Karangrejo]], 24 September 1921, tepatnya di [[Sumber RambeSambirembe, Karangrejo, Magetan|Desa Sumber Rambe]], [[Karangrejo, Magetan|Kecamatan KarangrejoSambirembe]]. Ayahnya bernama Abdullah Martodirjo, seorang Kepala Desa yang berpengaruh kala itu. Soedarsono terlahir sebagai anak ke limakelima dari enam bersaudara. Lazimnya seorang Kepala Desa, ayah Soedarsono mempunyai sawah yang cukup luas, dan punya banyak hewan ternak.
 
Meski anak dari keluarga berpangkat, masa kecil Soedarsono tidak jauh beda dengan anak desa pada umumnya. Berkecipak dengan lumpur di [[sawah]], bermain petak umpet, hingga mandi di sungai. Tidak jarang, Soedarsono kecil juga ikut menggembalakan kerbau di sawah sembari bermain jerami. Kakeknya bernama K.H. M. Tauhid, seorang ulama desa setempat. Dari kakeknya itulah ia mempelajari banyak ilmu agama, mulai dari salat hingga mengaji. Berdasarkan keterangan dari keluarganya, jika ditarik garis ke atas, K.H. M. Tauhid masih ada keturunan dari seorang pejuang yang juga sahabat dari [[Pangeran Diponegoro]], yakni [[Sentot PrawirodirjoPrawirodirdjo|Sentot Alibasyah Prawirodirjo]].
 
== Riwayat pendidikan ==
Pada [[Hindia Belanda|Zaman penjajahan Belanda]] tidak sembarang orang bisa mengenyam pendidikan. Namun tidak begitu dengan Soedarsono yang notabene anak seorang Kepala Desa. Ia memulai pendidikannya di [[HIS]] (sekolah dasar tujuh tahun berbahasa Belanda atau ''Hollandsch Inlandsche School'') Magetan dan lulus pada tahun [[1938]]. Setelah itu ia melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yakni [[MULO]] (''Meer Uitgebreid Lager Onderwijs'' atau kini [[SMP]]). Saat bersekolah di MULO, Soedarsono harus meninggalkan kampung halamannya. Karena sekolah setingkat SMP itu berada di kota [[Malang]]. Di sekolah itu ia menuntut ilmu selama tiga tahun, dan pada tahun [[1941]] ia dinyatakan lulus. Soedarsono muda tak pernah lelah mencari ilmu. Selepas dari MULO ia melanjutkan pendidikannya di ''Kweekschool'' (sekolah pendidikan guru pada zaman Belanda) di Malang.
 
== Karier sebagai pendidik dan kaum terpelajar ==
Tepat tahun 1941, Soedarsono tamat dari ''Kweekschool''. Selanjutnya, ia mengabdikan diri sebagai guru di [[SR]] (Sekolah Rakyat) VI [[Caruban, Madiun|Caruban]], [[Kabupaten Madiun|Madiun]]. Ia memulai karirnyakariernya menjadi guru terhitung mulai [[1 September]] [[1942]]. Namun sekitar satu tahun kemudian, atau tepatnya [[30 Maret]] [[1943]], ia pindah menjadi juru bahasa di [[Kediri]], di ''Syu Gyugun Dai I Daidan'' (tentara sukarela bentukan [[Jepang]]).
 
== Karier militer ==
Beberapa bulan kemudian, atau tepatnya [[3 Oktober]] [[1943]], Jepang membentuk Tentara [[Pembela Tanah Air]] (PETA). Bersama para pemuda seusianya, Soedarsono ikut mendaftarkan diri dalam wadah tersebut. Layaknya seorang militer, ia dilatih teknik memegang senjata hingga cara menembak oleh [[Jepang]]. Namun sekitar pertengahan Agutus 1945, Ia ditangkap Jepang dengan tuduhan terlibat [[pemberontakan PETA Blitar]] yang dipimpin [[Supriyadi]] pada [[14 Februari]] [[1945]]. Selanjutnya, ia bersama anggota PETA lainnya dibawa ke [[Cirebon]]. Rencananya, dalam rentang 1 hingga 15 Agustus 1945, para tawanan ini hendak dihukum mati. Namun takdir berbicara lain. Belum sempat eksekusi dilakukan, peta politik [[Perang Dunia II]] berubah. Tepat 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada [[Sekutu]]. Kondisi itu berakibat dibebaskannya para tawanan Jepang, termasuk Soedarsono.
 
Usai proklamasi dikumadangkan pada [[1945]], eks tentara PETA dimasukkan dalam wadah [[BKR]] (Badan Keamanan Rakyat). Begitu pula dengan Soedarsono, yang notabene pernah mendapatkan pendidikan militer PETA. Ia lalu menggabungkan diri di BKR [[Tulungagung]].
Baris 60 ⟶ 61:
Usai [[Konferensi Meja Bundar]] (KMB) pada Desember 1949, sebagai Kepala Japen ia mendapat tugas menghadiri konferensi [[Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia|Dinas Kementerian Penerangan RI]] di [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]. Konferensi itu dihadiri oleh Kepala Japen [[Provinsi]]/[[Kabupaten]] dan Kepala studio radio ([[RRI]]) se-[[Jawa]]. Dalam forum itu, [[Soepomo|Prof. DR Soepomo]], salah satu delegasi RI dalam KMB, memberikan penjelasan hasil konferensi yang baru saja digelar di [[Den Haag]], [[Belanda]] tersebut. Harapannya, hasil perundingan itu disosialisasikan di masing-masing daerah.
 
KarirKarier Soedarsono terus bergulir. Tanggal 1 Februari 1950, ia dipindah dari Tulungagung dan menjabat sebagai Kepala Japen [[Kabupaten Jombang]]. Kepercayaan menjabat sebagai Kepala Japen Kabupaten Jombang itu diemban Soedarsono selama delapan tahun. Yakni, mulai [[1 Februari]] [[1950]] hingga [[21 Maret]] [[1958]]. Hingga ia menjadi bupati pada periode [[1958]]-[[1962]]. Setelah tidak lagi menjadi bupati, ia menjabat beberapa pos strategis di Pemkab, semisal menjabat sebagai [[Wedana]], dan Patih (setingkat [[Sekretariat Daerah|Sekretaris Daerah]]) pada tahun [[1971]]. Setelah itu ia dipindahkan lagi pada [[1 Oktober]] [[1971]], mantan bupati ini pindah tugas lagi. Oleh pemerintah pusat ia diberi kepercayaan menjabat sebagai Kepala Bagian Pemerintahan [[Kabupaten Mojokerto]]. Posisi itu ia pegang hingga masa pensiun, yakni tahun 1977.
 
== Menjadi Bupati ==
Meski sejak kecil tidak pernah punya cita-cita menjadi seorang bupati, namuntetapi garis hidup berbicara lain. Soedarsono mencapai puncak karirnyakariernya pada [[22 Maret]] [[1958]]. Ia diangkat menjadi [[Daftar Bupati Jombang|Bupati Jombang]] yang ke tujuh, menggantikan bupati sebelumnya, [[M. Soebijakto]]. Hal itu ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan [[Daftar Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Menteri Dalam Negeri]], [[Sanusi Hardjadinata]]. Dalam surat keputusan itu dijelaskan, sesuai dengan rapat yang digelar oleh [[DPRD]] Jombang tanggal [[1 Maret]] [[1958]], mereka menyetujui Soedarsono menjadi Kepala Daerah (Bupati) Tingkat II Jombang. Seminggu kemudian, hasil rapat DPRD itu dikirim ke Menteri Dalam Negeri untuk dimintakan pengesahan. Gayung pun bersambut. Menteri Dalam Negeri tidak keberatan atas usulan itu. Selanjutnya, pada [[22 Maret]] [[1958]] terbitlah Surat Keputusan Menteri yang intinya mengesahkan Soedarsono menjadi bupati.
 
Saat menjabat sebagai bupati, karakter sederhana, disiplin, dan tegas, merupakan sesuatu yang lekat dengannya. Bukan hanya itu, untuk menambah wawasan, bupati ke tujuh ini selalu rajin membaca buku serta surat kabar. Buku koleksinya yang hingga kini masih terawat misalnya, karya besar mantan Presiden [[Soekarno]] yang berjudul Di Bawah Bendera Revolusi (DBR). Kebiasaan yang lain yang tidak pernah lepas dari Soedarsono adalan sarapan berita. Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor kabupaten, ia selalu menyempatkan diri membaca koran. Jika ada sesuatu yang dianggap penting, maka ia akan mengambil gunting. Berita tersebut dipotong kemudian dikliping. Menjaga kesehatan, berolahraga, hidup bersih, juga merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dalam diri bapak empat anak ini. Maka tidak heran, saat pagi buta ia sudah bersih-bersih rumah. Selanjutnya, ia mengeluarkan sepeda kumbang miliknya. Dengan sepeda itulah ia berkeliling kota. Selain berolahraga, hal tersebut dilakukan untuk memantau perkembangan masyarakat. Kegiatan berolahraga itu semakin padat jika memasuki hari Kamis dan Minggu. Wajar saja, bupati ke tujuh ini menyenangi olahraga [[tenis]]. Bupati Soedarsono meyakini, selain untuk menjaga kesehatan, hal-hal yang bersifat informal semisal olahraga, merupakan salah satu media untuk membangun komunikasi dengan jajaran di bawahnya. Dengan tenis itu pula hubungan emosi antara atasan dan bawahan bisa lebih terjaga. Jabatan Soedarsono berakhir pada 5 Januari 1962.
Baris 70 ⟶ 71:
Usai pensiun, pemikiran Soedarsono masih banyak dibutuhkan masyarakat. Selanjutnya, ia menjabat sebagai Sekretaris DPD II [[Golkar]] [[Kabupaten Mojokerto]]. [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1977|Pemilu]] pertama [[Orde Baru]] pun digelar pada tahun itu. Walhasil, Soedarsono terpilih menjadi wakil rakyat dan masuk dalam FKP (Fraksi Karya Pembangunan). Jabatan itu sesuai dengan SK (Surat Keputusan) Gubernur Jawa Timur, [[Soenandar Prijosoedarmo]], tertanggal [[4 Juli]] [[1977]]. Dalam surat dengan Nomor: PM 012.4/40/1977/SK itu dijelaskan bahwasannya Soedarsono ditetapkan menjadi anggota [[DPRD]] Kabupaten Mojokerto bersama 39 anggota dewan lainnya.
 
Meski bertugas di Mojokerto, namuntetapi ia masih tetap pulang ke rumahnya di Jalan WR. Supratman Jombang. Secara otomatis, selama lima tahun menjabat sebagai wakil rakyat, Soedarsono harus bolak-balik dari Jombang ke Mojokerto. Karena kesederhanaan itu pula, ia lebih memilih naik bus saat berangkat dinas. Jabatan terakhir yang disandangnya adalah Ketua [[LVRI]] (Legiun Veteran Republik Indonesia) cabang Kabupaten Jombang. Amanah itu dilakoninya pada tahun 1986. Selain menjabat Ketua LVRI, ia juga aktif di DPD Golkar Jombang dengan posisi sekretaris. Sedangkan di bidang keagamaan, mantan Bupati Jombang ini aktif sebagai takmir Masjid Al Ikhlas yang ada di Jalan WR Supratman. Di Masjid itu juga ia kerap memberikan ceramah-ceramah keagamaan.
 
== Keluarga ==
[[Berkas:RmhSOEDARSONO7thJOMBANG.JPG|jmpl|Rumah R. Soedarsono di Jalan W.R. Supratman, Jombang (2010)]]
Pada masa ia menjadi bekerja di Jawatan Penerangan [[Tulungagung]], ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi anak salah seorang pejabat di [[Tulungagung]] bernama Roro Oentari. Pada saat Soedarsono dipindahtugaskan dari Tulungagung ke Jombang, ia bersama istrinya tinggal sebuah rumah kontrakan di Jalan Setya Budi. Di rumah itu pula mereka membesarkan ke empat anaknya. Kemudian pindah ke rumah pribadi di Jalan [[WR Supratman]].
 
Pernikahan ini dikaruniai 4 anak yakni :
# Endang Sri Undarti
# Edi Raharjo
# Endang Sri
# Ernawati
Baris 87 ⟶ 89:
 
== Referensi ==
 
* [http://jombangkab.go.id/upload/files/biografi_bupati.pdf Biografi bupati di jombangkab.go.id]
 
{{Kotak_mulai}}
{{Kotak_suksesi | jabatan = [[Bupati]] [[Jombang]] | tahun = 1958 - 1962 | pendahulu = [[M. Soebijakto]] | pengganti = [[Hassan Wirjokoesoemo]]}}
{{Kotak_selesai}}
{{Bupati Jombang}}
 
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh Magetan]]
[[Kategori:Tokoh Jombang]]
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Karangrejo]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Bupati Jombang]]